PENERAPAN MODEL PERENCANAAN PARTISIPATIF BAGI EFEKTIVITAS PENCAPAIAN TUJUAN PELATIHAN PAMONG BELAJAR SKB: Studi Kasus Di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Jawa Barat.

PENERAPAN MODEL PERENCANAAN PARTISIPATIF
BAGI EFEKTIVITAS PENCAPAIAN TUJUAN PELATIHAN
PAMONG BELAJAR SKB

(Studi Kasus Di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Jawa Barat)

TESIS

Diajukan Kepada Panitia Ujian TesisProgram Pascasarjana

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Penyelesaian Studi Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Konsentrasi Pelatihan

oleh
SUGITO
Nim : 989530

en

y^^^gf


% 'O

"

a

O

^

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2000

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul " Penerapan

Model Perencanaan Partisipatif Bagi Efektivitas Pencapaian Tujuan Pelatihan Pamong
Belajar Sanggar Kegiatan Belajar " ( Studi Kasus Di Balai Pengembangan Kegiatan
Belajar Jawa Barat) ini beserta seluruh isinya adalah benar - benar karya saya sendiri,

dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam

karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung,

J u 1i

2000

YangMembuat Pernyataan,


SUGITO

LEMBAR PENGESAHAN
TELAH DISETUJUI DAN DISYAHKAN OLEH

PEMBIMBING I,

OHDR.H.SUTARYAT TRISNAMANSYAH,MA

PEMBIMBING II,

PROF.DR.H.ENDANG SUMANTRLM.Ed

in

ABSTRAK

Ketenagaan di lingkungan Ditjen Diklusepora dari tingkat pusat sampai daerah
mempunyai peranan yang strategis dalam mengemban visi dan misi Diklusepora
"unggul dalam kreativitas dan prima dalam pelayanan masyarakat" oleh karena itu


tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pelaksanaan program-program PLS sangat

dipengaruhi oleh kualitas ketenagaan di lingkungan Ditjen Diklusepora. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang penerapan model perencanaan
partisipatif bagi efektivitas pencapaian tujuan pelatihan pamong belajar SKB di BPKB
Jawa Barat, untuk memperoleh gambaran tersebut penelitian ini mengajukan empat
pertanyaan yaitu : 1) Bagaimana penerapan perencanaan partisipatif pada penyusunan
perencanaan pelatihan pamong belajar di BPKB ?, 2) Bagaimana penerapan perencanaan
partisipatif pada pelaksanaan pelatihan pamong belajar di BPKB?, 3) Bagaimana
penerapan perencanaan partisipatif pada evaluasi program pelatihan pamong belajar di

BPKB?, 4) Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi penerapan
perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar di BPKB?

Sebagai bahan kajian dan dasar pijakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
yang ada, dalam penelitian ini merujuk pada bahan-bahan pustaka, guna membahas
teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah yang diteliti, antara lain Manajemen
pendidikan luar sekolah, Teori perencanaan pelatihan, Teori tentang kepelatihan, Teori
tentang efektivitas.


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif,
yaitu menuturkan dan menafsirkan data, kemudian dianalisis serta diinterpretasi
berdasarkan data yang didapat dari kasus tersebut. Data digali dan dikumpulkan dengan
teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi, kemudian dianalisis dengan cara
reduksi data, display data, dan verifikasi. Untuk memperoleh data yang diperlukan,,

peneliti melakukan penggalian informasi dari informan seperti dalam pendekatan
antropologi yaitu mengadakan wawancara dengan manusia sumber {human resources),
manusia kunci {key person) antara lain kepala BPKB Jawa Barat, tim pengembang
program, panitia pelatihan, fasilitator dan peserta pelatihan pamong belajar. Untuk
keperluan triangulasi, peneliti memanfaatkan pula para informan, yaitu mereka yang
dipandang dapat memberikan informasi penting terhadap masalah yang diteliti.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa; 1) Pamong belajar sebagai calon
peserta pelatihan sudah terlibat dalam proses penyusunan perencanaan program
pelatihan. 2) Rekrutmen pamong belajar sebagai calon peserta pelatihan berdasarkan
persyaratan yang ditentukan oleh penyelenggara belum seluruhnya tepat. 3) Belum

semua fasilitator membuat program kegiatan pembelajaran dan penguasaan terhadap
metode pelatihan. 4) Evaluasi terhadap program pelatihan pamong belajar yang

dilakukan oleh penyelenggara, hanya sampai pada tahap input, proses, output,
sedangkan evaluasi dampak pelatihan belum dilakukan. 5) Penerapan perencanaan
partisipatif pada pelatihan pamong belajar dipengaruhi berbagai faktor baik internal
maupun eksternal.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain 1)
Proses penyusunan perencanaan pelatihan yang mendukung tercapainya pelaksanaan
pelatihan pamong belajar adalah perumusan tujuan pelatihan, penyusunan desain
program pelatihan, kurikulum pelatihan, instrumen evaluasi pelatihan, penerapan
IV

prinsip-prinsip pembelajaran, pelaksanaan evaluasi program pelatihan, 2) Tujuan yang
telah dirumuskan dalam proses perencanaan program pelatihan pamong belajar sudah
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pamong belajar maupun jajaran Diklusepora
dalam melayani kebutuhan masyarakat tentang PLS. 3) Langkah awal yang dilakukan
oleh tim pengembang program sebelum menyusun perencanaan program pelatihan
pamong belajar adalah identifikasi dan pengkajian kebutuhan. 4) Komponen kurikulum
pelatihan pamong belajar sudah dikembangkan sampai sub pokok bahasan, tujuan
instruksional, alokasi waktu, metode, media dan evaluasi. 5) Kelima prinsip
pembelajaran telah dapat diterapkan dan mendukung proses pelaksanaan pelatihan

pamong belajar. 6) Evaluasi program pelatihan pamong belajar pada tahap proses dan
output dapat memberikan umpan balik untuk perbaikan perencanaan program pelatihan
pamong belajar yang akan datang. 7) Dalam proses penyusunan perencanaan pelatihan
pamong belajar dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal dan kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi. 8) Berbagai upaya BPKB untuk memperbaiki dan
mengembangkan kualitas pamong belajar dilakukan melalui pelatihan, bimbingan
teknis, lokakarya, studi banding.
Berkenaan dengan temuan dan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat
dikemukanan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1) Macam-macam kebutuhan yang
telah diidentifikasi oleh tim pengembang program pada tahap persiapan perencanaan
pelatihan pamong belajar, hendaknya benar-benar dipergunakan sebagai dasar
penyusunan perencanaan program pelatihan pamong belajar. 2) Keikutsertaan pamong
belajar sebagai peserta pelatihan dalam pengambilan keputusan, proses penyusunan
desain program pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan evaluasi program pelatihan adalah
penting dan perlu mendapat perhatian. 3) Mengingat pelatihan merupakan salah satu
strategi perbaikan dan pengembangan kualitas pamong belajar, untuk itu diperlukan

