PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP INTENSITAS BELAJAR BULUTANGKIS DAN KEBUGARAN JASMANI SISWA : Studi eksprimen pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung.

(1)

PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP INTENSITAS BELAJAR BULUTANGKIS DAN KEBUGARAN

JASMANI SISWA

(Studi Eksperimen Pada Siswa SDN Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi

Pendidikan Olahraga

Oleh

UNANG KRISTIAN SP.d 1007072

PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

Unang Kristian, 2013

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

PEMBIMBING I,

Prof. Dr. H. Adang Suherman , M.A. NIP : 19630618 198803 1 002

PEMBIMBING II,

Dr. Herman Subarjah, M.Si. NIP : 19600918 198603 1 003

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Olah Raga Sekolah Pascasarjana UPI

Prof. Dr. H. Adang Suherman , M.A. NIP : 19630618 198803 1 002


(3)

Unang Kristian (2012): Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa (Studi eksprimen pada siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung). Tesis. Bandung. SPs UPI Bandung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Sampel penelitian siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kabupaten Bandung berjumlah 30 orang, 15 orang untuk pendekatan taktis dan 15 orang untuk pendekatan tradisional yang diambil dengan menggunakan Simple Random Sampling. Instrument yang digunakan adalah dengan bentuk angket intensitas belajar gerak (IBG) pada setiap proses pembelajaran bulutangkis dan tes kebugaran jasmani siswa. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan SPSS serie 17 dengan alat uji yang digunakan: uji normalitas dengan Shapiro-Wilk, uji homogenitas dengan

Lavene stastistic, uji paired samples test dan independent samples test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan taktis terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa, 2) Terdapat pengaruh yang signifikan dari pendekatan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa, 3) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar bulutangkis, 4) Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran jasmani siswa.

Selanjutnya penulis menyarankan bagi guru pendidikan jasmani agar dalam proses belajar mengajar lebih memperhatikan pendekatan pembelajaran yang dipakainya, kecocokan pendekatan akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal.


(4)

Unang Kristian (2013): The Influence of Tactical and Traditional Approaches on the

Intensity in Learning Badminton and Students’ Physical Health (An Experimental Study of Students of the Fifth and Sixth Grades of SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang, Bandung Regeney). Thesis. Bandung. School of Postgraduate Studies bandung.

The research aimed to find the influence of tactical and traditional approaches on the intensity in learning badminton and students’ physical healt.

The method employed was experimental. The samples were 30 students of the fifth and sixth grades of SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang, Bandung Regency, in which 15 were taken for tactical approach and the other 15 for traditional approach. The samples were taken using Simple Random Sampling. The instrument used was in the forms of questionnaires on learning movement intensity in each process of badminton teaching learning and test of students’ physical health. Data were analyzed using SPSS series 17 using the following test instruments: Shapiro-Wilk normality tes, Levene Statistic for homogeneity test, and paired samples test and independent samples tests.

The results demonstrate that: 1) There was a significant influence of the tactical approach in the intensity in learning badminton and students’ physical health, ; 2) There was a significant influence on traditional approach on the intensity of badminton learning and students’ physical health,; 3) There was a significant difference between tactical and traditional approaches in their influences on the intensity of badminton learning, ; 4) There was no significant difference between tactical and traditional approaches in their influences on students’ physical health.

The researcher suggests that teachers of physical education pay more attention on the approaches they use in the teaching learning because the suitability of kinds of approaches will result in the optimal achievement of learning objectives.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Kegunaan Penelitian ... 17

E. Batasan Penelitian ... 18

F. Pembatasan Penelitian ... 19

G. Batasan Istilah ... 19

H. Struktur Organisasi Tesis ... 21

BAB II: KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 23

1. Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Siswa ... 23

a. Intensitas Belajar ... 23

b. Intensitas Latihan Bulutangkis ... 28

c. Kebugaran Jasmani Siswa ... 31

2. Pendekatan Pembelajaran ... 34

a. Hakekat Pembelajaran ... 34

b. Pembelajaran Pendekatan Taktis ... 37

c. Pembelajaran Pendekatan Tradisional ... 45

3. Penelitian Terdahulu ... 47

B. Kerangka Pemikiran ... 54

C. Anggapan dasar ... 57

1. Pengaruh Pendekatan Taktis terhadap Intensitas Belajar Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa Siswa ... 58

2. Pengaruh Pendekatan Tradisional terhadap Intensitas Belajar dan Kebugaran Jasmani Siswa ... 59

3. Perbedaan Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap IBG Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa ... 62

D. Hipotesis ... 67

BAB III: METODE PENELITIAN A. Teknik Pengambilan Sampel ... 68


(6)

Unang Kristian, 2013

B. Metode Penelitian ... 72

1. Desain Penelitian ... 74

2. Definisi Operasional ... 77

a. Variabel Bebas ... 77

b. Variabel Terikat ... 79

C. Instrumen Penelitian ... 81

1. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) Bulutangkis ... 82

a. Definisi konseptual ... 82

b. Definisi Operasional ... 83

c. Kisi-kisi Instrumen ... 84

d. Penggunaan Instrumen ... 87

2. Instrumen Kebugaran jasmani (TKJI) ... 88

a. Definisi konseptual ... 88

b. Definisi Operasional ... 88

c. Kisi-kisi Instrumen Kebugaran ... 89

d. Uji Coba / Pengembangan Instrumen ... 91

e. Penggunaan Instrumen... 92

D. Teknik Analisis Data ... 100

1. Uji Asumsi Statistik ... 110

a. Uji Normalitas Data ... 110

b. Uji Homogenitas Data ... 111

c. Uji Dua Rata-Rata (t-test) ... 112

2. Uji Hipotesis ... 113

BAB IV: PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data ... 116

1. Deskripsi Data Intensitas Belajar Bulutangkis ... 117

2. Deskripsi Data Kebugaran ... 118

3. Deskripsi Data Selisih/Beda ... 120

B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 123

1. Uji Normalitas Populasi ... 123

2. Uji Homogenitas Populasi ... 127

Hasil Uji Homogenitas Data Hasil IBG Permainan Bulutangkis dan Kebugaran siswa ... 128

a. Hasil uji Homogenitas Data Hasil IBG Permainan Bulutangkis dari Kelompok Taktis dan Kebugaran siswa ... 128

b. Hasil Pengujian Homogenitas populasi Kebugaran dari Kelompok Taktis dan Tradisional ... 130

C. Hasil Pengujian Hipotesis ... 132

1. Hasil Uji Paired Samples t-test ... 133

a. Pendekatan Taktis dan Tradisional Terhadap Intensitas Belajar Gerak (IBG) ... 133

b. Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap Kebugaran sisiwa ... 134

1) Pendekatan taktis terhadap kebugaran ... 135


(7)

2. Hasil Uji Independent Samples t-test ... 137

a. Perbedaan Pengaruh Pendekatan taktis dan Tradisional terhadap IBG permainan Bulutangkis ... 137

b. Perbedaan Pengaruh Pendekatan taktis dan Tradisional terhadap Kebugaran siswa ... 139

E. Pembahasan ... 141

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 151

B. Rekomendasi ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 154

Jurnal-jurnal ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 157

1. Silabus Pembelajaran Model Taktis dan Tradisional ... 158

2. Program Pelaksanaan Perbedaan Pembelajaran Taktis dan Tradisional ... 159

3. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) ... 163

4. Cara Peng skoran Instrumen IBG ... 165

5. Instrumen Kebugaran Jasmani Tes Awal (pre test) dan Tes Akhir (post test) Siswa Kelompok Taktis dan Kelompok Tradisional dan cara penskoran ... 166

6. Rekapitulasi Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Taktis ... 167

7. Rekapitulasi Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Tradisional ... 168

8. Rekapitulasi Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Taktis ... 169

9. Rekapitulasi Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Tradisional ... 171

10.Deskripsi Data IBG Taktis dan Tradisional ... 173

11.Deskripsi Data Kebugaran Jasmani Siswa ... 174

12.Uji Normalitas IBG ... 175

13.Uji Normalitas Kebugaran ... 176

14.Uji Homogenitas IBG ... 177

15.Uji Homogenitas Kebugaran ... 178

16.Uji-T IBG ... 179

17.Uji Kesamaan Berdasarkan Rata-rata IBG ... 180

18.Uji-T Kebugaran ... 181

19.Uji Beda Dua Kelompok Sampel ... 183

20.Uji Kesamaan Berdasarkan Rata-rata Kebugaran Jasmani ... 184

21.Foto penelitian ... 185


(8)

Unang Kristian, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Sistem klasifikasi dalam olahraga permainan ... 44

3.1 Jadwal dan Waktu Penelitian ... 71

3.2 Instrumen IBG pada Proses pembelajaran Bulutangkis ... 85

3.3 Instrumen formulir tes kebugaran jasmani ... 93

3.4 Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Taktis ... 102

3.5 Hasil Proses Penelitian IBG Bulutangkis Pada Kelompok Tradisional ... 103

3.6 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Awal) Kelompok Taktis ... 105

3.7 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Awal) Kelompok Tradisional... 105

3.8 Data Hasil Tes Kebugaran Jasmani Siswa (Tes Akhir) Kelompok Taktis ... 106

3.9 Data Hasil Tes Akhir Kebugaran Jasmani Siswa Kelompok Tradisional ... 106

3.10 Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Pada Kelompok Taktis ... 108

3.11 Data T-Skor Kebugaran Jasmani Siswa Pada Kelompok Tradisional... 109

4.1 Ringkasan Perhitungan Data Rata-rata dan Simpangan Baku IBG ... 117

4.2 Hasil perhitungan Rata-rata dan Simpangan Baku Kebugaran ... 119

4.3 Deskripsi Data Selisih/Beda ... 121

4.4 Hasil Pengujian Normalitas Populasi IBG ... 124

4.5 Hasil Pengujian Normalitas Kebugaran ... 125

4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil IBG ... 128

4.7 Hasil Pengujian Homogenitas populasi Kebugaran ... 130

4.8 Group statistik IBG ... 133

4.9 Hasil Uji Independent Samples t-test IBG Bulutangkis ... 133

4.10 Hasil Paired Samples t-tes kebugaran siswa ... 134

4.11 Hasil Uji Paired Samples t-test terhadap Kebugaran ... 135

4.12 Hasil Uji Paired Samples t-test Pendekatan Taktis terhadap Kebugaran ... 135

4.13 Hasil Uji Paired Samples t-test Pendekatan Tradisional terhadap Kebugaran Siswa ... 136

4.14 Hasil Uji Independent Samples t-test Pendekatan Taktis dan Tradisional terhadap IBG Bulutangkis ... 138

4.15 Hasil Uji Independent Samples t-test Perbedaan Kebugaran Jasmani Siswa antara Pendekatan Taktis dan Tradisional ... 140


