PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ORANG TUA ANAK TUNARUNGU DI KOTA BANDUNG.

(1)

Dina Meyraniza Sari, 2013

Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas pendidikan Indonesia │ Repository.upi.edu │ Perpustakaan.upi.edu

No Daftar : 349/Skripsi/Psi-FIP/UPI.08.2013

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ORANG TUA ANAK TUNARUNGU DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

DINA MEYRANIZA SARI NIM. 0806634

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

Dina Meyraniza Sari, 2013

Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas pendidikan Indonesia │ Repository.upi.edu │ Perpustakaan.upi.edu

No Daftar : 349/Skripsi/Psi-FIP/UPI.08.2013

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ORANG TUA ANAK TUNARUNGU DI KOTA BANDUNG

Oleh:

Dina Meyraniza Sari

Sebuah Skripsi yang diajukan unyuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dina Meyraniza Sari 2013 Universita Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ujin dari penulis.


(3)

Dina Meyraniza Sari, 2013

Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas pendidikan Indonesia │ Repository.upi.edu │ Perpustakaan.upi.edu

No Daftar : 349/Skripsi/Psi-FIP/UPI.08.2013

Dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh penulis dan tidak lepas dari nasihat dan saran dari para pembimbing yang selalu memperhatikan penulis dalam menyususn skripsi ini. Dalam hal ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oelh karena itu demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengahrapkan krtitik dan saran yang bersifat memba ggun baikda ri Bapak/Ibu Dosen Penguji maupun Dosen Pembimbing.

Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini. Terrimakasih atas segala perhatiannya.

Bandung, Juli 2013 Penulis

DINA MEYRANIZA SARI NIM 0806634


(4)

Dina Meyraniza Sari, 2013

Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas pendidikan Indonesia │ Repository.upi.edu │ Perpustakaan.upi.edu


(5)

Dina Meyraniza Sari, 2013

Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas pendidikan Indonesia │ Repository.upi.edu │ Perpustakaan.upi.edu


(6)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Dina Meyraniza Sari (0806634). Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung. Skripsi. Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum psychological well-being, gambaran psychological well-being ditinjau dari aspek demografis, dan gambaran karakteristik orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan rendah ditinjau dari dimensi psychological well-being orang tua anak tunarungu di Kota Bandung. Sampel penelitian adalah 36 orang tua anak tunarungu kelas satu SD tahun ajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi pendekatan penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain atau model penelitian yang digunakan adalah dominant-less dominant design. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan adaptasi Ryff’s Scale of Psychological Well-Being (SPWB ) serta wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu: (1) Secara umum, sampel memiliki tingkat psychological well-being yang sedang. (2) Tingkat psychological well-being sampel yang ditinjau dari aspek demografis terdiri dari: a) Tingkat psychological well-being sampel berjenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sedang, b) Sampel berusia antara 41-60 tahun memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dari pada sampel dengan kategori usia lainnya, c) Tingkat psychological well-being sampel penelitian dengan status menikah adalah sedang, d) Tingkat psychological well-being sampel berpendidikan SD dan S1 lebih tinggi dari pada sampel dengan kategori tingkat pendidikan lainnya, e) Sampel dengan pendapatan antara Rp. 2.000.000- Rp. 2.900.000 memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dari pada sampel dengan kategori pendapatan lainnya, f) Tingkat psychological well-being sampel berstatus bekerja dan tidak bekerja adalah sedang, g) Tingkat psychological well-being sampel dengan taraf ketunarunguan anak profound dan severe adalah sedang. (3) a) Subjek memiliki tingkat psychological well-being tinggi karena mampu memberi serta menerima dalam menjalin hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling mempercayai dengan orang lain; cukup mandiri dan memiliki determinasi diri; mampu mengefektifkan penggunaan peluang yang ada disekitar; memiliki sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup; mengembangkan dan memperluas diri seiring berjalannya waktu. b) Subjek memiliki tingkat psychological well-being rendah karena merasa terganggu dengan kualitas diri; memiliki sedikit sekali hubungan yang dekat dan saling mempercayai; kurang mampu mengatasi tekanan sosial; kurang memiliki makna hidup dan rasa keterarahan; menujukkan adanya stagnasi diri dalam pengembangan untuk diri sendiri. Rekomendasi dari peneliti untuk pihak terkait antara lain: (1) Untuk para orang tua diharapkan membentuk forum komunikasi orang tua anak tunarungu se-Kota Bandung untuk berbagi dan membentuk program. (2) Untuk Sekolah diharapkan membentuk program yang diharapakan mengambangkan potensi anak dan orang tua (3) bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai psychological well-being maupun mengenai orang tua anak tunarungu.


(7)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kata kunci: Psychological Well-Being , orang tua, anak tunarungu, aspek demografis ABSTRACT

Dina Meyraniza Sari (0806634). Psychological Well-Being ParentWith Hearing Impairment Children in Bandung. Paper. Psychology Department. Faculty of Education. Indonesia University of Education. Bandung (2013).

The purposes of this research were to see the general image of psychological well-being, the general image of psychological well-being considered from demographic aspects, and to see characteristic samples with high and low level of psychological well-being considered dimensions of psychological well-being from parents with hearing impairment children. Samples of this research were hearing impairment first grader childrens’s parent in 2012/2013 academic years in Bandung City. This research used combined qualitative and quantitative designs method with dominant-less dominant design research model. Data collecting instruments were Scale of Psychological Well-Being (SPWB) and semistructure interview guide. The results of this research are : (1) Generally, sampels had medium psychological well-being level. (2) Generally, level of psychological well-being considered from demographic aspect were: a) Sample with man and woman had medium psychological well-being level, b) Sample with age between 41-60 years old had higher psychological well-being level, c) Sample with marital status had medium psychological well-being level, d) Sample with elementary level and BA degree of education had higher psychological well-being level. e) Sample with income Rp. 2.000.000- Rp. 2.900.000 had also higher psychological well-being level,f) Sample with employed and unemployed status had medium psychological well-being level,g) sample with children in profound and severelevel of hearing impairment had medium psychological well-being level.(3). a) Subject with higher psychological well-being level becaused he had ability to accept and giving in warm relationship building, satisfying, and trust with each other, independent enough and had self determination, be able to use chance as effective as possible, had target to achieve in life, developed and expanded his self within time. b) Subject with lower psychological well-being level becaused she annoyanced with self quality, had very few of close and trusted relationship, couldn’t face social pressure, had very few of life meaning and feels of guidance, showed self stagnation in self development. Recommendation to related parties were : (1) Parents should have making communication forum of parents with hearing impairment children in Bandung City for sharing or making development program ,2) School were expected to consider psychological well-being aspect in making program for developing parent potential and fulfill the needs of parent with hearing impairment children,3) future researchers are exptected to use resultsas research material, focused on whether psychological well-being or parent with hearing impairment children.

Keywords: Psychological well-being, parent, hearing impairment children, demographic aspect.


(8)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pernyataan... i

Kata Pengantar ... ii

Hikmah... iii

Ucapan Terima Kasih ... iv

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Well-Being... 10

1. Pengertian Psychological Well-Being ... 10

2. Dimensi Psychological Well-Being... 13

3. Faktor Demografis pada Psychological Well-Being... 19

B.Fungsi dan Peran Orang Tua... 23

C. Anak Tunarungu ... 24

1. Pengertian Tunarungu ... 24

2. Klasifikasi etiologis... 25

3. Klasifikasi Berdasarkan Tarafnya... 25

BAB III METODE PENELITIAN A.Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian... 27

1 Sampel Penelitian... 27

2 Lokasi Penelitian... 27

B. Desain Penelitian ... 27

C. Metode Penelitian ... 28

D. Definisi Operasional ... 28

1 Definisi Konseptual ... 28

2 Definisi Operasional ... 39

E. Instrumen Penelitian ... 29


(9)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Pedoman Wawancara Semi Terstruktur ... 31

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 33

1. Scale of Psychological Well-Being ... 33

a. Uji Validitas ... 33

b. Uji Reliabilitas ... 34

2. Pedoman Wawancara Semi Terstruktur ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data... 35

H. Teknik Analisis Data . ... 35

I. Prosedur Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Subjek 1. Jenis Kelamin... 38

2. Usia …………... 38

3. Status Pernikahan... 39

4. Pendidikan Terakhir... 39

5. Pendapatan Perbulan... 40

6. Status Pekerjaan... 40

7. Taraf Ketunarunguan Anak... 41

B. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Psychological Well-Being Sampel ... 42

2. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Aspek Demografis ... 43

a. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

b. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Usia ... 45

c. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Status Pernikahan... 47

d. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 49

e. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Pendapatan Perbulan ... 51

f. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Status Pekerjaan ... 54

g. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Berdasarkan Taraf Ketunarunguan Anak ... 57

3. Gambaran Karakteristik Sampel yang memiliki tingkat Psychological Well-Being Tinggi dan Rendah Ditinjau dari Dimensi Psychological Well-Being ... 59

a. Hasil Wawancara Pada Subjek Dengan Tingkat Psychological well-being Rendah ... 59


(10)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Hasil Wawancara Pada Subjek Dengan Tingkat Psychological

well-being Tinggi ... 70

C. Pembahasan Hasil 1. Gambaran UmumPsychological Well-Being Sampel ... 84

2. Gambaran Psychological Well-Being Sampel... 85

a. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Jenis Kelamin... 85

b. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Usia ... 86

c. Gambaran Psychological Well-Being Subjek Sampel Ditinjau dari Status Pernikahan ... 88

d. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Tingkat Pendidikan ... 89

e. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Pendapatan Keluarga Perbulan ... 91

f. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Status Pekerjaan ... 94

g. Gambaran Psychological Well-Being Sampel Ditinjau dari Taraf Ketunarunguan Anak ... 95

3. Gambaran Karakteristik Subjek yang Memiliki Tingkat Psychological Well-Being Tinggi dan Rendah Ditinjau dari Dimensi Psychological Well-Being... 97

a. Pembahasan Hasil Subjek yang Memiliki Tingkat Psychological Well-Being Rendah... 97

b. Pembahasan Hasil Subjek yang Memiliki Tingkat Psychological Well-Being Tinggi ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 107

B. SARAN... 108

1. Bagi Orang Tua anak Tunarungu... 108

2. Bagi pihak Sekolah SLB di Kota Bandung. ... 108

3. Bagi peneliti selanjutnya... 109

DAFTAR PUSTAKA... xiv

LAMPIRAN... xix


(11)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kisi-kisi Instrumen Psychological Well-being... 30

3.2 Kategorisasi Rentang Skor Instrumen SPWB... 30

3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Gambaran Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung ... 31

3.4 Ryff’s Scale of Psychological Well-being... 34

3.5 Reliabilitas tiap dimensi berdasarkan Alpha Crobach ... 34

4.1 Profil Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.2 Profil Subjek Berdasarkan Usia ... 38

4.3 Profil Subjek Berdasarkan Status Pernikahan ... 39

4.4 Profil Subjek Berdasarkan Pendidikan ... 39

4.5 Profil Subjek Berdasarkan Pendapatan Perbulan... 40

4.6 Profil Subjek Berdasarkan Status Pekerjaan ... 40

4.7 Profil Subjek Berdasarkan Taraf Ketunarunguan Anak ... 41

4.8 Sebaran Tingkat Psychological Well-Being Sampel ... 42

4.9 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Jenis Kelamin ... 43

4.10 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Pada Setiap Kategori Jenis Kelamin ... 44

4.11 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Usia ... 45

4.12 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap Kategori dari Usia ... 46

4.13 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Status Pernikahan ... 47

4.14 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap Status Pernikahan ... 48

4.15 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Tingkat pendidikan ... 49

4.16 Gambaran Sebaran PsychologicalWell- Being Sampel Disetiap Kategori Tingkat pendidikan ... 50

4.17 Gambaran PsychologicalWell- Being Sampel Ditinjau dari Pendapatan Perbulan ... 51

4.18 Gambaran Sebaran PsychologicalWell- Being Sampel Disetiap Kategori Pendapatan Perbulan ... 53

4.19 Gambaran PsychologicalWell- Being Sampel Ditinjau dari Status Pekerjaan ... 55


(12)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4.20 Gambaran Sebaran PsychologicalWell- Being Sampel Disetiap

Kategori Status Pekerjaan ... 56 4.21 Gambaran PsychologicalWell- Being Sampel Ditinjau dari Taraf

Ketunarunguan Anak ... 57 4.22 Gambaran Sebaran PsychologicalWell- Being Sampel Disetiap

Kategori Taraf Ketunarunguan Anak ... 58 DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian ... 37 4.1 Grafik Gambaran Umum Tingkat Psychological Well-Being

Sampel ... 43 4.2 Grafik Gambaran PsychologicalWell- Being Sampel Ditinjau dari

Jenis Kelamin ... 44 4.3 Grafik Gambaran Sebaran Tingkat Psychological Well- Being

Sampel Pada Setiap Kategori Jenis Kelamin ... 45 4.4 Grafik Gambaran Psychological Well-Being Subjek Ditinjau dari

Usia... 46 4.5 Grafik Gambaran Sebaran PsychologicalWell- Being Sampel

Disetiap Kategori Usia……... 47 4.6 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap

Status Pernikahan ... 48 4.7 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari

Tingkat pendidikan ... 49 4.8 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap

Kategori Tingkat pendidikan ... 51 4.9 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari

Pendapatan Perbulan ... 52 4.10 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap

Kategori Pendapatan Perbulan ... 54 4.11 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Status

Pekerjaan ... 55 4.12 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap

Kategori Status Pekerjaan ... 56 4.13 Gambaran Psychological Well- Being Sampel Ditinjau dari Taraf

Ketunarunguan Anak ... 57 4.14 Gambaran Sebaran Psychological Well- Being Sampel Disetiap

Kategori Taraf Ketunarunguan Anak ... 58 4.15 Gambaran Self Acceptance ES ... 60 4.16 Gambaran dimensi positive relation with other ES ... 62


(13)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.17 Gambaran Dimensi Autonomy ES ... 64

4.18 Gambaran Dimensi Environmental Mastery ES ... 65

4.19 Gambaran Dimensi Purpose in Life ES ... 67

4.20 Gambaran Dimensi Personal Growth ES ... 69

4.21 Gambaran Self Acceptance WD ... 71

4.22 Gambaran dimensi positive relation with other WD ... 74

4.23 Gambaran Dimensi Autonomy WD ... 76

4.24 Gambaran Dimensi Environmental Mastery WD ... 78

4.25 Gambaran Dimensi Purpose in Life WD ... 80

4.26 Gambaran Dimensi Personal Growth WD ... 82 DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 Kuesioner adaptasi SPWB

Lampiran 2 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen SPWB Lampiran 3 Hasil Skoring dan Ranking Keseluruhan Subjek Penelitian

Lampiran 4 Hasil Skoring Psychological Well-Being Ditinjau dari Aspek Demografis Lampiran 5 Pedoman Wawancara

Lampiran 6 Verbatim Wawancara Subjek Lampiran 7 Surat-surat


(14)

1 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Keberhasilan seseorang tentunya tidak akan pernah lepas dari peranan orang tua karena orang tua merupakan tumpuan pertama anak dalam memahami dunia. Orang tua pun memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang anaknya sehingga anak mampu untuk mandiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, orang tua adalah ayah ibu kandung (Alwi, 2003). Muhammad mengartikan orang tua tidak hanya sebagai orang yang telah melahirkan dan membesarkan anaknya namun dapat didefinisikan sebagai orang yang telah memberi arti kehidupan bagi anaknya (Kompasiana.com, edisi 23 Desember 2011).

Orang tua memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan anaknya. Menurut Soelaeman (1994) orang tua memiliki delapan fungsi dalam mengembangkan potensi anak, yaitu fungsi biologis, fungsi religiusitas atau agama, fungsi ekonomis, fungsi edukasi atau pendidikan, fungsi sosialisasi, fungsi afektif atau perasaan, fungsi protektif atau perlindungan, dan fungsi rekreasi. Fungsi biologis ialah ketika anak yang lahir dalam suatu keluarga harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya termasuk didalamnya kebutuhan-kebutuhan secara fisik dan psikologisnya. Fungsi religius adalah orang tua berkewajiban untuk memperkenalkan kehidupan beragama kepada anak-anaknya, tidak hanya kaidah-kaidahnya saja namun bagaimana menjadikan anak sebagai insan beragama yang mengabdi pada-Nya serta mengharap ridho-Nya. Fungsi ekonomis adalah orang tua memberikan nafkah untuk anak. Fungsi edukasi adalah ketika orang tua memberikan pendidikan dengan pengarahan dan tujuan pendidikan, perencanaan dan pengelolaannya, penyediaan dana dan sarana, pengayaan wawasan dan kebutuhan lainnya yang menunjang pendidikan anak. Fungsi sosialisasi merupakan tugas orang tua dalam mendidik


(15)

2 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

anaknya tidak hanya mencakup pengembangan seorang anak agar menjadi pribadi yang mantap, namun upaya membantu dan mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat yang baik. Fungsi protektif merupakan fungsi orang tua dalam melindungi anaknya, dan berkaitan erat dengan mendidik dan sosialisasi. Mendidik pada hakikatnya bersifat melindungi, yaitu melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik dan dari hidup yang menyimpang dari norma dimasyarakat. Pada fungsi afeksi ketika anak masih kecil, ia secara intuitif dapat merasakan atau menangkap suasana hati perasaan yang meliputi orang tuanya pada saat berkomunikasi dengan mereka. Fungsi rekreasi adalah fungsi orang tua dalam memelihara suasana keluarga sehat dan hangat. Rekreasi itu dirasakan apabila ia menghayati suasana yang tenang dan damai, jauh dari ketegangan batin, segar dan santai pada suasana yang terlepas dari kesibukan sehari-hari.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa pada dasarnya orang tua berperan dalam memenuhi kebutuhan anak, menanamkan kehidupam beragama, memberikan pendidikan, perlindungan dalam masa perkembangan anak, menjadi penghubung dalam kehidupan sosial anak, memperhatikan perasaan anak dan memberikan rasa nyaman, serta memberikan nafkah demi keberlangsungan hidup anak.