tenaga pengembang program yang tekun, ulet, terampil, memiliki kemampuan, maka
hendaknya tenaga fungsional BPKB berusaha terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan diri. 4) Penyelenggara pelatihan dalam melakukan evaluasi program

pelatihanpamong belajar, hendaknya tidak terbatas hanyapada tahap input, proses, out

put saja, akan tetapi sampai pada out-come. 5) SKB sebagai lembaga pengirim peserta
pelatihan, dalam pemilihan dan penentuan calon peserta pelatihan hendaknya dilakukan
secara obyektif dan transparan. 6) Pamong belajar yang telah mengikuti pelatihan,

hendaknya benar-benar menerapkan hasil pelatihan di SKB masing-masing dan
menularkan kepada teman sejawat pamong belajar. 7) Fasilitator dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran secara kuantitatif menunjukkan kinerja yang produktif,
sedangkan secara kualitatif masih kurang. 8) Dalam penyusunan perencanaan program

pelatihan pamong belajar, penyelenggara sudah melibatkan berbagai unsur terkait, untuk
itu hendaknya lebih ditingkatkan lagi.

DAFTARISI

HALAMANJUDUL

i


LEMBAR PERNYATAAN

ii

LEMBAR PENGESAHAN

iii

ABSTRAK

iv

KATAPENGANTAR

vi

UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR

viii


ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR BAGAN

xv

DAFTAR LAMPIRAN

BAB

I

xvi


PENDAHULUAN :

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Identifikasi Masalah

6

C. Perumusan Masalah

7

D. Definisi Operasional

8

E. Tujuan Penelitian

14

F. Manfaat Penelitian

15

G. Kerangka Pemikiran

16

XI

BAB II

LANDASAN TEORITIS :

A. Manajemen Pendidikan Luar Sekolah

19

1. Pengertian Manajemen PLS

19

2. Fungsi Manajemen PLS

22

B. Perencanaan Partisipatif

26

1. Pengertian Perencanaan Partisipatif

26

2. Ciri-ciri Perencanaan Partisipatif

28

3. Langkah-Iangkah Perencanaan Partisipatif

36

C. Teori Tentang Pelatihan

41

1. Pengertian Pelatihan

41

2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

42

3.

45

Model Sistem Pelatihan

4. Efektivitas Pencapaian Tujuan Pelatihan

53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN :
A. Metode Penelitian

55

B. Subyek Penelitian

57

C. Instrumen Dan Teknik Pengumpulan Data

58

D. Data Yang Dikumpulkan

63

E. Pengolahan dan Analisis Data

64

F.

67

Pelaksanaan Penelitian

G. Validitas Hasil Penelitian

71

Xll

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN :
A. Gambaran BPKB Jawa Barat

74

1. Sejarah Berdirinya

74

2. Letak Geografis

75

3. WilayahKerja

76

4. Ketenagaan

77

5. Keadaan Sarana Prasarana

81

6. Program Kerja

81

7. Organisasi dan Tata Kerja

83

B. Deskripsi Hasil Penelitian

87

C. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB V

107

1. Penyusunan Perencanaan Pelatihan Pamong Belajar

108

2. Pelaksanaan Pelatihan Pamong Belajar

122

3. Evaluasi Pelatihan Pamong Belajar

125

4. Faktor Pendukung dan Penghambat

128

D.

Temuan Penelitian

133

E.

Implikasi Hasil Penelitian

134

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .

A. Kesimpulan

136

B. Rekomendasi

139

DAFTAR PUSTAKA

144

LAMPIRAN-LAMPIRAN

148

xm

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keadaan Tenaga Administrasi BPKB Jawa Barat

78

Tabel 2. Keadaan Tenaga Fungsional BPKB Jawa Barat

79

Tabel 3. Latar Belakang Responden

87

Tabel 4.

Evaluasi Pelatihan Pamong Belajar

97

Tabel

Materi Pelatihan Pamong Belajar

101

Tabel 6.

Hasil Evaluasi Kinerja Fasilitator Pelatihan Pamong Belajar

105

Tabel 7.

Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan Pamong Belajar

106

5.

XIV

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Rangkaian Fungsi Manajemen PLS

23

Bagan 2. Langkah-Langkah Perencanaan Strategis

34

Bagan 3. Langkah Kegiatan model Latihan Partisipatif

40

Bagan 4.

Model Sistem Pelatihan

46

Bagan 4.

Alur Kegiatan Penelitian

70

XV

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keputusan Direktur Program Pascasarjana tentang

pembimbing Penulisan tesis

148

Lampiran 2. Surat permohonan mengadakan observasi di BPKB
Jayagiri Lembang Bandung

150

Lampiran 3. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian di BPKB
Jayagiri Lembang Bandung

152

XVI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan dalam aspek dan pola kehidupan serta nilai kehidupan manusia

mengisyaratkan bahwa manusia dihadapkan pada tantangan kehidupan yang semakin

kompleks. Penyesuaian terhadap berbagai perubahan akan membawa berbagai implikasi
diantaranya meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup manusia. Menghadapi tuntutan
dan kebutuhan yang semakin meningkat pada akhirnya manusia dituntut untuk lebih
kreatif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan untuk merencanakan hidup yang

lebih baik serta memperoleh kelestarian ditengah perkembangan tersebut.
Upaya mewujudkan manusia yang kreatif dan mandiri dalam menghadapi

tantangan kehidupan menuntut dunia pendidikan yang secara konseptual merupakan

upaya membantu individu-individu untuk mengembangkan dirinya, harus memperhatikan
hakekat insani secara integral dalam setiap layanan. Dengan demikian individu pada

akhirnya memiliki kompetensi-kompetensi dalam menjawab tantangan perkembangan
baik kompetensi pribadi, profesional, kemasyarakatan maupun relegius. Dalam Undang

undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasiona! pada pasal 1 disebutkan
bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang".
Sebagai usaha sadar pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan serta

meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional.

