PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN
commit to user
i
PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995
TENTANG PEMASYARAKATAN
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
SHINTA HARYANTI NIM. E0007051
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995
TENTANG PEMASYARAKATAN
Oleh Shinta Haryanti NIM. E0007051
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 4 Juli 2011
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
WINARNO BUDYATMOJO, S.H.,M.S. SABAR SLAMET, S.H.,M.H.
(3)
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan hukum (Skripsi)
PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995
TENTANG PEMASYARAKATAN
Oleh Shinta Haryanti NIM. E0007051
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Senin Tanggal : 11 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1 R. Ginting S.H., M.H. :...
Ketua
2. SabarSlamet S.H., M.H. :... Sekretaris
3. Winarno Budyatmojo S.H., M.S. :... Anggota
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum. NIP. 195702031985032001
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Shinta Haryanti NIM : E0007051
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 4 Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Shinta Haryanti NIM. E0007051
(5)
commit to user
v
ABSTRAK
SHINTA HARYANTI. E0007051, PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995
TENTANG PEMASYARAKATAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.
Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan narapidana wanita yang dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, dan bagaimana bila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan dan studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara, kuesioner, dan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah model analisis interaktif. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa pembinaan narapidana yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta berjalan cukup baik. Hal ini tercermin dari pelaksanaan seluruh program pembinaan, baik program pembinaan kepribadian maupun program kemandirian. Meskipun secara yuridis, pembinaan narapidana laki-laki dan narapidana wanita yang dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta tidak sesuai dengan amanat Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, tetapi pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan ini tetap berjalan baik, efektif, dan kondusif. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan.
(6)
commit to user
vi
ABSTRACT
SHINTA HARYANTI. E0007051, MALE AND FEMALE PRISONERS
GUIDANCE IN ONE INSTITUTION OF PENITENTIARY IN
YOGYAKARTA INSTITUTION OF PENITENTIARY CLASS IIA
VIEWED FROM ACT NUMBER 12 YEAR 1995 ABOUT
PENITENTIARY. Faculty of Law Sebelas Maret University of Surakarta. Legal
Writing (Thesis). 2011.
The purpose of this study to observe the procedure of male prisoners and female prisoners guidance who performed in one institution of penitentiary in Yogyakarta Institution of Penitentiary Class IIA, and what if the review of Act Number 12 Year 1995 about Penitentiary.
This research is an empirical law research that is descriptive with qualitative approach. Types of data that was used are primary and secondary data which are classified into primary legal materials, secondary legal materials, as well as legal materials tertiary or auxiliary. Data collection techniques that was used in this research are field study and literature study, the technique of collecting data by conducting interviews, questionnaires, and study the secondary data. Analysis of the data that was used is interactive model. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that prisoners guidance who carried by Yogyakarta Institution of Penitentiary Class IIA is going good enough. This is reflected in the implementation of all development programs, both in personality development and self-sufficiency program. Although legally, male prisoners and female prisoners guidance who performed in one institution of penitentiary in Yogyakarta Institution of Penitentiary Class IIA is not in accordance with the mandate of Article 12 paragraph (2) of Act Number 12 of 1995 about Penitentiary, but the guidance in this institution of penitentiary is still running good, effective, and conducive. Theoretical implications of this research is to provide contributions to the development of legal science, especially in the implementation of the penitentiary system in institution of penitentiary.
(7)
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Pembinaan Narapidana Laki-Laki dan Wanita dalam Satu Lembaga Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan”.
Penulisan Hukum ini membahas mengenai tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan narapidana wanita dalam satu lembaga pemasyarakan, yaitu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, dan bagaimana hal tersebut ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum ini dapat selesai, yaitu kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Winarno Budyatmojo, S.H., M.S. dan Bapak Sabar Slamet, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
3. Bapak Rehnalemken Ginting, S.H., M.H., selaku ketua Bagian Hukum Pidana yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
4. Bapak Budi Setiyanto, S.H., M.H., yang telah membantu memberikan referensi dalam penulisan hukum (skripsi) ini.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Bapak Santosa Heru Irianto, Bc.IP., S.H., M.H., selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dan segenap petugas dan pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta yang telah membantu
(8)
commit to user
viii
penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penulisan hukum (skripsi) ini.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Sumiyanto dan Ibu Tri Hardiati yang tak pernah lelah memberikan doa, perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi dan kasih kepada penulis.
8. Septian Prayogi yang selalu setia mendampingi penulis.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan hukum (skripsi) ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
Surakarta, 4 Juli 2011
(9)
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah ... 1
B Rumusan Masalah ... 3
C Tujuan Penelitian ... 3
D Manfaat Penelitian ... 4
E Metode Penelitian ... 5
F Sistematika Penulisan Hukum ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Tentang Teori Pemidanaan ... 13
a. Teori Absulot/Teori Pembalasan ... 13
b. Teori Relatif ... 13
2. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum & Asas Hukum . 14 3. Tinjauan Umum Tentang Pemasyarakatan ... 15
4. Tinjauan Umum Tentang Narapidana ... 16
5. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana ... 17
(10)
commit to user
x
b. Tujuan Pembinaan ... 19
c. Tahapan Pembinaan Narapidana ... 20
B Kerangka Pemikiran ... 23
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25
1. Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan ... 25
2. Visi dan Misi ... 29
3. Peraturan Perundang-Undangan yang Mendasari Pelaksanaan Pembinaan ... 29
4. Sistem Penjagaan ... 31
5. Kondisi Sumber Daya Manusia ... 34
6. Kondisi Narapidana ... 36
B Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta ... 37
1. Janji, Tata Tertib, Sanksi, Hak dan Kewajiban Narapidana ... 37
2. Tahap Pelaksanaan Pembinaan ... 41
3. Metode Pembinaan ... 47
4. Program dan Wujud Pembinaan ... 49
C Pembinaan Narapidana Wanita dan Narapidana Laki-Laki dalam Satu Lembaga Pemasyarakatan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ... 54
1. Lembaga Pemasyarakatan Wanita sebagai Golongan Khusus dari Lembaga Pemasyarakatan ... 54
2. Hak-Hak Narapidana Wanita sebagai Hak Khusus ... 54
3. Pembinaan Narapidana Wanita dan Narapidana Laki-Laki dalam Satu Lembaga Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta ... 57
BAB IV PENUTUP A Simpulan ... 64
(11)
commit to user
xi
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data SDM berdasarkan golongan……… 35 Tabel 2. Data SDM berdasarkan tingkat pendidikan……….…… 35 Tabel 3. Data Narapidana………....…… 36
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Skema 1. Komponen-komponen Analisis Model Interaktif….………… 10
Skema 2. Kerangka Pemikiran……….………. 23
Skema 3. Struktur Organisasi Kesatuan Pengamanan……….….……… 33
Skema 4. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta………..….……… 34
Diagram 1. Program & kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh petugas………..…….……… 59
Diagram 2. Keamanan & ketertiban di lingkungan lembaga pemasyarakatan……….…….………… 59
Diagram 3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian…...………… 60
Diagram 4. Pelaksanaan program pembinaan kemandirian………..…… 60
Diagram 5. Sarana & prasarana ibadah……….………… 61
Diagram 6. Sarana & prasarana perawatan dan kesehatan……… 61
Diagram 7. Sarana & prasarana pendidikan dan pengajaran……… 62
Diagram 8. Kelayakan makanan………...………… 62
Diagram 9. Pemenuhan hak narapidana…………...……… 63
Diagram 10. Upaya petugas pemasyarakatan dalam mengawasi dan menjaga interaksi narapidana laki-laki dan narapidana wanita……… 63
(14)
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Berita Acara Seminar Proposal Lampiran 2 : Daftar Hadir Seminar Proposal Lampiran 3. : Surat ijin melakukan penelitian
Lampiran 4 : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyrakatan
Lampiran 5 : Data pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta per tanggal 02 Mei 2011
Lampiran 6 : Data narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta per tanggal 30 April 2011
Lampiran 7 : Daftar susunan bahan makanan dan menu makanan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
(15)
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, maka penegakan hukum di Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang dalam hal ini diemban oleh lembaga-lembaga penegakan hukum di Indonesia, seperti Kepolisian yang mengurusi proses penyidikan, Kejaksaan yang mengurusi penuntutan, Kehakiman yang mengurusi penjatuhan pidana atau vonis, dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang mengurusi perihal kehidupan narapidana selama menjalani masa pidana.