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. “funneling effect.” metzler (1980) ... 25

2.2 Tiga pendekatan pembelajaran permainan ... 37

2.3 Bagan Kerangka Pemikiran Pendekatan Taktis dan Tradisional ... 56

3.1 Randomized Pretest-Posttest Control Group Design ... 74

3.2 Alur Penelitian ... 76

3.3 Sikap star berdiri pada tes lari cepat ... 95

3.4 Sikap awalan untuk angkat tubuh ... 96

3.5 Sikap pada waktu melakukan angkat tubuh ... 96

3.6 Pelaksanaan Tes Baring Duduk ... 97

3.7 Sikap awal dan sikap meloncat pada tes loncat tegak ... 99

3.8 Sikap start berdiri untuk lari jarak jauh ... 100

4.1 Grafik Data Intensits Belajar Bulutangkis ... 118

4.2 Grafik Data Kebugaran Jasmani ... 119

4.3 Grafik Data Selisih/Beda IBG ... 121


(10)

Unang Kristian, 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena dalam proses ini terjadi perubahan tingkah laku menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Belajar diarahkan kepada beberapa perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, biasanya dicerminkan oleh prilaku yang dapat diamati dan ini akan menjadi perubahan yang relatif permanen.

Dalam Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepata Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Supaya potensi itu berkembang perlu suatu pendidikan yang mampu memunculkan potensi tersebut, tidak terkecuali pada Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan mata pelajaran yang diberikan materinya disekolah-sekolah, baik di sekolah tingkat dasar maupun sekolah tingkat lanjutan atas, hal ini juga didukung dan diperkuat dengan landasan pelaksanaan mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 pada pasal 25 yang menjelaskan bahwa Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat diantaranya mata pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan


(11)

(UUSPN, 2003:25). Dengan demikian Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan mata pelajaran yang wajib diselenggarakan di sekolah-sekolah dan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh siswa.

Menurut Gabbar yang dikutip Widodo, et.al (2004:7) tujuan pendidikan jasmani dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) Aspek psikomotor meliputi pertumbuhan biologis, kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dan keterampilan, efesiensi di dalam gerakan, dan sekumpulan dari keterampilan gerak. (2) Aspek kognitif merupakan rangkaian untuk berpikir (penilaian, kreatifitas, dan hubungan-hubungan), kemampuan perseptual, kesadaran gerak, dan dukungan atau dorongan akademik. (3) Aspek afektif meliputi kegembiraan, konsep diri, sosialisasi (hubungan kelompok) sikap, dan apresiasi untuk aktivitas fisik.

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari proses belajar mengajar tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ada dua faktor, pertama faktor internal yakni, keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa seperti kelelahan, mudah mengantuk, minat dan usaha, sukar menerima atau memperhatikan pelajaran, motivasi, dan kejenuhan. Dan kedua faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan/di luar diri siswa seperti faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan sekolah yaitu sarana prasarana, kurikulum, tata tertib dan disiplin, guru, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa dll (http://www.kosmaext2010.com/). Untuk menanggulangi hal tersebut peneliti menganggap agar tujuan proses belajar dapat tercapai salah satunya dengan menerapkan pemebelajan pendekatan taktis


(12)

Unang Kristian, 2013

Biasanya dalam pelaksanaan proses pembelajaran Penjasorkes disekolah, pada umunya siswa diberikan pemaparan teori dan latihan – latihan teknik dasar secara terpisah – pisah. Begitu pula dalam pembelajaran permainan bulutangkis, siswa diintruksikan untuk melakukan gerakan teknik dasar sikap berdiri, gerakan kaki, dan memukul satelkok, seperti servis, lob, drive, netting, dropshot, dan

smash, yang dilakukan secara berulang – ulang. Setelah berlatih teknik – teknik dasar tersebut kemudian diberikan penjelasan pemaparan peraturan permainan, barulah pada pelaksanaan permaianan dengan menggunakan lapangan bulutangkis sesungguhnya tanpa di modifikasi, dengan model pembelajaran seperti ini biasanya siswa jenuh, malas, minat belajar rendah dan banyak mengeluh karena merasa sulit untuk melakukan teknik dasar yang sebenarnya serta siswa mengharapkan dan selalu bertanya kapan bermainnya. Hal ini tentunya dapat menyita waktu proses pembelajaran penjas.

Salah satu asumsi yang disampaikan terkait hal tersebut bahwa tidak tersedianya lapangan yang mencukupi satu kelas dan peralatan pendukung lainnya, dan keadaan tersebut umumnya terjadi disemua sekolah. Menurut Subroto (2001:2) yaitu:

“Dari pengamatan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran permainan di beberapa sekolah, banyak ditemukan masalah keseimbangan pembelajaran antara pembelajaran yang menekankan pada penguasaan keterampilan teknik dengan proses pembelajaran yang menekankan pada usaha untuk meningkatkan penampilan bermain. Masalah – masalah tersebut telah membawa pembelajaran permainan kepada salah satu dari dua bentuk pembelajaran yang terpisah. Yang satu menekankan pada drill keterampilan teknik dan yang kedua menekankan pada permainan bermain”.


(13)

Dari pengamatan di atas peneliti merasakan pada proses pembelajaran permainan memang umumnya pembelajaran dilakukan secara terpisah yaitu pertama dengan pembelajaran keterampilan teknik dan kedua baru pada pembelajaran permainan bermain, ternyata diperhatikan teknik yang dipelajari hanya sebagian kecil bisa dilakukan pada permainan bermain sedangkan yang banyak dilakukan pada permainan teknik atau konsep dari siswa itu sendiri. Siswa baru menunjukan kesenangannya pada pembelajaran saat bermain permainan namun bila pembelajaran secara drill responnya tidak menyenangkan.

Walaupun dirasakan dan sering dilakukan pendekatan dalam pembelajaran permainan pada umumnya dengan pendekatan tradisional yaitu pendekatan yang dilakukan dengan penekanan penguasaan teknik yang dilakukan secara berulang-ulang (drill), menurut Sucipto (2009; 2) Pemberian materi dalam bentuk drill (pengulangan) akan membosankan siswa, apalagi yang dihadapi siswa SD yang memiliki karakteristik masih senang bermain. Meskipun model pembelajaran pendekatan tradisional dapat meningkatkan keterampilan teknik dasar, hal ini ternyata banyak mendapatkan kritikan, salah satunya dikemukakan oleh Griffin yang dikutif Subarjah (2010;326), yaitu keterampilan yang diajarkan sebelum siswa mengerti keterkaitannya dengan situasi bermain bulutangkis yang sesungguhnya. Hasilnya dapat menghilangkan esensi dari permainan bulutangkis itu sendiri.

Melalui pendekatan taktis, siswa didorong untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan, menurut Subroto (2001:8) Tujuan utama pendekatan taktis adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermaian.


(14)

Unang Kristian, 2013

Menurut Sucipto (2009;1) Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pembelajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain yang sesungguhnya. Mahendra (2006;9) menegaskan tujuan pembelajaran pendekatan taktis adalah ;

1) meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan permainan,

2) memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran, dan

3) belajar memecahkan masalah-masalah dan membuat keputusan selama bermain..

Pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan bulutangkis menurut Subarjah (2010;2) adalah;

“Pembelajaran melalui pendekatan taktis lebih menekankan terhadap bagaimana membelajarkan siswa untuk dapat memahami konsep bermain bulutangkis. Pendekatan taktis dalam permainan bulutangkis disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan mutu pembelajaran bulutangkis”.

Pembelajaran permainan bulutangkis dalam penjas yang terpenting adalah partisipasi siswa, dan aktifitas siswa untuk memperoleh pengalaman koordinasi gerak dalam permaianan bulutangkis, jadi dengan pembelajaran pendekatan taktis kelebihan-kelebihannya adalah siswa semakin memahami taktis permainan yang sebenarnya, siswa didorong untuk menerapkan keterampilan teknik dalam situasi permainan, dan siswa lebih menyenangi dalam proses pembelajaran, sehingga dengan pembelajaran taktis diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran olahraga permainan di Sekolah.

Kegiatan bermain bagi anak-anak adalah suatu hal yang sangat penting, sebab dengan bermain anak akan melakukan gerak dan dengan bergerak akan merangsang perkembangan fisik dan mentalnya. Pengalaman gerak anak-anak tidak selalu sama, dorongan bergerak tidak dapat diajarkan tetapi merupakan


(15)

pembawaan masing-masing, hal ini perlu diarahkan oleh pendidik agar gerakan dalam kegiatan bermain bisa bermanfaat.

Dengan demikian bahwa dalam peristiwa bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, sehingga melalui pembelajaran permainan bulutangkis dalam penjas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak akan tercapai, maka sudah tentu berbagai aktifitas jasmani dalam permainan tersebut dapat menumbuhkan dan mengembangkan terutama secara fisik, mental, dan sosial.

Kualitas hasil belajar ditentukan juga oleh intensitas belajar. Intensitas belajar dalam pembelajaran penjas tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan anak dan bukan diberikan intensitas untuk menghadapi pertandingan. Jika dikaitkan dengan proses pembelajaran penjas intensitas yang dimaksudkan adalah aktivitas dalam suatu proses pembelajaran .Menurut Lutan (2001:36) menyatakan bahwa:

“Intensitas adalah seberapa berat seseorang berlatih selama periode latihan, dan intensitas ini dapat diukur dengan cara yang berbeda. Seberapa serasi takaran beratnya latihan, bergantung pada tujuan. Bila tujuannya untuk menghadapi pertandingan maka intensitasnya tinggi, dan bila untuk tujuan hanya untuk mencapai derajat sehat, maka intensitasnya boleh lebih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, tugas guru pendidikan jasmani adalah untuk mengajarkan siswa agar dapat memahami dan memantau intensitas kegiatannya”.

