Analisis unjuk kerja mekanisme transisi IPV4 ke IPV6.

(1)

ABSTRAK

Kebutuhan alamat IPv4 sudah semakin besar dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi. Dari tahun ketahun alamat IPv4 yang tersedia semakin menipis. IPv6 hadir dengan format baru yang dirancang untuk menangani masalah keterbatasan jumlah alamat IPv4. Dengan header yang lebih sederhana dan memiliki sistem yang lebih secure dengan IPsec nya IPv6 telah siap menggantikan format IP sebelumnya. Penerapan IPv6 tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat karena jaringan IPv4 masih mendominasi dan idenya adalah penerapan IPv6 tanpa merusak infrastruktur IPv4 yang sudah ada.

Mekanisme transisi digunakan untuk menghubungkan site IPv6 yang terpisah oleh jaringan IPv4 sehingga bisa terkoneksi dengan site IPv6 yang lain. Teknik dalam mekanisme transisi terdiri dari Tunneling, Dualstack dan Transition.

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik Manual Tunneling Automatic (6to4) dan Dualstack dengan pembanding native IPv4 dan IPv6. Pengujian menggunakan simulator Opnet 14.5 dengan parameter traffic load (beban jaringan), end-to-end delay, processing delay dan CPU utility.

Hasil pengujian menunjukkan beban jaringan pada mekanisme transisi lebih besar dibandingkan dengan jaringan yang lain karena proses enkapsulasi dan fragmentasi terjadi pada mekanisme transisi agar paket IPv6 dapat kompatible dengan jaringan IPv4. Hal ini berpengaruh pada Delay dan CPU Utility mekanisme transisi yang menunjukkan angka yang lebih besar.

Kata Kunci : IPv6, Meckanisme Transisi IPv6, Tunneling, 6to4, simulator, OPNET, throughput, delay, tunnel delay, processing delay


(2)

ABSTRACT

The need IPv4 addresses is getting bigger with the rapid advancement of information technology development. From year to year available IPv4 addresses dwindling. IPv6 comes with a new format that is designed to handle the limited number of IPv4 addresses. With a header that is simpler and has a more secure system with its IPsec IPv6 has been ready to replace the previous IP format. Implementation of IPv6 can not be done in a short time because they dominate the IPv4 network and the idea is the implementation of IPv6 without damaging the existing IPv4 infrastructure.

Transition mechanisms used to connect IPv6 site separated by an IPv4 network so that it can connect to the IPv6 site to another. Techniques in transition mechanisms consist of Tunneling, Dualstack and Transition.

In this study the authors used Manual Tunneling, Automatic Tunneling (6to4) and Dualstack technique with comparator native IPv4 and IPv6. Tests using OPNET 14.5 simulator with traffic load parameters (network load), end-to-end delay, delay processing and CPU utility.

The test results show the network load on the mechanisms of transition is greater than the other networks because the encapsulation process and fragmentation occurs on transition mechanisms that IPv6 packets can be compatible with IPv4 network. This affects the Delay and Utility CPU transition mechanism that show larger numbers.

Keywords : IPv6, Transition Mechanism, Tunneling, 6to4, simulator, OPNET, throughput, delay, tunnel delay, processing delay


(3)

(4)

i

ANALISIS UNJUK KERJA MEKANISME TRANSISI IPV4 KE IPV6

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika

Oleh :

Guidentius Tria Mahardhika 125314089

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii

PERFORMANCE COMPARISON OF TRANSITION MECHANISM FROM IPV4 TO IPV6

A THESIS

Presented as Partial Fullfillment of Requirements to Obtain Sarjana Komputer Degree in Informatics Engineering Study Program

By :

Guidentius Tria Mahrardhika 125314089

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2016


(6)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

SKRIPSI

ANALISIS UNJUK KERJA MEKANISME TRANSISI IPV4 KE IPV6

Dipersiapkan oleh :

GUIDENTIUS TRIA MAHARDHIKA NIM :125314089

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing,


(7)

iv

SKRIPSI

ANALISIS UNJUK KERJA MEKANISME TRANSISI IPV4 KE IPV6

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Guidentius Tria Mahardhika

NIM : 125314089

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal ……….

dan dinyatakan memenuhi syarat.

Susunan Panitia Penguji

Nama lengkap Tanda Tangan

Ketua : Bambang Soelistijanto, S.T., M.Kom. ………. Sekretaris : Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. ………. Anggota : Henricus Agung Hernawan, S.T., M.Kom. ……….

Yogyakarta, ……….

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(8)

v

MOTTO


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, terkecuali yang sudah tertulis di dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, ……….

Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Guidentius Tria Mahardhika

NIM : 125314089

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpusatakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS UNJUK KERJA MEKANISME TRANSISI IPV4 KE IPV6

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan kedalam

bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberi royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yang menyatakan,


(11)

viii

ABSTRAK

Kebutuhan alamat IPv4 sudah semakin besar dengan semakin majunya perkembangan teknologi informasi. Dari tahun ketahun alamat IPv4 yang tersedia semakin menipis. IPv6 hadir dengan format baru yang dirancang untuk menangani masalah keterbatasan jumlah alamat IPv4. Dengan header yang lebih sederhana dan memiliki sistem yang lebih secure dengan IPsec nya IPv6 telah siap menggantikan format IP sebelumnya. Penerapan IPv6 tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat karena jaringan IPv4 masih mendominasi dan idenya adalah penerapan IPv6 tanpa merusak infrastruktur IPv4 yang sudah ada.

Mekanisme transisi digunakan untuk menghubungkan site IPv6 yang terpisah oleh jaringan IPv4 sehingga bisa terkoneksi dengan site IPv6 yang lain. Teknik dalam mekanisme transisi terdiri dari Tunneling, Dualstack dan Transition.

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik Manual Tunneling Automatic (6to4) dan Dualstack dengan pembanding native IPv4 dan IPv6. Pengujian menggunakan simulator Opnet 14.5 dengan parameter traffic load (beban jaringan), end-to-end delay, processing delay dan CPU utility.

Hasil pengujian menunjukkan beban jaringan pada mekanisme transisi lebih besar dibandingkan dengan jaringan yang lain karena proses enkapsulasi dan fragmentasi terjadi pada mekanisme transisi agar paket IPv6 dapat kompatible dengan jaringan IPv4. Hal ini berpengaruh pada Delay dan CPU Utility mekanisme transisi yang menunjukkan angka yang lebih besar.

Kata Kunci : IPv6, Meckanisme Transisi IPv6, Tunneling, 6to4, simulator, OPNET, throughput, delay, tunnel delay, processing delay


(12)

ix

ABSTRACT

The need IPv4 addresses is getting bigger with the rapid advancement of information technology development. From year to year available IPv4 addresses dwindling. IPv6 comes with a new format that is designed to handle the limited number of IPv4 addresses. With a header that is simpler and has a more secure system with its IPsec IPv6 has been ready to replace the previous IP format. Implementation of IPv6 can not be done in a short time because they dominate the IPv4 network and the idea is the implementation of IPv6 without damaging the existing IPv4 infrastructure.

Transition mechanisms used to connect IPv6 site separated by an IPv4 network so that it can connect to the IPv6 site to another. Techniques in transition mechanisms consist of Tunneling, Dualstack and Transition.

In this study the authors used Manual Tunneling, Automatic Tunneling (6to4) and Dualstack technique with comparator native IPv4 and IPv6. Tests using OPNET 14.5 simulator with traffic load parameters (network load), end-to-end delay, delay processing and CPU utility.

The test results show the network load on the mechanisms of transition is greater than the other networks because the encapsulation process and fragmentation occurs on transition mechanisms that IPv6 packets can be compatible with IPv4 network. This affects the Delay and Utility CPU transition mechanism that show larger numbers.

Keywords : IPv6, Transition Mechanism, Tunneling, 6to4, simulator, OPNET, throughput, delay, tunnel delay, processing delay


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis Unjuk Kerja Mekanisme Tranisis IPv4 ke IPv6“. Tugas akhir ini merupakan salah satu mata kuliah wajib dan sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana komputer Program Studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penelitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini, banyak pihak yang telah membantu penulis, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih antara lain kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan pertolongan dan kekuatan dalam proses pembuatan tugas akhir.

2. Keluarga dirumah bapak, ibuk yang selalu memberikan kehangatan disaat pulang.

3. Bapak Agung Hernawan, M.Kom. selaku dosen pembimbing tugas akhir,

atas kesabarannya dan nasehat dalam membimbing penulis, meluangkan waktunya, memberi dukungan, motivasi, serta saran yang sangat membantu penulis.