Namun menjalankan peran tersebut bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi jika peran tersebut diterapkan terhadap anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu. Dalam menjalankan perannya tersebut orang tua dengan anak tunarungu biasanya akan menghadapi banyak permasalahan. Seperti yang diungkapkan R sebagai orang tua anak tunarungu dalam komentarnya pada sebuah blog mengenai ketunarunguan pada anaknya. R menyatakan bahwa anaknya yang berumur 3 tahun, ia sekolahkan di sekolah khusus. R pun melatih berbicara anaknya ketika di rumah sehingga anak R memiliki kemajuan dalam berbahasa. Namun tetap saja ketika bersosialisasi dengan anak-anak “normal” lain, anak R tetap mengalami kesulitan (http://tunarungu.wordpress.com, 21 Juli 2008). Pada peristiwa yang dialami ibu R, beliau membutuhkan usaha lebih agar anaknya mampu berkomunikasi dengan


(16)

3 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyekolahkan anaknya di sekolah khusus, dan melindungi anaknya dengan memberikan pendidikan serta pengajaran mengenai berbahasa yang baik dirumah agar anaknya mampu bersosialisasi dengan lingkungan anak-anak “normal”. Beda halnya dengan SA yang memiliki anak tunarungu berusia 5,6 tahun ini memaparkan bahwa anaknya baru memiliki alat bantu dengar di salah satu telinganya sehingga anaknya masih kurang mampu mendengar dengan baik. Hal ini dikarenakan SA hanya mampu membeli satu alat bantu dengar untuk anaknya (http://tunarungu.wordpress.com, 21 Januari 2012). Adapun upaya lebih yang dilakukan SA ketika ia hanya mampu membeli alat bantu dengar untuk salah satu telinga anaknya. Ketunarunguan yang dialami anak, sangat berpengaruh terhadap peran-peran orang tua. Hal ini dikarenakan orang tua harus melaksanakan usaha yang “lebih” dibandingkan orang tua pada anak yang “normal”.

Menurut Sadjaah (2005: 69) anak tunarungu adalah anak yang karena berbagai hal menjadikan pendengarannya mendapat gangguan atau mengalami kerusakan sehingga mengganggu aktivitas kehidupannya. Jumlah penyandang cacat di Indonesia dipaparkan Nurali pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2004 adalah 6.047.008 jiwa diantaranya terdapat jumlah keseluruhan tunarungu wicara 602.784 jiwa (9,9%) sedangkan jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sebanyak 358.738 anak yang diantaranya terdapat tunarungu wicara sebanyak 14,27% (http://www.gizikia.depkes.go.id, 2010). Menurut sumber lainnya yaitu penyandang cacat tahun 2009 mencapai 11.580.117 orang diantaranya terdapat tunarungu sebanyak 1.567.810 orang (http://www.jpnn.com, 2010).

Banyaknya anak tunarungu yang ada di Indonesia tidak serta-merta mengubah pandangan-pandangan yang berkembang dimasyarakat umum mengenai keberadaan anak tunarungu itu sendiri. Pandangan tersebut menurut Soemantri (2007:100) bahwa Anak tunarungu tidak dapat melakukan apapun sehingga anak nantinya akan sulit mendapat pekerjaan juga adanya kesulitan dalam bersaing dengan orang normal. Sehingga akan muncul kecemasan-kecemasan baik dari anak maupun orang tua.


(17)

4 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal ini ditambah lagi dengan adanya dampak ketunarunguan yang terjadi pada anak, tentunya akan menyulitkan fungsi dan peran orang tua itu sendiri. Adapun dampak ketunarunguan itu sendiri menurut Soemantri (2007: 100) bahwa ketunarunguan yang terjadi pada anak tunarungu itu sendiri berhubungan dengan karakteristik anak tunarunguan yaitu miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata-kata-kata yang mengandung kiasan, dan juga gangguan berbicara, maka hal-hal itu merupakan sumber masalah pokok bagi anak tersebut. Pelaksanaan fungsi dan peran orang tua yang memiliki anak tunarungu dalam membantu anaknya bersosialisasi, tentu akan berbeda dengan usaha orang tua yang memiliki anak ”normal”. Untuk bisa bersosialisasi, seseorang dituntut untuk bisa berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

Hambatan berkomunikasi khususnya komunikasi secara verbal menghambat proses sosialisasi pada anak tunarungu. Anak tunarungu sulit menyatakan secara verbal keinginan, ide, pikiran dan harapannya. Untuk mengurangi hambatan ini, anak tunarungu pun mempelajari bahasa isyarat. Sementara itu anak-anak lain yang ”normal” tidak memahami bahasa isyarat tersebut. Oleh karena itu, maka orang tua perlu melakukan berbagai upaya agar anaknya dapat bersosialisasi menggunakan bahasa dengan anak lainnya. Sebuah studi terpadu dikota Bandung membuktikan bahwa anak-anak yang sejak dini disekolahkan serta dikuatkan dengan pemberian pendidikan bahasa dikeluarga menunjukkan kemampuan mereka mencapai prestasi sekolah sama halnya dengan anak ”normal” lainnya (Sadjaah, 2005). Dalam hal ini tentunya orang tua sangat berperan dalam pendidikan anak berbahasa sehingga anak mampu berprestasi, bersosialisasi dan menyesuaikan diri disekolah. Pada anak yang baru memasuki sekolah, mereka membutuhkan banyak penyesuaian. Penyesuaian tidak hanya dilakukan oleh anak namun juga orang tua. Dimana orang tua berperan dalam mendukung anaknya dalam melaksanakan pendidikan dan bersosialisasi.

Alimin (2008) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara orang tua anak tunarungu yang juga tunarungu (cdDP) dengan orang tua anak tunarungu yang mendengar (cdPH) dalam hal membangun perhatian bersama dengan anaknya yang


(18)

5 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tunarungu. Perbedaan ini sangat terkait dengan pengalaman yang dimiliki oleh orang tua yang tunarungu khususnya dalam berkomunikasi dengan orang tunarungu lainnya dengan menggunakan bahasa isyarat. Jelas sekali bagi para orang tua yang mampu mendengar tidak memiliki pengalaman dalam penggunaan bahasa isyarat dan tidak dapat menyediakan bahasa yang aksesibel bagi anaknya yang tunarungu. Dengan adanya perbedaan “kebudayaan” pada orang tua mendengar dan anak tunarungu inilah yang menyebabkan komunikasi sulit dilakukan diantara keduanya, serta mempersulit pula usaha orang tua dalam menjalankan fungsi serta perannya dalam mengasuh anak.

Berhasil tidaknya anak tunarungu dalam mengembangkan potensinya sangat bergantung pada bimbingan dan pengaruh orang tua. Studi mengenai Pengaruh Penerimaan Orang Tua Tentang Kondisi Anak Terhadap Aktualisasi Diri Anak Penyandang Cacat oleh Sadiyah (2009) menunjukkan bahwa tingkat penerimaan yang tinggi dari orang tua berpengaruh terhadap tingkat aktualisasi anak yang tinggi. Hasil yang tidak jauh berbeda juga di kemukakan Ningrum (2007) berdasarkan studi mengenai Pengaruh Penerimaan Orang Tua Terhadap Penyesuaian Diri Anak Tua Rungu di Sekolah. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi penerimaan orang tua terhadap anaknya maka akan semakin tinggi pula penyesuaian anak terhadap lingkungan.