Selanjutnya pada pasal 4 Undang undang No.2 Tahun 1989 tentang sistem

pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia

yang beriman dan bertaqwaterhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam hal ini pendidikan menjadi andalan utama dalam mewujudkan atau

menghasilkan profil manusia Indonesia menurut perspektif undang-undang sistem
pendidikan nasional yang telah dikemukakan diatas. Rumusan diatas memberikan

pengertian bahwa segala upaya pendidikan merupakan upaya optimasi dengan
memperhatikan sifat-sifat kemanusiaan secara integral sehingga mampu menghasilkan
manusia-manusia yang memiliki kompetensi-kompetensimanusiawi.

Manusia yang memiliki ciri-ciri kualitas seperti tersebut dalam Undang-undang

sistem pendidikan nasional

nomor 2 tahun 1989 merupakan manusia yang telah

mencapai taraf manusiawi dan dalam rangka pemikiran di Indonesia merupakan ciri
kualitas manusia yang diharapkan mampu menghadapi perubahan sosial dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologj yang sangat pesat dewasa ini. Oleh
karena itu perhatian yang sangat mendasar dan akan mampu menjawab tantangan dan
peluang dimasa depan adalahkualitas sumber daya manusia.

Sudarja Adiwikarta (1988:114), bahwa Pengalaman akan adanya perubahan
dalam tuntutan dan kondisi lingkungan yang semakin pesat itu menyebabkan lahirnya

pengakuan bahwa pendidikan orang dewasa dan mereka yang tidak lagi mengikuti

pendidikan formal itu bukan saja perlu melainkan bahkan tak dapat diabaikan dan
karenanya merupakan suatu keharusan.

Pengakuan tersebut telah menyebabkan lahirnya perubahan yang bersifat

mendasar dan revolusioner dalam dunia pendidikan yaitu 1) Pendidikan tidak lagi
dianggap hanya terbatas di sekolah dan perguruan tinggi saja, 2) Sejalan dengan yang
pertama tadi, masyarakat dituntut agar menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan
untuk menyelenggarakan pendidikan lanjutan bagi mereka yang telah meninggalkan
lembaga pendidikan formal atau yang sama sekali tidak memperolehnya; 3)

Sistem

pendidikan formal dituntut untuk mengadakan reorganisasi sehingga memungkinkan
lahirnya lulusan yang mampu belajar secara mandiri, gemar akan belajar dan mau serta
menggali sumber-sumber belajar yang diperlukan; 4) Pendidikan formal bukan saja
mengajarkan berbagai ilmu dan ketrampilan, melainkan juga cara-cara belajar mandiri
tanpa guru (learning how to leam).
Keadaan tersebut sekaligus memberikan indikasi bahwa dalam sub sistem

pendidikan luar sekolah diperlukan perencanaan yang mantap. Suatu perencanaan akan
tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya apabila

perencanaan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat, demikian halnya
pada perencanaan pelatihan pamong belajar. Untuk memungkinkan hal itu terjadi,
diperlukan keikutsertaan

pamong belajar secara langsung dalam penyusunan

perencanaan pelatihan mulai dari penggalian, perumusan masalah dan potensi, penentuan
prioritas masalah, serta perumusan rencana yang akan dilaksanakan.

Hal itu berarti perencanaan yang disusun mengacu pada pertimbangan strategis

mengenai kebutuhan masyarakat, penentuan skala prioritas, perhitungan biaya, waktu
belajar dan penetapan sasaran yang akan dicapai. Untuk itu setiap perencana program

pendidikan luar sekolah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah sudah
selayaknya mampu menciptakan program yang dapat 1) mendorong terciptanya

partisipasi peserta 2) memberikan keuntungan langsung kepada peserta 3) berorientasi
pada kerja nyata 4) tepat waktu 5) berorientasi pada kepentingan keluarga 6) memenuhi
kebutuhan semua pihak 7) menggunakan metode belajar orang dewasa.
Perubahan yang dipelopori oleh lembaga pendidikan secara sistematis dan terarah

membutuhkan waktu, biaya, tenaga dan sumber-sumber lain, hal ini tentunya
membutuhkan perencanaan yang baik, yakni suatu perencanaan yang menyangkut

lembaga pendidikan

sebagai suatu kesatuan termasuk organisasinya, strukturnya,

personalianya, programnya dan sumber-sumber pendidikan lainnya. Setiap perubahan
yang terjadi dimasyarakat akan menjadi tantangan bagi organisasi untuk mengatasinya,
demikian juga perubahan dan perkembangan dalam bidang teknologi membawa dampak
yang sangat besarkepada organisasi. Oleh karena itu pada setiap perubahan yang terjadi
baik yang datang dari masyarakat maupun teknologi, organisasi tersebut akan

menyesuaikan dirinya. Untuk menghadapi dan menjawab perubahan tersebut bisa
dilakukan dengan berbagai cara salah satu diantaranya adalahmelalui pelatihan.,

Sedangkan kegiatan pelatihan pada hakekatnya adalah serangkaian aktivitas yang
dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman atau perubahan sikap
dan ketrampilan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaan saat ini dan saat
mendatang dengan lebih baik (Simamora, 1995:287).

Sebagian

besar program

pelatihan

dimaksudkan

untuk menanggulangi

kekurangan-kekurangan kinerja, nampak dalam bentuk ketidak cocokan antara perilaku

aktual dan perilaku yang diinginkan. Jika seorang karyawan tidak berprestasi pada level
yang diharapkan atau terjadi penyimpangan pelaksanaan maka program-program
pelatihan diusulkan sebagai upaya pemecahan masalah.

Dalam suatu organisasi baik pemerintah maupun industri, pelatihan diperlukan
agar para pelaksana dapat membantu pimpinan mencapai maksud dan tujuan instansi

yang dipimpinnya. Pelatihan akan berhasil dalam mengemban misi organisasi hanya
apabila para pengelola pelatihan memperhatikan prinsip dasar dan karakteristik

andragogi, kebutuhan organisasi dan kebutuhan individu sebagai dasar perencanaan dan
pelaksanaan pelatihan. Pelatihan diselenggarakan karena adanya kesenjangan antara

kemampuan yang dimiliki oleh para karyawan industri atau lembaga pelatihan dengan
kemampuan
meningkatkan

yang diperlukan
kualitas

untuk

sumber

menjalankan

daya

manusia

tugasnya. Pelatihan untuk
diperuntukkan

bagi

para

pekerja/manager/karyawan/pegawai untuk menghadapi tugas yang semakin kompleks
dan bervariasi.