4. Bapak Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen disemester akhir yang sangat menginspirasi.

5. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

6. Dr. Anastasia Rita Widiarti, M.Kom. selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.

7. Teman – teman Teknik Informatika semua angkatan dan khususnya TI angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan bantuan hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Teman seperjuangan Dindapace, Boby, Dikacilik untuk segala keluh kesahnya.

8. Paulina Septia Dewi yang selalu mendukung dan menemani. Jangan batasi diri terusalah bermimpi….


(14)

xi

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan yang akan datang.

Yogyakarta ………


(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.4. Batasan Masalah ... 2

1.5. Metodologi Penelitian ... 3

1.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1. Internet Protocol Version 4 (IPV4) ... 5

2.1.1. Header IPv4 ... 5

2.1.2. Pertumbuhan koneksi internet Dunia ... 7

2.2. Internet Protocol Version 6 (IPV6) ... 8

2.2.1. Format Header baru ... 9

2.2.2. Tipe Alamat IPv6 ... 12

2.2.3. Alokasi Prefix IPv6 ... 13

2.3. Perbedaan Header IPv4 dan IPv6 ... 14

2.4. Mekanisme Transisi ... 15

2.4.1. Tunneling ... 16

2.4.2. Manual Tunneling ... 17

2.4.3. Tunneling Otomatis 6to4 ... 18

2.4.4. DualStack ... 20

2.5. Enkapsulasi ... 20


(16)

xiii

2.7. Simulator Omnet ... 23

BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN ... 24

3.1. Parameter Simulasi ... 24

3.2. Sekenario Simulasi ... 24

3.3. Spesifikasi Hardware dan Software PC untuk Simulator ... 25

3.4. Rancangan Topologi Jaringan ... 25

3.4.1. Jaringan IPv4 ... 25

3.4.2. Jaringan IPv6 ... 26

3.4.3. Jaringan Manual Tunneling ... 26

3.4.4. Jaringan Automatic Tunneling ... 27

3.4.5. Jaringan DualStack... 27

3.5. Parameter Kinerja ... 27

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS ... 29

4.1. Hasil Simulasi ... 29

4.1.1. Beban Jaringan ... 29

4.1.2. End to End Delay ... 34

4.1.3. End-to-End Tunnel Delay ... 35

4.1.4. Processing Delay ... 35

4.1.5. CPU Utility ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1 : Header IPv4 ... 5

Gambar 2.1.2 Grafik pengguna internet ... 7

Gambar 2.2.1 Format Header IPv6 ... 10

Gambar 2.2.2 Format dasar alamat IPv6 ... 13

Gambar 2.2.3 Contoh alamat IPv6 ... 13

Gambar 2.2.4 Daftar prefix yang telah terdaftar... 14

Gambar 2.4.1 Tunneling IPv6 ke IPv4 ... 16

Gambar 2.4.2 Implementasi Manual Tunneling ... 18

Gambar 2.4.3 alamat 6to4 ... 19

Gambar 2.4.4 Proses komunikasi antar 6to4 Host... 20

Gambar 2.5.1 Enkapsulasi IPv6 pada IPv4 ... 21

Gambar 3.4.1 Topologi Jaringan IPv4 ... 25

Gambar 3.4.2 Topologi Jaringan IPv6 ... 26

Gambar 3.4.3 Topologi Jaringan Manual Tunneling ... 26

Gambar 3.4.4 Topologi Jaringan Automatic Tunneling ... 27

Gambar 3.4.5 Topologi Jaringan DualStack ... 27

Gambar 4.1.1.1 Grafik Throughput (bit/second) untuk 1 client ... 30

Gambar 4.1.1.2 Grafik Throughput (bit/second) untuk 2 client ... 31

Gambar 4.1.1.3 Grafik Throughput (paket/second) untuk 1 client ... 32

Gambar 4.1.1.4 Grafik Throughput (paket/second) untuk 2 client ... 33

Gambar 4.1.2.1 Grafik End to End Delay ... 34

Gambar 4.1.5.1 Grafik CPU Utility (%) satu Client ... 38


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

IPv4 adalah protocol internet yang paling dominan digunakan di internet saat ini. Dengan 32-bit address length-nya, IPv4 dapat menampung 4 miliar alamat. Namun dengan berkembangnya dunia teknologi, alokasi untuk IPv4 semakin besar dengan digunakannya perangkat teknologi berbasis IP (Internet Protocol) seperti website, smartphone, tablet pc, perangkat rumahan seperti CCTV sampai mainan robot dengan pengendali jarak jauh. Internet Engineering Task Force (IETF), organisasi yang mempelajari masalah teknik yang terjadi di jaringan internet sudah memberi peringatan tentang kekurangan alamat IPv4 pada tahun 1992. Beberapa solusi sementara untuk mengatasi masalah ini diantaranya dengan melakukan NAT (Network Address Translation), DHCP (Dynamic Host Configuration Protocol) dan CDIR (Class-less Inter Domain Routing). Bahkan setelah diterapkannya solusi ini masih terjadi peningkatan permintaan IP.

Strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan IPv6. IPv6 mempunyai 128-bit address length yang berarti IPv6 dapat mencakup 3.4*1038 alamat, angka tersebut lebih dari cukup untuk me-manage alamat seluruh perangkat didunia karena jumlahnya nyaris tak terbatas. Development dibidang web, content dan applikasi juga mulai menggunakan IPv6 seperti Youtube, Facebook, Skype, eBay, NASA, Department of Defense (Amerika), US Federal/Civilian, NGI (China) dan lain-lain. IPv6 dirancang untuk secara efisien mendukung scalability, security, dan multimedia transmission

Kenyataannya, migrasi dari jaringan IPv4 ke jaringan IPv6 secara teknis tidak mudah dilakukan, implementasi IPv6 harus dilakukan secara bertahap tanpa merusak system yang sudah ada. Mekanisme transisi digunakan untuk memecahkan masalah migrasi IPv4 ke IPv6 sementara menunggu diterapkannya IPv6 secara keseluruhan yang membutuhkan


(19)

waktu yang lama. Ada tiga tipe mekanisme transisi yaitu Dual Stack, Tunneling dan Translation (NAT-PT). Secara umum, mekanisme transisi tersebut mengencapsulasi paket IPv6 kedalam paket IPv4 dan ditransmisikan melalui infrastuktur jaringan IPv4.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang didapat adalah bagaimana jaringan IPv6 dapat terkoneksi dengan jaringan IPv6 yang lain melewati infrastruktur jaringan IPv4 dan melakukan interaksi

1.3.Tujuan Penelitian

Tugas akhir ini bertujuan untuk meniliti unjuk kerja mekanisme transisi dibandingkan dengan jaringan IPv4 dan IPv6 dengan metode Tunneling.

1.4.Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka ditentukan batasan masalah sebagai berikut :

1. Mengimplementasikan mekanisme 6to4 tunnel, Manual tunnel, dan IPv6 dan IPv4 murni sebagai pembanding

2. Tidak membahas IPv6 secara keseluruhan, namun hanya membahas pada mekanisme transisi

3. Metric unjuk kerja yang digunakan adalah Beban Jaringan, End to End Delay, CPU Utility, End to End Tunnel Delay, Processing Delay

4. Menganalisis dampak dengan menggunakan pendekatan pada kinerja aplikasi end-to-end


(20)

1.5.Metodologi Penelitian

Adapun metodelogi penelitian dan langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur

Mengumpulkan berbagai macam referensi dan mempelajari teori yang mendukung penulisan tugas akhir seperti :

1. Teori Internet Protocol (IPv4 dan IPv6) 2. Teori teknik mekanisme transisi IPv4 ke IPv6 3. Teori simulator Opnet 14.5

4. Teori applikasi Video Converence

5. Studi tahap-tahap dalam membangun infrastruktur jaringan 2. Perancangan atau skenario

Pada tahap ini dilaksanakan perancangan sekenario pembuatan jaringan mekanisme transisi Manual Tunneling, 6to4 Tunneling juga IPv4 dan IPv6 sebagai pembanding.

3. Pemilihan hardware dan software

Pada tahap ini dilakukan pemilihan hardware dan software yang dibutuhkan untuk membangun jaringan komputer sesuai skenario topologi jaringan yang dibuat dan sekaligus untuk pengujian.

4. Pembangunan simulasi dan pengumpulan data

Simulasi dilakukan menggunakan Opnet Modeler 14.5 dengan melakukan simulasi applikasi Video Conference pada setiap infrastruktur jaringan.

