SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.
SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
SKRIPSI
Oleh: Muhammad Rois NPM. 0671010077
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA 2010
(2)
SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh: Muhammad Rois NPM. 0671010077
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
SURABAYA 2010
(3)
HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB
KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
Disusun Oleh: MUHAMMAD ROIS
NPM. 0671010077
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,
Pembimbing Pendamping
Mas Anienda TF., S.H., MH. NPT. 3 7709 07 0223 Pembimbing Utama
Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. NIP. 19620625 199103 1 001
Mengetahui, D E K A N
Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. NIP. 19620625 199103 1 001
(4)
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB
KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
Oleh:
MUHAMMAD ROIS NPM.0671010077
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 09 November 2010
Mengesahkan, D E K A N
Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. NIP. 19620625 199103 1 001
TIM PENGUJI TANDA TANGAN
1. H. Sutrisno, S.H., M.Hum (………)
NIP.19601212 198803 1 001
2. Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. (………) NIP. 19620625 199103 1 001
3. Subani, S.H., M.Si (………)
(5)
HALAMAN PERSETUJUAN REVISI SKRIPSI
SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Oleh:
MUHAMMAD ROIS NPM.0671010077
Mengesahkan, D E K A N
Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. NIP. 19620625 199103 1 001
TIM PENGUJI TANDA TANGAN
1. H. Sutrisno, S.H., M.Hum (………)
NIP.19601212 198803 1 001
2. Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. (………) NIP. 19620625 199103 1 001
3. Subani, S.H., M.Si (………)
(6)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muhammad Rois
Tempat/Tanggal Lahir : Tuban, 03 Maret 1988
NPM : 0671010077
Konsentrasi : Hukum Pidana
Alamat : Kebonsari Gg. I, No. 769, RT. 02, RW 06, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban.
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya susun dengan judul: “Sistem Pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan atau plagiat. ---
---Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini dicurigai sebagai hasil jiplakan atau plagiat maka saya bersedia dituntut di depan Pengadilan. Dan apabila Pengadilan telah memberikan keputusan yang berkekuatan hukum tetap dimana isinya menyatakan bahwa skripsi ini adalah secara sah dan meyakinkan merupakan hasil jiplakan atau plagiat maka saya bersedia untuk dicabut gelar kesarjanaan (sarjana hukum) yang saya peroleh. --- Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya serta penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya. ---
Surabaya, 09 November 2010 Penulis
Muhammad Rois NPM.0671010077 Mengetahui
Ketua Program Studi
Subani, S.H., M.Si NIP. 19510504 198303 1 001
(7)
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sistem Pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Menurut Undang-Undang Nomor12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih pada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P. selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
2. Bapak Haryo Sulistyantoro, S.H., M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi;
3. Bapak Subani, S.H., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
4. Ibu Mas Anienda TF., S.H., MH. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi;
5. Bapak H. Sutrisno, SH, M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus
(8)
dosen wali yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
6. Winardi Eko S.,Bc. IP, S.H. selaku Ketua Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban dan seluruh staff Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian lapangan;
7. Kedua orang tuaku tercinta, kedua kakakku tersayang dan seluruh saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta doa dan restunya selama ini;
8. Teman-teman seperjuangan, terutama Yudi Prasetyo, Yohenda Tri A. dan Misbahul Munir, serta segenap dosen, staff juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang belum disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna memperbaiki dan menyempurnakan penulisan penulis harapkan, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat.
Surabaya, Oktober 2010 Penulis
(9)
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM
Nama Mahasiswa : Muhammad Rois
NPM : 0671010077
Tempat Tanggal Lahir : Tuban, 03 Maret 1988 Program Studi : Stata 1 (S1)
Judul Skripsi :
SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN ABSTRAKSI
Lembaga Pemasyarakatan sebagai titik akhir dalam sistem peradilan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengembalikan narapidana ke dalam masyarakat. Lembaga ini merupakan lembaga yang langsung melakukan usaha‐usaha pengembalian narapidana ke masyarakat di lapangan.
Pembinaan merupakan kegiatan yang bersifat kontinyu dan intensif. Melalui pembinaan, terpidana diarahkan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana lagi. Satu halyang sangat penting dalam melakukan pembinaan adalah pembinaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan, dan terpidana tetap diakui hak-hak asasinya sebagai manusia.
Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa pola pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan dengan memberikan pembinaan yang sifatnya umum seperti pembinaan keagamaan, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual dan pembinaan kesadaran hukum. Dan juga memberikan pembinaan yang bersifat teknis seperti pembinaan kemandirian yang diwujudkan dengan memberikan berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar narapidana. Hak yang diterima oleh narapidana merupakan hak yang memiliki syarat. Maksudnya hak tersebut tidak diberikan kepada narapidana begitu saja, namun untuk mendapatkan hak tersebut narapidana harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh aturan yang berlaku, baik oleh undang-undang, peraturan pemerintah maupun keputusan menteri.
Seyogyanya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai tempat untuk membina para narapidana juga diharapkan mampu meningkatkan mutu pembinaan terhadap para narapidana agar bisa dijadikan bekal bagi para narapidana untuk menyongsong kehidupan yang baru setelah keluar dari Lapas. Pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM seharusnya melakukan pengawasan dalam penegakan aturan tersebut sebagai monitoring
Kata Kunci : Sistem Pemidanaan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Pemasyarakatan.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………... vi
ABSTAKSI ………. viii
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
DAFTAR BAGAN …...………... xii
DAFTAR TABEL ………..…… xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….………... 1
B. Rumusan Masalah …….………. 6
C. Tujuan Penelitian ……… 7
D. Manfaat Penelitian ………..……… 8
E. Kajian Pustaka 1. Pidana, Jenis Pidana, Perbuatan Pidana dan Tujuan Pidana ……… 8
2. Sistem Pemidanaan …..………... 13
3. Pembinaan Narapidana ………..……... 14
4. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ……...………... 21
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ……….……… 22
2. Lokasi Penelitian ………. 23
3. Data ... 23
(11)
5. Metode Analisis Data .…...……….. 26 BAB II SISTEM PEMIDANAAN LAPAS
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Kabupaten Tuban ………... 29 B. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIB Kabupaten Tuban ……… 38 BAB III HAK-HAK NARAPIDANA
A. Hak-hak Narapidana Menurut Undang-Undang ………. 51 B. Pelaksanaan Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas IIB Kabupaten Tuban ………... 68 BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ………... 77
B. Saran ………. 77
DAFTAR PUSTAKA ………... 79
(12)
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Denah LP Klas IIB Kabupaten Tuban
Lampiran 2 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Pemasyarakatan Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Fakultas
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 5 Dokumentasi
Lampiran 6 Persyaratan Usulan Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB)
(13)
DAFTAR BAGAN
Halaman Struktur Organisasi LAPAS Klas IIB Kabupaten Tuban ……….. 32
(14)
DAFTAR TABLE
Halaman Tabel I. Daftar Narapidana dan Tahanan LP Klas IIB Kabupaten
Tuban ……… 31
Tabel II. Daftar Narapidana di LP Klas IIB Kabupaten Tuban ……… 33 Tabel III. Daftar Narapidana Berdasarkan Jenis Kasus ……… 34 Tabel IV. Daftar Narapidana Berdasarkan Masa Pidana ………. 34 Tabel V. Daftar Narapidana Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……….. 35 Tabel VI. Daftar Narapidana Berdasarkan Agama ……….. 36
Tabel VII. Daftar Narapidana Berdasarkan Umur ………. 36
(15)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum rechtstaat, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka machtstaat. Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma1. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut. Bila pada uraian di atas dikatakan bahwa konsekuensi dari dianutnya hukum adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, maka hukum juga wajib memberikan timbal balik terhadap negara yang menerimanya dengan cara memperhatikan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan anggota-anggota masyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
1
(16)
Hukum dirumuskan untuk mengatur dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat agar tidak terjadi benturan serta untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat2. Dengan demikian, hukum bukan merupakan suatu karya seni yang hanya untuk dinikmati, bukan pula suatu kebudayaan yang hanya ada untuk bahan pengkajian secara sosial-rasional tetapi hukum diciptakan untuk dilaksanakan, sehingga hukum itu sendiri tidak menjadi mati karena mati kefungsiannya.