Sedangkan menurut Harsono (1988:115) intensitas belajar bisa dilakukan dengan cara Teori Katch dan McArdle (1983). Cara pengukuran intensitas belajar yang nampaknya lebih sesuai untuk dijadikan pedoman, dengan ketentuannya adalah sebagai berikut :


(16)

Unang Kristian, 2013

1. Intensitas belajar dapat diukur dengan cara menghitung denyut nadi dengan rumus DNM = 220 – umur (dalam tahun)

2. Takaran intensitas belajar:

- Untuk olahraga prestasi antara 80% - 90% dari DNM - Untuk olahraga kesehatan antara 70% - 85% dari DNM.

3. Yang perlu diperhatikan berkenaan dengan intensitas ini, yaitu lamanya berlatih di dalam training zona :

- untuk olahraga prestasi : 45 – 120 menit. - untuk olahraga kesehatan : 20 – 30 menit.

Intensitas belajar merupakan salah satu indikator dari efektivitas pembelejaran penjas Cholik dan Rusli, (1996/1997:45). Efektifitas pembelajaran penjas hanya dapat dicapai apabila guru mempu menciptakan lingkungan belajar yang menyebabkan aktifitas belajar sisiwa selalu meningkat dan mampu mempertahankan. Peristiwa menurunnya aktivitas belajar pada sebagian siswa terkadang sering diabaikan oleh guru, jika ini terus dibiarkan maka sebagian siswa yang aktivitas belajarnya rendah akan cenderung mengganggu siswa lainnya. Kejadian seperti ini tentunya harus segera disikapi dengan cermat oleh setiap guru penjas. Guru harus cerdas dalam hal pendekatan apa yang harus dilakukan untuk supaya siswa bisa fokus dalam suatu pembelajaran tersebut, sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapainya.

Sedangkan Suherman (2009;114) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas terdapat empat katagori yaitu :

a. Manajemen (M) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk yang bersifat manajerial (misal: penggantian bentuk latihan,menyimpan dan mengambil bola, mendengarkan aturan-aturan dalam mengikuti pelajaran, mendengarkan peringatan / teguran, ganti pakaian, mengecek kehadiran)

b. Aktivitas belajar (A) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk melakukan aktivitas belajar secara aktif (misal: memukul bola, melempar bola, melangkah, lari)


(17)

c. Instructur (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (melihat, demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan)

d. Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ketiga kategori di atas (misal: tunggu giliran, off-task behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan yang ditugaskan, mengunggu guru untuk memberikan instruktur).

Berdasarkan pendapat tersebut yang diharapkan dalam proses belajar mengajar penjas lebih banyak aktivitas belajar geraknya (A), daripada manajemen (M), instruktur (I), dan waiting (W), sebab semakin banyak melakukan aktivitas belajar gerak maka tujuan dari pembelajaran penjas benar-benar terpenuhi.

Intensitas belajar dikatakan juga atensi atau waktu aktif belajar dalam proses belajar mengajar penjas sesuai Abduljabar (2010:124) menyatakan bahwa:

“Setiap orang mengetahui apa itu atensi. Atensi adalah pengambilan posisi oleh pikiran, secara jelas dan tegas, satu dari beberapa objek atau hambatan. memusatkan beberapa hal dalam upaya berhubungan secara selektif dengan yang lain. Jadi waktu aktif belajar siswa adalah pemusatan perhatian dan kesadaran terhadap aktivitas belajar, dalam hal ini belajar gerak dalam kontek pendidikan jasmani. Pemusatan perhatian dan kesadaran berarti konsentrasi. Lebih tegas diartikan bahwa intensitas belajar berarti konsentrasi dalam mengikuti proses belajar mengajar”. Selanjutnya Waktu Aktif Belajar menurut Abduljabar (2011:118) menyatakan bahwa:

Waktu Aktif Belajar (WAB) dalam Pendidikan Jasmani adalah Waktu keterlibatan siswa aktif dalam belajar gerak pada tingkat kesulitan gerak yang sesuai adalah penting menjadi pertimbangan dalam perencanaan pengajaran keterampilan gerak.

Namun dari kenyataan dan dirasakan oleh peneliti bahwa dalam memberikan pembelajaran penjas jatah waktu yang tersedia tidak dapat dipergunakan untuk melakukan aktivitas belajar gerak secara optimal. Umumnya


(18)

Unang Kristian, 2013

seorang guru penjas banyak menghabiskan waktu yang bersifat, manajemen, instruksi dan bahkan banyak waktu sisa menunggu atau diam. Dari waktu yang banyak tersita baru dimulai dengan pemanasan yang bersifat statis dan dinamis setalah itu inti pembelajaran dilakukan yang biasanya guru harus mendemonstrasikan / memberikan contoh terlebih dulu pada tugas gerak yang harus dilakukan, lalu siswa menirukan dan melakukan dengan cara berulang ulang di tempatnya masing-masing, atau bahkan harus melakukannya seorang-seorang atau sebaris-sebaris, dan yang lain harus menunggu giliran, dari kebiasaan yang nyata tersebut dianalisis intensitas belajar belajar siswa hanya sekitar 30% dari waktu yang tersedia. Hal tersebut jelas sangat rendahnya intensitas belajar gerak siswa dalam pelajaran penjas maka sangat sulit kebugaran siswa dapat diraih secara optimal

Kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh siswa, hal ini untuk supaya dalam melakukan tugas kegiatan belajar siswa sehari-harinya dengan tidak mengalami kelelahan yang berarti dan bahkan sanggup melakukan aktifitas yang lainnya serta terhindar dari suatu penyakit kurang gerak. Seperti yang dikemukakan Tarigan (2009:28) : Kebugaran jasmani adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan penuh kesadaran, yang dilakukan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dapat terhindar dari penyakit kurang gerak (hypokinetik) sehingga dapat menikmati kehidupan dengan baik dan bersahaja. Kenyataan banyak ditemukan siswa di Sekolah mengalami penyakit kurang gerak seperti siswa yang mengalami kegemukan, mudah cape, selalu terlambat, pulang belum waktunya, mudah sakit, tidak bergairah, muka


(19)

pucat, dalam kelas terkantuk-kantuk dll dari ciri semua itu adalah rendahnya kebugaran siswa.

Dengan demikian salah satu untuk mendapatkan kebugaran jasmani siswa disekolah adalah dengan pembelajaran pendidikan jasmani, dimana pada waktu yang tersedia itulah ditekankan kegiatannya adalah aktifitas fisik yang meliputi komponen-komponen latihan kebugaran jasmani, seperti adanya gerakan untuk melatih kekuatan, kelentukan dan daya tahan. Giriwijoyo (2007;50) bahwa;

“Komponen kebugaran jasmani secara fisiologis adalah fungsi dasar dari komponen anatomis yaitu: Fungsi dasar Ergosistema 1 (ES-1) yang wujudnya adalah flexibilitas, kekuatan dan daya tahan otot, dan fungsi koordinasi saraf, juga fungsi dasar Ergosistema II (ES-II) yang wujudnya adalah daya tahan umum”.

Berdasarkan pendapat dari komponen latihan yang harus dilakukan untuk kebugaran jasmani tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan siswa, jangan melakukan latihan kebugaran jasmani malah meruksak kondisi siswa atau tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan kebugaran siswa. Tarigan (2009;31) mengemukakan kebugaran seorang siswa dapat dipertahankan dan ditingkatkan melalui pendidikan jasmani secara teratur, dan melakukan aktivitas lainnya yang mempunyai fungsi sama dengan olahraga dengan menerapkan rumus FITT (frekwensi, intensity, time dan type). Mengacu pada rumusan berarti : F = Frekuensi latihan 3-5 kali/minggu; I = Intensitas ringan dan sedang dengan denyut nadi latihan : 50% - 70% x (220-Usia); T = Time = waktu lamanya aktivitas olahraga yaitu 30 – 60 menit; Type = Tipe yaitu jenis latihan yang dilakukan bersifat aerobik, antara lain: jalan, joging, lari, berenang, poco-poco, dansa, bermacam-macam senam seperti senam kesegaran jasmani, senam osteoporosis,


(20)

Unang Kristian, 2013

senam tai chi dan sejenisnya. Kenyataan selama ini pendidikan jasmani pada kurikulum untuk SD hanya diberikan satu kali dalam seminggu dengan alokasi waktu 2 X 35 menit, dengan demikian waktu yang ada guru penjas harus ada terobosan dan berani untuk supaya kegiatan penjas disekolah dapat mengacu pada perumusan FITT sehingga memberikan dampak pada kebugaran jasmani siswa.

Dalam standar kompetensi Nomor 22 Tahun 2006 kurikulum penjas terdapat “Mempraktikan perancangan aktivitas pengembangan untuk peningkatan dan pemeliharaan kebugaran jasmani” juga pada Kompetensi Dasar dari tuntutan kurikulum nomor 22 (2006:19) terdapat “Memperaktekan variasi gerak dasar ke dalam modifikasi permainan bola kecil, serta nilai kerjasama, sportifitas, dan kejujuran”. Hal ini berarti tugas dari guru penjas dituntut dalam pemebelajaran penjas untuk menjadikan siswa dapat meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmaninya, juga diperhatikan dari setiap sekolah untuk memilih salah satu permainan bola kecil jarang untuk menerapkan pembelajaran permainan bulutangkis, pedahal permainan bulutangkis merupakan olahraga permainan yang sangat bermasyarakat dan salah satu olahraga kebanggaan serta andalan negara Indonesia. Permainan ini tentunya tidak asing lagi dan banyak melakukannya mulai dari anak usia dini, remaja, dewasa sampai orang tua.