Proses simulasi ini akan menghasilkan data yang akan ditampilkan dalam bentuk diagram.

5. Analisis data simulasi

Pada tahap ini penulis menganalisa hasil yang di peroleh dari output pengambilan data dari tahap-tahap pengujian sehingga dapat di tarik kesimpulan dari hasil penelitian yang di dapat.


(21)

1.6.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan susunan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penilitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bagian ini menjelaskan mengenai teori yang berkaitan dengan judul/masalah tugas akhir.

BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN Bab ini berisi perencanaan simulasi jaringan. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab ini berisi pelaksanaan simulasi dan hasil analisis data simulasi jaringan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi beberapa kesimpulan yang didapat dan saran-saran berdasarkan hasil analisis data simulasi jaringan.


(22)

5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.Internet Protocol Version 4 (IPV4)

Alamat IP versi 4 (sering disebut dengan Alamat IPv4) adalah sebuah jenis pengalamatan jaringan yang digunakan di dalam protokol jaringan TCP/IP yang menggunakan protokol IP versi 4. Panjang totalnya adalah 32-bit, dan secara teoritis dapat mengalamati hingga 4 miliar host komputer atau lebih tepatnya 4.294.967.296 host di seluruh dunia, jumlah host tersebut didapatkan dari 256 (didapatkan dari 8 bit) dipangkat 4(karena terdapat 4 oktet) sehingga nilai maksimal dari alamt IP versi 4 tersebut adalah 255.255.255.255 dimana nilai dihitung dari nol sehingga

nilai nilai host yang dapat ditampung adalah

256x256x256x256=4.294.967.296 host. 2.1.1. Header IPv4

Paket paket data dalam protokol IPv4 dikirimkan dalam bentuk datagram. Sebuah paket IPv4 terdiri atas header IPv4 dan data (payload). [1]

Setiap paket terdiri dari beberapa field yang memiliki fungsi tersendiri dan memiliki informasi yang berbeda beda, berikut adalah tampilan dari header IPv4

Gambar 2.1.1 : Header IPv4

Panjang dari header ini adalah 20 byte, menurut Froruzan (2003), header IPv4 terdiri atas beberapa field sebagai berikut : [9]


(23)

1. Version

Mengindikasikan versi IP yang digunakan. Field ini berukuran 4-bit.

2. IP Header length

Menunjukkan ukuran header yang digunakan dalam satuan per 4 bytes

3. Type of Service

Field ini menunjukkan layanan yang hendak dipakai oleh paket yang bersangkutan

4. Total Length

Menunjukkan ukuran paket yang terdiri dari header dan data 5. Identification

Menunjukkan identitas suatu fragmen yang digunakan dalam penyatuan kembali (reassembly) menjadi paket utuh

6. Flags

Menunjukkan tanda-tanda tertentu dalam proses fragmentasi 7. Fragment Offset

Menunjukkan posisi setiap fragmen 8. Time to Live

Menunjukkan jumlah node maksimal yang dapat dilalui oleh setiap paket yang dikirim

9. Protocol

Menunjukkan protocol di lapisan yang lebih tinggi 10.Header Checksum

Menunjukkan nilai yang digunakan dalam pengecekan kesalahan terhadap header sebelum dengan sesudah pengiriman

11.Source Address

Menunjukkan alamat pengirim paket 12.Destination Address


(24)

13.Option

Menunjukkan informasi yang memungkinkan suatu paket meminta layanan tambahan

14.Padding

Bit-bit “0” tambahan yang ditambahkan ke dapam field ini untuk memastikan header IPv4 tetap berukuran multiple 32-bit

2.1.2. Pertumbuhan koneksi internet Dunia

Sekitar 40% dari populasi dunia memiliki koneksi internet hari ini. Pada tahun 1995, kurang dari 1% pengguna. Jumlah pengguna internet telah meningkat sepuluh kali lipat dari tahun 1999-2013. Satu miliar pertama tercapai pada tahun 2005. Miliar kedua pada tahun 2010, ketiga pada tahun 2014. Grafik dan tabel di bawah ini menunjukkan jumlah pengguna internet global yang per tahun sejak tahun 1993: [2]

Gambar 2.1.2 Grafik pengguna internet

Dengan semaking banyaknya pengguna internet, ketersediaan alamat IP juga semakin berkurang. Jumlah alamat IP pada IPv4 tidak akan cukup untuk digunakan pada setiap device yang juga semakin banyak. IPv4 dengan 32-bits address length-nya hanya dapat mengasilkan sekitar 4,2 Miliar alamat IP.


(25)

Solusi yang pertama diberikan adalah dengan menggunakan CIDR (Classless Inter Domain Routing). Metode ini adalah untuk mengalokasikan alamat IP dan routing paket-paket IP dengan cara yang lebih fleksibel. Tujuannya disini adalah untuk mengurangi pertumbuhan routing tabel di internet dalam rangka untuk membatasi penggunaan alamat IPv4.

Solusi kedua adalah dengan menggunakan Network Address Translation (NAT) dimana satu alamat IP dapat di translasi ke beberapa host dalam jaringan NAT.

Solusi ketiga disebut Dynamic Host Configuration Protocol (DHCP) yang digunakan pada jaringan IP sebagai protokol konfigurasi otomatis. Namun, dari solusi diatas masih memiliki masing masing kelemahan. Kebutuhan tabel routing yang besar pada CIDR menjadi sangat jelas, mengakibatkan kesulitan dalam routing. Solusi NAT melanggar perinsip dari internet dan ada juga beberapa aplikasi yang tidak support NAT. Ketiga teknologi ini dirancang sebagai solusi tetapi membuat jairngan lebih lambat dan lebih kompleks. Teknologi ini tidak mengatasi masalah berkurangnya ketersediaan alamat IPv4, tetapi hanya menunda habisnya alamat IPv4.

2.2. Internet Protocol Version 6 (IPV6)

Berbeda dengan IPv4 yang memiliki panjang 32-bit, alamat IPv6 yang dikenal juga dengan Internet Protocol next generation (IPng) memiliki panjang 128-bit dengan total alamat yang dapat ditampung hingga 2128 (3,4 * 1038) alamat [7]. Total alamat yang sangat besar ini bertujuan untuk menyediakan ruang alamat yang tidak akan habis dalam beberapa masa kedepan, dan membentuk infrastruktur routing yang disusun secara hierarkis sehingga mengurangi kompleksitas proses routing dalam tabel routing.


(26)

2.2.1. Format Header baru

IPv6 memiliki header format yang lebih simple dari header IPv4. Dalam penyusunan header IPv6, nilai pemrosesan header-nya diupayakan menjadi kecil untuk mendukung komunikasi data yang lebih real-time [8]. Struktur header IPv6 mengalami perampingan dari struktur header IPv4. Beberapa field dihilangkan dan digantikan dengan field yang baru. Field yang dihilangkan tersebut adalah

1. Header Length

Field Header Length dihilangkan karena tidak berperan lagi dalam header dengan ukuran panjang tetap. Pada IPv4, panjang minimum header adalah 20 bytes, teteapi jika beberapa opsi ditambahkan, field ini dapat berkembang dari 4 bytes hingga 60bytes. Dengan demikian informasi tentang panjang total header merupakan isu yang penting dalam IPv4. Sedangkan dalam IPv6, hal ini tidak berlaku karena opsi-opsi digantikan oleh peran header-header extention

2. Identification, Flag, dan Fragment Offset

Ketiga field tersebut berperan dalam fragmentasi paket. Fragmentasi terjadi ketika sebuah paket berukuran besar dikirim melintasi jaringan yang hanya mendukung ukuran paket lebih kecil. Dalam kasuk ini, router IPv4 membagi paket kedalam potongan-potongan lebih kecil dan memforward multi paket tersebut serentak. Pada host tujuanm paket-paket disusun dan dipadukan kembali. Jika salah satu paket mengalami error keseluruhan transmisi harus dibentuk ulang, dimana hal ini sangat tidak efisien. Pada IPv6, penanganan seperti ini dilakukan host-host dengan mempelajari ukuran Path Maximum Tranmission Unit (MTU) melalui prosedur


(27)

Path MTU Discovery. Jika host pengirim ingin memfragmentasi sebuah paket, ia melakukannya melalui header extention. Router-router IPv6 disepanjang path tidak perlu lagi melakukan fragmentasi sebagaimana yang terjadi dalam IPv4

3. Header Checksum

Field Header Checksum dihilangkan untuk

meningkatkan kecepatan. Jika router-router tidak lagi harus mengecek dan mengupdate checksum, maka pemrosesan akan menjadi lebih cepat

4. Type of Service

field Type of Service digantikan dengan Traffic Class. IPv6 menjalankan mekanisme berbeda untuk menangani preferensi. ToS digunakan untuk mempresentasikan proses layanan (service), reliabilitasnya, delay, dan security


(28)

Format header IPv6 dari gambar diatas menunjukkan struktur yang lebih simpel dari header IP generasi sebelumnya. Berikut definisi setiap field dalam IPv6

1. Version

Field 4-bit yang menunjukkan versi internet protokol yang digunakan yaitu versi 6.