Berdasarkan isi atau kekuatan yang diaturnya, hukum digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Hukum Privat, adalah hukum yang mengatur tentang kepentingan pribadi. Misalnya hukum perdata, hukum dagang;
2. Hukum Publik, adalah hukuman yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan publik. Misalnya hukum tata negara, hukum pidana, hukum acara pidana, dan sebagainya3.
Hukum pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Secara konkret tujuan hukum pidana itu ada dua, yaitu:
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik;
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya4.
Hukum pidana ini bertujuan untuk mencegah atau menghambat perbuatan-perbuatan masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, karena bentuk hukum pidana merupakan bagian dari pada
2
Ensiklopedia Indonesia. Penerbit Ichtiar Baru van Hove, Jakarta, 1982, hlm. 1344. 3
Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2000, hlm. 60. 4
(17)
keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, serta meletakkan dasar-dasar dan aturan-aturan dengan tujuan untuk:
1. Menentukan perbuatan mana yang tidak dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal apa, kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana penanganan itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut5.
Makin bertambahnya populasi penduduk secara global membawa dampak yang besar di berbagai sendi-sendi kehidupan. Makin kompleksnya masalah-masalah ekonomi dan sosial baik dari segi kualitas maupun kuantitas adalah masalah yang paling terasa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Kesulitan ekonomi, dan konflik-konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat merupakan benih-benih yang paling kuat dalam menumbuhkan angka pelanggaran hukum. Seperti sebuah penyakit yang diderita oleh manusia, pelanggaran terhadap hukum merupakan penyakit masyarakat yang dalam kehidupan nyata hal ini tidak bisa dihindari seratus persen akan tetapi kita dapat mengadakan usaha-usaha untuk mengontrol atau dengan kata lain mengurangi jumlah pelanggaran yang terjadi.
Merupakan kewajiban dari pemerintah dalam hal ini untuk mengurangi jumlah pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah karena pemerintah mempunyai kewenangan untuk dapat memperbaiki sistem hukum melalui kebijakan-kebijakan dan perbaikan sarana dan prasarana perangkat hukum yang telah ada. Dengan adanya perbaikan dari sistem hukum yang ada dapat diharapkan adanya peningkatan citra dan
5
(18)
wibawa hukum di mata masyarakat. Salah satu penunjang dari perbaikan di bidang hukum adalah peningkatan kualitas Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan wadah pembinaan bagi pelanggar hukum.
Lembaga Pemasyarakatan sebagai titik akhir dalam sistem peradilan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengembalikan narapidana ke dalam masyarakat. Lembaga ini merupakan lembaga yang langsung melakukan usaha‐usaha pengembalian narapidana ke masyarakat di lapangan. Lingkungan dari pemasyarakatan akan sangat menentukan keberhasilan pembinaan narapidana. Perlu disadari bahwa pengalaman Indonesia dalam menangani masalah narapidana belum banyak mengingat usia kemerdekaan Indonesia yang baru akan beranjak 65 tahun pada tanggal 17 Agustus 2010 ini, usia yang masih cukup muda untuk sebuah negara. Untuk itu, pembenahan dalam sistem pemasyarakatan terus dilakukan untuk mendapatkan sebuah sistem pemasyarakatan yang paling ideal di Indonesia.
Pembinaan merupakan kegiatan yang bersifat kontinyu dan intensif. Melalui pembinaan, terpidana diarahkan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana lagi. Satu halyang sangat penting dalam melakukan pembinaan adalah pembinaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan, dan terpidana tetap diakui hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan kata lain, terpidana harus tetap memperoleh keadilan yang sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang yang telah dinyatakan bersalah menurut hukum. Peraturan perundang-undangan telah memberikan sejumlah hak pada terpidana, yang merupakan jaminan bahwa ia tetap akan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Namun yang menjadi
(19)
permasalahan adalah apakah dalam kenyataannya hak-haknya itu telah dipenuhi, sehingga jaminan itu tidak hanya berhenti pada aturannya saja. Pada umumnya pembinaan berlangsung cukup lama, tidak dalam hitungan hari. Keadaan yang demikian ini mensyaratkan beberapa hal, agar kegiatan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan, seperti aturan yang jelas, sumber daya manusia sebagai pembina yang memiliki ketrampilan khusus, sarana dan prasarana serta dana yang memadai, serta adanya pengawasan terhadap pelaksanaan pembinaan.
Berdasarkan hal di atas penulis mengajukan Proposal Skripsi dengan judul: “Sistem Pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”. B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu pembatasan masalah. Dan untuk memudahkan dalam penyusunan dan pencarian data guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik dan menghindari pengumpulan data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka perlu disusun perumusan masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan pembatasan masalah yang akan dibahas. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah fakta sistem pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Kabupaten Tuban menurut UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan?
2. Apakah hak-hak yang diperoleh narapidana selama menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban telah terpenuhi?
(20)
C. Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai secara jelas. Tujuan penelitian dapat bersifat untuk pengembangan ilmu dalam arti explanation, developmental, atau verifikasi ilmu, atau untuk membantu memecahkan masalah tertentu. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem pemidanaan lembaga pemasyarakatan menurut UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
2. Mengetahui hak-hak yang dapat diperoleh narapidana selama menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat peneliti ambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a) Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam sistem pemidanaan lembaga pemasyarakatan serta dapat menambah bahan-bahan kepustakaan.
b) Untuk mendalami dan mempraktekan teori-teori yang telah peneliti peroleh selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
2. Manfaat Praktis
a) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
(21)
b) Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.
c) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
E. Kajian Pustaka
1. Pidana, Jenis Pidana, Perbuatan Pidana, Tujuan Pemidanaan a) Pengertian Pidana
Hukum pidana merupakan aturan hukum yang berbeda dengan hukum yang lainnya yakni merupakan suatu aturan hukum yang mengikatkan pada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dengan akibat yang berupa pidana. Pengaruh pidana pada perbuatan si pelaku, agar pelaku mendapatkan penderitaan yang setimpal terhadap perbuatannya serta pernyataan pencelaan dan bukan pada pelakunya, sehingga tidak merendahkan martabat manusia. Hanya pencegahan untuk tidak mengulangi perbuatan-perbuatannya yang dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan berpengaruh untuk mencegah terjadinya pelanggaran atau perbuatan yang tidak dikehendaki / perbuatan yang salah ataupun perbuatan yang dapat merugikan negara.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sanksi yang dapat
(22)
berupa atau mengenai harta benda, badan dan kadang-kadang nyawa seseorang yang memperkosa badan hukum6.
b) Jenis-Jenis Pidana
Hukum pidana diatur dalam KUHP terdapat pada Pasal 10, yang terdiri dari dua jenis, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, masing-masing dapat dibagi lagi atas beberapa macam, sebagaimana diatur di bawah ini:
1) Pidana pokok
(a) Pidana mati (Pasal 11 KUHP, UU No. 2./Pnps/1964).
(b)Pidana penjara (Pasal 12-17, 20, 24,-29, 32-34 dan 42 KUHP). (c) Tutupan (UU No. 20 Th 1946).
(d)Kurungan (Pasal 18-29, 31-34, 41, 42 KUHP). (e) Denda (Pasal 30, 31, 33 dan 42 KUHP). 2) Pidana tambahan
(a) Pencabutan hak-hak tertentu (Pasal 35-38 KUHP). (b)Perampasan barang-barang tertentu (Pasal 39-41 KUHP). (c) Pengumuman putusan hakim (Pasal 43).