Seperti di SD Negeri Karamatmulya II permainan bulutangkis hanya mengenal namanya saja bisa dilakukan bila diinstruksikan saja, dan anak-anak banyak tidak menyukai permainan ini sehubungan dengan sarana dan pra sarana serta beranggapan permainan bulutangkis itu mahal dan sangat melelahkan sebab


(21)

harus menguasai teknik pada permainan bulutangkis, mereka lebih menyukai permainan yang lebih praktis yang murah dan yang mudah dilakukan.

Semenjak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 yang pada dasarnya, tujuan KTSP adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi dengan sangat dinamis. Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu pada kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak selalu mengenal teori, tetapi diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar. Pembelajaran yang modern pada pembelajaran permainan dalam penjas salah satunya adalah dengan pembelajaran pendekatan taktis, pembelajaran pendekatan taktis merupakan kreatifitas guru yang menjadikan siswa aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar. Pendekatan taktis pada permainan dipercaya akan memberikan pengaruh terhadap intensitasbelajar, kebugaran siswa, dan juga dipercaya memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar, hasil belajar keterampilan, hasil belajar kognitif siswa, dan lain sebagaianya. Hal ini seperti ditulis oleh:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Yunyun Yudiana (2009:3), FPOK – UPI, Bandung, Juli 2009,

“Penelitian pada eksperimen dengan teknik pre and post test design melalui pengacakan subyek dengan jumlah sampel sebanyak 30 siswa, tergabung laki-laki dan wanita. Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perubahan pemahaman dalam permainan bolavoli pada siswa SMP. Ini menunjukkan bahwa model pendekatan taktis memberikan kontribusi yang positif terhadap pemahaman bermain bolavoli siswa SMPN 4 Kota Bandung”.


(22)

Unang Kristian, 2013

2. Herman Subarjah (2010:331-338) Penelitian pada siswa Diklat Bulutangkis FPOK.

“Dengan sampel sebanyak 40 siswa, dari subjek penelitian sebanyak 72 siswa puteri, terbagi empat kelompok perlakuan, yaitu dua kelompok untuk model pembelajaran dengan pendekatan taktis (kemampuan motorik tinggi dan rendah), dan dua kelompok untuk model pembelajaran dengan pendekatan tradisional (kemampuan motorik tinggi dan rendah). Penelitian menyimpulkan Secara keseluruhan terdapat perbedaan hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis antara siswa pemula puteri yang menggunakan model pendekatan taktis dengan yang menggunakan model pendekatan tradisional. Hasil belajar keterampilan bermain bulutangkis siswa pemula puteri yang menggunakan pendekatan taktis lebih baik daripada yang menggunakan pendekatan tradisional pada siswa pemula puteri”.

3. Malathi Balakrishnan, Shabeshan Rengasamy, Mohd Salleh Aman (ATIKAN,

1 -2- 2011)

“Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Pengajaran pendekatan TGfU untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kinerja permainan taktis pendidikan jasmani. Dengan menerapkan teori belajar konstruktivisme, penelitian ini ingin menyelidiki atau apakah hasil belajar siswa dalam kinerja permainan taktis dapat ditingkatkan dengan pendekatan TGfU. Hasil ini dengan eksperimen pada siswa SMP menunjukkan bahwa kelompok pendekatan TGfU memiliki pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dibandingkan dengan pendekatan tradisional”.

4. Gert Vande Broek, Filip Boen, Manu Claessens, Jos Feys, Tanja Ceux Katholieke Universiteit Leuven 2011.

“Meneliti proses pengambilan keputusan dari tiga kelompok instruksional (yaitu, berpusat pada guru, berpusat siswa pertanyaan dengan taktis dan berpusat mahasiswa tanpa pertanyaan yang taktis) Mata ajaran dalam Voli di kalangan mahasiswa. Semua siswa (N = 122) Kesadaran Taktis Dilakukan dari proses pengambilan keputusan pada tiga fase pengujian (yaitu, Prete, post test dan uji retensi). Hasil Menemukan pentingnya pendekatan yang berpusat pada siswa dengan keterlibatan aktif siswa dalam keterampilan evaluatif untuk MENINGKATKAN proses pengambilan keputusan taktis”.


(23)

“Penelitian ini menggambarkan dan Menganalisa sistem tugas yang ada dalam pendidikan jasmani sekolah menengah dalam guru yang memanfaatkan Tactical Games (TGM) dan Sport Education Models

(SEM). Salah satu guru pendidikan jasmani dengan kelas dua puluh satu

siswa pada kelas delapan yang diamati pengagum dua puluh dua Pelajaran. Pendekatan permainan berpusat TGM bersama dengan tim Aspek Afiliasi dari SEM tampaknya berkontribusi untuk kesenangan dan kegembiraan di dalam pembelajaran. Aplikasi guru dari TGM mirip maksud dari model yang disajikan dalam teks (Mitchell, Oslin & Griffin, 2006) dan Brough Bersama dengan WHO untuk memfasilitasi lingkungan belajar yang efektif”.

6. Tony Pritchard Department of Health and Kinesiology Georgia Southern

University, Statesboro, Georgia.

Penelitian ini adalah untuk menyelidiki bagaimana Sport Education

Model (SEM) dan Traditional Style (TS) Apakah Mempengaruhi

Pengembangan Keterampilan, Pengetahuan, dan kinerja game untuk Voli di tingkat menengah. desain penelitian ini digunakan atas 47 siswa menengah menguji keterampilan Voli, pengetahuan, dan kinerja game. dengan koreksi Bonferroni mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara model untuk keterampilan dan pengetahuan, tapi ada untuk kinerja game. Jika tujuan dari program pendidikan jasmani adalah untuk Promosikan bermain kualitas permainan, SEM mungkin lebih efektif daripada TS”.

7. AnneMarie Egtved Bradley, Master of Arts, 2004

Penelitian ini menguji bagaimana games for understanding (GFU) Kurikulum menciptakan pembelajaran konstruktivisme lingkungan Sosial yang mempengaruhi anak perempuan kelas delapan 'tingkat keterlibatan dalam olahraga program berbasis pendidikan jasmani dan metode Pedagogical diidentifikasi yang dibantu anak laki-laki untuk memfasilitasi keterlibatan perempuan. Temuan ini menyarankan bahwa Aspek Kognitif GFU lingkungan aktif terlibat Kedua anak laki-laki dan perempuan melalui kegiatan tim kecil. Menyediakan siswa dengan pilihan dan meminimalkan persaingan membantu siswa perempuan merasa didukung. Seperti permainan dimodifikasi dan kemampuan kelompok anak laki-laki membantu menghargai perempuan sebagai peserta dalam memfasilitasi keterlibatan mereka”.

8. Malathi Balakrishnan dkk World Academy of Science, Engineering and Technology 77 2011.


(24)

Unang Kristian, 2013

“Meneliti pegaruh Permainan Pengajaran untuk Pemahaman pendekatan pada hasil belajar kognitif siswa. Penelitian Quasi-eksperimen non-setara Prete-post test kelompok kontrol desain dimana 10 tahun siswa sekolah dasar (N = 72) secara acak ditugaskan untuk sebuah eksperimen dan kontrol kelompok. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pendekatan kelompok TGfU dan pendekatan tradisional siswa. Para Temuan dari studi ini menyarankan pentingnya pendekatan TGfU untuk meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar dan Keputusan Taktis dalam permainan Bola Tangan”.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti: Mencari solusi yang tepat mengenai pengaruh pendekatan taktis dan tradisional dalam pembelajaran permainan bulutangkis. Karena dari beberapa penelitian di atas pendekatan taktis menunjukan pengaruh yang positif dari pada pendekatan tradisional baik terhadap hasil belajar keterampilan, pemahaman taktis, motivasi, maupun terhadap kesenangan dalam pembelajaran. Namum setelah di analisis dari beberapa penelitian di atas belum ada penelitian tentang pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar serta kebugaran sisiwa. Sebab peneliti beranggapan yang terpenting salah satu tujuan dalam pembelajaran penjas disekolah adalah untuk meningkatkan kebugaraan siswa, untuk supaya diharapkan siswa dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah tidak mengalami kelelahan yang berarti bahkan sanggup melakukan kegiatan lain, dengan kebugaran siswa akan memiliki daya tahan berpikir tinggi, tidak mudah sakit, tidak mudah cape, bersemangat, sehingga jelas sangat mendukung terhadap tujuan pendidikan.

Berkaitan dengan kebugaran tentunya harus mengacu pada rumusan FITT, latihan kebugaran selain harus memperhatikan frekuensi, intensitas juga waktu latihan. Dalam hal ini peneliti ingin mengungkap pendekatan pembelajaran mana yang bisa memberikan intensitas belajar yang tinggi sehingga bisa berpengaruh


(25)

terhadap kebugaran siswa. Sebab pada pembelajaran penjas untuk mendapatkan kebugaran siswa sangat berhubungan dengan intensitas belajar, intensitas belajar yang rendah kebugaran siswa tidak akan tercapai, namun bila intensitas belajar cukup maka kebugaran siswa akan tercapai. Sehubungan dengan isu tersebut, penulis memandang perlu melakukan suatu rangkaian penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Taktis dan Tradisional Terhadap Intensitas belajar Bulutangkis dan Kebugaran Jasmani Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan, maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh pendekatan taktis terhadap intensitas belajar dan kebugaran jasmani siswa?

2. Apakah terdapat pengaruh pendekatan tradisional terhadap intensitas belajar dan kebugaran jasmani siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap intensitas belajar permaianan bulutangkis?

4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran jasmani siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:


(26)

Unang Kristian, 2013

1. Mengungkap apakah terdapat pengaruh pendekatan taktis terhadap peningkatan intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa. 2. Mengungkap apakah terdapat pengaruh pendekatan tradisional terhadap

peningkatan intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran jasmani siswa. 3. Meneliti mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional

terhadap intensitas belajar permaianan bulutangkis.