Banyaknya tantangan yang akan di hadapi oleh orang tua dalam membesarkan anak tunarungu tentunya akan menjadi stressor bagi orang tua, baik itu orang tua yang baru memiliki pengalaman sebagai orang tua tunarungu maupun yang sudah mengalami penyesuaian dengan adanya pengalaman sebagai orang tua anak tunarungu. Untuk itu orang tua diharuskan memiliki kemampuan pemikiran dan keterampilan yang lebih kompleks. Dalam keadaan tersebut, terdapat masa seseorang membutuhkan optimalisasi potensi yang ia miliki dengan meninjau dan mengevaluasi kembali pengalaman dari aktivitas masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang untuk mengadapi tantangan di masa depannya. Hasil evaluasi dan


(19)

6 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tinjauan yang dilakukan untuk optimalisasi potensi yang dilakukan ini, disebut juga psychological well-being.

Ryff (1995) mendefinisikan psychological well-being sebagai hasil evaluasi atau penelitian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengenali potensi unik dalam dirinya dan kemudian mengoptimalkan potensi tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan perubahan dalam hidupnya. Penelitian mengenai psychological well-being penting untuk dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff, 1995). Adapun faktor-faktor dalam diri yang diidentifikasi untuk dioptimalkan, yaitu pada aspek self-acceptance (penerimaan diri), positive relations with other (relasi yang positif dengan orang lain), autonomy (kemandirian), environmental mastery (penguasaan lingkungan), purpose in life (tujuan dalam hidup), personal growth (perkembangan pribadi).

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Salah satunya studi yang dilakuakan Departemen Pekerja Sosial dari The Chinese University of Hong Kong (2006). Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki resiko psychological well-being yang rendah dihubungkan dengan seseorang yang merasa tidak puas dengan status finansialnya dan kurangnya orientasi diri untuk melakukan koping. Penelitian lainnya oleh Umberson dan Gove (1989) yang menemukan bahwa orang tua yang memiliki anak akan memiliki efek negatif atau positif terhadap psychological well-being orang tua, dimana keseimbangan dari efek negatif dan positif tersebut tergantung pada dimana anak tinggal, umur anak bungsu, status marital orang tua, dan dimensi psychological well-being yang diujikan. Adapun hasil yang dibandingkan antara orang tua yang memiliki anak dengan non-orang tua, ditemukan bahwa non-orang tua yang memiliki anak memiliki tingkat kesejahteraan (well-being) dan kepuasan yang rendah sedangkan tingkat makna hidup yang tinggi. Dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa berbagai faktor


(20)

7 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

demografis orang tua tentunya akan berpengaruh terhadap psychological well-being orang tua.

Dari uraian yang telah disampaikan diatas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Psychological well-being pada orang Tua Anak Tunarungu di Kota Bandung”. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada orang tua anak tunarungu di beberapa SLB di Bandung serta menampilkan gambaran karakteristik orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being kategori tinggi dan rendah. Penelitian ini difokuskan terhadap orang tua yang memiliki anak tunarungu yang duduk di kelas satu sekolah dasar karena orang tua harus membantu anaknya yang tunarungu untuk penyesuaian terhadap lingkungan yang baru yaitu sekolah. Sementara itu, Bandung dipilih sebagai lokasi penelitian karena memudahkan peneliti dalam menjangkau subjek penelitian.

B. Rumusan Masalah

Kesulitan yang dimiliki oleh orang tua dalam membesarkan anaknya yang tunarungu akan mempengaruhi kualitas hidup yang dijalani. Namun kondisi kesulitan yang dialami berbeda-beda berdasarkan dari pandangan orang tua tersebut dalam membesarkan anaknya. Perbedaan ini diduga terjadi karena perbedaan faktor-faktor tertentu yang berpengaruh terhadap penilaian orang tua yang memiliki anak tunarungu tersebut terhadap kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, sejumlah pertanyaan yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum psychological well-being orang tua anak tunarungu?

2. Bagaimana gambaran psychological well-being orang tua anak tunarungu ditinjau dari aspek demografis di Kota Bandung?


(21)

8 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimanakah gambaran karakteristik orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan rendah ditinjau dari dimensi psychological well-being?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang ada, yaitu:

1. Mengetahui gambaran umum psychological well-being orang tua anak tunarungu di Kota Bandung.

2. Mengetahui gambaran psychological well-being orang tua anak tunarungu di tinjau dari aspek demografis di Kota Bandung.

3. Mengetahui gambaran karakteristik orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan rendah di tinjau dari dimensi psychological well-being

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian diharapkan dapat menjelaskan mengenai proses psychological well-being gambaran karakteristik pada orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan rendah pada aspek self-acceptance (penerimaan diri), positive relations with other (relasi yang positif dengan orang lain), autonomy (kemandirian), environmentalmastery (penguasaan lingkungan), purpose in life (tujuan dalam hidup), personal growth (perkembangan pribadi).

Berikut ini adalah kegunaaan praktis dari penelitian ini :

1. dapat memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam psikologi klinis dan perkembangan.

2. bagi peneliti selanjutnnya, dapat dijadikan referensi untuk menambah khazanah keilmuan psikologi.


(22)

9 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. memberikan kontribusi kepada orang tua anak tunarungu untuk meningkatkan psychological well-being yang dimiliki.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN, berisi paparan tentang latar belakang dilakukannya

penelitian.

2. BAB II KAJIAN PUSTAKA, membahas teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, seperti psychological well-being, orang tua dan ketunarunguan. 3. BAB III METODE PENELITIAN, berisi uraian tentang metode penelitian

yang akan digunakan.

4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, menjelaskan uraian tentang hasil penelitian yang telah didapatkan saat pengambilan data dan membahas serta menganalisis hasil penelitian dengan teori yang ada.

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang diberikan untuk pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA, berisikan sumber-sumber literatur yang digunakan dalam penelitian.

7. LAMPIRAN-LAMPIRAN, mencakup bukti-bukti yang dimiliki dalam penelitian seperti verbatim wawancara, dokumentasi, pengkodean dan hal-hal yang terkait dalam penelitian.


(23)

10 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung


(24)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu SD. Hal ini ini dikarenakan anak tunarungu kelas satu SD masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga di butuhkan fokus orang tua untuk membantu anaknya dalam menyesuaikan diri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Sampling Jenuh. Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil, sehingga sampelnya adalah hampir keseluruhan populasi orang tua anak tunarungu kelas satu SD se-kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 36 orang. Sedangkan untuk wawancara di lakukan pada dua subjek yang masing-masing memiliki tingkat psychological well-being tertinggi dan terendah. 2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah hampir semua SLB di kota Bandung. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pencarian subjek yang berdomisili dekat dengan peneliti.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah dominan-less dominant design. Dalam dominan-less dominant design, peneliti menetapkan sebuah pendekatan sebagai pendekatan utama dan sebuah pendekatan lain sebagai pendekatan alternatif. Pendekatan alternatif digunakan untuk memperoleh data yang dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan utama (Cresswell, 1996).


(25)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada penelitian ini, strategi metode campuran yang digunakan adalah eksplanatoris sekuensial, yakni bobot atau prioritas lebih diberikan pada data kuantitatif. Proses pencampuran (mixing) data dalam strategi ini terjadi ketika hasil awal kuantitatif menginformasikan proses pengumpulan data kualitatif (Cresswell, 2009).

C. Metode Penelitian

Pada pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat sistematis, faktual, dan akurat dari suatu fenomena, tanpa menyelidiki secara lebih mendalam mengenai penyebab kemunculan fenomena tersebut (Sevilla, 2006). Pendekatan deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena peneliti bermaksud untuk memperoleh gambaran sistematis, faktual dan akurat tentang psychological well-being orang tua tunarungu di Bandung. Sementara itu, pendekatan kualitatif yang merupakan pendekatan alternatif dalam penelitian ini dilakukan karena peneliti bermaksud untuk memahami gambaran proses psychological well-being pada karakteristik orang tua anak tunarungu yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan psychological well-being rendah. Data mengenai hal tersebut akan lebih tepat jika diperoleh dan diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

D. Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual

Psychological well-being diartikan sebagai hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengenali potensi unik dalam dirinya dan kemudian mengoptimalkan potensi tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan perubahan dalam hidupnya (Ryff,1995). Evaluasi tersebut meliputi dimensi self-acceptance (penerimaan diri), positive relations with


(26)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

other (relasi yang positif dengan orang lain), autonomy (kemandirian), environmental mastery (penguasaan lingkungan), purpose in life (tujuan dalam hidup), dan personal growth (perkembangan pribadi).