Berdasarkan pengaturan yang demikian maka menjadi jelas bahwa untuk jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan adalah yang sudah diatur dalam Pasal 10 KUHP, di luar itu bukan merupakan suatu jenis pidana yang ada dalam KUHP dan jika diterapkan berarti telah melenceng dari aturan hukum yang telah diterapkan dan berlaku di seluruh Indonesia.
Ketentuan hukuman dalam tiap-tiap pasal dari KUHP senantiasa menyebutkan maksimum hukuman. Adapun yang dimaksud dengan maksimum hukuman adalah hukuman pidana yang dapat dijatuhkan oleh
6
(23)
hakim kepada pelaku tindak pidana sesuai dengan pasal dalam KUHP yang didakwakan terhadapnya7.
c) Pengertian Perbuatan Pidana
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.8
Titik berat dari pernyataan ini adalah perbuatan. Semua peristiwa apapun hanya menunjuk sebagai kejadian yang konkret belaka. Suatu peristiwa yang merugikan seseorang akan menjadi urusan hukum apabila ditimbulkan oleh perbuatan orang lain. Suatu perbuatan pidana otomatis juga melanggar hukum pidana. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa tindak pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang telah disangka melakukan pelanggaran larangan tersebut.9
d) Tujuan Pemidanaan
Bagian penting dalam sistem pemidanaan adalah menerapkan suatu sanksi. Keberadaannya akan memberikan arah dan pertimbangan
7
Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Surabaya: Usaha Nasional, hlm.16 8
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hlm. 7 9
(24)
mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan berlakunya norma.10 Hal ini dimaksudkan supaya dalam memberikan suatu sanksi terhadap suatu perbuatan pidana dapat diterapkan secara adil, artinya tidak melebihi dengan yang seharusnya dijadikan sanksi terhadap suatu perbuatan pidana tersebut.
Menurut Muladi, secara tradisional teori - teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok11, yaitu :
1) Teori Absolut
Menurut Christiansen, pidana dijatuhkan semata - mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccantum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya pidana itu sendiri.
Meurut Kant, dasar pembenaran pidana terletak didalam “Kategorische Imperatief”, yaitu yang menghendaki agar setiap perbuatan melawan hukum itu harus dibalas. Keharusan menurut keadilan dan menurut hukum tersebut merupakan keharusan mutlak,
sehingga setiap pengecualian atau setiap pembatasan yang semata-mata didasarkan pada suatu tujuan itu harus dikesampingkan.
10
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers, 2003, hlm. 114 11
(25)
2) Teori relatif atau tujuan
Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori inipun sering disebut teori tujuan.
Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang melakukan kejahatan) tetapi “ne peccetur” (supaya orang jangan melakukan kejahatan).
Mengenai tujuan pidana untuk pencegahan kejahatan dibedakan antara istilah prevensi spesial dan prevensi general. Dengan prevensi spesial dimaksudkan pengaruh pidana terhadap terpidana. Jadi pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan tindak pidana lagi.
Dengan prevensi general dimaksudkan pengaruh pidana terhadap masyarakat pada umumnya. Artinya pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku
(26)
anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan tindak pidana.12
3) Teori Gabungan
Teori gabungan merupakan perpaduan dari teori absolut dan teori relatif atau tujuan yang menitik beratkan pada pembalasan sekaligus upaya prevensi terhadap seorang narapidana.
Didalam rancangan KUHP Nasional edisi tahun 1999-2000, dalam pasal 50 ayat 1 telah menetapkan empat tujuan pemidanaan sebagai berikut:
(a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.
(b)Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.
(c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
(d)Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.13
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan penjatuhan pidana yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut merupakan penjabaran teori gabungan dalam arti luas, sebab meliputi usaha prevensi, koreksi, kedamaian dalam masyarakat dan pembebasan rasa bersalah pada terpidana.
“Dari sudut pandang pengertian yang luas tentang pidana dan pemidanaan, pola pemidanaan merupakan suatu sistem karena ruang lingkup pola pemidanaan tidak hanya meliputi masalah yang berhubungan dengan jenis sanksi, lamanya atau berat ringannya suatu
12
Ibid, hlm.11 13
(27)
sanksi, tetapi juga persoalan-persoalan yang berkaitan dengan perumusan sanksi dalam hukum pidana. Sebagai suatu sistem, maka pola pemidanaan tidak dapat dipisahkan dari proses penetapan sanksi, penerapan sanksi dan pelaksanaan sanksi. Keberadaan pola pemidanaan dalam konteks sistem pidana dan pemidanaan adalah hal yang tidak dapat dielakkan. Bila sudah disepakati bahwa sanksi dalam hukum pidana di Indonesia menganut double track system, maka ide dasar kesetaraan dari sistem dua jalur tersebut harus menjadi landasan pokok dalam suatu pola pemidanaan”.14
2. Sistem Pemidanaan
Secara singkat, “sistem pemidanaan” dapat diartikan sebagai “sistem pemberian atau penjatuhan pidana”. Sistem pemberian/ penjatuhan pidana (sistem pemidanaan) itu dapat dilihat dari 2 (dua) sudut :
a) Dari sudut fungsional (dari sudut bekerjanya/ berfungsinya/ proses-nya), sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :
1) Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi/ operasionalisasi/konkretisasi pidana.
2) Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana. b) Dari sudut norma-substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum
pidana substantif), sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :
14
(28)
1) Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemidanaan.
2) Keseluruhan sistem aturan/norma hukum pidana materiel untuk pemberian/ penjatuhan dan pelaksanaan pidana.15
3. Pembinaan Narapidana
Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk mendapatkan hasil yang lebih baik16.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang yang telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi vonis oleh pengadilan akan menjalani hari-harinya di dalam Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan sebagai perwujudan dalam menjalankan hukuman yang diterimanya. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu, orang tersebut akan menyandang status sebagai narapidana dan menjalani pembinaan yang telah diprogramkan.
Pada awalnya pembinaan narapidana di Indonesia menggunakan sistem kepenjaraan. Model pembinaan seperti ini sebenarnya sudah dijalankan jauh sebelum Indonesia merdeka. Dasar hukum atau Undang-undang yang digunakan dalam sistem kepenjaraan adalah Reglemen penjara, aturan ini telah digunakan sejak tahun 1917.17 Bisa dikatakan bahwa perlakuan terhadap narapidana pada waktu itu adalah seperti perlakuan penjajah Belanda terhadap pejuang yang tertawan. Mereka diperlakukan sebagai obyek semata yang dihukum kemerdekaannya., tetapi tenaga mereka
15
Bahan Sosialisasi RUU KUHP 2004, diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan HAM, tgl. 23-24 Maret 2005, di Hotel Sahid Jakarta.
16
KBBI Depdikbud 1989 17
(29)
seringkali dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan fisik. Ini menjadikan sistem kepenjaraan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Dengan demikian tujuan diadakannya penjara sebagai tempat menampung para pelaku tindak pidana dimaksudkan untuk membuat jera (regred) dan tidak lagi melakukan tindak pidana. Untuk itu peraturan-peraturan dibuat keras, bahkan sering tidak manusiawi.18
Gagasan yang pertama kali muncul tentang perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan adalah dikemukakan oleh Sahardjo. Menurut Sahardjo dalam Harsono tujuan pemasyarakatan mempunyai arti:
“bahwa tidak saja masyarakat yang diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara... Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pidana penyiksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan... Negara mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu ke masyarakat lagi , mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dalam masyarakat”19
Konsepsi sistem baru pembinaan narapidana menghendaki adanya penggantian dalam undang-undang, menjadi undang-undang pemasyarakatan. Undang-undang ini akan menghilangkan keseluruhan bau liberal-kolonial.20
Sistem pemasyarakatan menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 adalah:
“Suatu tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan
18
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, 1995.hlm. 9-10 19
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, 1995. hlm. 1 20
(30)
kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab”.