Pamong Belajar merupakan ujung tombak Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah Pemuda dan Olahraga dalam merencanakan, melaksanakan dan membina

kegiatan belajar pendidikan luar sekolah perlu ditingkatkan kemampuannya secara
bertahap dan berkelanjutan untuk meningkatkan citra pendidikan luar sekolah dalam
menghadapi tuntutan tugas dan masyarakat. Pamong belajar selain orang yang langsung

berhubungan dengan sasaran layanan pendidikan luar sekolah, juga sebagai penentu
dalam mengimplementasikan dan memadukan keseluruhan program Diklusepora baik

secara horizontal maupun vertikal. Mereka juga menjadi penyeimbang antara kebutuhan

yang datang dari atas maupun yang datang dari masyarakat itu sendiri. Disisi lain mereka
memiliki karakteristik yang berbeda dengan para siswa, mereka adalah orang dewasa,
yang merupakan cirikhusus peserta pelatihan.

6

Oleh sebab itu penyelenggaraan pelatihan pamong belajar harus menerapkan
prinsip dasar andragogi. Terdapat lima kelompok sasaran yang menjadi target
penyelenggaraan pelatihan yakni : 1) pencari kerja adalah mereka yang sudah

menyelesaikan studi pada jenjang pendidikan tertentu, 2) para siswa yang keluar
sebelum menyelesaikan studinya dan belum mendapatkan pekerjaan, 3) pegawai baru
yang membantu menyesuaikan dengan tugas dan situasi baru , 4) pegawai yang sudah
lama bekerja untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja dan penyesuaian
dengan adanya pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan teknologi baru, 5)
pegawai untuk pengembangan dan perluasan organisasi dimasa mendatang.

B. Identifikasi Masalah

Ketenagaan di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda

dan Olahraga dari tingkat pusat sampai daerah mempunyai peranan yang strategis dalam

mengemban visi dan misi pendidikan luar sekolah "unggul dalam kreativitas dan prima

dalampelayanan masyarakat". Oleh karena itu tak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan
pelaksanaan program pendidikan luar sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas
ketenagaan di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan
Olahraga (Ditjen Diklusepora)..

Pamong Belajar yang merupakan salah satu tenaga diklusepora yang berada di

daerah adalah ujung tombak pelaksana teknis yang diberi tugas secara profesional dalam
hal menyuluh dan mendidik masyarakat melalui program-program pendidikan luar

sekolah pemuda dan olahraga. Fakta yang ditemui di lapangan menunjukkan bahwa
pamong belajar belum sepenuhnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana
yang diharapkan.

Pelatihan pamong Belajar perlu mendapatkan perhatian dan keseriusan agar
dapat menghasilkan tenaga pamong belajar yang profesional. Pamong Belajar ini perlu
mendapatkan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhannya, hal ini penting

mengingat keberhasilan proses pembelajaran yang tepat dan efektif merupakan faktor
dominan di dalamnya.

Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda

dan Olahraga, bahwa pelatihan pamong belajar yang telah dilaksanakan belum optimal
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pola pelatihan yang diterapkan selama ini belum
memadai untuk menjawab permasalahan pekerjaan dan perkembangan program
Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga yang semakin cepat dan beraneka ragam

dalammelayani kebutuhan masyarakat. Untuk itu diperlukan perencanaanpelatihanyang
baik, dengan demikian perencanaan pelatihan menjadi penting artinya agar dana, tenaga,
pikiran, waktu yang dialokasikan benar-benar didayagunakan seoptimum mungkin untuk
mencapai manfaat yang sebesar-besarnya.

Melakukan perencanaanbukanlah pekerjaan yang mudah, merencanakan sesuatu
membutuhkan keahlian termasuk perencanaan pelatihan pamong belajar, mereka bekerja
atas dasar data yang diperoleh di lapangan, namun data yang diperoleh terkadang tidak
lengkap. Kelemahan cara kerja seperti ini menimbulkan keragu-raguan para perencana

apakah hal itu masih dapat dipertahankan. Apakah data yang relevan, baru, lengkap,
representatif dapat diperoleh dengan cara survey. Apalagi perencanaan yang mencakup

daerah yang luas, kesempurnaan data yang diperoleh sangat diragukan, bila data seperti
ini dipakai sebagai bahan perencanaan hanya akan memberikan perencanaan yang global
yang bersifat garis besarnya saja.

Dengan demikian didalam kegiatan perencanaan partisipatif terdapat aspekaspek yang melibatkan semua personalia, lembaga pendidikan dan masyarakat melalui
wakil-wakilnya mulai dari kegiatan penentuan kebutuhan sampai

perencanaan itu

berhasil, aspek-aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Demikian
halnya pada perencanaan pelatihan pamong belajar akan melibatkan tim pengembang
program, panitia pelatihan, fasilitator, pesertapelatihan dan unsur-unsur terkait lainnya.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembahasan diatas, penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut " Bagaimanakah Penerapan Model Perencanaan Partisipatif
Bagi Efektivitas Pencapaian Tujuan Pelatihan Pamong Belajar SKB (Studi Kasus di
Balai PengembanganKegiatanBelajar Jawa Barat? "

Permasalahan tersebut di atas akan dijawab dengan hasil penelitian berdasarkan

pokok-pokok pertanyaan penelitian sebagaimana yang disusun dibahwahini:
1. Bagaimanakah penerapan perencanaan partisipatif pada penyusunan perencanaan
pelatihan pamongbelajar yang diselenggarakan oleh BPKB ?
2. Bagaimanakah penerapan perencanaan partisipatif pada pelaksanaan pelatihan
pamong belajar yang diselenggarakan oleh BPKB?.
3. Bagaimanakah penerapan perencanaan partisipatif pada evaluasi pelatihan pamong
belajar yang diselenggakan oleh BPKB?

4. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi penerapan

perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar yang diselenggarakan oleh
BPKB?