2. Definisi Operasional

Psychological well-being adalah tinggi-rendahnya hasil penilaian seseorang terhadap kemampuannya meliputi dimensi self-acceptance (penerimaan diri), positive relations with other (relasi yang positif dengan orang lain), autonomy (kemandirian), environmental mastery (penguasaan lingkungan), purpose in life (tujuan dalam hidup), dan personal growth (perkembangan pribadi) sebagaimana yang ditunjukkan oleh skor yang diperoleh dalam Ryff Scale of Psychological Well-Being.Selain itu terdapat juga pedoman wawancara yang ditujukan kepada sampel penelitan dengan skor psychological well-being tinggi dan rendah

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan oleh peneliti terdiri atas: 1. Scale of psychological well-being (SPWB)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Scale of Psychological Well-Being (SPWB) yang disusun oleh Carol D.Ryff (1989) berupa self report inventory yang merupakan instrumen baku untuk mengukur Psychological Well-Being yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan SPWB versi 84 item pernyataan dengan 14 item pernyataan tiap dimensinya yang terdiri atas favorable-unfavorable item, berdasarkan korespondensi electronic mail (e-mail terlampir) dengan Ryff dari Universitas Winconsin-Madison diwakili asistennya. Pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang mencerminkan perilaku yang tidak menunjukkan kecenderungan terhadap perilaku, sedangkan pernyataan favorable adalah pernyataan yang mencerminkan perilaku yang menunjukkan kecenderungan terhadap perilaku itu (Ihsan, 2009). Berikut


(27)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ini merupakan tabel yang menunjukkan kisi-kisi instrumen psychological well-being:

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Psychological Well-being

Dimensi No. Pernyataan

favorable

No. Pernyataan Unfavorable

Jumlah item Self-acceptence 71,72,75,76,78,82,83 73,74,77,79,80,81,84 14 Positive relations

with others

43,46,47,49,51,54,56 44,45,48,50,52,53,55 14 Autonomy 2,3,4,6,8,10,13,14 1,5,7,9,11,12 14 Environmental

mastery

15,18,20,21,23,24,26,27 16,17,19,22,25,28 14 Purpose in Life 57,60,64,65,66,68,69 58,59,61,62,63,67,70 14 Personal growth 30,31,32,35,36,37,39,40 29,33,34,38,41,42 14

Jumlah item 84

Instrumen SPWB menggunakan skala Likert dengan enam variasi respon jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Cenderung Tidak Setuju (CTS), Cenderung Setuju (CS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Pada pengisian kuesioner ini, responden sebelumnya diminta mengisis biodata berdasarkan kondisi demografis kemudian memberikan tanda check (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan sesuai dengan kondisi yang dimilikinya. Berikut ini terdapat kategorisasi skor untuk Scale of Psychological Well-Being (SPWB):

Tabel 3.2 Kategorisasi Skor Instrumen SPWB Kategori Rentang Skor

Tinggi > 65

Cukup tinggi 55 – 65 Sedang 45 – 55 Agak rendah 35 – 45

Rendah < 35

Adapun teknik stastisik untuk mengolah psychological well-being dilakukan dengan menggunakan skor z. Penggunaan skor z dilakukan karena dalam menginterpretasi skor sampel sebaiknya menggunakan skor yang dibandingkan dengan kelompoknya atau rata-rata kelompok, sehingga jika sampel itu berada dibawah rata-rata maka dia dianggap


(28)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kelompok rendah dan jika berada diatas rata-rata dia masuk kelompok tinggi (Ihsan, 2009). Kemudian skor z diubah ke skor t (skor standar) untuk menyederhanakan penyajian data. Adapun rumus mencari skor z dan skor t adalah sebagai berikut:

Skor

Skor

2. Pedoman Wawancara semi terstruktur

Berikut ini merupakan kisi-kisi pedomana wawancara semi terstruktur berdasarkan dimensi dan indikator psychological well-being pada Scale of psychological well-being oleh Ryff (2012).

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Gambaran Psychological Well-Being Orang Tua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

No Dimensi Indikator Jumlah

Pertanyaan

1. self-acceptance

(penerimaan diri).

(penilaian tinggi) Memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri;

(penilaian rendah) merasa terganggu dengan kualitas diri;

3 pertanyaan

(penilaian tinggi) menyadari dan menerima berbagai aspek dalam diri termasuk kualitas yang baik dan buruk

(penilaian rendah) Merasa tidak puas dengan diri semdiri;

ingin menjadi sesuatu yang berbeda dari diri sendiri.

3 pertanyaan

(penilaian tinggi) memiliki perasaan yang positif terhadap masa lalu

(penilaian rendah) merasa kecewa dengan apa yang terjadi dimasa lalu;

1 pertanyaan

2. Positive

relations with

other (relasi

yang positif dengan orang lain)

(penilaian tinggi) Memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling mempercayai dengan orang lain;

(penilaian rendah) mempunyai sedikit sekali hubungan yang dekat dan saling mempercayai dengan orang lain,

tidak bersedia berkompromi untuk menjaga hubungan dengan orang lain.

3 pertanyaan


(29)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kehangatan, keterbukaan, dan kepedulian terhadap orang lain;

(penilaian tinggi) mampu memiliki empati, afeksi, dan keintiman yang kuat dengan orang lain;

(penilaian tinggi) peduli dengan kesejahteraan orang lain;

mampu memberi dan menerima dalam menjalin hubungan.

(penilaian rendah) merasa terisolasi dan frustasi dalam hubungan interpersonal;

3 pertanyaan

3. Autonomy (Kemandirian)

(penilaian tinggi) Mandiri dan memiliki determinasi diri;

(penilaian rendah) peduli terhadap ekspetasi dan evaluasi orang lain

1 pertanyaan

(penilaian tinggi) dapat mengatasi dan meregulasi tekanan sosial untuk berfikir atau berperilaku sesuai aturan tertentu

(penilaian rendah) konformitas tinggi terhadap tekanan sosial untuk berfikir/berperilaku tertentu

1 pertanyaan

(penilaian tinggi) mengevaluasi diri berdasarkan standar personal.

(penilaian rendah) memiliki ketergantungan terhadap penilaian orang lain ketika akan membuat keputusan penting;

1 pertanyaan

4. Environmental

mastery

(penguasaan lingkungan)

(penilaian tinggi) mampu mengefektifkan penggunaan peluang yang ada disekitar;

(penilaian rendah) tidak menyadari peluang disekitar;

1 pertanyaan

(penilaian tinggi) Merasa mampu dan kompeten untuk mengatur lingkungannya

(penilaian rendah) memiliki kesulitan di dalam mengatur kehidupan keseharian

2 pertanyaan

(penilaian tinggi) dapat mengendalikan serangkaian kegiatan eksternal yang kompleks;

(penilaian rendah) merasa tidak mampu untuk mengubah atau memperbaiki keadaan disekitarnya

1 pertanyaan

(penilaian rendah) kurang memiliki pengendalian atas dunia luar.

(penilaian tinggi) mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai bagi kebutuhan dan nilai pribadi.

1 pertanyaan

5. Purpose in life

(tujuan dalam hidup)

(penilaian tinggi) Memiliki tujuan dalam hidup dan rasa keterarahan; memiliki sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup.

(penilaian rendah) kurang memiliki makna hidup; memiliki sedikit sekali pencapaian; kurang memiliki rasa keterarahan.

2 pertanyaan

(penilaian tinggi) merasakan adanya makna khusus pada masa kini dan masa lalu;

(penilaian rendah) tidak melihat adanya tujuan yang ingin dicapai di masa lalu


(30)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(penilaian tinggi) memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup;

(penilaian rendah) tidak memiliki pandangan atau keyakinan yang memberikan makna bagi kehidupan

1 pertanyaan

6. Personal

growth

(perkembangan pribadi)

(penilaian tinggi) Memiliki keinginan untuk terus tumbuh berkembang; terbuka pada pengalaman baru; menyadari potensi dirinya; melihat perkembangan pada perilaku dan diri seiring berjalannya waktu (penilaian rendah) Merasakan adanya stagnasi diri; merasa bosan dan tidak tertarik pada kehidupan;

2 pertanyaan

(penilaian tinggi) memandang diri sendiri sebagai individu yang terus berkembang dan memperluas diri; (penilaian rendah) merasa tidak ada lagi peningkatan atau pengembangan pada diri seiring berjalannya waktu;

1 pertanyaan

(penilaian tinggi) selalu berubah dalam konteks pengembangan sikap atau perilaku baru

merasa tidak mampu mengembangkan sikap atau berperilaku baru

1 pertanyaan

F. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan dua instrumen penelitan yang digunakan, yaitu : 1. scale of psychological well-being

Pengembangan instrumen scale of psychological well-being melalui proses:

a. Uji Validitas

Berikut ini akan di jelaskan uji validitas yang sudah dilakukan terhadap instrumen yang digunakan pada penelitian ini. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas isi (content validity) dengan expert judgement oleh Dr. Doddy Rusmono, MLIS (ahli bahasa inggris) untuk uji keterbacaan, Helli Ihsan S.Ag, M.Psi (ahli psikometri), dan Dra. Hj. Herlina, M.Pd (Ahli Psikologi) untuk uji validitas isi.