2. Priority

Menunjukkan prioritas paket dalam menghadapi padatnya trafik

3. Flow label

menunjukkan nilai khusus yang ditujukan kepada router untuk lebih mengendalikan flow paket

4. Payload length

Menunjukkan besarnya ukuran paket payload 5. Next header

Menunjukkan header berikutnya berupa header tambahan yang ada di bagian payload

6. Hop limit

Menunjukkan jumlah maksimal jalur yang dapat dilalui oleh setiap paket yang dikirim

7. Source address

Menunjukkan alamat pengirim paket 8. Destination address

Menunjukkan alamat penerima paket 9. Data


(29)

2.2.2. Tipe Alamat IPv6

Ada perbedaan yang besar tentang pengalamatan antara IPv4 dan IPv6. Node IPv4 biasanya menggunakan satu alamat IP, sedangkan node IPv6 dapat diberikan lebih dari satu jenis alamat. Trafic pada IPv4 dapat berupa unicast, multicast atau broadcast, sedangkan dalam IPv6 broadcast tidak lagi digunakan karena memakan resource yang besar.Alamat IPv6 dapat diklasifikasikan ke dalam tiga katergori :

Unicast Address : unicast mengirimkan paket ke alamat yang unik untuk satu alamat tujuan

Multicast Address : multicast addressing adalah dengan mengirimkan paket ke sebuah alamat group. IPv6 menggunakan ff00::/8 sebagai prefix untuk multicast. Tipe pengalamat ini menggunakan dua protokol untuk mengetahui IP tujuan pada sebuah group yaitu Multicast Listening Discovery Protocol (MLD) dan MLDv2.

Anycast Address : ketika ada banyak alamat tujuan yang mirip pada area yang berbeda, alamat anycast digunakan untuk mengirimkan paket ke tujuan terdekat dari pengirim

Setiap interface dari sebuah node membutuhkan setidaknya satu alamat unicast. Sebuah interface dapat juga diberikan beberapa alamat IPv6 dari setiap jenis alamat (Unicast, Multicast dan Anycast).

Sebuah alamat IPv6 memiliki panjang 128 bit dan terdiri dari delapan field yang dibatasi oleh titik dua (:) dan setiap field memiliki panjang 16-bit. Setiap field harus berisi angka heksadesimal.


(30)

Gambar 2.2.2 Format dasar alamat IPv6

Gambar 2.2.3 Contoh alamat IPv6

Contoh diatas adalah alamat IPv6 dimana 48bit pertama

2001:0db8:3c4d berisi site prefix, yang mewakili topologi public. 16 bit berikutnya 0015 berisi ID subnet, mewakili topologi

private untuk site. Sisanya sepanjang 64 bit,

0000:0000:1a2f:1a2b adalah interface ID. 2.2.3. Alokasi Prefix IPv6

Prefix notasi menjadi bagian penting dari IPv6 untuk menidentifikasi subnet atau jenis alamat tertentu. Notasi prefix mirip dengan notasi CIDR untuk alamat IPv4. Panjang prefix menunjukkan berapa banyak bits paling kiri yang menjadi prefix. Sebuah prefix alamat IPv6 diwakili oleh notasi IPv6address/prefix-length. Contoh penggunaan prefix pada alamat IPv6 2e78:da53:12::/40

Format prefix juga digunakan untuk mengidentifikasi alamat khusus, seperti alamat link-local atau alamat multicast seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut


(31)

Gambar 2.2.4 Daftar prefix yang telah terdaftar

Alamat-alamat pada range prefix 001-111 harus

menggunakan 64-bit interface identifier yang mengikuti format EUI-64 (Extended Unique Identifier). EUI-64 adalah sebuah identifikasi unik yang didefinisikan oleh IEEE

2.3.Perbedaan Header IPv4 dan IPv6

Ada beberapa perbedaan antara header IPv4 dan IPv6, berikut gambar perbedaan header kedua protokol internet:

Berikut ini adalah perbedaan dari header IPv4 dan IPv6  Header IPv6 lebih sederhana daripada header IPv4  Ukuran header IPv6 dua kali lebih besar dari IPv4

 Dalam IPv4 source dan destination address memiliki ukuran 32 bit, sedangkan pada IPv6 sebesar 128 bit


(32)

 Pada header IPv4, terdapat field untuk Option. Pada IPv6 memiliki fitur yang serupa dikenal sebagai extension header.  Field pada header IPv4 seperti Internet Header Length,

identification, flag tidak dipakai pada header IPv6

 Time to live (TTL). Pada header IPv4 biasanya digunakan untuk mencegah routing loop, di IPv6 diganti nama menjadi “hop limit”

2.4. Mekanisme Transisi

IPv6 yang merupakan versi terbaru dari Internet Protokol tidak kompatibel dengan versi sebelumnya yaitu IPv4, yang berarti bahwa jaringan IPv6 tidak dapat berkomunikasi dengan jaringan IPv4, tidak bisa saling mengirimkan paket.

Untuk mengatasi masalah komunikasi antara jaringan IPv4 dan jaringan IPv6, Internet Engineering Task Force (IETF) dan Next Generation Transition (NGtrans) membentuk mekanime transisi dari IPv4 ke IPv6 untuk mendukung co-existensi protokol. Mekanisme transisi dilakukan karena penerapan IPv6 secara massive mustahil dilakukan dalam waktu singkat. Strategi transisi menggunakan beberapa metode untuk menyediakan koneksi antar IPv6 menggunakan infrastrukutr IPv4 diantaranya adalah

Tunnel : Strategi ini digunakan ketika dua jaringan yang menggunakan IP yang sama namun dipisahkan oleh jaringan lain yang memiliki IP yang berbeda. Metode tunneling

membentuk virtual link melalui jaringan dengan

menyediakan koneksi diantara mereka

Dualstack : Metode ini digunakan agar perangakat memahami IPv4 dan IPv6 secara bersamaan. Tidak peduli protokol mana yang digunakan, ketika node tersebut menerima paket dia dapat merespon.


(33)

Translation : Metode ini mirip dengan NAT, seperti perubahan peket IP dari IPv4 ke IPv6 dan sebaliknya, tergantung pada source dan destination.

2.4.1. Tunneling

Tunneling adalah proses encapsulasi satu protokol ke protokol lainnya. Dilakukan dengan membungkus paket IPv6 kedalam paket IPv4 seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah.

Gambar 2.4.1 Tunneling IPv6 ke IPv4

Dengan menggunakan metode tunneling, paket dapat dibawa oleh jaringan yang sebelumnya tidak kompatible dan diteruskan ke jaringan tujuan. Mekanisme tunneling dapat digunakan untuk membuat koneksi antar jaringan IPv6 yang terisolasi atau terpisah oleh jaringan IPv4. Tunneling dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, diantaranya

Host-to-host, IPv6/IPv4 host yang saling terhubung dengan jaringan IPv4 bertugas meng-tunnel paket IPv6.

Host-to-router, IPv6/IPv4 host bertanggung jawab meng-tunnel paket IPv6 sampai ke tunnel end point pada router IPv6/IPv4


(34)

Router-to-router, IPv6/IPv4 router yang saling terhubung dengan jaringan IPv4 bertugas meng-tunnel paket IPv6

Router-to-host, IPv6/IPv4 router bertanggung jawab meng-tunnel paket IPv6 sampai ke tunnel end point pada host IPv6/IPv4

2.4.2. Manual Tunneling

Disebut ‘manual tunneling/configured tunneling’ jika network administrator mengkonfigurasi secara explisit tunnel interface sampai end node/node tujuan. Tunnel ini seperti virtual point to point. Node yang mengencapsulasi harus menyimpan alamat interface tunnel end point untuk setiap tunnel yang dikonfigurasi. Informasi konfigurasi yang disimpan di router digunakan untuk menentukan Dalam hal ini router yang digunakan dalam proses enkapsulasi dan dekapsulasi harus mendukung dual-stack. Manual tunneling mudah diatur dalam topologi jaringan yang kecil, namun akan susah di maintain untuk topologi jaringan yang besar karena perlu konfigurasi tunnel secara manual.