Permasalahan pokok tersebut merupakan acuan yang perlu dibahas secara rinci
sehingga dapat memberikan gambaran tentang penerapan perencanaan partisipatif pada
pelatihan pamong belajar yang diselenggarakan oleh BPKB Jawa Barat.
D. Definisi Operasional

Untuk memperoleh pemahaman yang jelas dan tepat serta terhindar dari
kemungkinan salah interpretasi dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi operasional
dari beberapa istilah yang berkenaan dengan judul dan fokus permasalahan penelitian
sebagai berikut:
1. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan adalah suatu penentuan urutan tindakan, perkiraan biaya serta

penggunaan waktu untuk suatu kegiatan didasarkan atas data dengan memperhatikan
prioritas yang wajar dengan efesiensi untuk tercapainya tujuan (Suherman dkk,
1988:82). Sedangkan menurut Made Pidarta (1990), kata partisipatif berasal dari kata

partisipasi yang artinya pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan.
Dengan demikian yang dimaksud perencanaan partisipatif dalam penelitian
ini adalah perencanaan yang melibatkan peserta pelatihan, Tim Pengembang Program,

panitia pelatihan, fasilitator dan unsur terkait lainnyapada pelatihan pamong belajar yang
diselenggarakan oleh BPKB Jawa Barat.
2. Perencanaan Pelatihan

Perencanaan merupakan langkah awal dari kegiatan yang secara tidak langsung

dapat mempengaruhi bahkan menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan
program. Dror dalam Schoorl (1982:287) mendefinisikan "Planning is the process
of preparing a set of decisions for action in the future, directed at achieving goals by
optimal means".

10

Perencanaan adalah proses dalam menyiapkan seperangkat keputusan mengenai
tindakan dikemudian hari, yang ditujukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan
cara-cara yang optimal. Menurut Djudju Sudjana (1992:41), perencanaan adalah proses
yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan
pada waktu yang akan datang. Dikatakan sebagai proses yang sistematis karena
perencanaan itu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip tertentu di dalam
proses pengambilan keputusan, menggunakan pengetahuan dan teknik secara ilmiah

serta kegiatan yang terorganisasikan. Penentuan urutan tindakan disini adalah langkahlangkah yang harus dilaksanakan dalam merencanakan pelatihan dan perlu diketahui
lebih dulu, untuk siapa pelatihan tersebut dan apa kebutuhan belajarnya.

Sedangkan pelatihan adalah suatu upaya memperbaiki kinerja karyawan dimasa

kini maupun dimasa depan dengan meningkatkan kemampuan karyawan untuk bekerja
melalui pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
(Randall: 1987).

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa yang dimaksud perencanaan pelatihan
dalam

penelitian

keputusan

ini

berdasarkan

adalah

suatu

pengetahuan

proses

yang sistematis dalam pengambilan

dan teknik

secara

ilmiah dalam

upaya

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki pamong

belajar dalam melaksanakan tugas pokoknya.
3. Penerapan Model Perencanaan Partisipatif

Istilah model sudah sering dipakai orang baik di lembaga pemerintahan, lembaga
swasta maupun organisasi. Apakah dia seorang ahli pendidikan, ahli ekonomi, ahli
hukum, ahli politik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1991:662), disebutkan model
bisa berarti pola, acuan, contoh, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.

11

Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia

(jilid 4), dijelaskan bahwa model

merupakan kata pengecil dari modo yang berarti sifat, cara dan representasi diperkecil
dari suatu benda atau keadaan yang dimaksudkan untuk menggambarkan, menjelaskan
atau menemukan sifat-sifat bentuk aslinya.

Berdasarkan pengertian model di atas, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud

penerapan model perencanaan partisipatif dalam penelitian ini

adalah upaya yang

sistematis dan disengaja yang dilakukan tim pengembang program dengan mengikut
sertakan peserta pelatihan, panitia pelatihan, fasilitator dalam kegiatan perencanaan

program, pelaksanaan program dan evaluasi program pada pelatihan pamong belajar
SKB yang diselenggarakan BPKB Jawa Barat.
4. Evaluasi Program Pelatihan.

Rencana evaluasi program pelatihan merupakan bagian dari perencanaan

pelatihan yang harus dilaksanakan bilamana kita ingin merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi suatu pelatihan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai,
membandingkan sudah sejauhmana program dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Ruchyi Subekti (1986:3) evaluasi adalah proses penentuan,

pengumpulan, pengolahan serta penggunaan informasi yang diperlukan untuk melakukan
pertimbangan sebelum membuat keputusan.

Dari pengertian evaluasi diatas ada tiga unsur pokok yang erat kaitannya satu
sama lain yakni:

a. Keputusan adalah tujuan akhir suatu evaluasi, keputusan didefinisikan sebagai
suatu alternatif tindakan yang dipilih.

12

b. Pertimbangan adalah hasil akhir proses evaluasi, yang merupakan penafsiran
terhadap informasi yang diperoleh. Pertimbangan dapat menggambarkan suatu
keadaan sekarang atau perkiraan dimasa depan.

c.

Informasi merupakan bahan pokok yang diperlukan untuk melakukan
pertimbangan. Informasi diperoleh dengan berbagai cara, misalnya memberikan

tes, angket, observasi, skala bertingkat dan sebagainya. Prosedur mana yang
diperoleh tergantung pada informasi apa yang diperlukan untuk suatu keputusan.
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tujuan suatu program
kegiatan yang telah dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan juga untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan

hambatan suatu

program kegiatan.

Adapun yang dimaksud evaluasi program pelatihan dalam penelitian ini adalah
evaluasi internal pelatihan terhadap input, proses, output dalam rangka meningkatkan
rencana program pelatihan pamong belajar berikutnya sehingga pelatihan yang
dilaksanakan dapat memberikan dampak yang positif bagi pamong belajar SKB maupun
BPKB Jawa Barat.

5. Faktor Pendukung

Pendukung berasal dari kata dukung yang berarti membuat sesuatu (pekerjaan
atau perjalanan) menjadi lancar. Dalam penerapan perencanaan partisipatif pada

pelatihan pamong belajar juga tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung. Yang
dimaksud faktor pendukung dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan
penerapan perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar dapat terselenggara
dengan baik.

6. Faktor Penghambat

Penghambat berasal dari kata hambat yang berarti membuat sesuatu (pekerjaan
atau perjalanan) menjadi tidak lancar, hambat juga berarti menekan. Dalam
penerapan perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar juga tidak terlepas

dari beberapa hambatan. Faktor penghambat adalah faktor-faktor yang menghambat
penerapan perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar.