Sistem pemasyarakatan akan mampu merubah citra negatif sistem kepenjaraan dengan memperlakukan narapidana sebagai subyek sekaligus sebagai obyek yang didasarkan pada kemampuan manusia untuk tetap memperlakukan manusia sebagai manusia yang mempunyai eksistensi sejajar dengan manusia lain.
Sistem ini menjanjikan sebuah model pembinaan yang humanis, tetap menghargai seorang narapidana secara manusiawi, bukan semata-mata tindakan balas dendam dari negara. Hukuman hilang kemerdekaan kiranya sudah cukup sebagai sebuah penderitaan tersendiri sehingga tidak perlu ditambah dengan penyiksaan serta hukuman fisik lainnya yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
Dalam sistem kepenjaraan, peranan narapidana untuk membina dirinya sendiri sama sekali tidak diperhatikan. Narapidana juga tidak dibina tetapi dibiarkan, tugas penjara pada waktu itu tidak lebih dari mengawasi narapidana agar tidak membuat keributan dan tidak melarikan diri dari penjara. Pendidikan dan pekerjaan yang diberikan hanyalah sebagai pengisi waktu luang, namun dimanfaatkan secara ekonomis. Membiarkan seseorang dipidana, menjalani pidana, tanpa memberikan pembinaan tidak akan merubah narapidana. Bagaimanapun narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah perkembangan yang positif, yang mampu merubah seseorang menjadi produktif.
(31)
UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 14, sangat jelas mengatur hak-hak seorang narapidana selama menghuni Lembaga Pemasyarakatan yaitu:
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. b) Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d) Mendapatkan pengajaran dan makanan yang layak. e) Menyampaikan keluhan.
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
g) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya.
h) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang telah dilakukan. i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).
j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
k) Mendapatkan pembebasan bersyarat. l) Mendapatkan cuti menjelang bebas.
m)Mendapatkan hak-hak lainnya sesuai perundangan yang berlaku.
Dalam membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang dan harus menggunakan prinsip-prinsip pembinaan narapidana. Ada empat komponen penting dalam membina narapidana yaitu: a) Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri.
b) Keluarga, adalah anggota keluarga inti, atau keluarga dekat.
c) Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada saat masih diluar Lembaga Pemasyarakatan/Rutan, dapat masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat.
d) Petugas, dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, petugas keagamaan, petugas sosial, petugas Lembaga Pemasyarakatan, Rutan, BAPAS (Balai Pemasyarakatan), hakim dan lain sebagainya.21
Dalam sistem pemasyarakatan, tujuan dari pemidanaan adalah pembinaan dan bimbingan, dengan tahap-tahap admisi / orientasi, pembinaan dan asimilasi. Pada tahap pembinaan, narapidana dibina, dibimbing agar dikemudian hari tidak melakukan tindak pidana lagi, sedang pada tahap
21
(32)
asimilasi, narapidana diasimilasikan ke tengah-tengah masyarakat diluar lembaga pemasyarakatan. Hal ini sebagai upaya memberikan bekal kepada narapidana agar ia tidak lagi canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Berbeda dari sistem kepenjaraan maka, dalam sistem baru pembinaan narapidana, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran narapidana akan eksistensinya sebagai manusia. Menurut Harsono, kesadaran sebagai tujuan pembinaan narapidana, cara pencapaiannya dilakukan dengan berbagai tahapan sebagai berikut:
a) Mengenal diri sendiri. Dalam tahap ini narapidana dibawa dalam suasana dan situasi yang dapat merenungkan, menggali dan mengenali diri sendiri.
b) Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sadar sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan dan sebagai mahluk yang mampu menentukan masa depannya sendiri.
c) Mengenal potensi diri, dalam tahap ini narapidana dilatih untuk mengenali potensi diri sendiri. Mampu mengembangkan potensi diri, mengembangkan hal-hal yang positif dalam diri sendiri, memperluas cakrawala pandang, selalu berusaha untuk maju dan selalu berusaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, yaitu diri sendiri.
d) Mengenal cara memotivasi, adalah mampu memotivasi diri sendiri kearah yang positif, kearah perubahan yang lebih baik.
e) Mampu memotivasi orang lain, narapidana yang telah mengenal diri sendiri, telah mampu memotivasi diri sendiri, diharapkan mampu memotivasi orang lain, kelompoknya, keluarganya dan masyarakat sekelilingnya.
f) Mampu memiliki kesadaran tinggi, baik untuk diri sendiri, keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan negaranya. Ikut berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara. g) Mampu berfikir dan bertindak. Pada tahap yang lebih tinggi, narapidana
diharapkan untuk mempu berfikir secara posotif, mempu membuat keputusan untuk diri sendiri, mampu bertindak berdasarkan keputusannya tadi. Dengan demikian narapidana diharapkan mempu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain.
h) Memiliki kepercayaan diri yang kuat, narapidana yang telah mengenal diri sendiri, diharapkan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Percaya
(33)
akan Tuhan, percaya bahwa diri sendiri mampu merubah tingkah laku, tindakan, dan keadaan diri sendiri untuk lebih baik lagi.
i) Memiliki tanggung jawab. Mengenal diri sendiri merupakan upaya untuk membentuk rasa tanggung jawab. Jika narapidana telah mampu berfikir, mengambil keputusan dan bertindak, maka narapidana harus mampu pula untuk bertanggung jawab sebagai konsekuen atas langkah yang telah diambil.
j) Menjadi pribadi yang utuh. Pada tahap yang terakhir ini diharapkan narapidana akan menjadi manusia dengan kepribadian yang utuh. Mampu menghadapi tantangan, hambatan, halangan, rintangan dan masalah apapun dalam setiap langkah dan kehidupannya.22
Dalam melakukan pembinaan diperlukan prinsip-prinsip dan bimbingan bagi para narapidana. Menurut Sahardjo ada sepuluh prinsip dan bimbingan bagi narapidana antara lain sebagai berikut:
a) Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. b) Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara. c) Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan.
d) Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk daripada sebelum ia masuk penjara.
e) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenal kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepantingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara.
g) Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.
h) Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditujnukkan kepada narapidana bahwa ia adalah penjahat.
i) Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
j) Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.23
Secara formal, peran masyarakat dalam ikut serta membina narapidana atau mantan narapidana tidak terdapat dalam Undang-undang.
22
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, 1995. hlm. 48 – 50 23
(34)
Namun secara moral peran serta dalam membina narapidana atau bekas narapidana sangat diharapkan.24
Sistem pemasyarakatan ini menggunakan falsafah Pancasila sebagai dasar pandangan, tujuannya adalah meningkatkan kesadaran (consciousness) narapidana akan eksistensinya sebagai manusia diri sendiri secara penuh dan mampu melaksanakan perubahan diri ke arah yang lebih baik dan lebih positif. Kesadaran semacam ini merupakan hal yang patut diketahui oleh narapidana agar dapat memahami arti dan makna kesadaran secara benar dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Pengertian Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS menurut UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian doktrinal (Normatif) dengan mencari data hukum (positif) mengenai aturan dan penerangan tentang Sistem Pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU Nomor 12 Tahun 1995. Penulis melakukan penelitian dengan melakukan analisis terhadap hasil penelitian tersebut dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta literatur-literatur, kemudian mencari
24
(35)
sistem pemidanaan model pembinaan serta hak-hak yang diperoleh narapidana selama menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban.
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang sistem pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban. Selain itu, bersifat kualitatif karena memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku25. Sehingga dapat diperoleh data kualitatif yang merupakan sumber dari deskripsi yang luas, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan demikian alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga penelitian yang dilakukan lebih terarah.
Penelitian hukum ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban
25
(36)
3. Data
Data yaitu fakta yang relevan atau aktual yang diperoleh untuk membuktikan atau menguji kebenaran atau ketidak-benaran suatu masalah yang menjadi obyek penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah:
a) Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dari Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban. b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis. Data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya, dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:26
1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan.