Manual tunneling dapat digunakan dalam semua kasus yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, tetapi kebanyakan cara yang digunakan adalah Router-to-router dengan alasan lebih praktis dilakukan di router-to-router.

Mekanisme yang mendasari proses tunneling adalah sebagai berikut

 Node yang bertugas meng-tunnel paket IPv6

(enkapsulator) akan membuat sebuah IPv4 header enkapsulasi dan mengirimkan paket yang sudah dienkapsulasi kedalam tunnel


(35)

Node end-point tunnel (dekapsulator) menerima paket dan akan dilakukan reassembles paket jika diperlukan, kemudian menghapus header IPv4 dan memporses kembali paket IPv6 yang diterima dan dikirimkan ke alamat tujuan.

Gambar 2.4.2 Implementasi Manual Tunneling

2.4.3. Tunneling Otomatis 6to4

6to4 adalah mekanime untuk site IPv6 agar dapat berkomunikasi satu sama lain dengan memanfaatkan infrastruktur jaringan IPv4 tanpa mengatur tunnel secara explisit. Router 6to4 digunakan untuk proses enkapsulasi dan dekapsulasi paket. Satu satunya persyaratan adalah router yang berbatasan mempunyai alamat global IPv4 yang unik untuk interface yang terhubung ke jaringan IPv4

Mekanisme 6to4 menggunakan metode alamat IPv6 dengan prefix khusus dan dengan alamat IPv4 dalam notasi heksadesimal didalamnya.

Pada mekanime 6to4, setiap ujung tunnel dikonfigurasi secara otomatis antar perangkat. Format dari alamat 6to4 dengan awalan 2002::/16 dengan diikuti dengan interface alamat IPv4 yang sebagai interface tunnel sehingga menggunakan prefix 48, seperti pada contoh dibawah untuk alamat IPv4 192.168.99.1 akan di ubah


(36)

kedalam bentuk notasi heksadesimal c0a8:6301, maka alamat 6to4nya akan menjadi 2002:c0a8:6301::/48

Gambar 2.4.3 alamat 6to4

Paket IPv6 dari site 6to4 akan dienkapsulasi dalam paket IPv4 ketika paket tersebut memasuki jaringan IPv4. Paket IPv6 yang ditransmisikan dalam paket IPv4 dengan menggunakan protokol 41. Router 6to4 akan mengadvertise perfix 2002:IPV4::/48 sama seperti prefix /48 pada alamat IPv6 biasa. Berikut ini adalah contoh dari komunikasi yang terjadi pada gambar 2.4.2 diatas :

 Ketika Host A mentransmisikan paket dengan Host B sebagai Tujuannya, setiap header paket memiliki 6to4 source dan destinaton address

 6to4 Router 1 menerima paket dan membuat tunnel

melalui jaringan IPv4 ke Host B dengan mengenkapsulasi paket dengan Header IPv4

 Router yang membawa paket akan mengguanakan source dan destination alamat IPv4 untuk proses forwarding paket

 Paket dari Host A akan sampai ke 6to4 Router 2, yang bertugas medecapsulasi paket dari header IPv4

 Router tersebut kemundian menggunakan

destination address dalam header IPv6 untuk memforward paket ke penerima yaitu Host B


(37)

Gambar 2.4.4 Proses komunikasi antar 6to4 Host

2.4.4. DualStack

Cara yang paling mudah agar IPv6 untuk tetap kompatibel dengan infrastruktur IPv4 adalah dengan menyediakan implementasi lengkap IPv4 dan IPv6 atau biasa disebut dengan DualStack/Dual IP Layer/IPv4/IPv6 nodes. Dualstack mempunyai kemampuan untuk mengirim dan menerima kedua paket IPv4 dan IPv6. Dualstack bisa langsung beroperasi dengan IPv4 dan juga IPv6 secara bersamaan. Meskipun dualstack dapat mendukung kedua internet protokol, salah satu dari kedua internet protokol mungkin dinonaktifkan karena alasan operasional. Dualstack dengan IPv4 enabled akan beroperasi seperti native IPv6, begitu pula sebaliknya. Maka dualstack node dapat beroperasi pada satu dari tiga mode yaitu :

 Dengan IPv4 stack enabled dan IPv6 disabled  Dengan IPv6 stack enabled dan IPv4 disabled  Dengan kedua internet protokol enabled 2.5. Enkapsulasi

Enkapsulasi datagram IPv6 kedalam IPv4 ditunjukkan dalam gambar dibawah ini :


(38)

Gambar 2.5.1 Enkapsulasi IPv6 pada IPv4

Enkapsulator bertugas mengenkapsulasi IPv6 menggunakan IPv4 agar paket bisa kompatibel dengan infrastruktu jaringan. Selain menambahkan header IPv4, enkapsulator juga harus menangani masalah yang kompleks diantaranya adalah menentukan kapan harus memfragment paket dan kapan harus melaporkan ICMPv6 “paket terlalu besar” ke source address juga menangani ICMPv4 errors dari router sepanjang tunnel kembali ke source dengan ICMPv6. Setiap fragmentasi IPv4 yang terjadi dalam tunnel, harus disusun kembali. Untuk tunnel yang berakhir pada router, reassemble paket IPv4 harus dilakukan sampai didecapsulasi ke IPv6 sebelum paket diteruskan ke alamat tujuan. Encapsulator harus mengikuti algoritma dalam menentukan paket IPv6 yang lebih besar dari MTU tunnel menggunakan fragmentasi IPv4, dan ketika mengembalikan pesan “paket terlalu besar ”ICMPv6.


(39)

if (IPv4 path MTU - 20) is less than 1280 if paket is larger than 1280 bytes

Send ICMPv6 "paket too big" with MTU = 1280. Drop paket.

else

Encapsulate but do not set the Don't Fragment

flag in the IPv4 header. The resulting IPv4 paket might be fragmented by the IPv4 layer on the encapsulator or by some router along the IPv4 path.

endif

else

if paket is larger than (IPv4 path MTU - 20) Send ICMPv6 "paket too big" with

MTU = (IPv4 path MTU - 20). Drop paket.

else

Encapsulate and set the Don't Fragment flag in the IPv4 header.

endif endif

2.6. Dekapsulasi

Ketika host/rotuer IPv6/IPv4 menerima datagram IPv4 yang ditujukan kesalah satu alamat IPv4 dengan protokol field bernilai 41, paket ini adalah paket tunnel dan perlu diverifikasi apakah ini milik

salah satu interface tunnel degnan memeriksa alamat

source/destination. Paket tersebut akan di reassembly (jika terjadi fragmentasi pada level IPv4), dan menghapus header IPv4 dan menghasilkan datagram IPv6 yang akan disampaikan kepada layer IPv6 pada node tersebut.

Decapsulator harus memverifikasi bahwa alamat source benar sebelum memproses lebih lanjut untuk mengurangi masalah address spoofing. Pemeriksaan ini juga berlaku untuk paket yang dikirim ke protokol transport pada dekapsulator. Hal ini dilakukan dengan memverifikasi bahwa soutrce aderess adalah alamat IPv4 pada encapsulator yang terkonfigurasi pada decapsulator. Paket yang tidak cocok dengan source address IPv4 harus dibuang tanpa mengenerate ICMP message


(40)

2.7. Simulator Omnet

Opnet adalah tools simulasi jaringan yang menyediakan Jaringan Virtual Lingkungan dengan model yang seluruh jaringan, termasuk router-nya, switch, protokol, server, dan aplikasi individu. Dengan bekerja di Lingkungan Virtual Network, IT manajer, jaringan dan perencana sistem, dan staf operasi dapat dengan mudah mengatasi masalah sulit dan mendiagnosa lebih efektif, mevalidasi perubahan sebelum mereka merancang jaringan sesungguhnya, dan rencana untuk masa depan termasuk skenario pertumbuhan dan kegagalan.