Sejalan dengan UUD 1945, Pancasila sebagai landasan idiil dari sistem pemasyarakatan, menyebutkan adanya keseimbangan dan keselarasan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungannya dengan masyarakat, hubungannya dengan alam, dengan bangsa-bangsa lain maupun hubungannya dengan Tuhan.
Semakin berkembangnya budaya dan iptek, maka perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku tersebut bila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang tidak sesuai norma akan menyebabkan gangguan ketertiban dan ketenteraman kehidupan manusia, yang biasanya oleh masyarakat disebut sebagai pelanggaran atau bahkan kejahatan.
Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan Negara. Dalam kenyataannya, kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tidak dapat diberantas secara tuntas. Oleh karena itu dibentuklah suatu pranata hukum yang bertujuan melindungi masyarakat dari perbuatan yang dilarang beserta akibatnya, yaitu hukum pidana. Pidana itu sendiri memiliki tujuan, antara lain pembalasan
(16)
commit to user
(revenge) yaitu membalaskan dendam korban kejahatan kepada pelaku kejahatan, penghapusan dosa (expiation) atau retribusi (retribution) yaitu melepaskan pelaku dari perbuatan jahat, dan variasi antara penjeraan (deterrent) terhadap pelaku dan calon pelaku, melindungi masyarakat dari perbuatan jahat, dan perbaikan (reformasi) kepada pelaku (Andi Hamzah, 1986:15-16).
Berdasarkan tujuan tersebut, maka pelaku kejahatan dijatuhi hukuman. Seperti yang diungkapkan oleh Bambang Waluyo:
Penjatuhan pidana merupakan upaya mempertahankan hukum pidana materiil. Namun demikian, dalam dimensi kemasyarakatan dan kenegaraan, hukum merupakan tatanan kehidupan nasional, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan (hankam). Dalam hal ini penjatuhan pidana merupakan upaya agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, keadilan, serta kepastian hukum. Bagi yang bersangkutan agar dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki, dan tidak mengulangi tindak pidana (Bambang Waluyo, 2000:35).
Pemidanaan dewasa ini berkembang lebih manusiawi dan lebih rasional dan mulai meninggalkan pola lama dari pembalasan dan pengasingan menuju pada usaha perbaikan narapidana agar menjadi orang yang lebih baik atau dapat dikatakan sebagai pemasyarakatan.
Di Indonesia, masalah pemasyarakatan selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa “pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana” (Pasal 1 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995).
Pembinaan narapidana dilakukan dengan terlebih dahulu digolongkan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Dari penggolongan tersebut, yang akan dibahas oleh penulis adalah penggolongan menurut jenis kelamin, karena pembinaan terhadap narapidana wanita dilakukan di lembaga pemasyarakatan wanita. Sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, pembinaan terhadap narapidana laki-laki dan wanita dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, penulis
(17)
commit to user
bermaksud untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul: “PEMBINAAN NARAPIDANA LAKI-LAKI DAN WANITA DALAM SATU LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA YOGYAKARTA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN”.
B. Rumusan Masalah
Sebagai usaha dalam melakukan suatu penelitian yang lebih baik, terstruktur, terarah, serta agar lebih mudah memperoleh jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini dalam dua kerangka pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta? 2. Bagaimana pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan yang diangkat. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh data dalam rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan obyektif dari penelitian ini sendiri adalah:
a. Untuk mengetahui tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
(18)
commit to user
b. Untuk mengetahui pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta sudah sesuai atau belum dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
2. Tujuan Subyektif
Tujuan subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penelitian. Tujuan subyektif dari penelitian ini antara lain:
a. Untuk mengaplikasikan, menambah, memperluas pengetahuan penulis mengenai pemahaman hukum pidana dalam teori dan praktek di lapangan. b. Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai pembinaan narapidana di
lembaga pemasyarakatan.
c. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri, serta bagi pembaca, sehingga akan memperkaya khasanah pengetahuan, terutama di bidang hukum pidana. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat pada pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya, dan Hukum Pidana pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya dan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang akan diteliti. 2. Manfaat Praktis
a. Memberikan gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang pembinaan narapidana laki-laki dan wanita di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
(19)
commit to user
b. Memberikan gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang pembinaan narapidana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
E. Metode Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Pengantar Penelitian Hukum, “penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistim, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu” (Soerjono Soekanto, 2006:42).
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud mengetahui gejala lainnya Penulis akan menjelaskan secara obyektif mengenai pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. “Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru” (Soerjono Soekanto, 2007: 10). 3. Pendekatan Penelitian
Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai berikut:
Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
(20)
commit to user
perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan (Lexy J Moleong, 2010:4).
Pendekatan tersebutlah yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini, yaitu berdasarkan informasi dan data yang dinyatakan oleh narasumber, baik secara lisan maupun tertulis. Serta dengan mengamati perilaku yang nyata untuk kemudian dipelajari dan ditelaah.
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun penulisan hukum ini, penulis mengadakan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, dimana pemilihan lokasi tersebut dilakukan karena lokasi tersebut dinilai terdapat data yang penulis perlukan, yaitu mengenai pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan.
5. Jenis Data
Menurut Soerjono Soekanto, “lazimnya di dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Yang pertama disebut dengan data primer atau data dasar (primary data atau
basic data), dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data)” (Soerjono Soekanto, 2008:11-12). Jenis data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah:
a. Data Primer
Data primer adalah keterangan, info, fakta yang diperoleh dari narasumber melalui wawancara maupun dari fakta yang diamati secara langsung di lapangan. Dalam penelitian ini penulis mengambil data primer dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah keterangan, info, fakta yang diperoleh bukan secara langsung dari narasumber yang ada si lapangan, melainkan studi kepustakaan yaitu dari tulisan ilmiah, sumber tertulis, buku, arsip, majalah,
(21)
commit to user
literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal, dan sebagainya, yang mempunyai relevansi dengan topik yang akan penulis bahas pada penelitian hukum ini, untuk kemudian akan penulis telaah dan kaji lebih lanjut.