Setelah tahapan diatas, dilakukan juga perbaikan terhadap instrumen dengan terlebih dahulu mengujikan terhadap 100 responden dengan syarat telah memiliki anak. Kemudian hasil jawaban responden yang dikumpulkan, di tabulasikan, dan di jabarkan hasil serta analisisnya pada


(31)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab selanjutnya. Berikut ini merupakan kisi-kisi Ryff’s Scale of Psychological Well-being yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.4 Ryff’s Scale of Psychological Well-being

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu yang diperoleh dari alat ukur yang telah dibuat. Reliabilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya. Sehingga, reabilitas lebih kepada diestimasi (estimated) bukan diukur (measured).

Uji reliabilitas instrument dilakukan dengan menggunakan teknik statistik Alpha Cronbach. Reliabilitas berkaitan erat dengan kesalahan pengukuran, misalnya sebuah tes dengan skor Alpha Cronbach memiliki reliabilitas 0.7 maka ada kesalahan pengukuran sebesar 0.3 (Ihsan,2009). Sehingga semakin tinggi reabilitas makan semakin kecil kesalhan pengukuran yang dilakukan. Adapun skor Alpha Cronbach pada setiap dimensi yang diuji reliabilitasnya dibawah ini:

Tabel 3.5 Reliabilitas tiap dimensi berdasarkan Alpha Crobach

Dimensi Alpha

Crobach Reliabilitas

Self-acceptence 0.532 Cukup Reliabel

Dimensi

Jumlah item awal

No. Item yang dihilangkan

Jumlah item terpakai

No. item terpakai

Autonomy 14 4,6,8,9,10,11 8 1,2,5,7,11,12,14

Environmental

mastery 14 20 13

15,16,17,18,19,21,22,23 ,24,25,26,27,28

Personal growth 14 32,34,42 11 29,30,31,33,35,36,37,38

,39,40,41

Positive relations

with others 14 51 13

43,44,45,46,47,48,49,50 ,52,53,54,55,56

Purpose in Life 14 69 13 57,58,59,60,61,62,63,64

,5,66,67,68,70

Self-acceptence 14 71,74,75,76,78,82 8 72,73,77,79,80,81,83,84


(32)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Positive relations with others 0.769 Reliabel

Autonomy 0.455 Cukup reliable

Environmental mastery 0.753 Reliabel

Purpose in Life 0.764 Reliabel

Personal growth 0.673 Reliabel

2. Pedoman Wawancara Semi Terstruktur

Pembuatan pedoman wawancara dilakukan berdasarkan dimensi serta indikator Psychological well-being yang terdapat pada Ryff’s Scale of Psychological Well-being. Kemudian, menentukan pertanyaan-pertanyaan yang dihubungkan antara psychological well-being orang tua dengan kondisi sebagai orang tua yang memiliki anak tunarungu.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data terdiri atas kuesioner dan wawancara semistruktur. Teknik kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden. Sedangkan pada wawancara semistruktur (semistructure interview) digunakan sebagai teknik wawancara dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis data kuantitatif

Analisis data kuantitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik analisis statistik deskriptif. Dalam penelitian ini digunakan teknis statistik untuk mengolah data yang telah diperoleh, yaitu skor z, skor t, rata-rata (mean) dan persentase.

2. Analisis data kualitatif

Analisis data kualitatif merupakan analisis yang bersifat induktif. Artinya, ananlisis dilakukan berdasarkan data yang diperoleh untuk


(33)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dikembangakan menjadi suatu pola hubungan tertentu. Dalam penelitian ini data yang bersifat kualitatif akan dianalisis dengan menggunakan Model Miles dan Huberman yang meliputi tahap reduksi data, data display, dan verifikasi data.

a. Reduksi Data

Pada tahap ini, penelti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola, serta membuang data-data yang tidak diperlukan.

b. Data Display

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk gambar dan uraian narartif.

c. Verifikasi data

Verifikasi adalah penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang valid dan konsisten yang telah diperoleh. Kesimpulan yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini dibagi ke dalam tahap-tahap berikut ini:

1. Tahap Persiapan

Peneliti menentukan tema dan judul dalam penelitian. Selanjutnya, peneliti menyusun proposal penelitian dan mendiskusikannya dengan dosen pembimbing skripsi.

Rancangan penelitian tersebut dipersentasikan dalam seminar rancangan penulisan skripsi, yang kemudian diajukan ke Dewan Skripsi (DBS) Psikologi untuk mendapatkan pengesahan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian dan Bimbingan

Peneliti telah melakukan proses bimbingan dengan pembimbing skripsi dalam merancang dan menyusun instrumen penelitian dan


(34)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pedoman wawancara. Kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah itu peneliti melakukan pengambilan data kepada 36 sampel, menentukan 2 orang subjek yang memiliki tingkat psychological well-being tinggi dan rendah, kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data.

3. Tahap Penyelesaian Akhir

Setelah penyusunan telah memenuhi syarat, maka peneliti akan melaksanakan ujian sidang.

Untuk lebih jelas, prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan pada bagan alur di bawah ini :

Gambar 3.1


(35)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Bagan Alur Prosedur Penelitian


(36)

110

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Orang tua anak tunarungu kelas satu SD tahun ajaran 2012/2013Kota Bandung secara umum memiliki tingkat psychological well-being yang sedang.

2. Tingkat psychological well-beingorang tua anak tunarungu kelas satu SD tahun ajaran 2012/2013 di Kota Bandung yang ditijnau dari aspek demografis:

a. Rata-rata tingkat psychological well-being sampel penelitian berjenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sedang.

b. Rata-rata sampel yang memilki kategori usia antara 41-60 laki memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dari pada sampel dengan kategori usia lainnya.

c. Rata-rata tingkat psychological well-being sampel dengan status menikah adalah sedang.

d. Rata-rata tingkat psychological well-being sampel berpendidikan SD dan S1 lebih tinggi dari pada sampel dengan kategori tingkat pendidikan lainnya.

e. Rata-rata sampel dengan pendapatan antara Rp. 2.000.000- Rp. 2.900.000 memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik dari pada sampel dengan kategori usia lainnya.

f. Rata-rata tingkat psychological well-being sampel berstatus bekerja dan tidak bekerja adalah sedang.


(37)

111

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

g. Rata-rata tingkat psychological well-being sampel dengan taraf ketunarunguan anak profound dan severe adalah sedang

3. Pada orang tua dengan tingkat psychological well-being tinggi disebabkan subjek mampu memberi serta menerima dalam menjalin hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling mempercayai dengan orang lain. Subjek cukup mandiri dan memiliki determinasi diri. Subjek mampu mengefektifkan penggunaan peluang yang ada disekitar. Subjek memiliki sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Subjek mengembangkan dan memperluas diri seiring berjalannya waktu.

4. Subjek dengan tingkat psychological well-being rendah disebabkan oleh subjek merasa terganggu dengan kualitas diri. Subjek memiliki sedikit sekali hubungan yang dekat dan saling mempercayai. Subjek kurang mampu mengatasi tekanan sosial. Subjek kurang memiliki makna hidup dan rasa keterarahan. Subjek juga menujukkan adanya stagnasi diri dalam pengembangan untuk diri sendiri

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis berpendapat bahwa ada beberapa pihak yang diharapkan dapat berperan bagi psychological well-being orang tua anak tunarungu di Kota Bandung yakni :

1. Orang tua anak tunarungu Kota Bandung.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membentuk forum silaturahim orang tua anak tunarungu se-Kota Bandung. Pembentukan forum tersebut diharapkan mempu merancang program-program yang memberikan kontribusi untuk optimalisasi potensi para orang tua dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan anaknya.


(38)

112

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat program yang mendukung para orang tua dalam mengembangkan potensi orang tua dan anak.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Diharapkan dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai psychological well-being maupun mengenai orang tua anak tunarungu.