4. Meneliti mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap kebugaran siswa.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi peneliti

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang baru, bahwa dengan pembelajaran pendekatan taktis dan tradisional permainan bulutangkis mana yang dapat mengoptimalkan intensitas belajar dikaitkan dengan kebugaran jasmani siswa secara holistik.

b. Bagi siswa

Siswa akan lebih memperkaya pengetahuan tentang permainan bulutangkis dan dapat meningkatkan penampilan bermain permaianan bulutangkis.

c. Bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru pendidikan jasmani untuk lebih memperhatikan pendekatan yang diterapkan, agar intensitas belajar siswa dipergunakan secara efektif dan efesien sehingga dampak dari pembelajaran dapat meningkatkan kebugaran siswa.


(27)

d. Bagi SPS UPI Bandung

Hasil-hasil yang didapatkan dari penelitian ini, juga sangat bermanfaat dalam rangka perbaikan pembelajaran di Jurusan Pendidikan Olahraga khususnya dan Program Sekolah Pascasarjana UPI Bandung umumnya sebagai lembaga bidang pendidikan.

E. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian, maka perlu ada pembatasan masalah seperti yang diungkapkan oleh Nasution (1991:27) yaitu sebagai berikut: “Analisis masalah juga membatasi ruang lingkup masalah. Disamping itu juga masih perlu dinyatakan secara khusus batas-batas masalah agar penelitian lebih terarah. Lagi pula dengan demikian kita peroleh gambaran yang jelas, apabila penelitian itu dianggap selesai dan berakhir”. Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang sebenarnya. Maka penulis membatasi penelitian ini dengan memfokuskan penelitian pada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan taktis dan pendekatan tradisional pada siswa SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

Pada penelitian ini metoda yang digunakan adalah metoda eksperimen, dengan paradigma ganda dua pariabel indevenden dan dua dependen, sedangkan populasi dan sampel penelitian adalah 30 orang siswa laki-laki dan perempuan yang diambil secara acak (rendom) yang dibagi dua kelompok dengan diberi perlakuan yang berbeda.


(28)

Unang Kristian, 2013

F. Pembatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut.

a. Cabang olahraga yang diteliti adalah olahraga permainan bulutangkis

b. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V dan VI SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

c. Fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah halaman dan gor bulutangkis di lingkungan olahraga SD Negeri Karamatmulya II Soreang Kabupaten Bandung.

G. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesimpang siuran dari istilah-istilah dalam judul penelitian ini, maka perlu dijelaskan akan istilah-istilah tersebut, antara lain sebagai berikut: a. Model pembelajaran menurut Trianto (2007:2) adalah suatu perencanaan atau

suatu pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material atau perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film-film, program-program media komputer dan kurikulum.

b. Model pembelajaran pendekatan taktis dijelaskan oleh Griffin, Mitchell dan Oslin (1997) dalam Subarjah (2010:328), bahwa dengan menggunakan pendekatan taktis adalah model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan anak dalam olahraga permainan yang didukung oleh pemahaman terhadap taktik dan penguasaan keterampilan.

Subarjah (2010:328) model pembelajaran pendekatan taktis adalah usaha yang terencana untuk menyempurnakan penampilan permainan yang di


(29)

dalamnya terkandung penggabungan unsur kesadaran taktis dan pelaksanaan beberapa keterampilan.

c. Pendekatan Tradisional, Burrowes (2003) dalam ikpj_biology@yahoo.com menyampaikan bahwa pembelajaran tradisional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran tradisional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis. Menurut Brooks & Brooks (1993), penyelenggaraan pembelajaran tradisional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. d. Intensitas belajar, Suherman (2009:114). didefinisikan sebagai katagori

aktivitas maksudnya adalah definisi mengenai klasifikasi aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas dimana terdapat banyak jenis atau ragam aktivitas seperti guru menjelaskan, siswa belajar keterampilan, lari keliling lapangan, peregangan, guru mengoreksi, pemanasan, siswa bertanya dan mendengarkan

e. Karakteristik permaianan bulutangkis menurut Subarjah (2000:11) adalah: “Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang


(30)

Unang Kristian, 2013

dapat dilakukan dengan satu orang melawan satu orang dua orang melawan dua orang, menggunakan raket sebagai alat pemukul dan kok sebagai subjek pemukul, dengan lapangan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan”. f. Kebugaran jasmani. menurut Tarigan (2009:28) bahwa kebugaran jasmani

adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan penuh kesadaran, yang dilakukan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dapat terhindar dari penyakit kurang gerak (hypokinetik) sehingga dapat menikmati kehidupan dengan baik dan bersahaja.

H. Struktur Organisasi Tesis

Dalam isi Penulisan tesis ini peneliti menuliskan rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab yaitu terdiri dari; Bab I Pendahuluan, yang berisi: A. latar belakang masalah, B. rumusan masalah, C. tujuan penelitian, D. kegunaan penelitian, E. pembatasan penelitian, F. batasan masalah, G. pembatasan istilah, H. anggapan dasar dan hipotesis, I. metode penelitian, J. instrumen pengumpulan data, dan struktur organisasi tesis. Bab II Kajian Pustaka,Kerangka pemikiran, dan hipotesis yang berisi: A. Kajian pustaka 1. Intensitas belajar Bulutangkis dan Kebugaran Siswa. a. Intensitas belajar, b. Intensitas belajar Bulutangkis, c. Kebugaran Jasmani Siswa, B. Pendekatan Pembelajaran, 1.Hakekat Pembelajaran, 2. Pembelajaran Pendekatan Taktis, 3. Pembelajaran Pendekatan Tradisional, C. Penelitian terdahulu D. Kerangka Pemikiran E.Hipotesis Bab III. Metode Penelitian. A. populasi sampel penelitian, B. Metode Penelitian. C. Instrumen Penelitian. D. Pengolahan dan Analisis data. Bab IV Pengolahan data dan Analisis


(31)

data.A. Deskripsi data. B.Pengujian Persyaratan Analisis data. C.Hasil pengujian Hipotesis.D. Pembahasan. Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi. A.Kesimpulan. B. Rekomendasi. Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran


(32)

Unang Kristian, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi merupakan suatu keseluruhan objek penelitian baik yang berupa benda hidup seperti manusia dan benda mati atu berupa gejala maupun peristiwa-peristiwa yang dijadikan sebagai sumber data dengan memiliki berbagai karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa populasi cenderung pada penentuan jumlah sumber data yang memiliki karakteristik tertentu. Menurut Sudjana (1989:6), mengemukakan pengertian populasi sebagai berikut: Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V dan kelas VI di SD Negeri Karamatmulya II Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, sebanyak 80 orang siswa dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sebagian dari populasi, sebagian dari populasi ini dinamakan sampel. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 30 orang siswa yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok dengan setiap kelompok berjumlah 15 orang siswa. Kelompok A mendapatkan perlakuan pemberian pendekatan teknik dan kelompok B mendapatkan perlakuan pemberian pendekatan taktis.

Alasan penulis mengambil mengambil jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan penulis dari segi waktu, ekonomis, dana dan


(33)

mudah. Namun demikian Hadi (1990:73-74), berpendapat sebagai berikut: Sebenarnya tidak ada suatu ketepatan yang mutlak berapa persen suatu sampel yang diambil dari populasi. Ketiadaan ketepatan yang mutlak itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada penyelidik. Suatu hal yang justru perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas populasi, jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan.

Selanjutnya mengenai pengambilan jumlah sampel yang yang penulis ambil, hal ini mengacu pada pendapat yang dikemukanan oleh Fraenkel (1993:92) menegaskan bahwa:

“For experimental and causal-comparatif studies, we recommand a minimum of 30 individual per group, although sometimess experimental studies with only 15 individual in each group can be defended if they very tightly controlled; studies using only 15 subject per group should probably be replicated however, before too much is made of any findings that occur”.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, jumlah sampel untuk penelitian eksperimen dan kausal komparatif minimal 30 orang dalam setiap kelompok, meskipun terkadang 15 orang juga sudah dianggap mencukupi.

Lebih lanjut Syaodih (2011:261) mengemukakan bahwa:

“Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel ( n ) sebanyak 30 individu telah dipandang cukup besar, sedang dalam penelitian Kausal-Komparatif dan eksperimental 15 individu untuk setiap kelompok yang dibandingkan dipandang sudah cukup memadai, sedang untuk kelompok-kelompok sampel berkisar antara 20 sampai 50 individu”.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka jumlah sampel yang penulis tetapkan tidaklah menyimpang dari pendapat ahli tersebut di atas. Ke-30 orang siswa tersebut penulis pilih berdasarkan teknik rendom sampling atau sampel acak.


(34)

Unang Kristian, 2013

Kriteria pemilihan sampel ini dimaksudkan supaya tidak terjadi kemungkinan memihak, dan memberi kemungkinan yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih.

Cara penulis gunakan dalam random sampling ini adalah dengan sistem undian. Untuk menentukan siapa yang menjadi sampel dan siapa yang bukan sampel dalam penelitian ini. Populasi yang mengambil kertas yang bertuliskan sampel berarti menjadi sampel dan sebaliknya populasi yang mengambil kertas bukan sampel orang tersebut bukan sampel.

Untuk pelaksanaan penelitiannya, penulis melakukan penelitian di SDN Karamatmulya 2 kec Soreang Kab. Bandung. Lamanya perlakuan pada penelitian ini adalah 6 minggu, pada bulan September s/d Oktober 2012. Perlakuan dilaksanakan pada kegiatan ekstrakurikuler dengan dua sesi kelompok tradisional pada hari senin, rabu, dan jum,at pada pukul 13.00 s/d 14.00 wib, sedangkan kelompok taktis yaitu hari selasa, kamis dan sabtu pukul 13.00 s/d 14.00 masing-masing kelompok sebanyak 16 kali pertemuan frekuensi perlakuan 3 kali dalam satu minggu. Untuk pengambilan data pariabel Intensitas belajar bulutangkis diambil setelah diberikan setiap perlakuan, tiap sampel diambil datanya dalam bentuk angket dengan instrumen Intensitas belajar gerak (IBG), yang didalamnya menanyakan tentang hasil latihan berupa hasil keringat, denyut nadi, pernapasan, materi, dan waktu aktif siswa, dengan memberi tanda ceklis (X) pada pilihan yang sesuai dengan yang dirasakan sampel/siswa.