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian. 3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan Data a) Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan wawancara. Wawancara
26
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, hlm.14
(37)
merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu27, dalam hal ini wawancara dilakukan dengan tujuan memperoleh keterangan-keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan sistem pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berbeda, yaitu pencari informasi yang biasa disebut dengan pewancara atau interviewer, dalam hal ini adalah penulis. Dalam pihak lain adalah informan atau responden, dalam hal ini adalah Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai informan pertama dan tahanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai informan kedua guna mendapatkan data yang bersifat obyektif. Teknik pelaksanaan wawancara adalah dengan wawancara tidak berencana (tidak berpatokan), yakni penulis dalam mengajukan pertanyaan tidak terikat pada aturan-aturan yang ketat. Alat yang digunakan adalah pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok yang ditanyakan.
Selain menggunakan metode wawancara, penulis juga mengumpulkan data-data yang berkenaan dengan materi yang diteliti dalam bentuk tabel-tabel sebagai data primer. Adapun tabel-tabel tersebut antara lain :
1) Daftar Penghuni LP Klas II B Kabupaten Tuban 2) Daftar Narapidana di LP Klas II B Kabupaten Tuban 3) Daftar Narapidana Berdasarkan Jenis Kasus
27
(38)
4) Daftar Narapidana Berdasarkan Masa Pidana 5) Daftar Narapidana Berdasarkan Tingkat Pendidikan 6) Daftar Narapidana Berdasarkan Agama
7) Daftar Narapidana Berdasarkan Umur b) Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan dan studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis. Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang digunakan meliputi pengkajian terhadap bahan-bahan pustaka atau materi yang berkaitan langsung dan tidak langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti.
5. Metode Analisa Data
Metode analisa yang digunakan dalam penelitian hukum (skripsi) ini adalah analisa kualitatif. yaitu analisa yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu:
a) Reduksi Data
Sebagai alur penting pertama, yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
(39)
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa, sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data merupakan komponen utama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari field note28. b) Penyajian Data
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data yang merupakan rakitan kalimat yang disusun logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan harus mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan dalam penelitian.
c) Penarikan kesimpulan
28
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta, Sebelas Maret University Press, 2002, hlm. 91
(40)
Dalam penulisan hukum ini, pada tahap pertama penulis melakukan pengumpulan data-data tentang sistem pemidanaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban. Data-data yang diperoleh tersebut direduksi diambil yang ada kaitannya dengan model pembinaan serta hak-kak para narapidana. Kemudian ditarik kesimpulan awal yang merupakan jawaban sementara dari perumusan masalah. Data-data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami, sehingga data-data tersebut akan lebih mudah dianalisis atau dikaji untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dan membatasi permasalahan agar diperoleh jawaban yang lebih terperinci dan sistematis. Kemudian dari data-data tersebut ditarik kesimpulan, dari yang semula hanya jawaban sementara kemudian ditingkatkan menjadi kesimpulan akhir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam perumusan masalah yang dirumuskan di dalam penulisan hukum. Penulis kembali melakukan pengumpulan data, untuk melengkapi kekurangan data dan memperkuat kesimpulan-kesimpulan akhir yang dirumuskan.
(41)
BAB II
SISTEM PEMIDANAAN LAPAS
A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban berdiri pada jaman kolonial Belanda. Lembaga Pemasyarakatan ini memiliki bangunan asli berbentuk persegi panjang dan telah mengalami tiga kali perbaikan, yakni yang pertama pada tahun anggaran 1974, kemudian yang kedua pada tahun anggaran 1975/1976 dan renovasi yang terakhir pada tahun 1995. Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban berdiri diatas tanah dengan luas tanah 7.541 m2 dan luas bangunan 4448 m2 dengan daya tampung 176 orang. Lembaga Pemasyarakatan ini berlokasi di tengah-tengah kota tuban tepatnya di jalan Veteran nomor 1, Kelurahan Sendangharjo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Adapun batas-batas letak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai berikut :
− Sebelah Selatan : Kantor BRI Cabang Tuban
− Sebelah Utara : Rumah Dinas Danramil Tuban
− Sebelah Timur : Pendopo Kabupaten Tuban
− Sebelah Barat : Jalan Veteran Tuban
Pada jaman kolonial belanda masih berbentuk Sistem Kepenjaraan dengan nama Penjara Tuban dan pada tanggal 27 April 1964 berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban dibawah Direktorat Jendral Bina Tuna Warga. Perubahan terakhir adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban di bawah naungan Direktorat Jendral Pemasyarakatan dan berlaku sampai dengan saat ini. Perubahan tersebut tidak sekedar mengganti
(42)
nama belaka, tetapi lebih dari itu merupakan perubahan terhadap sistem atau pola pembinaan terhadap narapidana yang semula menggunakan sistem kepenjaraan, berubah menggunakan sistem pemasyarakatan. Perubahan ini merupakan refleksi dari mulai berkembangnya pola pikir bahwa sistem kepenjaraan tidak cocok untuk diterapkan karena memperlakukan narapidana dengan tidak baik dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban merupakan Lembaga Pemasyarakatan yang menangani pada proses terakhir sebagai tempat membina pelanggar hukum yang telah resmi menerima vonis pengadilan dan menyandang status sebagai narapidana. Adapun tugas yang diemban oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban adalah membina narapidana menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, masyarakat di sekitarnya, bangsa dan negara dan apabila telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak akan mengulangi perbuatan melanggar hukum yang dahulu pernah dilakukannya.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban dapat
menampung 176 orang narapidana.
2. Lokasi Lembaga Pemasayarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban terletak di Kabupaten yakni Tuban.
3. Memiliki bekal kerja dan jenis kegiatan diantaranya meubel, pembuatan keset serabut kelapa dan pembuatan sapu ijuk.
(43)
Tabel I. Daftar narapidana dan tahanan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB
Kabupaten Tuban29
No STATUS JUMLAH
1. Tahanan Polri 9 orang
2. Tahanan kejaksaan 13 orang
3. Tahanan pengadilan negeri 15 orang
4. Tahanan pengadilan tinggi -
5. Tahanan Mahkamah Agung -
TOTAL TAHANAN 37 orang
1. Putusan dengan masa hukuman lebih dari 1 tahun -
2. Putusan dengan masa hukuman lebih dari 3 bulan – 1
tahun 32 orang
3. Putusan dengan masa hukuman 1 hari – 3 bulan 1 orang
4. Putusan pengganti denda / subsidair -
TOTAL NARAPIDANA 33 orang
TOTAL PENGHUNI LAPAS 70 orang
Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban dilakukan oleh para petugas Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dan dibagi berdasarkan struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban.