(39)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z.(2008).Modul Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan Pada Anak yang Kehilangan Fungsi Pendengaran. [Online] tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903 241984031-ZAENAL_ALIMIN/MODUL_2_unit_2.pdf [21 Desember 2011]

Alwi, H. 2003. Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Andrews, F. M. & Robinson, J. P.(1991). Measure for Subjective

Well-Being, dalam J. P. Robinson, P. R. Shaver, L. S., Wrightsman (Eds); Measure of Personality and Sosial Attitudes. San Diego, California: Academic Press, Inc.

Boyd, D. & Bee, H.(2006). Lifespan Development. USA: Pearson Education, Inc.

Charles.(2004). Hubungan Psychological Well-Being dengan Stress Kerja pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta. [Online] tersedia:https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id= 146534 [5 September 2013]

Compton, W. C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. Belmont : Thompson Wadsworth.

Creswell, J. W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: SAGE Publication, Inc.

Creswell, J. W. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Departmen Pekerja Sosial The Chinese University of Hong Kong. (2006). Factors related to the psychological well-being of parents of children with leukemia in China. [Online] tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17088242 [13 Januari 2013] Diener E. D., Diener M., Sandvik E. D., & Seidlitz, R. (1992). The

Relationship Between Income and Subjective Well-Being: Reletive or

Absolute. [Online] tersedia:

http://www.commonsenseatheism.com/wp- content/uploads/2011/01/Diener-The-relationship-between-income-and-subjective-well-being-Relative-or-absolute.pdf[13 Juli 2013]


(40)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Umberson, D. & Gove, W. R.1989. Parenthood and Psychological Well-Being; theory, Measurement, and Stage in the Family Life Course. [Online] tersedia: http://jfi.sagepub.com/content/10/4/440.abstract [13 Januari 2013]

Gunarsa, S. D.(1976). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung mulia.

Haiman, T. (2002). Parents of children with Disabilities: Resilience, Coping, & Future Expectation. Journal of Development and Physical Disabilities, 14, 159-171

Hurlock, E.(1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Huei L.H., Huey, S. L., Ya, L.T., Hui, C. W. (2006). Correlates of perceived Autonomy Among Elders in a Senior Citizen Home: A

Cross-Sectional Survey. [Online].

Tersedia:http://wwwdata.fy.edu.tw/person/%E9%BB%83%E6%85% A7%E8%8E%89-PEA-IJNS.pdf[13 september 2013]

Kartono, K.(1992). Psikologi keluarga. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Kersh, J. Hedvat, T. T. Hauser-Cram, P. & M. E. Warfield. (2006). The

Contributiom of Marital Quality To The Well-Being of Parents of Children With Developmental Disabilities. Journal of Intellectual Disability Research. 50(12), 883-893

Kim, H. K. & McKenry, P. C. (2002). The Relationship Between Marriage and Psychological Well-being: A Longitudinal Analysis. [Online]. Tersedia: http://jfi.sagepub.com/content/23/8/885.abstract [13 Januari 2013]

Knight, T., Davison, T. E., McCabe, M. P. & Mellor, D. (2011). Environmental Mastery and despression in Older Adults in Residental

Care. [Online]. Tersedia:

http://dro.deakin.edu.au/eserv/DU:30033219/knight-environmentalmastery-2011.pdf[5 September 2013]

Mardiah, D.(2010). Hbungan antara Stres dengan Psychological Well-being Pada Isteri Karyawan Perkebunan Kelapa Sawit. [Online]. Tersedia:http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19871 [5 September 2013]

Mastekaasa, A. (1992). Marriage and psychological Well-Being: Some Evidence on Selection into Marriage. [Online]. Tersedia:


(41)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

http://www.jstor.org/discover/10.2307/353171?uid=3738224&uid=21 29&uid=2&uid=70&uid=4&sid=21102567638387 [13 Januari 2013] Muhammad, I. (2011, 23 Desember) Pengertian Arti Dari Makna Orang

Tua. Kompasiana [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/post/kejiwaan/2011/12/23/pengertian-arti-dari-makna-orang-tua/ [25 Desember 2011]

Nasution.(2003).Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Neugarten, B. L., Havighurst, R. J., & Tobin, S. S. (1961). The Measurement

of Life Satisfaction. Journal of Gerontology, 16(2), 134 -143.

Ningrum, D. P.(2007) Penagruh Penerimaan Orang ua Terhadap Penyesuaian Diri Anak Tunarungu Di Sekolah. Skripsi Jurusan Psikologi FIP Universitas Negeri Semarang.

Nurali, I. A.(2010). Olahraga Bagi Penyandang Cacat Sumbangsih Bagi Peningkatan Derajat Kesehatan Nasional. [Online] Tersedia :http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/798[12 Nopember 2011] Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D.(2001). Human Development

Eight Edition. New York : Mc Graw Hill, Inc.

Papalia, D. E., Stern, H. L., Feldman, R. D., Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2nd Ed). New York: McGraw Hill, Inc. Ryan, R. M., Deci, E. L. (2001). On happiness and Human Potentials: A

review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Review psychology, 52, 141-166

Ryff. C. D. (2012). Scale of Psychological Well-Being (E-mail). Tersedia: https://mail.google.com/mail/u/0/?shva=1#sent/13a2c53c13535924[4 oktober 2012]

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality & Sosial Psychology, 57(6), 1069-1081.

Ryff, C. D., & Keyes, Corey L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Sosial Psychology, 69(4), 719-727

Ryff, C. D., & Singer, B. H. (1996). Psychological well-being: Meaning, Measurement, and Implications for Psychotherapy Research.


(42)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Psychotherapy & Psychosomatics. Journal Psychother Psychosom, 65, 14-23

Sadiyah, S. I.(2009). Pengaruh Penerimaan Orang Tua Tentang Kondisi Anak Terhadap Aktulaisasi Diri Anak Penyandang Cacat Fisik Di SLB YPAC Cabang Semarang .Thesis Psikologi FIP universitas Negri Semarang.

Sadjaah, E.(2005). Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran dalam Keluarga. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Santrock, J. W.(2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sevilla, dkk.(2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Stevenson, B. & Wolfers, J.(2013).Subjective Well-Being and Income: Is There Any Evidence in Satiation? [Online] Tersedia :http://www.brookings.edu/~/media/research/files/papers/2013/04/sub jective%20well%20being%20income/subjective%20well%20being% 20income.pdf[13 Juli 2013]

Siegel, S. P., Sedey, A. L., & Itano, C. Y.(2002). Predictore of parental Stress in Mother of Young Children With Hearing Loss. [Online] Tersedia : http://jdsde.oxfordjournals.org/content/7/1/1.full.pdf[5 September 2013]

Soelaeman.(1994). Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: CV Alfabeta. Soemantri, S.(2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama. Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Penerbit Alfabeta.

Taubman-Ben-Ari, O. & Weintroub, A. (2008). Meaning in Life and Personal Growth Among Pediatric Physicians and Nurses. [Online] Tersedia :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18924291[12 Juli 2013]

Theodossiou, I.(1989). The Effects Of Low-Pay and Unemployment On Psychological Well-Being: A Logistic Regression Approach. [Online] Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10176317[12 Juli 2013]


(43)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI.(2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

TN.(2007). Percakapan Sehari-hari Anak Tunarungu.[Online] Tersedia :http://tunarungu.wordpress.com/2007/11/22/percakapan-sehari-hari-anak-tuna-rungu/ [24 September 2012]

TN.(2010). Peduli Penyandang Cacat, 10 Perusahaan Terima Penghargaan.

[Online] Tersedia:

http://www.jpnn.com/read/2010/12/03/78760/Peduli-Penyandang-Cacat,-10-Perusahaan-Terima-Penghargaan- [25 Desember 2011] TN.(TH). Terapi Terpadu untuk Anak Tunarungu. [Online] Tersedia

:http://tunarungu.wordpress.com/terapi-terpadu-untuk-anak-tuna-rungu/ [24 September 2012]

Triton, P. B.(2006). SPSS 13.0 terapan Riset Statistik Parametrik. Jogjakarta: CV Andi Offset.

Wadden, G. & Burton, A. K.(2006). Is Work Good for Your Health and

Well-Being? [Online] tersedia:

https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_ data/file/214326/hwwb-is-work-good-for-you.pdf [13 Juli 2013] Widyarini, N.(2009). Relasi Orang Tua & Anak. Jakarta: PT Gramedia.


(1)

112 Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat program yang mendukung para orang tua dalam mengembangkan potensi orang tua dan anak.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Diharapkan dapat dijadikan sumber rujukan tambahan untuk melakukan penelitian, baik mengenai psychological well-being maupun mengenai orang tua anak tunarungu.