Sedangkan data kebugaran diambil 2 kali pertemuan untuk pengambilan tes awal (pre-test) dan tes akhir (pos-ttest), jadi jumlah pertermuan untuk


(35)

perlakuan (treatment) adalah 16 kali pertemuan. Mengenai jumlah perlakuan ini penulis mengacu pada pendapat Yudiana (2010:128) yang mengemukakan bahwa “proses pemberian perlakuan pada pelaksanaan penelitian secara intensif sejumlah 16 pertemuan pembelajaran.” Dengan demikian jumlah pertemuan untuk perlakuan pembelajaran sebanyak 16 kali penulis rasa bisa dilakukan dalam penelitian ini.

Agar lebih terarah dalam memberikan perlakuan selama pelaksanaan penelitian, dalam hal ini penulis membuat rancangan jadwal pelaksanaan penelitian yang dirancang sesuai dengan ketentuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang acuan materinya dibuat program dalam bentuk silabus dan program perbedaan pelaksanaan materi kelompok pendekatan taktis dan tradisional. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) perlakuan atau eksperimen pada sampel secara lebih rinci disajikan pada bagian lampiran. Berikut ini penulis sajikan ringkasan mengenai jadwal pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan pada tabel 3.1:

Tabel 3.1

Jadwal dan Waktu Penelitian

No

Bulan Minggu Pertemuan

ke

September Oktober

2 3 4 5 1 2 3

3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1

1 Tes Awal kebugaran X

2

Perlakuan Taktis & tradisional

X X X X X X X X X X X X X X X

3 Tes Akhir


(36)

Unang Kristian, 2013 B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sugiyono (2011:72) mengemukakan sebagai berikut: Eksperien dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Hal itu yang akan menegaskan bagaimana kedudukan perhubungan kausal antara variabel-variabel yang diselidiki. Tujuan eksperimen bukanlah pada pengumpulan dan deskripsi data, melainkan pada penemuan faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor akibat, oleh karena itu maka di dalam eksperimen orang bertemu dengan dinamik dalam interaksi variabel-variabel.

Dalam suatu penelitian, perlu menetapkan suatu metode yang sesuai serta dapat membantu untuk mengungkapkan suatu permasalahan, keberhasilan dalam suatu penelitian menggunakan metode yang tepat serta sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dengan tujuan yang ingin dicapai, oleh karena itu peneliti harus terampil dalam memilih metode yang tepat dengan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, merumuskan masalah yang diteliti serta menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sangat menentukan terhadap metode penelitian yang digunakan.

Selanjutnya mengenai metode ini Riduwan (2010:50) mengemukakan bahwa ”Metode eksprimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi terkontrol secara ketat.” Metode eksperimen ini bertujuan untuk meneliti suatu masalah sehingga didapat suatu hasil. Pada penelitian dengan menggunakan metode


(37)

eksperimen harus diadakan kegiatan percobaan dengan perlakuan atau treatment untuk mengetahui hasil dari pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Tujuan penelitian yang akan dilakukan ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pendekatan taktis dan tradisional terhadap Intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran siswa.

Untuk membuktikan kebenaran dan menguji hipotesis yang penulis ajukan maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode exsprimen, yaitu mengadakan percobaan-percobaan terhadap variable-variabel yang diselidiki untuk mendapatkan suatu hasil. Menurut Ruseffendi (2005:32) bahwa “Penelitian eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang benar-benar untuk melihat hubungan sebab akibat.”

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka metode eksperimen penulis rasa cocok untuk menjawab permasalahan yang diajukan yaitu keterkaitan antara variabel-variabel yang menjadi objek pengamatan selama penelitian berlangsung, yaitu antara pendekatan taktis dan tradisional sebagai metode pembelajaran yang dilakukan pada siswa kelas V dan VI SDN Karamatmulya 2 Kec. Soreang Kab. Bandung. Kedua kelompok tersebut kemudian menjalani proses perlakuan sebanyak 16 kali sesuai dengan program perlakuan pada materi yang sama namum pelaksanaan perlakuan berbeda sesuai dengan pendekatan pada kelompok taktis dan tradisional yang telah disusun oleh peneliti. Sebelum dan sesudah proses perlakuan diprogramkan, dilakukan pengukuran untuk membandingkan Intensitas belajar permainan bulutangkis dan kebugaran siswa, akibat dari perlakuan pendekatan taktis dan tradisional


(38)

Unang Kristian, 2013 1. Desain Penelitian

Dalam paradigma penelitian ini Sugiyono (2011;45) bila terdapat dua variabel indevenden (X1, X2) dan dua variabel devenden (Y1 dan Y2). Terdapat 4 rumusan masalah hubungan sederhana. Korelasi dan regresi ganda juga dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel secara simultan. Hal ini yang memberikan pengaruh (variabel bebas/independet variable) adalah pemberian dua jenis pendekatan pembelajaran sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh perlakuan yang berbeda-beda. 1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian pendekatan teknik.

2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian pendekatan taktis.

Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable) adalah konsep diri pendekatan taktis yang terdiri dari dua variabel yaitu; 1) waktu aktif belajar, dan 2) kebugaran jasmani.

Sedangkan desain penelitian yang dipilih oleh penulis adalah desain true

eksperimental, James H McMillan (1997:459) dengan desain pretest-posttest

group. Berikut adalah model desain kelompok kontrol/ pretes/ posttes yang dipilih: Desain Penelitian yang dipilih seperti pada gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.1

Randomized Pretest-Posttest Control Group Design

James H McMillan (1997:459)

0 X1 0


(39)

Keterangan:

X1 = Pendekatan taktis X2 = Pendekatan Tradisional 0 = Intensitas belajar 0 = Kebugaran Jasmani

Berdasarkan desain penelitian, maka prosedur pengumpulan data terdiri dari beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

a. Dengan mengurus surat perijinan untuk pelaksanaan penelitian yang dari Progran Pasca Sarjana UPI Bandung.

b. Selanjutnya menghubungi kepala sekolah SD Negeri Karamatmulya 2 yang akan digunakan sebagai tempat penelitian untuk memberitahukan dan memohon kerjasamannya agar pelaksanaan peneltian dapat berjalan dengan lancar.

c. Sebelum pelaksanaan eksperimen, terlebih dahulu memberikan informasi kepada para guru pembantu penelitian yaitu guru pendidikan jasmani disekolah tempat penelitian. Pengarahan dilakukan sebanyak satu kali pertemuan. Isi dari pengarahan tersebut mengenai; (1) Penjelasan pendekatan taktis dan konvnesional (2) prosedur pelaksanaan tes dan perlakuan terhadap Intensitas belajar bulutangkis dan kebugaran siswa.

d. Pembagian kelompok, masing-masing kelompok diberikan latihan 3 kali seminggu selama 6 minggu.

Untuk memberikan gambaran mengenai langkah penelitian yang dilakukan, maka diperlukan langkah penelitian sebagai rencana kerja. Dengan


(40)

Unang Kristian, 2013

adanya gambaran langkah penelitian maka akan mempermudah untuk memulai sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggambarkan langkah penelitian yaitu pada gambar 3.2 sebagai berikut:

Gambar 3.2

Studi Pendahuluan

Perumusan masalah

Studi literatur

Perangcangan Pendekatan Taktis Penyusunan tes

Bermain Bulutangkis

Perancangan Pende- katan Konvensiol

Tes Awal (Pre-test) Kebugaran

Pembelajaran pendekatan taktis

Pembelajaran pende- katan konvensional

Perlakuan (Treatment) Perlakuan

(Treatment)

Tes Akhir (Post- test) kebugaran

Pengolahan & Analisis Data Kesimpulan


(41)

Alur Penelitian

2. Definisi Operasional

Demi kelancaran dan terkendalinya pelaksanaan penelitian, maka penulis perlu membatasi penelitian ini agar lebih terarah dan tidak terjadi salah penafsiran, dan selanjutnya menetapkan variabel-variabel yang akan diteliti. Karena bila hal ini tidak dilakukan, dikhawatirkan akan menyebabkan kekeliruan dan dapat mengaburkan atau menjadi bias definisi yang sesungguhnya.

Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Menurut Sugiyono (2011:61) bahwa, “Variabel bebas adalah merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).” Sedangkan mengenai variabel terikat Sugiyono (2011:61) menyatakan bahwa, “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.”

Dapat diambil kesimpulan bahwa variabel bebas adalah variabel yang bisa menyebabkan perubahan (mempengaruhi) terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat itu sendiri adalah variabel yang menjadi akibat (dipengaruhi), disebabkan oleh variabel bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pendekatan taktis dan tradisional sedangkan variabel terikatnya adalah Intensitas belajar bulutangkis dan Kebugaran siswa.

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pendekatan taktis dan tradisional. Pendekatan taktis menurut Griffin, Mitchell dan Oslin (1997), dalam Subarjah


(42)

Unang Kristian, 2013

(2010:328) adalah model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan anak dalam olahraga permainan yang didukung oleh pemahaman terhadap taktik dan penguasaan keterampilan.

Tujuan pembelajaran dengan menggunakan taktis bagi siswa, menurut

Subroto (2001:9) adalah :

1. Meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman terhadap keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan ketermpilan.

1. Memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran.

2. Belajar memecahkan masalah-masalah dan membuat keputusan selama bermain.

Sedangkan Pendekatan Pembelajaran tradisional cenderung pembelajaran yang menekankan pada penguasaan teknik, yang bentuk latihannya dilakukan secara drill, serta terpisah dengan bentuk latihan tahap pola bermain. Burrowes

(2003) mengemukakan pendekatan pembelajaran tradisional menekankan pada

resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata.