7. Pamong Belajar

Pamong Belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pamong belajar
SKB yaitu pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk menyuluh dan mendidik warga belajar melalui

pendidikan luar sekolah.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia Nomor : 127/MENPAN/1989, Tanggal, 27 Nopember 1989,

Pamong Belajar adalah

jabatan fungsional yang memiliki Jenjang Jabatan dan

kepangkatan mulai:

a) Assisten Pamong Belajar Muda (H/a), Assisten Pamong Belajar Madya (U/b),
Assisten Pamong Belajar (II/c), Ajun Pamong Belajar Muda (U/d)
b) Ajun Pamong Belajar Madya (HI/a), Ajun Pamong Belajar (Hl/b, Pamong
Belajar Pratama (III/c), Pamong Belajar Muda (Ill/d)

14

c) Pamong Belajar Madya (IV/a), Pamong Belajar Utama Pratama (IV/b), Pamong
Belajar Utama Muda (IV/c).

8. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB)

Balai Pengembangan Kegiatan Belajar merupakan unit pelaksana teknis
kegiatan belajar Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga dibawah Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan yang memiliki wilayah kerja propinsi dan berkedudukan di Propinsi
(Keputusan Mendikbud RI No. 022/O/1997 Tanggal, 20 Pebruari 1997).
Balai Pengembangan Kegiatan Belajar mempunyai tugas melaksanakan
pengembangan, bimbingan dan uji coba program pendidikan luar sekolah pemuda dan
olahraga berdasarkan kebijaksanaan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
Pemuda dan Olahraga.

BPKB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah BPKB Jawa Barat yang
berkedudukan di Jayagiri Bandung dengan wilyah kerja meliputi propinsi Jawa Barat.

E. TUJUAN PENELITIAN.

1. Tujuan Umum.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
penerapan model perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong belajar yang
diselenggarakan oleh BPKB.

15

2. Tujuan Khusus.

a. Mengungkap dan mendiskripsikan penerapan perencanaan partisipatif pada
penyusunan perencanaan pelatihan pamong belajar yang diselenggarakan
BPKB

b. Mengungkap dan mendiskripsikan penerapan perencanaan partisipatif pada
pelaksanaan pelatihan pamong belajaryang diselenggarakan BPKB.

c. Mengungkap dan mendiskripsikan penerapan perencanaan partisipatif pada
evaluasi pelatihan pamong belajar yang diselenggarakan BPKB.

d. Mengungkap dan mendiskripsikan faktor pendukung dan penghambat yang
mempengaruhi penerapan perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong
belajar yang diselenggarakan BPKB.

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna setidak-tidaknya ada dua

manfaat baik secara konseptual teoritis maupun dapat diterapkan secara praktis di
lapangan.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi konsep
penerapan perencanaan partisipatif dalam pelatihan pamong belajar, dalam rangka

meningkatkan sumber daya, memperkaya dan mempertajam konsep pembelajaran
pendidikan luar sekolah.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan

pengetahuan, baik bagi pengelola maupun memberikan pedoman pengelola programprogram kegiatan pendidikan luar sekolah yaitu :

16

1. Para perencana PLS sebagai masukan, dalam rangka menyusun suatu pola
kegiatan program khususnya pelatihan pamong belajar.

2. Para pendidikPLS sebagai masukan dalam rangka menyusun kurikulum pelatihan
yang sesuai dengan teori-teori manajemen perencanaan pelatihan.
3. Para pengambil keputusan dilingkungan PLS dalam rangka penyusunan strategi

dan pola penyelenggaraan manajemen PLS bagi masyarakat khususnya pamong
belajar.

G. KERANGKA PEMIKIRAN.

Beberapa dasar pemikiran proses perencanaan pelatihan adalah proses atau
alur pemikiran untuk perencanaan suatu pelatihan. Pemikiran untuk perencanaan

ditentukan oleh wawasan perencana dan alasan-alasan yang digunakan baik yang
berupa asumsi atau fakta.

Asumsi atau fakta ini akan menjadi dasar atau titik tolak pemikiran, kemudian
dasar-dasar pemikiran ini akan mewarnai perencanaan pelatihan yang dihasilkan. Agar
perencanaan pelatihan pamong belajar mencerminkan obyektifitas, rasionalitas, dan
sistematis, maka perlu diperhatikan beberapa pemikiran ini.

Dasar-dasar pemikiran ini berfungsi sebagai pedoman atau alur semata, karena

isi konkrit dari perencanaan pada akhirnya ditentukan oleh wawasan, kemampuan dan
selera para perencana atau pembuat keputusan.

17

1. Masalah dan kebutuhan.

Untuk ini ada tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab :

a. Adakah masalah dan kebutuhan, serta tepatkah dipecahkan melalui pelatihan ?
b. Bagaimana menemukan masalah dan kebutuhan itu ?

c. Apa prioritas kebutuhan yang tepat dan harus segera dipenuhi melalui
pelatihan ?

2. Tujuan dan Kurikulum Pelatihan.

Untuk ini ada lima pertanyaan dasar yang harus dijawab yaitu:
a. Apa tujuan pelatihan yang hendak dicapai ?

b. Bagaimana pola pengembangan kurikulumpelatihannya ?
c. Metode pelatihan apa yang tepat digunakan sesuai dengan tujuan dan isi
pelatihan ?

d. Media apa yang harus digunakan untuk memudahkan penyampaian isi
pelatihan ?

e. Bagaimana teknik penilaian keberhasilannya dan kapan saja harus dilakukan ?

3. Sumber daya penyelenggaraan pelatihan.
Untuk ini ada empat pertanyaan dasar yang harus dijawab.

a. Adakah unsur manusia yang disyaratkan untuk terlibat dalam proses pelatihan
(peserta, fasilitator, panitia) ?

b., Adakah sumber dana yang dapat didayagunakan untuk pelatihan
c. Adakah material (alat, bahan, tempat) yang dapat digunakan ?

d. Adakah waktu dan tempat untuk penyelenggaraan pelatihan ?

18

4. Pengorganisasian pelatihan.

Untuk ini ada tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab yaitu:
a. Bagaimana proses pelatihan akan dilaksanakan ?

b. Bagaimana pembagian tugas antara unsur-unsur yang terlibat dalam
penyelenggaraan pelatihan ?

c. Ketentuan apa yang harus dibuat dan diterapkan agar proses pelatihan
berjalan lancar ?

5. Pengorganisasian proses perencanaan pelatihan.
Untuk ini ada tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab yaitu:

a. Apa saja tahapan dan kegiatan yang harus dilakukan secara sistematis dalam
perencanaan pelatihan ?

b. Siapa saja yang akan berperan didalamnya ?

c. Kapan dan dimana kegiatan-kegiatan itu harus dan tepat dilaksanakan ?