6. Sumber Data
Dalam suatu penelitian hukum, perlu adanya data yang digunakan untuk memecahkan masalah dan memberikan deskripsi mengenai obyek penelitian. Tempat ditemukannya data-data tersebut adalah sumber data. Maka penulis akan menggunakan beberapa sumber data, antara lain:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yang sangat menunjang dalam penulisan hukum ini adalah sumber data primer yang diperoleh secara langsung dari lapangan, yang terdiri dari keterangan maupun data yang diperoleh dari petugas yang berwenang di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh bukan secara langsung dari narasumber. Dalam prakteknya, sumber data sekunder adalah data dari kepustakaan, yang sifatnya dapat mendukung data primer, yang terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer, yaitu materi hukum yang sifatnya mengikat dan mempunyai kedudukan secara yuridis, seperti peraturan perundang-undangan, meliputi:
a) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan c) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu:
a) Buku-buku yang berkaitan dengan topik yang penulis angkat b) Hasil penelitian para sarjana dan kaum cendekiawan
(22)
commit to user c) Literatur dan hasil penelitian
3) Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang member petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder tersebut. Ini biasanya diperoleh dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan sebagainya.
7. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperlancar jalannya penelitian, perlu diperhatikan teknik dalam pengumpulan data. Menurut Soerjono Soekanto, “di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dpergunakan masing-masing, atau bersama-sama” (Soerjono Soekanto, 2008:21).
Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan cara penelitan untuk mendapatkan data yang diperlukan, dimana peneliti menggunakan teknik wawancara. “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu” (Lexy J. Moleong, 2010: 186).
Selain wawancara, penulis juga melakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner kepada narapidana, dimana kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tertutup yang terdiri dari 10 pertanyaan.
Kemudian penulis juga melakukan studi dokumenter dengan mempelajari dokumen tentang pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana. “Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data
(23)
commit to user
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan” (Lexy J. Moleong, 2010:217).
b. Studi Pustaka
Penulis melakukan studi pustaka dengan membaca dan mempelajari segala bahan seperti buku, majalah, literatur, tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan, internet dan sebagainya.
8. Teknik Analisis Data
Setelah penulis melakukan pengumpulan data, perlu adanya suatu teknik analisis data yang tepat agar data yang telah penulis kumpulkan dapat diolah dengan tepat untuk menghasilkan suatu penelitian hukum yang sempurna dan baik. “Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya” ( Lexy J. Moleong, 2010: 247).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yaitu model analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan dengan cara interaksi, baik antara komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus.
Dalam teknik analisis ini penulis bergerak dalam tiga komponen analisis, selama pengumpulan data berlangsung hingga saat pengumpulan data selesai. Maka peneliti bergerak diantara tiga komponen analisis tersebut, hingga waktu yang tersisa bagi penelitian berakhir. Model analisis interaktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
(24)
commit to user Skema 1
Komponen-komponen Analisis Model Interaktif
Keterangan: a) Reduksi Data
Proses ini berlangsung sejak awal penelitian dan pada saat pengumpulan data berlangsung. Reduksi data ini dilakukan dengan membuat singkatan, memusatkan tema, menuliskan memo, dan menentukan batas-batas permasalahan. Proses seleksi, pemfokusan, dan penyederhanaan dan abstraksi data dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tulis di lapangan. Proses reduksi data dilakukan hingga penelitian dan penulisan hukum ini berakhir.
b) Penyajian Data
Merupakan suatu rangkaian informasi, deskripsi yang dibuat dalam suatu bentuk pemaparan atau narasi hingga memungkinkan dibuatnya suatu kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Pengumpulan data
Reduksi data Sajian data
Penarikan kesimpulan/
(25)
commit to user c) Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung (H.B. Sutopo, 1988: 34-37).
Dengan menggunakan model analisis data interaktif maka akan didapat gambaran yang lengkap dan menyeluruh terhadap keadaan yang nyata sesuai dengan penelitian.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam menyusun semua data yang telah diperoleh agar dapat menjadi suatu bentuk penulisan hukum yang baik, perlu adanya suatu sistematika tertentu yang diharapkan dapat menyelaraskan antara judul, latar belakang, tinjauan pustaka, serta data yang diperoleh untuk memperoleh suatu kesimpulan yang baik.
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan hukum sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi Tinjauan tentang Teori Pemidanaan, Tinjauan Umum tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum, Tinjauan Umum tentang Pemasyarakatan, Tinjauan Umum tentang Narapidana dan Tinjauan Umum tentang Pembinaan Narapidana. Kerangka pemikiran berisi kerangka atau landasan berpikir yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.
(26)
commit to user BAB III : PEMBAHASAN
Dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang gambaran umum mengenai Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, dan bagaimana pelaksanaan pembinaan tersebut ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. BAB IV : PENUTUP
Dalam bab IV sebagai penutup penulis akan menyajikan simpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti. DAFTAR PUSTAKA
(27)
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI
1. Tinjauan Tentang Teori Pemidanaan
Masalah pemidanaan merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal, masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang sama sekali tidak boleh dipisahkan. Hal ini ditegaskan oleh Dwidja Priyatno:
Apabila dikaji lebih dalam filsafat pemidanaan bersemayam ide-ide dasar pemidanaan yang menjernihkan pemahaman tentang hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab subyek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada Negara berdasarkan atas hukum untuk melakukan pemidanaan. Sedangkan teori pemidanaan berada dalam proses keilmuan yang mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi tujuan pemidanaan bagi Negara, masyarakat, dan subyek hukum terpidana (Dwidja Priyatno, 2009:13).
Oleh karena itu, untuk mengorganisasi, menjelaskan, dan memprediksi tujuan pemidanaan, terdapat dua teori tentang pemidanaan, yaitu:
a. Teori Absulot/Teori Pembalasan
Sanksi pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Menurut teori ini, sanksi pidana wajib (mutlak) dikenakan pada pelaku kejahatan tanpa dipikirkan manfaat pemidanaan, hanya sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan atau tindak pidana.
b. Teori Relatif
Sanksi pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu untuk menjamin tertib hukum dan masyarakat dan mencegah terjadinya kejahatan (prevensi). Adapun pencegahan kejahatan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:
(28)
commit to user 1) Prevensi Umum
Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh hokum pidana dengan mempengaruhi tingkah laku anggota masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan kejahatan atau tindak pidana.
2) Prevensi Khusus
Pencegahan kejahatan itu ingin dicapai oleh hokum pidana dengan mempengaruhi tingkah laku si terpidana untuk tidak melakukan suatu tindak pidana lagi. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana berubah menjadi lebih baik dan berguna bagi masyarakat.
Selain kedua teori tersebut, terdapat pula teori gabungan tentang pemidanaan sebagaimana dikemukakan oleh Pellegrino Rossi dalam Muladi dan Barda Nawawi. “Ia tetap menganggap bahwa pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun dia berpendirian bahwa pidana mempunyai pelbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi umum” (Muladi & Barda Nawawi, 1998:50).
2. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum dan Asas Hukum
Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif, maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu :
a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt Lex Impriori); c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-undang
yang bersifat umum (Lex Specialis Derograt Lex General), apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut;
(29)
commit to user
d. Undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama (Lex Posteriori Derograt Lex Priori); artinya undang-undang lain yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-undang yang lama tersebut;
e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang-undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang untuk menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang saja (Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali) karena bertentangan dengan peraturan di atasnya; f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual
dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan (inovasi).