OPNET Modeler adalah sebuah network simulator yang di rancang oleh OPNET Technologies Inc. OPNET Modeler mengakselerasikan R&D network, mengurangi time to market dan meningkatkan kualitas produk. Dengan menggunakan simulasi, network designers dapat mengurangi biaya penelitian dan memastikan kualitas produk yang optimal. Teknologi terbaru OPNET Modeler menyediakan sebuah lingkungan untuk mendesain protocol dan teknologi terbaru OPNET Modeler menyediakan sebuah lingkungan untuk mendesain protocol dan teknologi juga menguji dan mendemonstrasikan dengan scenario yang realistic sebelum diproduksi. OPNET Modeler digunakan perusahaan perlengkapan jaringan terbesar di dunia untuk meningkatkan desain dari network devices, teknologi seperti VOIP, TCP, WIRELESS, OSPFv3, MPLS, IPv6 dan lain-lainnya.


(41)

24

BAB III

PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN

3.1. Parameter Simulasi

Pada penelitian ini ditentukan parameter-parameter pembangunan topologi jaringan. Parameter-parameter jaringan ini bersifat konstan dan akan dipakai terus pada setiap pengujian yang dilakukan. Berikut adalah parameter-parameter yang diberikan pada setiap topologi

Tabel 3.1 Parameter-Parameter Jairngan

Parameter Nilai

Network type Campus

Scale 10x10km

IP Address Version IPV4 dan IPv6

Router Generik

Jumlah Router 3

Simulation Time 10 menit

Link type Host to Router LAN 100 base type Link type Router to Router LAN 100 base type

Applikasi end to end Video Converence

3.2. Sekenario Simulasi

Pada bagian ini, akan dibuat simulasi client server dengan kebutuhan perangakat workstation, server, router. Masing masing topologi akan menggunakan native IPv4, native IPV6, Manual Tunneling, Automatic tunneling dan DualStack . Traffic yang dipakai adalah UDP dari applikasi video convernce


(42)

3.3. Spesifikasi Hardware dan Software PC untuk Simulator Spesifikasi hardwarenya adalah :

 Processor AMD FX

 Ram 4GB

 Harddisk 1TB

Spesifikasi softwarenya adalah :

 Operating System (OS) Windows 8

 Opnet 14.5 Network Simulator

3.4. Rancangan Topologi Jaringan

Bentuk topologi pada setiap jaringan bersifat tetap baik IPv4, IPv6, Manual Tunneling dan Automatic Tunneling. Client dan server topologi Manual Tunneling dan Automatic Tunneling, keduanya menggunakan IPv6 untuk saling berkomunikasi yang terpisah oleh jaringan IPv4 pada Router A dan Router C.

3.4.1. Jaringan IPv4


(43)

3.4.2. Jaringan IPv6

Gambar 3.4.2 Topologi Jaringan IPv6 3.4.3. Jaringan Manual Tunneling


(44)

3.4.4. Jaringan Automatic Tunneling

Gambar 3.4.4 Topologi Jaringan Automatic Tunneling

3.4.5. Jaringan DualStack

Gambar 3.4.5 Topologi Jaringan DualStack

3.5.Parameter Kinerja 1. Traffic Load

Traffic Load atau Beban Jaringan didefinisikan sebagai rata-rata jumlah paket yang berhasil diterima atau dikirimkan oleh reciever atau transmitter per detik


(45)

2. End to End Delay

Didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh paket untuk sampai ke tujuannya (seconds). Diukur dari perbedaan antara waktu sebuah paket sampai pada tujuan dan waktu pembuatan paket tersebut.

3. End to End Tunnel Delay

Didefinisikan sebagai Delay yang dialami oleh paket yang datang melalui Tunnel, yaitu perbedaan selang waktu dari paket itu dikirim dari ujung Tunnel ke ujung Tunnel yang lain. Termasuk didalamnya delay enkapsulasi dan dekapsulasi.

4. Processing Delay

Delay yang dialami oleh datagram IP meluputi queuing dan pemrosesan delay (fowarding rate)

5. CPU Utility

Didefinisikan sebagai prosentase kinerja router dalam menangani paket yang masuk dan keluar


(46)

29

BAB IV

PENGUJIAN DAN ANALISIS

4.1. Hasil Simulasi

4.1.1. Beban Jaringan

Tabel 4.1 dibawah adalah rata-rata beban jaringan (bits/second) point-to-point dari Client ke Server.

Topologi Jumlah client Server -> Router C Router C -> Router B Router B -> Router A Router A -> Client Router A-> Client 2

6to4 1 3,979,172 4,154,796 4,154,797 3,979,186 -

2 7,958,342 8,309,589 8,309,589 3,979,186 3,979,186

Manual tunneling

1 3,979,172 4,154,799 4,154,800 3,979,187 -

2 7,958,342 8,309,593 8,309,593 3,979,188 3,979,188

IPv4 1 3,899,856 3,899,861 3,899,860 3,899,861 -

2 7,799,713 7,779,718 7,779,718 3,899,861 3,899,861

IPv6 1 3,979,172 3,979,187 3,979,187 3,979,187 -

2 7,958,342 7,958,358 7,958,358 3,979,188 3,979,188

Dual Stack

2 7,879,029 7,879,045 7,879,044 IPv4 IPv6


(47)

Gambar 4.1.1.1 Grafik Beban Jaringan (bit/second) untuk 1 client Pada gambar grafik diatas kita dapat melihat bahwa IPv4 dan IPv6 memiliki beban jaringan (bits/second) yang lebih sedikit daripada Mekanisme Tunneling untuk applikasi Video Conference. Hal ini diakibatkan oleh baik Maual Tunneling atau Automatic Tunneling memiliki jumlah paket yang lebih banyak karena proses enkapsulasi paket. Perbedaan yang nampak adalah pada router C -> Router B dan Router B -> Route dimana paket yang telah terenkapsulasi ditransmisikan. Jaringan IPv6 juga menujukkan beban jaringan yang lebih besar dari jaringan IPv4 karena IPv6 memiliki ukuran header yang lebih besar.

3,750,000 3,800,000 3,850,000 3,900,000 3,950,000 4,000,000 4,050,000 4,100,000 4,150,000 4,200,000

6to4 Manual IPv4 IPv6

Rata-rata Beban Jaringanuntuk 1 Client


(48)

Gambar 4.1.1.2 Grafik Beban Jaringan (bit/second) untuk 2 client

Grafik diatas adalah penerapan applikasi video conference dengan menggunakan dua client dan perbandingan ditambah dengan mekanisme transisi dualstack dimana didalam jaringan itu memuat beban jaringan IPv4 dan IPv6 pada router meningkat dua kali lipat karena penambahan pada sisi client. Mekanisme transisi 6to4 dan Manual Tunneling tetap memiliki beban jaringan yang lebih besar karena paket yang dikirimkan sudah terenkapsulasi. Sementara pada dualstack baik paket IPv4 maupun IPv6 dapat langsung di teruskan karena mekanisme transisi ini dapat menangani kedua Internet Protocol tanpa melakukan enkapsulasi. Client IPv6 pada dualstack memiliki beban jaringan yang lebih besar dibandingkan dengan client IPv4 dikarenakan header paket IPv6 mempunyai ukuran yang lebih besar

0 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 9,000,000

6to4 Manual

Tunneling

IPv4 IPv6 DualStack

Rata-rata Beban Jaringan untuk 2 Client

Server -> Router C Router C -> Router B Router B -> Router A Router A -> Client 1 Router A -> Client 2


(49)

Topologi Jumlah Client Server -> Router C Router C-> Router B

Router B -> Router A Router A -> Client Router-> Client 2

6to4 1 354,08 640,07 640,07 354,10

2 708,2 1,280 1,280 354,1 354,1

Manual tunneling

1 354,08 640,07 640,07 354,08

2 708,2 1,280 1,280 354,1 354,1

IPv4 1 354,08 354,08 354,08 354,08

2 708,16 708,16 708,16 354,08 354,08

IPv6 1 354.10 354,10 354,10 354,08

2 708,16 708,17 708,17 354,10 354,10

DualStack 2 708,17 708,18 708,17 IPv4 IPv6

354,08 354,09

Gambar 4.1.1.3 Grafik beban jaringan (paket/second) untuk 1 client 0 100 200 300 400 500 600 700

6to4 manual Tunneling IPv4 IPv6

Rata-rata Beban Jaringan unuk 1 Client


(50)

Grafik diatas adalah beban jaringan (paket/second) pada setiap topologi. Paket dari server tercatat 354 paket/second, pada jaringan IPv4 dan IPv6 setiap point mencatat jumlah paket yang sama sampai diterima oleh client. Sedangkan pada mekanisme transisi, pada router C -> Router B dan Router B -> Router A

diketahui mengalami peningkatan jumlah paket yang

ditransmisikan. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur jaringan pada point itu adalah IPv4 dan paket mengalami fragmentasi sehingga pengiriman paket dipecah menjadi beberapa bagian karena enkapsulasi ke IPv4 berarti menambahkan 20byte header paket IPv4. Dari Router A ke Client paket yang tercatat tetap 354 paket/second karena Router A adalah Router Decapsulator yang bertugas medekapsulasi paket IPv4 dan meneruskan paket ke tujuan.