BAB in

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam suatu penelitian, peneliti harus

menentukan metode yang akan

dipergunakan, dengan ditentukannya metode penelitian, maka akan memandu seorang
peneliti mengenai urutan-urutan bagaimana penelitian dilakukan (Nazir, 1983:51).
Kemudian Surachmad (1982:131), mengemukakan bahwa metode merupakan cara utama
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, pada bab III ini peneliti mencoba menyajikan prosedur penelitian
yang dilakukan sebagai berikut:

A. Metode Penelitian

Berdasarkan kecenderungan data yang didapat dari studi penjajagan ke lapangan
dan kesesuaian dengan tujuan penelitian, maka metode yang tepat digunakan dalam
penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu menekankan pada aspek tertentu yang dikaji
secara mendalam. Sebab dalam penelitian sosial khususnya mengenai interaksi manusia

dengan manusia lain, lapanganlah yang menentukan metode.

Menurut Perry (1977:17), bahwa obyeklah yang menentukan metode dan bukan

sebaliknya, dimana metode yang telah ada menentukan obyek manakah ditetapkan sebagai
sasaran upaya ilmiah. Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran secara mendalam

tentang "Penerapan model perencanaan partisipatif dalam pelatihan pamong belajar yang
diselenggarakan oleh BPKB Jawa Barat".

55

56

Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan pendekatan kualitatif,
karena pada hakekatnya ingin memahami dan mengungkapkan secara mendalam
bagaimana interaksi sosial tim pengembang program, fasilitator, panitia pelatihan, peserta
pelatihan yang memanfaatkan hasil pelatihan.
Dengan pendekatan kualitatif ini diharapkan dapat menghasilkan suatu gambaran

tentang obyek yang diteliti secara utuh, sebagaimana diungkapkan Bogdan dan Taylor
(1975:5) dalam Moleong (1993:3), bahwa "metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati".
Selanjutnya Bogdan dan Biklen (1990:33-36), mengemukakan cici-ciri penelitian
kualitatif adalah:

1. Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah situasi yang wajar atau natural setting
dan peneliti merupakan instrumen kunci.
2. Riset kualitatif itu bersifat deskriptif.
3. Riset kualitatif lebih memperhatikan proses ketimbang hasil atau produk semata.
4. Periset kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif, dan
5. Makna merupakan soal esensial bagi pendekatan kualitatif.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut diatas, peneliti dapat berkomunikasi secara langsung
dengan subyek yang diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses

penelitian. Fakta atau data itulah yang nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori
yang terkait dengan fokus masalah yang diteliti.

Dalam upaya menemukan fakta dan data secara alamiah itulah yang melandasi

peneliti menetapkan untuk menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif
terhadap permasahan yang diteliti.

57

B. Subyek Penelitian

Menurut Arikunto (1993:102) Subyek penelitian adalah benda, hal atau orang dan
tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat. Selanjutnya dijelaskan perbedaan
antara responden penelitian dan sumber data. Responden penelitian adalah orang yang
dapat merespon, memberikan informasi tentang data penelitian. Sedangkan sumber data
adalah benda, hal atau orang dan tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau
bertanya tentang data.

Sedangkan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pihak yang terkait
dalam penerapan perencanaan

partisipatif pada pelatihan pamong belajar

yang

diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Jawa Barat. Oleh karena

penelitian kualitatif berawal dari asumsi bahwa konteks lebih penting dari jumlah sehingga
informasi yang sebanyak-banyaknya dan kaya akan variasi lebih penting dari pada jumlah
responden yang banyak, maka dalam penelitian ini hanya diambil subyek yang

representatif saja. Dengan subyek yang demikian, diharapkan dapat mengungkap data yang
terperinci dan spesifik, bukan data yang banyak kesamaan dan dapat digeneralisasikan.

Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti melakukan penggalian informasi

dari informan seperti dalam pendekatan antropologi yaitu mengadakan wawancara dengan
manusia sumber (human resources), manusia kunci (keyperson) antara lain kepala BPKB
1 orang, tim pengembang program tiga orang, panitia pelatihan dua orang, fasilitator dua
orang, dan peserta pelatihan dua orang. Pemilihan subyek penelitian sebanyak sepuluh
orang dengan formasi demikian, diharapkan dapat mengungkap informasi-informasi yang
lengkap dan terperinci tentang kegiatan penerapan perencanaan partisipatif dalam pelatihan

58

pamong belajar yang dialami oleh responden.

Untuk keperluan triangulasi peneliti

memanfaatkan pula informan lain yaitu mereka yang dipandang dapat memberikan

informasi tambahan atau pendukung terhadap kajian yang diteliti. Oleh karena itu dalam
kegiatan konfirmasi lebih bersifat snow ball yaitu teknik wawancara yang dilakukan dapat
ditujukan kepada lebih atau kurang dari subyek yang ditetapkan, sepanjang data yang

dianggap cocok dan sesuai dengan permasalahan belum terpenuhi.

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian atau alat pengumpul data atau informasi dalam penelitian ini

adalah peneliti sendiri, artinya peneliti sendiri sebagai alat untuk merekam informasi
selama berlangsungnya penelitian. sebagaimana yang dikemukakan S. Nasution (1992:9)
bahwa peneliti adalah "key instrument" yaitu peneliti sendiri yang bertindak sebagai

pengamat. Peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan sejumlah informasi
yang diperlukan berkenaan penerapan perencanaan partisipatif pada pelatihan pamong
belajar di BPKB, agar dapat memahami kenyataan yang terjadi di lapangan sesuai
konteksnya.

Namun demikian, sebagai pedoman dalam melakukan pengamatan, peneliti

membekali diri dengan pedoman observasi, pedoman wawancara dan catatan lapangan

(field notes) untuk memperdalam dan memperluas dengan tema dan kondisi yang ada

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama
studi kepustakaan, kedua observasi, ketigawawancara, dan keempat studi dokumentasi.

59

Keempat teknik pengumpulan data tersebut digunakan dengan harapan dapat saling
melengkapi, sehingga dapat diperoleh informasi-informasi yang diperlukan sesuai fokus
penelitian. Kemudian informasi atau data yang diperoleh diklasifikasikan menjadi data
primer dan data sekunder.

Data primer didapat melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder
diperoleh melalui studi kepustakaandan studi dokumentasi.
1. Studi Kepustakaan

Untuk menunjang penelitian dan melengkapi penulisan yang diawali dengan

pengecekan informasi, penjajakan awal di lapangan dan penyusunan desain penelitian,
penulis mengadakan studi kepustakaan dengan mengkaji berbagai literatur dan bukubuku yang berkaitan dengan penulisan ini serta sebagai bahan perbandingan dan teori
pendukung masalah ini.