29
(44)
Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Keputusan Menteri No. M. 64. PR. 07. 03. Tahun 1985 tentang organisasi tata kerja
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB30
STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Keterangan
KPLP : Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Rupam : Regu Pengamanan
Tatib : Tata Tertib
Bimkemas : Bimbingan Kemasyarakatan
30
Bagian Kepegawaian Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Bulan Agustus 2010 Kasubsi Perawatan Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Kasubsi Keaman-an Kasubsi Pelapor dan Tatib Kasubsi Kegiatan Kerja Ka. Seksi Administrasi, Keamanan dan Tata Tertib
Ka. Seksi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Tuban
Ka.Sub Bag. Tata Usaha
Ka. Urusan Umum Ka. KPLP Ka. Urusan Kepegawaian RUPAM I RUPAM II RUPAM III RUPAM IV
(45)
Tabel II. Daftar narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban.31
Narapidana yang menghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban merupakan narapidana yang perkaranya diputus di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tuban. Banyaknya narapidana tersebut menunjukkan bahwa tingkat kejahatan di Kabupaten tuban tergolong cukup tinggi sehingga
31
Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Bulan Agustus 2010
No. Nama Umur Agama/
Pendidikan
Jenis Pidana Masa
Pidana 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. E S SYR M K DSN D A M
FT E B TW SH Y H A S J
DD WJ MD JK SR SPR M R MSD ST SYN STR MSK HDY SYN SMJ JMS A F H M A R A R S R HRY M D C
17 36 24 54 38 34 42 22 26 38 19 21 36 55 30 60 56 28 47 40 31 41 53 51 41 50 32 28 18 33 23 24 35 Islam/SMP Islam/SMA Islam/SMP Katholik/BH Islam/SMA Islam/SMA Protestan/SMA Islam/SMP Islam/SD Katholik/SMA Islam/SMP Islam/SMP Islam/SD Islam/BH Islam/SMP Islam/BH Islam/SD Islam/SMP Islam/SMA Islam/SD Protestan/SMA Islam/SMA Islam/SD Protestan/SD Islam/SMA Islam/SD Islam/SMA Islam/SMP Islam/SMP Islam/SMA Islam/SMP Islam/SD Islam/SMP Pencurian Penadahan Pencurian Pencurian Penipuan Penggelapan Penadahan Pengrusakan Pencurian Pencurian Pencurian Pencurian Penggelapan Pencurian Pencurian Penggelapan Pencurian Pencurian Pemerasan Pencurian Pencurian Pemerasan Penggelapan Penipuan Penipuan Penggelapan Pencurian Penadahan Pemerasan Penggelapan Penggelapan Pencurian Penadahan 2 bulan 8 bulan 8 bulan 8 bulan 7 bulan 7 bulan 6 bulan 10 bulan 6 bulan 7 bulan 5 bulan 6 bulan 6 bulan 8 bulan 6 bulan 7 bulan 8 bulan 6 bulan 8 bulan 6 bulan 6 bulan 8 bulan 6 bulan 6 bulan 7 bulan 7 bulan 8 bulan 1 tahun 6 bulan 7 bulan 6 bulan 9 bulan 8 bulan
(46)
perlu untuk dilakukan usaha untuk menekan angka kejahatan oleh pihak yang berwajib dalam hal ini yakni polisi, namun kerjasama masyarakat juga sangat diperlukan sebagai salah satu komponen penting dalam terciptanya keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat.
Tabel III. Daftar narapidana berdasarkan jenis kasus32
No. Jenis Kasus Jumlah (orang)
1. 2. 3. 4. 5. Pencurian Penggelapan Penadah Penipuan Pemerasan 16 7 4 3 3
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa prosentase kasus pencurian menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah kasus sebanyak 16 kasus atau 48.48%, kemudian diikuti dengan kasus penggelapan sebanyak 7 kasus atau 21.21%, kasus penadah sebanyak 4 kasus atau 12,12%, kemudian penipuan dan pemerasan masing-masing sebanyak 3 kasus atau 9.09%.
Tabel IV. Daftar narapidana berdasarkan lamanya masa pidana.33
No. Lama Pidana Jumlah (orang)
1. 2. 3. 4.
Lebih dari 1 tahun Lebih dari 3 bulan – 1 tahun
1 hari – 3 bulan Pengganti denda/Subsider
- 32
1 -
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar narapidana tidak mempunyai masa pidana 1 tahun atau lebih. Sedangkan masa
32
Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Bulan Agustus 2010
33
(47)
pidana antara 3 bulan sampai dengan 1 tahun yakni 32 orang atau 96,97% narapidana, kemudian untuk masa pidana 1 hari sampai dengan 3 bulan yakni 1 orang atau 3,03%. Jika melihat hal ini jelas bahwa sebagian besar dari mereka telah melakukan perbuatan pidana yang tidak ringan sehingga harus mendapat masa pidana yang relatif lama. Ini menandakan bahwa perbuatan pidana yang dilakukannya tergolong kejahatan berat.
Tabel V. Daftar narapidana berdasarkan tingkat pendidikan34
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Buta Huruf SD SMP SMA D3
S1
3 8 10 12 - -
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa narapidana tidak ada yang melanjutkan sekolah diatas SMA, namun sebagian besar telah mengenyam pendidikan. Narapidana yang berpendidikan SMA tercatat paling banyak yakni 12 orang atau 36,36%, kemudian narapidana yang lulus SMP sebanyak 10 orang atau 30,3%. Sedangkan narapidana SD sebanyak 8 orang atau 24,24%, yang buta huruf sebanyak 3 orang atau 9,09%,. Jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, ternyata sebagaian besar dari mereka telah berpendidikan, meskipun ada beberapa diantara mereka yang masih buta huruf. Namun ternyata tidak ada jaminan bahwa orang yang berpendidikan tidak melakukan perbuatan pidana.
34
(48)
Tabel VI. Daftar narapidana berdasarkan agama35
No. Agama Jumlah (orang)
1. 2. 3. 4. 5. Islam Kristen Khatolik Hindu Budha 28 3 2 - -
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa narapidana yang beragama Islam tercatat paling banyak dengan jumlah 28 orang narapidana atau 84,84% kemudian narapidana yang beragama Kristen 3 orang narapidana atau 9,09% dan Katholik 2 orang narapidana atau 6,06%. Banyaknya narapidana yang beragama Islam dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Tabel VII. Daftar narapidana berdasarkan umur.36
No. Umur Jumlah (orang)
1. 2. 3. 4. 5.
10 - 20 tahun 21 – 30 tahun 31 - 40 tahun 41 – 50 tahun 51 – 60 tahun
3 9 9 5 7
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa narapidana didominasi oleh mereka yang relatif masih muda. Narapidana yang berumur 21 – 30 tahun sebanyak 9 orang atau 27,27%, dan berumur 31 – 40 tahun sebanyak 9 orang atau 27,27%, yang berumur 51 – 60 tahun sebanyak 7 orang atau 21,21%, yang
35
Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Bulan Agustus 2010
36
(49)
berumur 41 – 50 tahun sebanyak 5 orang atau 15,15%, dan yang berumur 10 – 20 tahun sebanyak 3 orang atau 3,03%. Jika dilihat dari faktor usia, sebenarnya sebagain besar dari narapidana tersebut berada dalam usia yang produktif yang seharusnya mereka dapat melakukan banyak hal positif baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Tabel VIII. Daftar narapidana yang dijadikan responden37
37
Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban Bulan Agustus 2010
No. Nama Umur Jenis Kasus
1. SH 26 Pencurian
2. FT 34 Penggelapan
(50)
B. Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban
Lembaga Pemasyarakatan yang berinteraksi langsung dengan para narapidana dan masyarakat pada umumnya, untuk merubah seorang narapidana menjadi manusia yang bisa menyadari kesalahannya sendiri dan mau merubah dirinya sendiri menjadi lebih baik merupakan tugas yang berat. Khususnya untuk Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan tempat membina para narapidana, diperlukan suatu bentuk pembinaan yang tepat agar bisa merubah para narapidana menjadi lebih baik atas kesadarannya sendiri.
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban mempunyai metode maupun bentuk pembinaan yang tepat bagi narapidana yang menghuninya.
Adapun metode pembinaan yang dimaksud adalah:
a) Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).
b) Pembinaan bersifat persuasi edukatif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia lain.
c) Pembinaan berencana, terus-menerus dan sistematik.
d) Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.
(51)
Dalam mencapai tujuannya, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban menggunakan pola pembinaan bertahap yang dikenal dengan tahapan pembinaan. Adapun tahapan-tahapan pembinaan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Tahap Awal
1) Admisi dan orientasi
Merupakan pembinaan tahap awal yang didahului masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan (mapenaling), paling lama satu bulan.
2) Pembinaan kepribadian
(a) Pembinaan kesadaran beragama.
(b) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
(c) Pembinan kemampuan intelektual.
(d) Pembinan kesadaran hukum.