3. Tinjauan Umum Tentang Pemasyarakatan
Diantara jenis sanksi pidana yang berlaku dalam hukum pidana di Indonesia, yang paling sering digunakan adalah pidana penjara. Seperti yang diungkapkan Barda Nawawi dalam salah satu bukunya, yaitu:
Salah satu jenis sanksi pidana yang paling sering digunakan sebagai sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan ialah pidana penjara. Dilihat dari sejarahnya, penggunaan pidana penjara sebagai “cara untuk menghukum” para penjahat baru dimulai pada bagian terakhir abad 18
(30)
commit to user
yang bersumber pada paham individualisme. Dengan makin berkembangnya paham individualisme dan gerakan perikemanusiaan, maka pidana penjara ini semakin memegang peranan penting dan menggeser kedudukan pidana mati dan pidana badan yang dipandang kejam (Barda Nawawi, 2010: 43-44).
Dalam menjalankan pidana penjara tersebut, dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dibentuklah Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang tersebut, dijelaskan bahwa:
Sistem pemasyarakatan adalah tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang bebas dan bertanggung jawab (Pasal 1 ayat (2) UU No.12 Tahun 1995).
Sistem Pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. “Tujuan pemasyarakatan sebenarnya dua:
a. Memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga yang baik (jika berdasar perikemanusiaan).
b. Melindungi masyarakat dari kambuhnya kejahatan bekas narapidana dalam masyarakat karena tidak mendapatkan pekerjaan” (Andi Hamzah, 1986:90).
Kedua tujuan tersebut dapat tercapai apabila pelaksanaan sistem pemasyarakatan tersebut sesuai dengan instrumen atau peraturan perundang-undang yang mengaturnya.
4. Tinjauan Umum Tentang Narapidana
Narapidana adalah salah satu komponen yang penting dalam sistem pemasyarakatan. Narapidana merupakan salah satu Warga Binaan
(31)
commit to user
Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, memberikan pengertian “narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS” (Pasal 1 ayat (7) UU PAS). Narapidana dalam hal ini, terdiri dari narapidana wanita dan narapidana laki-laki.
Narapidana sering dipandang oleh masyarakat sebagai seseorang yang jahat dan terkadang sulit untuk diterima kembali dalam masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pemasyarakatan berusaha untuk memperbaiki narapidana baik kepribadiannya maupun sikapnya. Narapidana juga diberikan bekal keterampilan (skill) supaya setelah terjun kembali ke masyarakat, ia dapat diterima kembali dengan baik oleh masyarakat dan diharapkan dapat lebih produktif.
5. Tinjauan Umum Tentang Pembinaan Narapidana a. Pengertian dan Asas Pembinaan Narapidana
Perlindungan hak asasi pelanggar Hukum Internasional yang ditetapkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, yaitu “sistem penjara harus mencakup pembinaan terhadap narapidana, yang tujuan utamanya adalah perbaikan dan rehabilitasi sosial narapidana” (Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005).
Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari orang dewasa dan diberikan perlakuan sesuai dengan usia dan status hukumnya. Oleh sebab itulah dalam Sistem Pemasyarakatan menganggap bahwa wadah pembinaan narapidana yang paling ideal adalah masyarakat.
Sejalan dengan prinsip ini maka dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah dinyatakan secara jelas dan limitatif berbagai hak narapidana, temasuk hak mendapatkan pembinaan di tengah-tengah masyarakat yakni hak asimilasi, hak mengunjungi keluarga, hak cuti bersyarat dan pembebasan bersyarat. Hal
(32)
commit to user
ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak yang negatif dari pemenjaraan. Sedangkan di sisi lain secara bertahap ia diberikan pelatihan untuk menerima tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam kegiatan bermasyarakat.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dijelaskan bahwa “pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan” (Pasal 1 ayat (1) PP No.31 Tahun 1999).
Untuk dapat melandasi program pembinaan narapidana, sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:
1.) Pengayoman;
2.) Persamaan perlakuan dan pelayanan; 3.) Pendidikan;
4.) Pembimbingan;
5.) Penghormatan harkat dan martabat manusia;
6.) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan
7.) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu (Pasal 5 UU No.12 Tahun 1995).
Penjelasan terhadap asas-asas yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.
Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang,
(33)
commit to user
Penghormatan harkat dan martabat manusia” adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.
Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. (Selama di LAPAS, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, keterampilan, olah raga, atau rekreasi).
Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di LAPAS, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.
b. Tujuan Pembinaan
C.I.Harsono dalam skripsi Apriana Kusumaningrum menyebutkan bahwa:
Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan, yang dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1) Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana.
2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya.
3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat (C.I. Harsono. 1995:47).
(34)
commit to user
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan, tujuan pembinaan dibagi menjadi dua:
1) Tujuan Umum:
a) Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.
b) Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.
2) Tujuan Khusus:
a) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.
b) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal ketrampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.
c) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan sosial.
d) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan negara.
c. Tahapan Pembinaan Narapidana
Berikut ini adalah tahap-tahap pembinaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan:
1.) Pembinaan tahap awal.
Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana.Pembinaan tahap awal ini meliputi:
a) Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;
(35)
commit to user
c) Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; dan
d) Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
Tahap ini diawali dengan tahap admisi dan orientasi, yaitu sejak masuk didaftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya, hasil penelitian tersebut penting untuk penyusunan program pembinaan selanjutnya.
2.) Pembinaan tahap lanjutan
Pembinaan tahap lanjutan dapat dibagi kedalam 2 periode, yaitu sebagai berikut:
a) Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan 1/2 (satu per dua) dari masa pidana; dan
b) Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana.
Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud di atas, meliputi:
a) Perencanaan program pembinaan lanjutan; b) Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c) Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan d) Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
3.) Pembinaan tahap akhir
Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan tahap akhir meliputi:
a) Perencanaan program integrasi; b) Pelaksanaan program integrasi; dan
c) Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
Tahap Integrasi atau non institusional, tahap ini apabila narapidana sudah menjalani 2/3 masa pidanaya dan paling sedikit 9 (sembilan) bulan, narapidana dapat diusulkan diberikan pembebasan bersyarat. Di sini narapidana sudah sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat dan
(36)
commit to user
keluarga. Setelah pembebasan bersyarat habis, kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk mengurus atau menyelesaikan surat bebas atau surat lepasnya. Apabila dalam tahap ini mendapatkan kesulitan atau hal-hal yang memungkinkan tidak mendapatkan persyaratan pembebasan bersyarat, maka narapidana diberikan cuti panjang lepas yang lamanya sama dengan banyaknya remisi terakhir, tapi tidak boleh lebih dari 6 (enam) bulan. Dengan uraian di atas, tampak jelas bahwa proses pemasyarakatan berjalan tahap demi tahap, dan masing-masing tahap ada gerak ke arah menuju kematangan.
Pentahapan pembinaan tersebut ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) melalui sidang TPP. Dalam sidang TPP, kepala lembaga pemasyarakatan wajib memperhatikan hasil lintas.
(37)
commit to user
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Skema 2 Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana / Kejahatan
Pemidanaan
Pidana Penjara
Pidana Mati Pidana
Kurungan
Pidana Denda
Lembaga Pemasyarakatan
Pembinaan Warga Binaan
Narapidana Anak Didik
Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan
Narapidana Laki-Laki
Narapidana Wanita
LAPAS Kelas IIA Yogyakarta
Kesimpulan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
(38)
commit to user KETERANGAN
Adanya tindak pidana/kejahatan yang dilakukan, maka diberlakukannya pemidanaan untuk mengatasi maupun mencegah tindak pidana/kejahatan. Bentuk pemidanaan atau sanksi pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia antara lain pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. Penulis berkonsentrasi pada pelaksanaan pidana penjara. Untuk melaksanakan pidana penjara tersebut, diperlukan suatu wadah yang memadai dan manusiawi.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka dibentuklah Lembaga Pemasyarakatan yang tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk melaksanakan pidana penjara tetapi juga sebagai sarana untuk mengembalikan narapidana kepada perilaku yang baik dan bertanggungjawab serta menyiapkan narapidana untuk terjun kembali ke masyarakat. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut adalah dengan pembinaan warga binaan, yaitu narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. Penulis berkonsentrasi pada pembinaan narapidana.