(2)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z.(2008).Modul Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan Pada Anak yang Kehilangan Fungsi Pendengaran. [Online] tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903 241984031-ZAENAL_ALIMIN/MODUL_2_unit_2.pdf [21 Desember 2011]

Alwi, H. 2003. Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Andrews, F. M. & Robinson, J. P.(1991). Measure for Subjective

Well-Being, dalam J. P. Robinson, P. R. Shaver, L. S., Wrightsman (Eds); Measure of Personality and Sosial Attitudes. San Diego, California: Academic Press, Inc.

Boyd, D. & Bee, H.(2006). Lifespan Development. USA: Pearson Education, Inc.

Charles.(2004). Hubungan Psychological Well-Being dengan Stress Kerja pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta. [Online] tersedia:https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=

146534 [5 September 2013]

Compton, W. C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. Belmont : Thompson Wadsworth.

Creswell, J. W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: SAGE Publication, Inc.

Creswell, J. W. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Departmen Pekerja Sosial The Chinese University of Hong Kong. (2006). Factors related to the psychological well-being of parents of children with leukemia in China. [Online] tersedia:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17088242 [13 Januari 2013]

Diener E. D., Diener M., Sandvik E. D., & Seidlitz, R. (1992). The Relationship Between Income and Subjective Well-Being: Reletive or

Absolute. [Online] tersedia:

http://www.commonsenseatheism.com/wp- content/uploads/2011/01/Diener-The-relationship-between-income-and-subjective-well-being-Relative-or-absolute.pdf[13 Juli 2013]


(3)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Umberson, D. & Gove, W. R.1989. Parenthood and Psychological Well-Being; theory, Measurement, and Stage in the Family Life Course. [Online] tersedia: http://jfi.sagepub.com/content/10/4/440.abstract [13 Januari 2013]

Gunarsa, S. D.(1976). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung mulia.

Haiman, T. (2002). Parents of children with Disabilities: Resilience, Coping, & Future Expectation. Journal of Development and Physical Disabilities, 14, 159-171

Hurlock, E.(1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Huei L.H., Huey, S. L., Ya, L.T., Hui, C. W. (2006). Correlates of perceived Autonomy Among Elders in a Senior Citizen Home: A

Cross-Sectional Survey. [Online].

Tersedia:http://wwwdata.fy.edu.tw/person/%E9%BB%83%E6%85%

A7%E8%8E%89-PEA-IJNS.pdf[13 september 2013]

Kartono, K.(1992). Psikologi keluarga. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Kersh, J. Hedvat, T. T. Hauser-Cram, P. & M. E. Warfield. (2006). The

Contributiom of Marital Quality To The Well-Being of Parents of Children With Developmental Disabilities. Journal of Intellectual Disability Research. 50(12), 883-893

Kim, H. K. & McKenry, P. C. (2002). The Relationship Between Marriage and Psychological Well-being: A Longitudinal Analysis. [Online]. Tersedia: http://jfi.sagepub.com/content/23/8/885.abstract [13 Januari 2013]

Knight, T., Davison, T. E., McCabe, M. P. & Mellor, D. (2011). Environmental Mastery and despression in Older Adults in Residental

Care. [Online]. Tersedia:

http://dro.deakin.edu.au/eserv/DU:30033219/knight-environmentalmastery-2011.pdf[5 September 2013]

Mardiah, D.(2010). Hbungan antara Stres dengan Psychological Well-being Pada Isteri Karyawan Perkebunan Kelapa Sawit. [Online]. Tersedia:http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19871 [5 September 2013]

Mastekaasa, A. (1992). Marriage and psychological Well-Being: Some Evidence on Selection into Marriage. [Online]. Tersedia:


(4)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

http://www.jstor.org/discover/10.2307/353171?uid=3738224&uid=21

29&uid=2&uid=70&uid=4&sid=21102567638387 [13 Januari 2013]

Muhammad, I. (2011, 23 Desember) Pengertian Arti Dari Makna Orang Tua. Kompasiana [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/post/kejiwaan/2011/12/23/pengertian-arti-dari-makna-orang-tua/ [25 Desember 2011]

Nasution.(2003).Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Neugarten, B. L., Havighurst, R. J., & Tobin, S. S. (1961). The Measurement

of Life Satisfaction. Journal of Gerontology, 16(2), 134 -143.

Ningrum, D. P.(2007) Penagruh Penerimaan Orang ua Terhadap Penyesuaian Diri Anak Tunarungu Di Sekolah. Skripsi Jurusan Psikologi FIP Universitas Negeri Semarang.

Nurali, I. A.(2010). Olahraga Bagi Penyandang Cacat Sumbangsih Bagi Peningkatan Derajat Kesehatan Nasional. [Online] Tersedia :http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/798[12 Nopember 2011] Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D.(2001). Human Development

Eight Edition. New York : Mc Graw Hill, Inc.

Papalia, D. E., Stern, H. L., Feldman, R. D., Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2nd Ed). New York: McGraw Hill, Inc. Ryan, R. M., Deci, E. L. (2001). On happiness and Human Potentials: A

review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Review psychology, 52, 141-166

Ryff. C. D. (2012). Scale of Psychological Well-Being (E-mail). Tersedia:

https://mail.google.com/mail/u/0/?shva=1#sent/13a2c53c13535924[4

oktober 2012]

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality & Sosial Psychology, 57(6), 1069-1081.

Ryff, C. D., & Keyes, Corey L. M. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisited. Journal of Personality and Sosial Psychology, 69(4), 719-727

Ryff, C. D., & Singer, B. H. (1996). Psychological well-being: Meaning, Measurement, and Implications for Psychotherapy Research.


(5)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Psychotherapy & Psychosomatics. Journal Psychother Psychosom, 65, 14-23

Sadiyah, S. I.(2009). Pengaruh Penerimaan Orang Tua Tentang Kondisi Anak Terhadap Aktulaisasi Diri Anak Penyandang Cacat Fisik Di SLB YPAC Cabang Semarang .Thesis Psikologi FIP universitas Negri Semarang.

Sadjaah, E.(2005). Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran dalam Keluarga. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Santrock, J. W.(2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sevilla, dkk.(2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Stevenson, B. & Wolfers, J.(2013).Subjective Well-Being and Income: Is There Any Evidence in Satiation? [Online] Tersedia

:http://www.brookings.edu/~/media/research/files/papers/2013/04/sub

jective%20well%20being%20income/subjective%20well%20being%

20income.pdf[13 Juli 2013]

Siegel, S. P., Sedey, A. L., & Itano, C. Y.(2002). Predictore of parental Stress in Mother of Young Children With Hearing Loss. [Online] Tersedia : http://jdsde.oxfordjournals.org/content/7/1/1.full.pdf[5 September 2013]

Soelaeman.(1994). Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: CV Alfabeta. Soemantri, S.(2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama. Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Penerbit Alfabeta.

Taubman-Ben-Ari, O. & Weintroub, A. (2008). Meaning in Life and Personal Growth Among Pediatric Physicians and Nurses. [Online] Tersedia :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18924291[12 Juli 2013]

Theodossiou, I.(1989). The Effects Of Low-Pay and Unemployment On Psychological Well-Being: A Logistic Regression Approach. [Online] Tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10176317[12 Juli 2013]


(6)

Dina Meyraniza Sari,2013

Psychological Well-Being Orangtua Anak Tunarungu Di Kota Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI.(2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

TN.(2007). Percakapan Sehari-hari Anak Tunarungu.[Online] Tersedia :http://tunarungu.wordpress.com/2007/11/22/percakapan-sehari-hari-anak-tuna-rungu/ [24 September 2012]

TN.(2010). Peduli Penyandang Cacat, 10 Perusahaan Terima Penghargaan.

[Online] Tersedia:

http://www.jpnn.com/read/2010/12/03/78760/Peduli-Penyandang-Cacat,-10-Perusahaan-Terima-Penghargaan- [25 Desember 2011] TN.(TH). Terapi Terpadu untuk Anak Tunarungu. [Online] Tersedia

:http://tunarungu.wordpress.com/terapi-terpadu-untuk-anak-tuna-rungu/ [24 September 2012]

Triton, P. B.(2006). SPSS 13.0 terapan Riset Statistik Parametrik. Jogjakarta: CV Andi Offset.

Wadden, G. & Burton, A. K.(2006). Is Work Good for Your Health and

Well-Being? [Online] tersedia:

https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_

data/file/214326/hwwb-is-work-good-for-you.pdf [13 Juli 2013]