Pembinaan tahap awal ini belaku sejak diterima sampai dengan sekurang-kurannya 1/3 masa dari masa pidana yang sebenarnya. Pengamanan yang dilakukan pada tahap ini adalah maximum security.
b) Tahap Lanjutan
1) Pembinaan kepribadian lanjutan
Program pembinaan ini merupakan lanjutan pembinaan pada tahap awal.
2) pembinaan kemandirian, meliputi:
(a) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.
(52)
(c) Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
(d) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri pertanian / perkebunan dengan teknologi madya / tinggi.
Pembinaan tahap lanjutan ini berlaku dari 1/2 sampai dengan 2/3 masa pidana yang sebenarnya. Dalam tahap lanjutan ini juga dilakukan proses asimilasi yang dilaksanakan dalam Lapas terbuka (open camp) dan di luar Lapas. Kegiatan asimilasi di luar Lapas meliputi kegiatan diantaranya melanjutkan sekolah, kerja mendiri, kerja pada pihak luar, menjalankan ibadah, olahraga dan cuti mengunjungi keluarga dan lain-lain.
c) Tahap Akhir
Pembinaan tahap akhir ini berlaku dari kurang lebih 2/3 masa pidana sampai
dengan bebas. Pengamanan yang dilakukan adalah minimun security.
Pelaksanaan tahap-tahap pembinaan terhadap narapidana yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban meliputi dua bidang yakni pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 02. PK. 04. 10 tahun 1990 tentang pembinaan narapidana dan UU no. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
a) Pembinaan kepribadian, meliputi:
1) Pembinaan Kesadaran Beragama
Pembinaan ini diberikan dengan tujuan agar para narapidana dapat meningkatkan kesadaran terhadap agama yang mereka anut. Seperti kita ketahui bahwa agama merupakan pedoman hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia dengan tujuan supaya manusia dalam hidupnya
(53)
dapat mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Dengan meningkatnya kesadaran terhadap agama, maka dengan sendirinya akan muncul kesadaran dalam diri narapidana sendiri bahwa apa yang mereka lakukan dimasa lalu adalah perbuatan yang tidak baik dan akan berusaha merubahnya ke arah yang lebih baik.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pembinaan kesadaran beragama merupakan salah satu poin penting dalam proses pembinaan terhadap para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban. Hal ini dapat dilihat dari pemberian pembinaan kesadaran beragama yang hampir setiap hari diberikan.
Pembinaan kesadaran beragama juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam merubah perilaku para narapidana. Dari hasil wawancara bahwa pembinaan kesadaran beragama membawa pengaruh yang besar terhadap dirinya. Dia mengatakan bahwa sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan dan diberi pembinaan kesadaran beragama, ia merasa hidupnya tidak mempunyai arah dan tujuan sehingga ia dapat berbuat sesuka hatinya. Akan tetapi setelah mendapat pembinaan kesadaran beragama hidupnya jadi punya arah dan tujuan, jadi lebih tahu tentang agama dan selalu takut untuk berbuat yang dilarang oleh agama,38
Pembinaan kesadaran beragama di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban berjalan dengan baik, hampir semua narapidana dapat mengikuti pembinaan ini dengan antusias.
38
(54)
2) Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh Lembaga
Pemasyarakatan dalam membina para narapidananya adalah menjadikan mereka sebagai warga negara yan baik dan berguna bagi bangsa dan negaranya. Untuk itu pembinaan ini diberikan dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara dalam diri para narapidana. Dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa dan bernegara, diharapkan setelah para narapidana keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, mereka dapat menjadi warga negara yang baik dapat memberikan sesuatu yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara dilakukan melalui kegiatan budi pekerti dan penyuluhan-penyuluhan. Dari hasil wawancara bahwa kegiatan budi pekerti dan penyuluhan tentang kesadaran berbangsa dan bernegara sedikit banyak telah memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjadi seorang warga negara yang baik. Selain itu wawasannya tentang Indonesia semakin bertambah luas. Akan tetapi pemberian pembinaan ini sayangnya tidak diberikan setiap hari oleh
pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban.39
Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara memang untuk saat ini belum bisa dilaksanakan secara rutin, melainkan hanya dilakukan apabila ada penyuluhan-penyuluhan saja. Namun pihak Lembaga
39
(55)
Pemasyarakatan akan segera mengusahakan agar terciptanya pembinaan ini secara rutin dengan menghubungi instansi-instansi terkait.40
3) Pembinaan Kemampuan Intelektual.
Usaha ini dilakukan agar pengetahuan serta kemampuan intelektual para narapidana semakin meningkat. Hal ini mengingat bahwa sangat penting untuk membekali para narapidana dengan kemampuan intelektual agar mereka tidak tertinggal dengan kemajuan yang terjadi di dunia luar dan agar mereka punya bekal apabila telah kembali lagi ke masyarakat. Apalagi jika melihat fakta bahwa diatara para narapidana masih ada yang belum bisa baca dan tulis.
Mereka yang belum bisa baca dan tulis diajari membaca dan menulis sampai mereka bisa dan diusahakan agar setiap waktu yang ada dipergunakan untuk belajar.41
Pembinaan kesadaran intelektual dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Cara pelaksanaan pendidikan formal yang ditempuh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban ini adalah dengan diajarkannya pendidikan agama, budi pekerti, penyuluhan dan sebagainya di dalam kelas.
4) Pembinaan Kesadaran Hukum.
Dilakukan dengan cara memberi penyuluhan hukum yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran hukum sehingga dapat menjadi warga negara yang baik dan taat pada hukum dan dapat menegakkan
40
Wawancara dengan Bapak Lilik S., petugas Bimbingan Kemasyarakatan, 26 Agustus 2010
41
(56)
keadilan, hukum dan perlindungan terhadap harkat dan martabatnya sebagai manusia.
b) Pembinaan Kemandirian
Pembinaan kemandirian yang dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban belum sepenuhnya terlaksana. Sampai saat ini, pembinaan kemandirian di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban hanya melalui program keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri dan keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil. Hal ini dikarenakan belum lengkapnya fasilitas ruangan dan dana yang memadai untuk melaksanakan program keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing dan keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau pertanian atau perkebunan dengan teknologi madya atau tinggi. Namun dalam waktu dekat akan segera
diusahakan terwujudnya program pembinaan kemandirian tersebut.42
Pembinaan kemandirian yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban melalui program-program:
1) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri
contoh : kerajinan tangan seperti membuat kursi dan meja.
2) Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil
contoh : membuat sapu ijuk dan keset serabut kelapa.
Dari hasil wawancara dengan narapidana B, umur 34 tahun, diperoleh keterangan bahwa pembinaan keterampilan diberikan kepada narapidana hanya terbatas yakni meuble (pembuatan kursi dan meja), membuat sapu ijuk
42
(57)
dan membuat keset serabut kelapa, sedangkan dia memiliki minat dan bakat melukis. Pada awalnya dia merasa terpaksa untuk mengikuti pembinaan kemandirian terhadap keterampilan meuble, namun setelah mengikuti kegiatan tersebut dia mengaku cukup senang dan antusia karena dia diarahkan pada keterampilan membuat kursi dan meja sampai dia benar-benar menguasainya.43
Untuk meningkatkan kualitas pembinaan yang diberikan kepada para narapidana, pihak Lembaga Pemasyarakatan juga mengadakan kerjasama dengan pihak luar. Hal ini sesuai dengan UU no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 9 ayat 1 dan 2.
Ayat 1. Dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dn pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya atau peroranga sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3.
Ayat 2. Ketentuan mengenai kerjasama sebagaimana dimaksud oleh ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Instansi dan pihak luar yang diajak kerjasama oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut :
a) Kerjasama antar instansi penegak hukum:
1) Polri
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Kepolisian antara lain dalam hal pengawalan narapidana keluar dari Lembaga Pemasyarakatan ketika ada kegiatan maupun kepentingan lainnya.