Pembinaan terhadap narapidana laki-laki dan narapidana wanita tentu saja berbeda. Namun, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Yogyakarta, pembinaan terhadap narapidana laki-laki dan wanita dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan.
Oleh karena itu, pada penulisan hukum ini penulis akan menguraikan bagaimana tata cara pembinaan narapidana laki-laki dan wanita dalam satu lembaga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dan bagaimana jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
(39)
commit to user
25
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta terletak di Jl. Taman Siswa No.06 Yogyakarta dengan luas areal ± 3,8 Hektar, merupakan bangunan peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama
Gevangenis En Huis Van Bevaring dengan bentuk bangunan yang khas, yaitu
tembok yang tinggi dan tebal serta bentuk kusen pintu dan jendela besar dengan batas-batas geografis sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : SD Margoyasan
b. Sebelah Barat : Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Yogyakarta
c. Sebelah Selatan : Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Yogyakarta
d. Sebelah Timur : Jalan Taman Siswa
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta didirikan pada tahun 1910. Sampai dengan tahun 1915, Lembaga pemasyarakatan ini mengalami berkali-kali ganti nama sebagai berikut:
a. Gevangenis En Huis Van Bevaring (Zaman Belanda)
b. Penjara Yogyakarta
c. Kepenjaraan Daerah Istimewa Yogyakarta d. Kantor Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga e. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta f. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Rincian bangunan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Kompleks bangunan untuk keperluan pembinaan dan bimbingan kerja narapidana:
(40)
commit to user 2) 1 gedung aula
3) 1 Masjid
4) 1 ruang pendidikan 5) 1 ruang perawatan 6) 1 ruang pijat refleksi 7) 1 gedung bengkel kerja 8) 1 ruang diesel
9) I gudang perlengkapan
b. Kompleks bangunan untuk keperluan narapidana: 1) 1 Blok Wanita (Blok C)
2) 3 Blok Pria (Blok D, E, F)
3) 1 Blok Pengenalan Lingkungan (Blok G)
4) 1 Blok Pengamanan Khusus (Blok A) untuk narapidana yang terancam dan narapidana yang melakukan pelanggaran
5) 1 Sel Pengasingan 6) 1 Ruang Kunjungan
c. Kompleks bangunan untuk keperluan penjagaan: 1) 4 Pos Atas
2) 1 Pos Transit
3) 1 Pos Utama/ Kepala Jaga
4) 1 Ruang Tempat Penyimpanan Senjata dan Amunisi
Rincian jumlah narapidana pada setiap blok di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Blok A (Super Maximum Security) 1) Sel A1: Kapasitas : 13 orang
Isi : 0 orang 2) Sel A2: Kapasitas : 13 orang
Isi : 3 orang 3) Sel A3: Kapasitas : 13 orang
Isi : 6 orang 4) Sel A4: Kapasitas : 13 orang
(41)
commit to user Isi : 0 orang
b. Blok C (Blok Wanita)
1) Sel C1: Kapasitas : 9 orang Isi : 8 orang 2) Sel C2: Kapasitas : 21 orang
Isi : 7 orang 3) Sel C3: Kapasitas : 21 orang
Isi : 0 orang c. Blok D
1) Sel D1: Kapasitas : 17 orang Isi : 7 orang 2) Sel D2: Kapasitas : 9 orang Isi : 4 orang 3) Sel D3: Kapasitas : 33 orang
Isi : 24 orang 4) Sel D4: Kapasitas : 9 orang
Isi : 5 orang 5) Sel D5: Kapasitas : 33 orang
Isi : 25 orang 6) Sel D6: Kapasitas : 9 orang
Isi : 6 orang 7) Sel D7: Kapasitas : 33 orang
Isi : 24 orang d. Blok E (Maximum Security)
1) Sel E1: Kapasitas : 11 orang Isi : 5 orang 2) Sel E2: Kapasitas : 31 orang
Isi : 20 orang 3) Sel E3: kapasitas : 33 orang Isi : 20 orang 4) Sel E4: kapasitas : 33 orang
(42)
commit to user Isi : 17 orang
5) Sel E5: Kapasitas : 33 orang Isi : 17 orang e. Blok F
1) Sel F1: Kapasitas : 5 orang Isi : 5 orang 2) Sel F2: Kapasitas : 5 orang Isi : 4 orang 3) Sel F3: Kapasitas : 5 orang Isi : 4 orang 4) Sel F4: Kapasitas : 5 orang Isi : 5 orang 5) Sel F5: Kapasitas : 5 orang Isi : 2 orang 6) Sel F6: Kapasitas : 5 orang Isi : 4 orang 7) Sel F7: Kapasitas : 5 orang Isi : 4 orang 8) Sel F8: Kapasitas : 5 orang Isi : 3 orang 9) Sel F9: Kapasitas : 5 orang Isi : 4 orang 10) Sel F10: Kapasitas: 5 orang Isi : 3 orang 11) Sel F11: Kapasitas: 5 orang Isi : 2 orang f. Blok G
1) Sel G4: Kapasitas : 33 orang Isi : 27 orang 2) Sel G5: Kapasitas : 21 orang Isi : 23 orang
(43)
commit to user 2. Visi dan Misi
Berikut ini Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta:
a. Visi: memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(Membangun Hidup Mandiri)
b. Misi: melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
3. Peraturan Perundang-Undangan yang Mendasari Pelaksanaan Pembinaan Indonesia sebagai negara hukum ditegaskan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Maksudnya adalah bahwa Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dalam menjalankan pemerintahannya dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Oleh karena itu, lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu sistem dalam pemerintahan di bidang penegakan hukum, maka pelaksanaan tugas serta fungsinya harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia pada umumnya dan peraturan yang dibuat oleh lembaga pemasyarakatan yang bersangkutan pada khususnya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu Kandi Tri S., S.H., M.H., selaku Staff Bina Kemasyarakatan dan Perawatan (BIMASWAT) pada tanggal 19 Mei 2011, peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan tugas serta fungsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan b. Peraturan Pemerintah:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
(44)
commit to user
3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
c. Surat Keputusan:
1) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan
2) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana dan Tahanan
3) Keputusan Menteri Hukum dan perundang-Undangan Nomor: M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan
4) Keputusan Bersama Menteri Kehakiman Nomor: M.01-PK.03.01 Tahun 1984, Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP.354/MEN/84, dan Menteri Sosial Nomor: 63/Huk/X/1984 tentang Kerjasama dalam Penyelenggaraan Program Latihan Kerja Bagi Narapidana serta Rehabilitasi Sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana dan Anak Negara
5) Keputusan Bersama Menteri Kehakiman Nomor: M.01-PK.03.01 Tahun 1985 dan Menteri Perindustrian Nomor: 425/M/SK/11/1985 tentang Kerjasama dalam Penyelenggaraan Program Latihan Tenaga Kerja Industrial dan Pemasaran Hasil Produksi Narapidana
6) Keputusan Bersama Menteri Kehakiman Nomor: M.01-UM.0106 Tahun 1987 dan Menteri Kesehatan Nomor: 65/MENKES/SKB/II/1987 tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan d. Surat Edaran
1) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.PK.04.10-64 Tahun 1992 tentang Syarat Tambahan untuk Mendapat Izin Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas Bagi Narapidana dalam Bentuk Jaminan Secara Tertulis
(45)
commit to user
2) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.PK.04.01-70 Tahun 1994 tentang Syarat Substantif yang Harus Dipenuhi oleh Narapidana yang Mendapat Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas
3) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.PS.01.04-137 Tahun 1997 tentang Hari/Tanggal Dimulainya Pidana Dijalankan dalam Kaitannya dengan Perhitungan Pengurangan Masa Menjalani Pidana (Remisi)
4) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.PK.04.05-158 Tahun 1999 tentang Peningkatan Pemberian Bebas Bersyarat 5) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor:
E.UM.01.10-130 Tahun 2001 tentang Penjelasan Remisi Khusus yang Tertunda dan Remisi Khusus Bersyarat serta Remisi Tambahan
6) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: E.PR.06.10- 70 Tahun 2004 tentang Bebas Peredaran Uang (BPU).
e. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
Peraturan Urusan Dalam (PUD) Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
Peraturan-peraturan inilah yang dijadikan pedoman bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.
4. Sistem Penjagaan
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Suhono, S.IP., selaku Unit Bina Administrasi KPLP Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta pada tanggal 24 Mei 2011, maka dapat diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta memiliki 4 (empat) regu petugas penjagaan dan dengan tiap-tiap regu terdiri dari 13 personil dengan pembagian tugas sebagai berikut:
a. 5 (lima) orang petugas penjaga porter (pintu depan), terdiri dari: 1) 1 komandan jaga
(46)
commit to user 3) 3 orang P2U
b. 4 (empat) orang petugas penjaga pos atas (masing-masing pos 1 orang) c. 4 (empat) orang petugas penjaga pos bawah (blok laki-laki)
Setiap regu petugas penjagaan tersebut dibantu oleh satu orang perwira piket dan dua orang staff KPLP dan penugasan mereka dengan sistem shift pagi, shift siang, dan shift malam, dangan libur 1 (satu) hari. Pembagian waktu shift tersebut adalah sebagai berikut:
a. Shift Pagi : pukul 07.00-13.00 WIB b. Shift Siang : pukul 13.00-19.00 WIB c. Shift Malam : pukul 19.00-07.00 WIB.
Selain itu, terdapat regu penjagaan khusus, yaitu regu penjaga lingkungan dan regu penjaga blok wanita. Regu penjaga blok wanita dilakukan oleh petugas wanita dengan shift jaga pagi dan siang saja, tidak ada shift malam.
Pada setiap pergantian shift dibuat berita acara penyerahan tugas dan laporan hasil selama penjagaan, diserahkan oleh petugas penjaga shift sebelumnya kepada petugas penjaga shift berikutnya.
(47)
commit to user Skema 3
Struktur Organisasi Kesatuan Pengamanan
Sumber: Bagian KPLP Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta KALAPAS
Ka.KPLP
Unit Bina Administrasi Unit Bina
Kebersihan Unit Bina
Sarana Unit Bina
Ketertiban Unit Bina
Personalia
RUPAM Wanita RUPAM
I
RUPAM II
RUPAM Lingkungan RUPAM
IV RUPAM
(48)
commit to user 5. Kondisi Sumber Daya Manusia
Sebelum dipaparkan lebih lanjut, berikut struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta:
Skema 4
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta Sumber: Bagian BIMASWAT Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
KALAPAS
Ka. KPLP
Ka. SUBBAG TATA USAHA Petugas
Pengamanan
Ka. Ur. Peg& Keu
Ka. Ur. Umum
Ka. SIE BINAPI Ka. SIE Kegiatan Kerja
Ka. SIE MINKAMTIB
Ka. SUBSIE Keamanan Ka. SUBSIE
LAPORAN & TATA TERTIB Ka.
SUBSIE Sarana
Kerja Ka.
SUBSIE BIMKER-
HAKER Ka. SUBSIE
REGISTRASI Ka. SUBSIE
(49)
commit to user
Berikut ini rincian sumber daya manusia (pegawai) Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta berdasarkan golongan dan tingkat pendidikan terakhir yang telah ditempuh per Bulan Mei 2011.
Tabel 1
Data SDM berdasarkan golongan
Gol I II III IV
A - 28 35 1
B - 7 50 1
C - 15 18 -
D - 6 25 1
Jumlah 0 56 128 3
Sumber: Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Tabel 2
Data SDM berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan L P Jumlah
SARJANA 40 20 60
SARMUD 4 11 15
SLTA 93 16 109
SLTP 2 - 2
SD 1 - 1
Sumber: Bagian Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Untuk keperluan pelaksanaan pembinaan dan bimbingan kerja terhadap narapidana, dibentuk suatu tim yaitu Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang bersangkutan untuk masa waktu kepengurusan selama 3 tahun.
(50)
commit to user
Tugas pokok dari tim ini berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dituangkan kembali dalam Pasal 13 Keputusan Menteri Hukum dan perundang-Undangan Nomor: M.02.PR.08.03 Tahun 1999 tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan antara lain:
a. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanaan sistem pemasyarakatan
b. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan
c. Menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu Kandi Tri S., S.H., M.H., selaku Staff Bina Kemasyarakatan dan Perawatan (BIMASWAT) pada tanggal 20 Mei 2011, susunan kepengurusan dari Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) diubah setiap perubahan struktur organisasi. Yang menjadi Ketua TPP adalah Kepala Seksi BIMASWAT, sedangkan Sekretaris TPP adalah Kepala Sub Seksi BIMASWAT, dan petugas lainnya adalah anggota ditambah petugas dari BAPAS dan wali pemasyarakatan. 6. Kondisi Narapidana
Berikut ini adalah data narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta per tanggal 30 April 2011.
Tabel 3 Data narapidana
Jenis Kelamin MT SH B I B IIa B IIb B III Jumlah
Pria 0 0 225 79 0 0 304
Wanita 0 0 15 0 0 0 15
Total 319
(51)
commit to user Keterangan:
MT = Pidana Mati
SH = Pidana Penjara Seumur Hidup
B I = Pidana Penjara lebih dari 1 tahun + 1 hari
B IIa = Pidana Penjara 3 bulan + 1 hari sampai dengan 1 tahun
B IIb = Pidana Penjara 1 hari sampai dengan 3 bulan
B III = menjalani subsidair (karena tidak membayar denda)
B. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Yogyakarta
1. Janji, Tata Tertib, Sanksi, Hak dan Kewajiban Narapidana a. Janji Narapidana
Setiap upacara yang di selenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, narapidana diwajiblan untuk mengucapkan janji narapidana. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kepada narapidana atas tindak pidana yang telah dilakukan sehingga narapidana harus menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan dan untuk mendorong serta memberikan semangat dalam diri mereka agar mempunyai niat dan kemauan untuk dapat hidup kembali di dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang baik dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Janji narapidana yang wajib diucapkan dalam upacara dan wajib ditepati tersebut adalah “Catur Dharma Narapidana”, yang isinya adalah sebagai berikut:
1) Kami narapidana, berjanji menjadi manusia susila yang ber-Pancasila, dan menjadi manusia pembangunan yang aktif dan produkif.