Gambar 4.1.1.4 Grafik Beban Jaringan (paket/second) untuk 2 client Penambahan di sisi Client membuat server mengirimkan lebih banyak paket data, tercatat sebanyak 708 paket setiap second nya. Pada sekenario ini mekanisme transisi DualStack menunjukkan hasil yang sama dengan jaringan IPv4 dan IPv6 dikarenakan Router 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 6to4 manual Tunneling

IPv4 IPv6 Dualstack

Rata-rata Beban jaringan untuk 2 Client

Server -> Router C Router C -> Router B Router B -> Router A Router A -> Client 1 Router A -> Client 2


(51)

mampu menangani kedua Internet Protocol tanpa melakukan enkapsulasi paket, menjadikan data yang menuju client IPv6 dapat

diteruskan tanpa melakukan enkapsulasi. Hal ini juga

mengakibatkan router C/B/A lebih efisien dalam melakukan penanganan terhadap paket.

4.1.2. End to End Delay

End to end delay adalah waktu yang dibutuhkan untuk paket sampai ke tujuannya (second). Berikut ini adalah end to end delay pada setiap infrastruktur jaringan :

Topologi End to End Delay

6to4 0.0025712

Manual tunneling 0.0025585

IPv4 0.0023484

IPv6 0.0023977

Dualstack IPv4 0.0023484

IPv6 0.0023978

Gambar 4.1.2.1 Grafik End to End Delay

0.0025712 0.0025585 0.0023484 0.0023977 0.0023484 0.0023978 0.0022 0.00225 0.0023 0.00235 0.0024 0.00245 0.0025 0.00255 0.0026 6to4 Manual Tunneling

IPv4 IPv6 DS IPv4 DS IPv6

Rata-rata End to End Delay


(52)

Dari grafik diatas, pada infrastuktur 6to4 dan Manual Tunneling memiliki nilai end to end delay yang lebih besar dibandingkan dengan infrastruktur lainnya bahkan oleh DualStack. Proses enkapsulasi pada Router C dan dekapsulasi di Router A mengakibatkan paket yang sampai ke client sebih lama dibandingkan dengan infrastruktur yang lainnya.

4.1.3. End-to-End Tunnel Delay

End to end tunnel delay diukur dengan perbedaan waktu yang terjadi ketika paket dikirimkan pada sebuah tunnel interface dan waktu dari paket tersebut sampai di ujung tunnel satunya, termasuk didalamnya proses enkapsulasi dan dekapsulasi. Konfigurasi manual tunneling dilakukan dengan menyimpan informasi source dan destination tunnel secara eksplisit membuatnya sedikit lebih unggul dari mekanisme transisi 6to4

Topologi End to End Tunnel Delay

6to4 0.00040115

Manual tunneling 0.00038319

4.1.4. Processing Delay

Processing delay adalah Delay yang dialami oleh datagram IP meluputi queuing dan pemrosesan delay (fowarding rate). Berikut ini adalah tabel dari rata-rata Processing Delay dari setiap Router dalam second


(53)

Topologi Router A Router B Router C

IPv4 0.000020319

0.000021663 0.000020349

IPv6 0.000020945 0.000021445 0.000020363

Manual Tunneling

0.000022639 0.000025394

0.000024585

6to4 0.000022103 0.000025644 0.000025161

DualStack 0.000022657 0.000021285 0.000021758

Dari grafik processing delay diatas jaringan dengan Mekanisme Transisi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan native IPv4 dan IPv6. Datagram IP yang mengalami queuing dan processing delay pada Router B menunjukkan hasil yang paling tinggi karena datagram IP yang diproses sudah terenkaspulasi dengan Header IPv4.

0 0.000005 0.00001 0.000015 0.00002 0.000025 0.00003

Router A Router B Router C

Rata-rata Processing Delay pada setiap Router


(54)

4.1.5. CPU Utility

Tabel dibawah ini adalah CPU Utility pada setiap router dalam persen (%)

Topologi Junlah

Client

Router A Router B Router C

6to4 1 3.4 2.5 3.4

2 6,8 5,1 6,8

Manual tunneling

1 3.4 2.5 3.4

2 6,8 5,1 6,8

IPv4 1 1.4 1.4 1.4

2 2,8 2,8 2,8

IPv6 1 1.4 1.4 1.4

2 2,8 2,8 2,8

Dual Stack


(55)

Gambar 4.1.5.1 Grafik CPU Utility (%) satu Client .

Gambar 4.1.5.2 Grafik CPU Utility (%) dua Client

Kinerja Router A dan C menunjukkan angka yang lebih besar dari Router B. Hal ini dikarenakan kedua Router ini 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

6to4 Manual Tunneling IPv4 IPv6

Rata-rata CPU Utility pada setiap Router untuk 1 client

Router A Router B Router C

0 1 2 3 4 5 6 7 8

6to4 Manual Tunneling IPv4 IPv6 DualStack

Rata-rata CPU Utility pada setiap Router untuk 2 Client


(56)

menjalankan Proses Enkapsulasi untuk Router C dan proses Dekapsulasi untuk Router A. Setiap paket IPv6 yang datang akan ditambahi dengan header IPv4 sehingga dapat kompatible dengan jaringan IPv4 dan akan di dekapsulasi begitu sampai ke router dekapsulator yang kemudian akan diteruskan ke alamat tujuan. Pada infrastruktur dualstack kinerja router sama dengan infrasturktur IPv4 dan IPv6 karena disini perbedaan Internet Protocol bukan menjadi sebuah issue.


(57)

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Site IPv6 yang dapat saling berkomunikasi dengan site IPv6 lain yang terpisah oleh infrastruktur IPv4 menggunakan mekanisme transisi Manual Tunneling, Automatic Tunneling (6to4), dan DualStack.

Beban jaringan pada Manual tunneling dan 6to4 Tunneling menunjukkan angka yang lebih besar dibandingkan dengan jaringan lainnya. Hal ini dikarenakan paket IPv6 harus dienkapsulasi dengan menggunakan header IPv4 agar kompatibel. Proses fragmentasi juga membuat jumlah paket yang dikirmkan semakin banyak dan menambah beban jaringan karena setiap paket yang difragmentasi harus dienkapsulasi dengan header IPv4. Proses ini juga berimbas pada resource router pada CPU Utility dimana router enkapsulator dan dekapsulator menggunakan resource mereka lebih besar dari jaringan pembanding. Delay pada mekanisme transisi juga memiliki nilai lebih besar karena router harus menangani proses enkapsulasi dan dekapsulasi paket.

Penerapan DualStack yang tidak memerlukan enkapsulasi dan dekapsulasi menjadikan infrastruktur ini lebih efisien dalam segi resource terbukti dengan beban jaringan dan CPU Utility yang lebih rendah dari mekanisme tunneling. Meskipun demikian DualStack tidak menjawab keterbatasan alamat IPv4 karena semua device harus mendukung kedua protokol.


(58)

5.2. Saran

Saran yang bisa diterapak pada pengujian selanjutnya adalah dengan menggunakan mekanisme tranisisi yang lain seperti ISATAP, Tunnel Broker, atau Toredo. Applikasi yang digunakan juga bisa ditambah dengan traffic TCP seperti FTP, HTTP dan applikasi yang lain.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

[1]Protokol Inernet, http:://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_internet [2] Internet live stats, http://www.internetlivestats.com/internet-users/

[3]IPv6 Tunneling part 1 Configured (or Manual) Tunneling,

http://resources.intenseschool.com/ipv6-tunneling-configured-or-manual [4] RFC 7059 - A Comparison of IPv6-over-IPv4 Tunnel Mechanisms

[5] RFC 4213 - Basic Transition Mechanisms for IPv6 Hosts and Routers

[6] IPv6, Free IPv6 Online training, IPv6 Tutorials, IPv6 Study materials, IPv6 documentation, http://www.omnisecu.com/tcpip/ipv6/index.php

[7] Karl A. Siil (2008) IPv6 Mandates : Chosing a transition Strategy [8] RFC 2460 - Internet Protocol, Version 6 (IPv6) Specification


(60)

LAMPIRAN KONFIGURASI SIMULATOR

 Konfigurasi Applikasi


(61)