43
(58)
2) Kejaksaan Negeri
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak Kejaksaan adalah dalam bentuk pembuatan Surat Keterangan asimilasi bagi narapidana yang menerimanya.
3) Pengadilan Negeri
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak Pengadilan adalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan pihak yang menahan narapidana setelah menerima keputusan resmi dari pengadilan. b) Instansi lainnya
1) Departemen Kesehatan
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Departemen Kesehatan berupa pemenuhan obat-obatan untuk narapidana juga perawatan kesehatan bagi para narapidana selama di dalam Lapas.
2) Departemen Tenaga Kerja
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Depnaker berupa penyaluran tenaga kerja yang berasal dari para narapidana.
3) Departemen Agama
Kerjasama yang dilakukan antara Lembaga Pemasyarakatan dengan pihak Depag berupa penyediaan dana untuk Majelis Ta’lim, pemenuhan buku-buku keagamaan, juga penyuluhan keagamaan.
4) Departemen Pendidikan Nasional
Kerjasama yang dilakukan antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Depdiknas berupa pendirian PKBM (pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
(59)
untuk narapidana, keaksaraan fungsional juntuk narapidana yang buta huruf.
5) Pemerintah Daerah
Kerjasama yang dilakukan antara Lembaga Pemasyarakatan dengan Pemda berupa permohonan dana untuk kegiatan Pramuka beserta fasilitas-fasilitasnya, penampilan seni Warga Binaan Pemasyarakatan dan perpus keliling yang disediakan oleh Perpusda.
c) Pihak swasta
1) Perorangan
2) Kelompok
Bentuk kerjasama dengan kelompok berupa penyuluhan-penyuluhan dan kursus-kursus yang diberikan oleh berbagai yayasan.
3) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
4) Perusahaan
Bentuk kerjasama antara Lembaga Pemasyarakatan dengan perusahaan berupa penyediaan tempat kerja bagi narapidana yang akan magang bekerja.
Selain usaha pembinaan, penyuluhan dan kerjasama dengan instansi lain, perawatan kepada para narapidana merupakan hal yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun kegiatan perawatan narapidana itu antara lain:
a) Penyediaan perlengkapan
Setiap narapidana diberikan pakaian, perlengkapan pakaian dan minum serta perlengkapan tidur yang layak. Di Lembaga Pemasayarakatan
(60)
Klas II B Kabupaten Tuban diberikan seragam yang berwarna biru. Warna biru melambangkan kesetiaan, maksudnya adalah selama memakai pakaian tersebut diharapkan para narapidana tumbuh rasa kesetiaannya. Dengan ditumbuhkan dan dipupuknya rasa kesetiaan selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, diharapkan mereka apabila telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat mempertahankan kesetiaan mereka untuk tidak melanggar hukum lagi dan tetap memelihara tingkah lakunya yang positif sehingga mampu berinteraksi kembali dengan masyarakat.
Selama menghuni Lembaga pemasyarakatan dia mendapatkan pakaian, dan perlengkapan yang memadai meskipun tidak seperti dirumahnya.44
b) Penyediaan makanan
Setiap narapidana mendapat jatah makanan dan minuman yang sesuai dan layak dengan jumlah makanan serta kalori yang diatur namun tetap memenuhi syarat kesehatan. Di dapur telah disiapkan daftar menu mingguan untuk makanan dan disediakan contoh menu untuk pagi, siang dan sore. Untuk narapidana yang berpuasa diberikan makanan dan minuman tambahan sedangkan untuk narapidana yang sakit, dapat diberikan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.
Pada dasarnya para narapidana sudah cukup puas dengan makanan dan minuman yang disediakan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa naparidana yang mengatakan bahwa mereka cukup puas dengan
44
(1)
menjadi hilang. Namun, dari data yang diperoleh di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban tidak ada narapidana yang menjadi anggota politik partai.
b) Hak memilih
Demi menciptakan kehidupan berdemokrasi narapidana tetap diberikan perlindungan atas hak untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum.
c) Hak keperdataan 1) Hak surat-menyurat
Narapidana diperbolehkan untuk melakukan komunikasi dengan keluarga atau sahabat diluar jam kunjungan melalui mengirim atau menerima surat. Hal ini diperbolehkan untuk mengurangi rasa rindu atau mengabarkan sesuatu yang penting dari narapidana terhadap keluarga atau sahabat dan sebaliknya, mengingat jam kunjungan yang diberikan sangat terbatas dan sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan pasal 52 ayat 1, surat tersebut harus melalui petugas keamanan terlebih dahulu.
2) Izin keluar lapas dalam hal-hal luar biasa
Izi keluar Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban diberikan atas dasar kepentingan keluarga yang mendesak yakni antara lain:
(2)
(b)meninggalnya/sakit keras ayah, ibu, anak, cucu, suami, istri, adik atau kakak kandung;
(c) menjadi wali atas pernikahan anaknya; (d)membagi warisan.
Ketentuan tersebut dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan pasal 52 ayat 1 huruf b.
(3)
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
1. Sistem pemidanaan yang digunakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban adalah sistem pemidanaan dengan pola pembinaan. Secara garis besar, pola pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan dengan memberikan pembinaan yang sifatnya umum seperti pembinaan keagamaan, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual dan pembinaan kesadaran hukum. Dan juga memberikan pembinaan yang bersifat teknis seperti pembinaan kemandirian yang diwujudkan dengan memberikan berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar narapidana.
2. Hak yang diterima oleh narapidana merupakan hak yang memiliki syarat. Maksudnya hak tersebut tidak diberikan kepada narapidana begitu saja, namun untuk mendapatkan hak tersebut narapidana harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh aturan yang berlaku, baik oleh undang-undang, peraturan pemerintah maupun keputusan menteri.
B. Saran
1. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban sebagai tempat untuk membina para narapidana juga diharapkan mampu meningkatkan mutu pembinaan terhadap para narapidana agar bisa dijadikan bekal bagi para narapidana untuk menyongsong kehidupan yang baru setelah keluar dari Lapas. Dengan bekal pembinaan yang berkualitas, para narapidana
(4)
diharapkan akan dapat diterima kembali di masyarakat serta mampu bersaing di dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu sarana dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kabupaten Tuban perlu untuk dilengkapi tentunya sebagai penunjang kesuksesan dalam membina narapidana.
2. Narapidana yang merupakan obyek sekaligus subyek pembinaan diharapkan berusaha sekuat tenaga untuk mengubah perilaku mereka atas dasar kemauan sendiri dan berusaha mengikuti pembinaan yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun juga pribadi mereka sendirilah yang dapat mengubah perilaku negatif yang telah dilakukannya, Lapas hanya berfungsi sebagai sarana dalam proses perubahan pribadi narapidana menuju ke arah yang lebih baik.
3. Aturan yang ada sudah cukup baik, namun pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM seharusnya melakukan pengawasan dalam penegakan aturan tersebut sebagai monitoring. Apabila ada amanah undang-undang yang belum terwujud di dalam lembaga pemasyarakatan maka perlu untuk segera dipenuhi baik secara materi maupun non-materi.
(5)
DAFTAR PUSTAKA Buku:
Abdul Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1984 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003
Burhan, Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001
Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Refika Aditama, 2000
Harsono Hs, C.I. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta, Sebelas Maret University Press,
2002
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers, 2003 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1983
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1987 Muladi. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung: P.T Alumni, 1998 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1982
Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana. Bandung, Alumni, 1987
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
Peraturan PerUndang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Peraturan Menteri No. M. 01. PK. 04 – 10 Tahun 2007 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
tata cara pelaksanaan
(6)
Lain-lain:
Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: Penerbit Ichtiar Baru van Hove, 1982, hlm. 1344. Bahan Sosialisasi RUU KUHP 2004, diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan
HAM, tgl. 23-24 Maret 2005, di Hotel Sahid Jakarta. KBBI Depdikbud 1989