2) Kami narapidana, menyadari dan menyesali sepenuhnya perbuatan pelanggaran hukum yang pernah kami lakukan, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut.
(52)
commit to user
3) Kami narapidana, berjanji untuk memelihara tata karma dan tata tertib, melakukan perbuatan yang utama dan menjadi teladan dalam lembaga pemasyarakatan.
4) Kami narapidana, dengan tulus ikhlas bersedia menerima bimbingan, dorongan dan teguran serta patuh, taat dan hormat kepada petugas dan pembimbing pemasyarakatan.
Janji tersebut diharapkan tidak hanya diucapkan oleh narapidana, tetapi juga dihayati dan diaplikasikan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan, baik selama menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan maupun ketika sudah terjun kembali ke masyarakat. Tetapi tentu saja semangat dan kemauan untuk kembali hidup dengan baik di dalam masyarakat tidak terlepas dari peran serta masyarakat, maka diharapkan pula masyarakat tidak memberikan stigma negatif terhadap mantan narapidana.
b. Tata Tertib Narapidana
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban narapidana dalam melaksanakan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, maka Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta menetapkan tata tertib narapidana sebagai berikut:
1) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakai/menyimpan obat-obatan selain obat yang telah diijinkan oleh Dokter Lapas.
2) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakai/menyimpan obat-obatan terlarang/narkoba.
3) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakai/menyimpan barang/senjata tajam/senjata api dan barang lain sejenis yang membahayakan.
4) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memasak di dalam kamar.
5) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memakai/menyimpan Handphone/alat komunikasi lainnya (apabila kedapatan akan diambil/disita dan tidak akan dikembalikan).
(53)
commit to user
6) Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dilarang memasang/ menyambung/ menggunakan aliran listrik secara tidak resmi (apabila kedapatan barang akan disita/ diambil dan tidak dikembalikan).
7) Apabila Warga Binaan Pemasyarakatan masih memakai/ menyimpan/ menggunakan barang/alat dimaksud apabila saat diadakan operasi/ penggeledahan kamar/ halaman/ badan kedapatan/ ditemukan maka akan dikenakan sanksi/ tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta terdapat Budaya Tertib Pemasyarakatan, antara lain:
1) Tertib Pengamanan 2) Tertib Pelayanan
3) Tertib Perawatan dan Pengelolaan 4) Tertib Pembinaan dan Pembimbingan 5) Tertib Peri Kehidupan Penghuni.
Diharapkan bukan hanya narapidana saja yang mematuhi ketertiban, tetapi juga petugas pemasyarakatan.
c. Sanksi Narapidana
Di dalam lembaga pemasyarakatan juga diterapkan beberapa sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana. Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera kepada narapidana dan menggiring narapidana untuk tetap mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Yhoga A.R., Amd.IP., S.H., selaku Kepala Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib pada tanggal 24 Mei 2011, pelanggaran yang dilakukan narapidana dikategorikan sebagai berikut:
1) Pelanggaran Berat
Merupakan pelanggaran-pelanggaran yang menjurus pada terjadinya suatu tindak pidana. Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain: penganiayaan terhadap sesame narapidana.
(54)
commit to user
Sanksi dari pelanggaran ini antara lain dimasukkan ke dalam “sel hantu” (pengasingan) dan dicabutnya beberapa hak untuk sementara, seperti cuti mengunjungi keluarga, remisi, dan cuti menjelang bebas.
2) Pelanggaran Sedang
Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain melanggar tata tertib yang ada di lembaga pemasyarakatan. Sanksi dari pelanggaran ini adalah dikurung selama 6 hari di “sel kering”, tidak boleh dikunjungi oleh siapapun.
3) Pelanggaran Ringan
Tindakan yang termasuk dalam kategori ini antara lain tidak responsif, atau bahkan mangkir dari setiap kegiatan pembinaan dan pembimbingan yang diselenggarakan oleh petugas pemasyarakatan. d. Hak dan Kewajiban Narapidana
Setiap narapidana, melekat dalam dirinya beberapa hak dan kewajiban baik yang telah ditentukan undang-undang maupun yang muncul secara spontanitas.
Pada dasarnya, pidana penjara menghilangkan hak kemerdekaan narapidana. Namun dengan adanya lembaga pemasyarakatan, narapidana tetap diberikan hak-hak tertentu untuk melindungi hak asasinya. Berdasarkan Pasal !4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan beberapa hak narapidana antara lain: 1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
2) Mendapat perawatan rohani maupun jasmani 3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak 5) Menyampaikan keluhan
6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang
(55)
commit to user
8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya
9) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
11) Mendapatkan pembebasan bersyarat 12) Mendapatkan cuti menjelang bebas
13) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemenuhan hak-hak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta tergolong baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya sarana ibadah, adanya fasilitas kesehatan berupa balai kesehatan yang setingkat dengan puskesmas (ruang rawat inap, obat gratis, 1 dokter umum, 1 dokter gigi, dan 6 perawat), kerjasama dengan instansi lain dalam pendidikan dan pengajaran, penyediaan buku bacaan, dan makanan yang layak.
Makanan yang layak dalam hal ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: M.HH-01.PK.07.2 Tahun 2009, dilanjutkan Surat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS.PK.0702-72, dilanjutkan Surat Kantor Wilayah Yogyakarta Nomor: W22.PK.01.07.02-3902, yaitu mengenai daftar susunan bahan makanan dan menu makanan bagi narapidana yang secara rinci terdapat dalam lampiran.
Sedangkan kewajiban narapidana tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.
2. Tahap Pelaksanaan Pembinaan
Tolak ukur dari keberhasilan dari pembinaan suatu lembaga pemasyarakatan adalah bagaimana perilaku narapidana baik selama berada di lembaga pemasyarakatan maupun setelah terjun kembali ke masyarakat. Oleh
(56)
commit to user
karena itu, perlu adanya suatu sistem atau strategi dalam pembinaan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan.
Berdasarkan skema tentang proses pemasyarakatan sebagaimana terlampir, maka dapat diuraikan bahwa secara garis besar terdapat 4(empat) tahap pelaksanaan pembinaan, yaitu:
a. Tahap Pertama disebut dengan Tahap Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling)
Pada tahap ini terdapat beberapa penekanan, yaitu penerapan pelatihan Peraturan Baris-Berbaris (PBB) untuk membentuk kedisiplinan, pengenalan norma-norma yang berlaku di lembaga pemasyarakatan, pembentukan pola ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing, dan penggalian minat dan bakat.
Untuk penggalian minat dan bakat maka diperlukan wali narapidana untuk membantu narapidana mengenali diri sendiri dan mengetahui kemampuannya. Wali narapidana adalah petugas pemasyarakatan yang ditunjuk sebagai pengganti orang tua untuk mengamati, mengawasi, dan memberikan penilaian mengenai tingkah laku narapidana yang diampunya, serta menerima keluhan dari narapidana tersebut.