Umumnya, unit pengajaran dalam pendidikan jasmani guru sudah terbiasa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tradisional dimana guru memberikan pengajaran permainan terlebih dahulu siswa untuk menguasai teknik yang ada dalam permainan tersebut setalah itu baru siswa melakukan bermain, Dalam PLPG Penjas Rayon 110, (2012:436) mengatakan pendekatan tradisional


(43)

(teknis) perkembangan pemaian dari permainan dapat dianggap terdiri dari empat tahapa yaitu: Tahap satu berkepentingan meningkatkan keterampilan tunggal dan kemampuan mengontrol suatu benda, tahap dua menggunakan keterampilan dengan menggabungnya dengan keterampilan lain. dan menghubungkan gerak pribadi dengan gerakan orang lain dengan cara bekerja sama, tahap tiga strategi penyerangan dan pertahanan dasar, dan tahap empat permainan dimodifikasi dengan perubahan pada peraturan, luas lapangan, jumlah pemain-dengan posisi yang dikhususkan dan permainan sebenarnya.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Intensitas belajar dan Kebugaran siswa. Intensitas belajar dan kebugaran siswa yang diperoleh seorang siswa ditentukan oleh dirinya sendiri, suatu Intensitas belajar dan kebugaran siswa bisa diraih dengan baik apabila siswa melakukan pembelajara dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keinginan dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Pengertian intensitas belajar sendiri adalah pemusatan perhatian dan kesadaran terhadap aktivitas belajar, dalam hal ini belajar gerak dalam kontek pendidikan jasmani. Lebih tegas diartikan Intensitas belajar berarti jumlah waktu konsentrasi dalam mengikuti proses belajar mengajar. Schmidt (1999) yang dikutif Abduljabar (2010:124). Sedangkan Suherman (2009;114) mengemukakan bahwa aktivitas dalam proses belajar mengajar penjas terdapat empat katagori aktivitas yaitu :

a. Manajemen (M) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk yang bersifat manajerial (misal: penggantian bentuk latihan,menyimpan


(44)

Unang Kristian, 2013

dan mengambil bola, mendengarkan aturan-aturan dalam mengikuti pelajaran, mendengarkan peringatan / teguran, ganti pakaian, mengecek kehadiran) b. Aktivitas belajar (A) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa

untuk melakukan aktivitas belajar secara aktif (misal: memukul bola, melempar bola, melangkah, lari)

c. Instructur (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (melihat, demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan)

d. Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ketiga kategori di atas (misal: tunggu giliran, off-task

behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan

yang ditugaskan, mengunggu guru untuk memberikan instruktur).

Sedangkan Kebugaran Jasmani menurut Tarigan (2009:28) adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan semangat dan penuh kesadaran, yang dilakukan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, serta dapat terhindar dari penyakit kurang gerak (hypokinetik) sehingga dapat menikmati kehidupan dengan baik dan bersahaja. Lebih lanjut Tarigan (2009;31) mengemukakan:

“kebugaran seorang siswa dapat dipertahankan dan ditingkatkan melalui pendidikan jasmani secara teratur, dan melakukan aktivitas lainnya yang mempunyai fungsi sama dengan olahraga dengan menerapkan rumus FITT (frekwensi, intensity, time dan type). Mengacu pada rumusan berarti : F = Frekuensi latihan 3-5 kali/minggu; I = Intensitas ringan dan sedang dengan denyut nadi latihan : 50% - 70% x (220-Usia); T = Time = waktu lamanya aktivitas olahraga yaitu 30 – 60 menit; Type = Tipe yaitu jenis latihan yang dilakukan bersifat aerobik‟.


(45)

Mengenai waktu latihan kebugaran tambahnya lagi menurut Lutan (2001:36) menyatakan:

“waktu adalah lamanya suatu kegiatan dilaksanakan, seberapa lama latihan berlangsung, bergantung pada komponen kebugaran yang dilatih, seperti untuk melatih fleksibilitas dengan streching, dibutuhkan latihan antara 10 -30 detik bagi setiap jenis gerakan, kalau 10 kali ulangan, maka total waktu untuk 6 gerakan masing-masing 10 detik, adalah 10 x 6 x 10 detik = 600 detik atau 10 menit. Dan untuk latihan aerobik dibutuhkan latihan selama 20 menit dengan catatan, intensitas belajarnya mencapai zona latihan”.

Intensitas belajar dan kebugaran siswa dimaksud dalam kontek penelitian ini yaitu berupa hasil belajar pendidikan jasmani cabang olahraga permainan bulutangkis. Pengertian Karakteristik permaianan bulutangkis menurut Subarjah (2000:11) adalah: “Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat dilakukan dengan satu orang melawan satu orang dua orang melawan dua orang, menggunakan raket sebagai alat pemukul dan kok sebagai subjek pemukul, dengan lapangan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan”.

C. Instrumen Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian tentunya diperlukan sebuah alat atau metode untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Alat dalam sebuah penelitian juga dapat dikatakan dengan instrumen penelitian. Mengenai instrumen ini, Arikunto (1997:138) menerangkan sebagai berikut: Berbicara tentang jenis-jenis metode dan instrumen pengumpulan data sebenarnya tidak ubahnya dengan berbicara masalah evaluasi. Mengevaluasi tidak lain adalah


(46)

Unang Kristian, 2013

memperoleh data tentang status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan, karena mengevaluasi juga adalah mengadakan pengukuran.

Oleh karena itu alat atau instrumen dalam sebuah penelitian mutlak harus ada sebagai bahan untuk pemecahan masalah penelitian yang hendak diteliti. Secara garis besar mengenai alat evaluasi ini Arikunto (1997:138) menggolongkannya atas dua macam yaitu tes dan non tes.

“Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Non tes adalah dengan mengamati sampel yang diteliti sesuai dengan kebutuhan penelitian sehingga diperoleh data yang diinginkan”.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dalam proses pembelajaran pendekatan taktis dan tradisional untuk mengukur Jumlah waktu aktif belajar dan tingkat kebugaran siswa.

1. Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) Proses pembelajaran Bulutangkis

a. Definisi Konseptual

Intensitas belajar adalah aktivitas siswa yang dihabiskan dalam proses belajar mengajar penjas, Intensitas belajar siswa disini adalah sejauhmana siswa melakukan belajar gerak dalam pelajaran penjas. Suherman (2009:115) tentang aktivitas belajar dikemukakan empat katagori aktivitas dalam proses mengajar penjas yaitu (1) manajemen (M) adalah waktu yang dihabiskan siswa untuk yang bersifat manajerial (misal: penggantian, bentuk latihan, menyimpan dan mengambil bola, mendengarkan aturan-aturan dalam mengikuti pelajaran, mendengarkan peringatan, ganti pakaian, mengecek kehadiran). (2) Aktivitas


(47)

belajar (A) adalah waktu yang dihabiskan sebagaian besar siswa untuk melakukan aktivitas belajar secara aktif (misal: menangkap bola, melempar bola, dribbling, lari). (3) Instruction (I) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa untuk mendengarkan informasi bagaimana melakukan keterampilan (misal: melihat demonstrasi, mendengarkan instruksi keterampilan). (4) Waiting (W) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebagian besar siswa tetapi tidak termasuk dalam ke tiga katagori di atas (misal: tunggu giliran, off-task behavior, sebagian besar siswa diam atau ngobrol tidak melakukan kegiatan yang ditugaskan, menunggu guru untuk memberikan instruksi). Agar belajar gerak siswa dalam PBM ini mudah diamati peneliti menggunakan instrumen Intensitas belajar Gerak (IBG).

b. Definisi Operasional

Analisis Jumlah waktu aktif belajar Intensitas belajar dapat diukur dengan Instrumen Intensitas Belajar Gerak (IBG) yang telah diadopsi dari suherman (2001:109). Instrumen IBG ini yaitu bentuk anket yang setiap proses pembelajarannya baik dengan pendekatan taktis maupun tradisional pada meteri permainan bulutangkis dari setiap akhir pertemuan dilakukan dengan memberikan sejenis angket pada setiap siswa (sampel) untuk mempertanyakan tentang Intensitas Belajar Gerak (IBG), yang didalamnya terdapat lima katagori yaitu menanyakan tentang ; keringat, denyut nadi, pernapasan, materi, dan jumlah waktu aktif siswa.


(48)

Unang Kristian, 2013 c. Kisi-kisi Instrumen

Alat ukur atau instrumen harus mempunyai kisi-kisi untuk acuan atau petunjuk dalam mengukur kemampuan siswa yang akan diikuti oleh penyusunan alat tes. Menurut Nurhasan (1992:72) Kandungan kisi-kisi mempunyai rincian isi sebagai berikut :

1) Pokok bahasan atau sub pokok bahasan materi ajar yang akan di tesken 2) Aspek-aspek yang akan diukur

3) Jumlah butir soal yang akan digunakan 4) bentuk soal yang akan digunakan

5) jumlah butir soal tiap aspek yang akan diteskan 6) taraf kesulitan soal

Bentuk kisi-kisi atas dasar rincian isi kisi-kisi tersebut di atas, peneliti buat bentuk kisi-kisi yang sederhana yaitu dengan alat ukur bentuk angket pada Intensitas Belajar Gerak (IBG) pada materi permainan bulutangkis, aspek yang diukur adalah jumlah waktu aktif belajar, jumlah waktu yang akan diukur sesuai alokasi waktu yang tersedia setiap satu pertemuan untuk SD yaitu 35 x 2 menit. alat ukur dengan menggunakan bentuk format mengadopsi dari instrumen Suherman (2001:109). yaitu format Intensitas Belajar Gerak (IBG) yang datanya diambil dari setiap proses pembelajaran.

Kisi-kisi instrumen dibuat dalam bentuk angket pada format terhadap materi yang sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh peneliti baik pada pendekatan taktis maupun pendekatan tradisional yang diberikan terhadap setiap


(49)

sampel. Adapun bentuk format instrumen dapat dilihat pada tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2

Instrumen IBG Proses pembelajaran Bulutangkis

Model : Taktis / Tradisional

Nama ... Tgl ... Materi pembelajaran bulutangkis : ...