 Konfigurasi Application Deployment

 Konfigurasi Manual Tunneling

Manual Tunneling disebut juga sebagai tunnel terkonfigurasi. Ketika mengkonfigurasi manual tunneling yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

 Alamat Destination dari manual tunnel harus ditentukan secara eksplisit .  Untuk setiap site IPV6 diperlukan tunel yang terpisah untuk dapat

berkomunikasi

 Tidak ada batasan pada jumlah tunnel yang dikonfigurasi pada sebuah router

Prosedur Configurasi pada salah satu ujung tunnel dari Bidirectional Tunnel. 1. Dalam kotak dialog Atribut node, buat interface tunnel dengan menambahkan baris ke IP  IP Routing parameter  Interface Tunnel Atribut. Berikan nama Tunnel Interface (unik)

2. Atur atribut Routing Protocol ke “none”

3. Klik di Tunnel Information attribute untuk membuka Tunnel Information table


(62)

5. Tentukan Alamat Tunnel Destination pada atribut Tunnel Destination. Alamat tujuan harus berupa alamat IPV4

6. Set atribut Tunnel Source dengan nama interface yang terhubung pada node

7. Klik OK untuk menutup Tunnel Information dan dialog Interface Tunnel 8. Tambahkan baris ke Paramater IP  IPV6  atribut Interface Tunnel 9. Atur nama atribut sama dengan nama yang digunakan pada langkah

sebelumnya

10.Konfigurasi alamat link-lokal dan alamat global. Setidaknya satu alamat global harus dikonfigurasi

11.Secara default, RIPng akan diaktifkan pada interface. Protocol lain bisa juga digunakan

12.Klik OK di semua kotak dialog yang terbuka untuk menyimpan perubahan

Untuk operasi tunnel yang benar, alamat tujuan tunnel untuk satu arah harus sesuai dengan interace source tunnel ke arah yang lain. Misalnya, jika sebuah tunnel dikonfigurasi antara node A dan node B, alamat tujuan yang tercantum pada node A harus sesuai dengan interface Source yang ditentukan untuk tunnel di Node B, dan sebaliknya


(63)

(64)

Konfigurasi 6to4 Tunneling

Automatic tunneling dapat digunakan untuk paket tunnel yang alamat tujuannya adalah IPV6 IPV4 kompatibel. Operasi automatic tunnel dijelaskan dalam RFC 2893 Sec 5. Agar automatic tunnel bekerja dengan baik, alamat IPV4 kompatible yang dikonfigurasi pada node harus memiliki subnet mask 128bit.

Kita bisa menggunakan satu tunnel automatic pada sebuah router untuk semua tujuan yang memiliki alamat IPV4 kompatible. Maka model ini tidak mendukung beberapa konfigurasi tunnel otomatis pada sebuah node.

Porsedur mengaktifkan tunnel otomatis pada router

1. Dalam kotak dialog Atribut node, buat tunnel interface dengan menambahkan baris ke IP Routing Parameter --> interface routing atribut. berikan tunnel ini dengan nama interface yang unik

2. Atur mode tunnel dengan "IPV6 (Auto)"

3. Atur atribut Source untuk interface yang terhubung pada node 4. Atur Routing Protocol ke "none"

5. Tidak ada konfigurasi tambahan yang diperlukan pada atribut Parameter IPV6

6to4 tunnel dapat digunakan meng-tunnel paket ke Destination dengan menggunakan alamat 6to4. 6to4 Tunnel dijelaskan dalam RFC 3056.

1. Dalam kotak dialog Atribut Node, buat Tunnel Interface. Berikan Tunnel interface ini nama yang unik

2. Atur Tunnel Mode ke "IPV6 (6to4)"

3. Atur Source Interface atribut pada interface yang terkoneksi pada node tersebut


(65)

5. Tambahkan baris di IPV6 Parameter dalam Tunnel Interface atribut

6. Atur nama atribut dengan value yang sama seperti step sebelumnya

7. Configurasikan alamat link-lokal dan satu alamat global. Interface alamat Global harus valid alamat 6to4

8. Tambahkan static router IPV6 (IPV6 Parameter-->static

routing table) ke alamat tujuan 2002::/16 dengan atribut next hop ditetapkan dengan nama dari 6to4 tunnel interface

9. Klik OK pada semua kotak dialog untuk menyimpan konfigurasi


(1)

LAMPIRAN KONFIGURASI SIMULATOR

 Konfigurasi Applikasi


(2)

 Konfigurasi Application Deployment

 Konfigurasi Manual Tunneling

Manual Tunneling disebut juga sebagai tunnel terkonfigurasi. Ketika mengkonfigurasi manual tunneling yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

 Alamat Destination dari manual tunnel harus ditentukan secara eksplisit .  Untuk setiap site IPV6 diperlukan tunel yang terpisah untuk dapat

berkomunikasi

 Tidak ada batasan pada jumlah tunnel yang dikonfigurasi pada sebuah router

Prosedur Configurasi pada salah satu ujung tunnel dari Bidirectional Tunnel. 1. Dalam kotak dialog Atribut node, buat interface tunnel dengan menambahkan baris ke IP  IP Routing parameter  Interface Tunnel Atribut. Berikan nama Tunnel Interface (unik)

2. Atur atribut Routing Protocol ke “none”

3. Klik di Tunnel Information attribute untuk membuka Tunnel Information table


(3)

Alamat tujuan harus berupa alamat IPV4

6. Set atribut Tunnel Source dengan nama interface yang terhubung pada node

7. Klik OK untuk menutup Tunnel Information dan dialog Interface Tunnel 8. Tambahkan baris ke Paramater IP  IPV6  atribut Interface Tunnel 9. Atur nama atribut sama dengan nama yang digunakan pada langkah

sebelumnya

10.Konfigurasi alamat link-lokal dan alamat global. Setidaknya satu alamat global harus dikonfigurasi

11.Secara default, RIPng akan diaktifkan pada interface. Protocol lain bisa juga digunakan

12.Klik OK di semua kotak dialog yang terbuka untuk menyimpan perubahan

Untuk operasi tunnel yang benar, alamat tujuan tunnel untuk satu arah harus sesuai dengan interace source tunnel ke arah yang lain. Misalnya, jika sebuah tunnel dikonfigurasi antara node A dan node B, alamat tujuan yang tercantum pada node A harus sesuai dengan interface Source yang ditentukan untuk tunnel di Node B, dan sebaliknya


(4)

(5)

Automatic tunneling dapat digunakan untuk paket tunnel yang alamat tujuannya adalah IPV6 IPV4 kompatibel. Operasi automatic tunnel dijelaskan dalam RFC 2893 Sec 5. Agar automatic tunnel bekerja dengan baik, alamat IPV4 kompatible yang dikonfigurasi pada node harus memiliki subnet mask 128bit.

Kita bisa menggunakan satu tunnel automatic pada sebuah router untuk semua tujuan yang memiliki alamat IPV4 kompatible. Maka model ini tidak mendukung beberapa konfigurasi tunnel otomatis pada sebuah node.

Porsedur mengaktifkan tunnel otomatis pada router

1. Dalam kotak dialog Atribut node, buat tunnel interface dengan menambahkan baris ke IP Routing Parameter --> interface routing atribut. berikan tunnel ini dengan nama interface yang unik

2. Atur mode tunnel dengan "IPV6 (Auto)"

3. Atur atribut Source untuk interface yang terhubung pada node 4. Atur Routing Protocol ke "none"

5. Tidak ada konfigurasi tambahan yang diperlukan pada atribut Parameter IPV6

6to4 tunnel dapat digunakan meng-tunnel paket ke Destination dengan menggunakan alamat 6to4. 6to4 Tunnel dijelaskan dalam RFC 3056.

1. Dalam kotak dialog Atribut Node, buat Tunnel Interface. Berikan Tunnel interface ini nama yang unik

2. Atur Tunnel Mode ke "IPV6 (6to4)"

3. Atur Source Interface atribut pada interface yang terkoneksi pada node tersebut


(6)

5. Tambahkan baris di IPV6 Parameter dalam Tunnel Interface atribut

6. Atur nama atribut dengan value yang sama seperti step sebelumnya

7. Configurasikan alamat link-lokal dan satu alamat global. Interface alamat Global harus valid alamat 6to4

8. Tambahkan static router IPV6 (IPV6 Parameter-->static

routing table) ke alamat tujuan 2002::/16 dengan atribut next hop ditetapkan dengan nama dari 6to4 tunnel interface

9. Klik OK pada semua kotak dialog untuk menyimpan konfigurasi