Setelah paling lama satu bulan menjalani masa pengenalan lingkungan dengan penempatan pada Blok G, maka selanjutnya dilakukan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) untuk menentukan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok E sampai selesai menjalani 1/3 masa pidananya dengan sistem penjagaan Maximum Security, dalam arti terhadap narapidana tersebut dilakukan pengawasan secara ketat.
b. Tahap Kedua disebut dengan Tahap Peningkatan
Setelah narapidana menjalani 1/3 masa pidananya di Blok E, maka segera diadakan sidang TPP tahap kedua (Sidang Peningkatan Program). Pada sidang ini diputuskan apakah narapidana sudah siap atau belum untuk ditempatkan di Blok Reguler (Blok D dan F) sampai dengan 1/2 masa pidananya dengan sistem penjagaan Medium Security. Pada tahap
(57)
commit to user
ini, narapidana sudah dipekerjakan di luar tembok lembaga pemasyarakatan sesuai dengan kemampuannya.
c. Tahap Ketiga disebut dengan Tahap Asimilasi
Setelah menjalani tahap kedua, narapidana dapat mengusulkan agar ia dapat menjalani pembinaan tahap ketiga (tahap asimilasi) kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan.
Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat.
Pada tahap ini, narapidana dapat dipekerjakan pada tiap-tiap latihan kerja, baik milik lembaga pemasyarakatan maupun milik swasta sampai 2/3 masa pidananya, dengan sistem penjagaan Minimum Security. Bentuk kegiatan dari tahap ini antara lain:
1) bekerja diluar lembaga pemasyarakatan yang dapat berupa :
a) bekerja pada pihak ketiga baik instansi pemerintah, swasta ataupun perorangan
b) bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, binatu, bengkel, tukang memperbaiki radio dan lain sebagainya
c) bekerja pada lembaga pemasyarakatan terbuka dengan tahap
minimum security
2) mengikuti pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan diluar lembaga pemasyarakatan
3) mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan pembinaan lainnya seperti : a) kerja bakti bersama dengan masyarakat
b) berolah raga bersama dengan masyarakat
c) mengikuti upacara atau peragaan ketrampilan bersama dengan masyarakat
Dalam melaksanakan asimilasi, lamanya narapidana berada diluar lembaga pemasyarakatan ditentukan sebagai berikut :
(1)
commit to user
3) Pelaksanaan program pembinaan kepribadian
14% (7 orang) menjawab Sangat Baik, 60% (30 orang) menjawab Baik, 24% (12 orang) menjawab Cukup Baik, 2% (1 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 3
Pelaksanaan program pembinaan kepribadian
4) Pelaksanaan program pembinaan kemandirian
22% (11 orang) menjawab Sangat Baik, 36% (18 orang) menjawab Baik, 38% (19 orang) menjawab Cukup Baik, 4% (2 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 4
(2)
commit to user
5) Sarana & prasarana ibadah
34% (17 orang) menjawab Sangat Baik, 34% (17 orang) menjawab Baik, 30% (15 orang) menjawab Cukup Baik, 2% (1 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 5
Sarana & prasarana ibadah
6) Sarana & prasarana perawatan dan kesehatan
16% (8 orang) menjawab Sangat Baik, 34% (17 orang) menjawab Baik, 36% (18 orang) menjawab Cukup Baik, 14% (7 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 6
(3)
commit to user
7) Sarana & prasarana pendidikan dan pengajaran
10% (5 orang) menjawab Sangat Baik, 60% (30 orang) menjawab Baik, 28% (14 orang) menjawab Cukup Baik, 2% (1 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 7
Sarana & prasarana pendidikan dan pengajaran
8) Kelayakan makanan
16% (8 orang) menjawab Sangat Baik, 36% (18 orang) menjawab Baik, 26% (13 orang) menjawab Cukup Baik, 16% (8 orang) menjawab Kurang Baik, dan 6% (3 orang) menjawab Buruk.
Diagram 8 Kelayakan makanan
(4)
commit to user
9) Pemenuhan hak narapidana
14% (7 orang) menjawab Sangat Baik, 48% (24 orang) menjawab Baik, 26% (13 orang) menjawab Cukup Baik, 12% (6 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 9
Pemenuhan hak narapidana
10)Upaya petugas pemasyarakatan dalam mengawasi dan menjaga
interaksi narapidana laki-laki dan narapidana wanita
44% (22 orang) menjawab Sangat Baik, 38% (19 orang) menjawab Baik, 14% (7 orang) menjawab Cukup Baik, 4% (2 orang) menjawab Kurang Baik, dan 0% (0 orang) menjawab Buruk.
Diagram 10
Upaya petugas pemasyarakatan dalam mengawasi dan menjaga interaksi narapidana laki-laki dan narapidana wanita
(5)
commit to user
64 BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan dan pembahasan dari permasalahan yang dikaji, maka penulis dapat memberikan simpulan sebagai berikut:
1. Pembinaan narapidana yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta berjalan cukup baik. Hal ini tercermin dari pelaksanaan seluruh program pembinaan, baik program pembinaan kepribadian maupun program kemandirian. Seluruh narapidana mengikuti program dengan baik dan kondusif. Selain itu, sistem penjagaan juga sangat baik, terlihat dari pembedaan pengamanan Blok C (blok wanita) dengan menggunakan “Gembok Kegadisan” yang selama ini terbukti melindungi narapidana wanita dari hal-hal yang tidak diinginkan. Pembinaan dan sistem penjagaan adalah hal yang tidak terpisahkan, karena apabila pembinaan tidak berjalan dengan baik maka keamanan akan sulit terjaga, begitu pula sebaliknya apabila keamanan tidak terjaga dengan baik maka pembinaan tidak akan berjalan efektif dan kondusif. Meskipun pembinaan narapidana laki-laki dan narapidana wanita dilakukan dalam satu lembaga pemasyarakatan, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, tetapi pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan ini tetap berjalan baik, efektif, dan kondusif.
2. Pada dasarnya, pembinaan narapidana wanita seharusnya tidak dilakukan
dalam satu lembaga pemasyarakatan dengan narapidana laki-laki. Hal ini tercantum dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu bahwa pembinaan narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan dilakukan di lembaga pemasyarakatan wanita. Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta, pembinaan narapidana wanita dan narapidana laki-laki dilakukan dan satu lembaga pemasyarakatan. Hal ini secara yuridis tidak sesuai dengan pasal tersebut. Namun, di Yogyakarta memang tidak ada Lembaga Pemasyarakatan Wanita karena
(6)
commit to user
belum merupakan skala prioritas, jumlah narapidana wanita belum signifikan. Sementara yang bersangkutan (narapidana wanita) masih bisa ditampung di Lembaga Pemasyarakatan Laki-Laki maka belum perlu didirikan Lembaga Pemasyarakatan Wanita. Tetapi dalam pelaksanaan pembinaannya, ada sekat atau pemisahan antara narapidana wanita dan narapidana laki-laki dan pengawasan yang ketat ketika dilakukan kegiatan pembinaan yang mengharuskan adanya interaksi antara narapidana wanita dan narapidana laki-laki.
B. Saran
Akhirnya dalam penutup penulisan hukum ini, ada beberapa saran-saran yang ingin penulis sampaikan terkait dengan permasalahan yang penulis kaji, antara lain:
1. Pembinaan yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta sudah cukup baik, terutama dalam pembinaan terhadap narapidana wanita. Namun, penulis menyarankan supaya lebih ditingkatkan lagi pengawasan terhadap narapidana ketika narapidana laki-laki dan narapidana wanita saling berinteraksi ketika melakukan kegiatan pembinaan.
2. Apabila jumlah narapidana wanita di Yogyakarta jumlahnya sudah cukup
signifikan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta tidak mampu menampung narapidana wanita lagi, maka untuk memenuhi Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sebaiknya di Provinsi DI Yogyakarta didirikan Lembaga Pemasyarakatan Wanita.