Petunjuk : Berilah tanda silang (X) pada pilihan yang dianggap cocok

No Jenis IBG Hasil PBM Pilihan

1 Keringat - Tidak berkeringat

- sedikit - cukup

- Banyak keringat

2 Denyut Nadi - Seperti biasa

- Agak cepat - Cepat - Sangat cepat

3 Pernapasan - Normal

- Kedengaran sedikit - Kedengaran keras - Sangat keras

4 Bagi saya materi belajar tadi? - Terlalu mudah - Cukup

- Sulit - terlalu sulit

5. Level Latihan Tadi Termasuk :

- Ringan dengan jumlah waktu - Kurang dari 8 menit - Antara 9 – 15 menit - Lebih dari 15 menit - Sedang dengan jumlah waktu - Kurang dari 8 menit

- Antara 9 – 15 menit - Lebih dari 15 menit


(1)

B. Rekomendasi

Dengan berpedoman pada data-data yang diperoleh serta dalam rangka membantu peningkatan dan mengatasi hambatan-hambatan proses pembelajaran permainan bulutangkis di SD Negeri Karamatmulya 2 Soreang Kab. Bandung. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis ingin mengemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, agar lebih menekankan mengenai hal-hal yang dapat mendukung terhadap pendekatan mengajar yang tepat kepada siswa yang salah satunya dengan menggunakan pendekatan taktis dan tradisional supaya proses pembelajaran dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal. Terutama sekolah yang mempunyai fasilitas lengkap untuk mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, dan bagi sekolah yang tidak atau kurang fasilitas pembelajaran untuk penjasorkes supaya memperhatikan fasilitas tersebut guna tercapainya tujuan pembelajaran ke arah yang lebih baik lagi. Dengan adanya fasilitas, guru dituntut untuk memakai fasilitas tersebut secara optimal sesuai dengan tuntutan yang diberikan.

2. Bagi para guru pendidikan jasmani, agar lebih memperhatikan mengenai pendekatan / metoda pembelajaran yang digunakan pada saat proses belajar mengajar, hal ini dikarenakan pembelajaran penjas menuntut banyak praktik di lapangan maka penentuan pendekatan pembelajaran harus sangat diperhatikan supaya pencapaian tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu pendekatan pembelajaran untuk supaya Intensitas Belajar Gerak (IBG) siswa


(2)

Unang Kristian, 2013

adalah dengan pendekatan taktis dan tradisional, terutama pendekatan taktis yang IBG nya dianggap lebih baik dari tradisional pada penelitian ini, mungkin masih jarang dilakukan pada proses pembelajaran penjas di Sekolah karena kemungkinan guru belum memahami pada pendekatan tersebut dan bahkan mungkin guru penjas bukan dari latar belakang penjasorkes, maka dari itu seorang guru penjas diharapkan untuk menggali terus tentang kepenjasannya terutama mendalami mengenai pendekatan pembalajan penjas untuk mencapai tujuan pembelajaran dan tidak dianggap mengajar penjas itu mudah sehingga siapa saja bisa melakukannya. Dan bagi para guru yang telah menggunakan metode ini agar tetap mempertahankan dan mensosialisasikannya untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran ke arah yang lebih baik lagi.

3. Bagi siswa (khususnya siswa sekolah dasar), agar lebih bersemangat lagi dalam mengikuti pembelajaran penjas. Hal ini dikarenakan dengan melakukan pembelajaran penjas siswa akan lebih banyak waktu untuk bergerak, sehingga pengalaman bergerak siswa akan lebih bertambah dengan demikian kebugaran siswa akan tetap bertahan dan bahkan akan meningkat serta akan bebas dan terhindar dari penyakit kurang gerak (hipokinetik) 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar lebih mengembangkan penelitian

dengan cakupan yang lebih luas lagi. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bisa dijadikan bahan rekomendasi untuk melaksanakan penelitian-penelitian lanjutan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abduljabar Bambang, (2010), Landasan Ilmiah Pendidikan Intelektual dalam Pendidikan Jasmani : Rizqi Press.

---. (2011), Pedagogi Olahraga; Konsep dan Pendekatan Pengajaran, FPOK UPI.

Bahan Ajar Pendidikan Jasmani, (2012). Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon 110. Universitas Pendidikan Indonesia

Crespo, Miguel (2007). Review of modern teaching methods for tennis. International Journal of Sport Science VOLUMEN III. Department University School of Physical Education. Poznan, Poland

Dekdikbud (2006) KTSP Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud.

Frengkel (1990). How To Design and Evaluate Research in Education.

Giriwijoyo Santosa H.Y.S. (2007). Sport Medicine. Untuk kesehatan dan olahraga prestasi. FPOK UPI Bandung.

Harsono.(1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Pendidikan Olahraga SPS UPI.

Hudaya Danu. (2001). Pendekatan Keterampilan Taktis Dalam Pembelajaran Bolabasket. Departeman Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Juliantara Ketut , (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. Bali. ikpj_biology@yahoo.com

Lutan Rusli, (2001). Pendidikan Kebugaran Jasmani. Oreientasi Pembinaan Di Sepanjang Hayat. FPOK UPI

McMillan H James, (1997). Research in Education. A conseptual introduction. Longman. New york dan London

Metzler, M.W. (2000). Instructional Models For Physical Education. Massachusetts: Allyn & Bacon A Pearson Education Company


(4)

Unang Kristian, 2013

PedomanPenulisanKaryaIlmiah, (2011). UniversitasPendidikan Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah

Riduwan. (2010).Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E. T. (2005). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Pertama. Bandung : IKIP Bandung Press.

Santosa, Singgih. (2009). PanduanLengkapMenguasaiStatistikdengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Siedentop, D. (1991). Developing Teacher Skills in Physical Education. Mountain View, California: Mayfield Publishing Company.

Subarjah Herman (2000). Pembelajaran Permainan Bulutangkis. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI Bandung.

Subroto Toto. Mahendra Agus (2001). Pendekatan pembelajaran Permainan. FPOK . UPI Bandung.

Sucipto (2009). Pendekatan Taksis Sebagai Salah Satu Pendekatan Dalam Pembelajaran Pencak Silat Di Sekolah Menengah Atas. Fpok-Upi

Sudjana. Nana dan Ibrahim (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono (2011), Metode Penelitian Kuantiatif, Kualitatif dan R & D Alfabeta Bandung.

Suharsimi Arikunto. (1992). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.

Suherman Adang. (2009). Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Pendidikan Olahraga. SPS UPI Bandung

---. (2001). Asesmen Belajar dalam Pendidikan Jasmani. Deparemen Pendidikan Nasional. Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.


(5)

Sukintaka. (1992). Teori Bermain, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

Tarigan Beltasar (2009). Optimalisasi Pendidikan Jasmani dan Olahraga Berlandaskan Ilmu Faal Olahraga. FPOK – UPI Bandung.

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) http://www.google.com/search ?ie=UTF-8&oe=UTF 8&sourceid=navclient

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan no 20 Pasal 25. Depdikbud

Widodo. et.al. (2004). Pengembangan Gerak Dasar Peserta Didik Kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar (Usia 6 – 8 Tahun). Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Jakarta. Depdiknas

JURNAL-JURNAL:

AnneMarie Egtved Bradley, ( 2004). Games for understanding: a Constructivist curriculum that promotes Gender empowerment

Anne Clennett & Ross Brooker. Teaching Health & Physical Education in contemporary Australian school education: Rethinking teachers curriculum and pedagogical work

Ben Dyson, Linda L. Griffin, and Peter Hastie., (2004) Sport Education, Tactical Games, and Cooperative Learning: Theoretical and Pedagogical

Considerations National Association for Kinesiology and Physical

Education in Higher Education

Chouinard, Andrew D., M.A., (2007) A teacher’s interpretation and application of two Contemporary models of sport and games education: an Ecological perspective

Jos Feys, Tanja Ceux, (2011) Comparison of Three Instructional Approaches to Enhance Tactical Knowledge in Volleyball among University Students.

Journal of Teaching in Physical Education.

Malathi Balakrishnan. et al. (2011). Effect of Teaching Games for Understanding Approach on Students’ Cognitive Learning Outcome. World Academy of Science, Engineering and Technology

Subarjah Herman. (2010). Hasil Belajar Keterampilan Bermain Bulutangkis Studi Eksperimen Pada Siswa Diklat Bulutangkis Fpok-Upi


(6)

Unang Kristian, 2013

Yunyun yudiana. (2009). The Implementation Model Tactical Approach In Study Of Game Of Volleyball Junior High School. FPOK UPI BANDUNG


Dokumen yang terkait

DISKRIPSI KEBUGARAN JASMANI SISWA KELAS V, KELAS VI, PUTRA DAN PUTRI SD NEGERI 2 GOTONG ROYONG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011 / 2012

0 10 42

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KERUKUNAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV, V, DAN VI SD PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KERUKUNAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV, V, DAN VI SD NEGERI 3 BENTANGAN KECAMATAN WONOSARI KABUPATE

0 0 15

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEBUGARAN JASMANI SISWA KELAS X SMAN 1 SOREANG.

0 5 20

Pengaruh Perbandingan Pendekatan Taktis dan Pendekatan Teknis Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Dasar Lob Bertahan Pada Permainan Bulutangkis di SMA Negeri 1 Baleendah.

0 3 18

PENGARUH PENDEKATAN TAKTIS DAN TRADISIONAL TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SEPAKBOLA :Eksperimen Pada siswa kelas X SMK Negeri 2 Tasikmalaya yang aktif mengikuti kegiatan ektrakulikuler sepakbola.

13 50 69

PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KEBUGARAN JASMANI DAN JAM WAKTU AKTIF BELAJAR SISWA MENGIKUTI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI: Studi Eksperimen Terhadap Siswa SMPN 2 GARUT Kabupaten Garut.

0 7 28

PENGARUH OLAHRAGA TRADISIONAL TERHADAP KEBUGARAN JASMANI SISWA SEKOLAH DASAR.

0 3 41

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN SENAM KEBUGARAN JASMANI (SKJ) 2012 DAN SENAM JANTUNG SEHAT (SJS) SERI V TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN JASMANI SISWI KELAS V SD NEGERI MANCASAN 01 SUKOHARJO TAHUN 2014.

0 0 15

PENINGKATAN PEMBELAJARAN AKTIVITAS KEBUGARAN JASMANI MELALUI PENDEKATAN BERMAIN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DUKUH 2 TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 0 17

TINGKAT KESEGARAN JASMANI SISWA KELAS IV, V DAN VI SD NEGERI DELEGAN 2 KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA.

0 0 91