Menurut Subino (1982:28), studi kepustakaan untuk mendapatkan teori-teori,

konsep-konsep sebagai bahan pembanding, penguat atau penolakan terhadap temuan

hasil penelitian, dan untuk mengambil kesimpulan. Literatur dan buku-buku yang dikaji
dalam studi kepustakaan adalah terutama yang berkaitan langsung dengan permasalahan
penelitihan.
2. Observasi (Pengamatan)

Metode observasi ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung

terhadap satu benda, kondisi, situasi atau perilaku. Peneliti memandang yang
diobservasi
memahami

sebagai

subyek, apabila

peneliti

tidak

dapat dengan

segera

60

makna sesuatu kejadian di lokasi, para subyek dapat membantu menjelaskan sehingga
pemaknaannya dalam hal-hal tertentu disusun secara bersama-sama antara peneliti
dengan subyek. Namun demikian peneliti berusaha tidak mengganggu responden
selama melaksanakan penelitian.

Guna mendapat data yang lebih banyak, mendalam dan lebih rinci atau jelas
observasi partisipasi sangat diperlukan dalam teknik pengumpulan data. Untuk menjadi

partisipan dan sekaligus pengamat, maka peneliti turut serta dalam berbagai peristiwa
dan kegiatan dari subyek yang diteliti. Tingkat partisipasi dalam observasi ini adalah
partisipasi penuh artinya peneliti menjadi anggota kelompok dan menjadi orang dalam
seperti anggota biasa lainnya. Peneliti ikut serta dalam aktivitas perencanaan pelatihan
pamong belajar dalam rangka pengumpulan data yang selengkapnya.

3. Wawancara.

Tehnik

wawancara

dipergunakan

karena

merupakan

salah

satu

teknik

pengumpulan data yang relevan dengan tujuan penelitian kualitatif. Wawancara
dilakukan langsung kepada kepala BPKB, Tim Pengembang Program, Panitia Pelatihan

pamong belajar, Fasilitator, peserta pelatihan dan para informan yang meliputi orangorang yang dianggap mengetahui hal ikhwal yang berkenaan dengan kegiatan

perencanaan pelatihan pamong belajar. Data yang dikumpulkan adalah bersifat verbal
dan non verbal.

61

Pada wawancara ini akan diutamakan data verbal dan non verbal. Data verbal diperoleh
melalui percakapan dan tanya jawab, percakapan dicatat atau dapat direkam dengan tape
recorder. Data non verbal untuk melihat pesan-pesan bermakna, yang tidak dapat

ditangkap oleh alat-alat perekam seperti tatap muka, gerak tubuh responden untuk
memahami makna ucapan dalam wawancara.

Agar data yang diperoleh sejalan dengan arah penelitian, peneliti menggunakan
pula

pedoman

wawancara

sebagai

kerangka

konseptual

untuk

mengangkat

permasalahan penelitian. Kerangka tersebut disusun sebelum wawancara dilakukan,
dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek yang diduga akan diperoleh dari
responden. Namun demikian pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut tidak menutup
kemungkinan berkembang di lapangan yang disesuaikan dengan keadaan responden
dalam konteks wawancara yang sebenarnya. Urutan pertanyaan yang tidak dilaksanakan

pada waktu itu, dapat ditanyakan pada kesempatan lain secara mendalam. Jadi daftar
pedoman wawancara, dalam pelaksanaannya tidak harus terikat ketat pada pedoman
wawancara.

Untuk mencari obyektivitas data yang diperoleh (tidak bias dan bebas dari

pemikiran dan penafsiran pribadi peneliti), peneliti mengadakan penggalian dan
pelacakan sampai sedalam-dalamnya (probing) tentang data yang diperlukan.

4. Studi Dokumentasi.

Studi

dokumentasi

dimaksudkan

untuk

administratif mengenai kegiatan perencanaan

mengungkap

data

pelatihan pamong

yang

bersifat

belajar yang

terdokumentasikan. Dalam penelitian kualitatif dokumen termasuk sumber non human

62

resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan beberapa keuntungan yakni

bahan telah ada dan tersedia, siap pakai dan penggunaannya tidak memakan biaya
(Nasution,1996). Adapun dokumen yang akan dijadikan sumber penelitian ini adalah

dokumen-dokumen yang tersimpan pada Tim Pengembang Program, Panitia pelatihan
pamong belajar, sub bagian tata usaha dan unsur terkait lainnya di BPKB.
Teknik ini digunakan dalam penelitian sebagai pelengkap data, dan dokumen-

dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi nara sumber yang dapat menjawab
pertanyaan yang tidak dimungkinkan ditanyakan melalui wawancara atau observasi.

Pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara, studi kepustakaan dan
dokumentasi sesuai dengan fokus penelitian, kemudian setelah diadakan seleksi

dibuatkan catatan. Pembuatan catatan ini segera dilakukan ketika peneliti memasuki
lapangan hingga selesainya penelitian.

Catatan lapangan dibuat dalam bentuk, 1) deskripsi tentang apa yang sesungguhnya

diamati peneliti (menurut apa yang dilihat dan didengar), 2) mendeskripsikan komentar,
refleksi, pemikiran ataupun pandangan peneliti sendiri tentang apa yang diamati dan
didengar. Menurut Nasution (1992:93), deskripsi tentang catatan lapangan (CL) ini
merupakan uraian obyektif tentang apa yang sebenarnya kita lihat dan kita dengar,

namun dalam memberikan deskripsi sengaja dibatasi penafsiran, bahkan sedapat
mungkin menjauhi unsur penafsiran.

63

B. Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan

pokok

permasalahan

yang

telah

dikemukakan

pendahuluan, maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Informasi mengenai BPKB Jawa Barat meliputi :
a. Sejarah berdirinya
b. Letak geografis
c. Keadaan sarana prasarana
d. Keadaan ketenagaan
e. Program kerja
f

Wilayah kerja

g. Organisasi dan tata kerja
2. Kegiatan sebelum menyusun desain program pelatihan meliputi:

a. Pengkajian kebutuhan pelatihan
b. Cara menentukan jenis dan tujuan pelatihan
c. Rekrutmen calon peserta pelatihan
3. Desain program pelatihan pamong belajar yang meliputi:

a. Cara menyusun desain program pelatihan
b. Komponen desain program pelatihan

3. Pelaksanaan pelatihan pamong belajar, meliputi:
a. F