Visi Pendidikan dalam Al Quran

Visi Pendidikan dalam al-Qur’an
Dewi Anggraeni
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup (way of life) bagi segenap umat
manusia yang bersifat absolut dan universal. Di dalamnya terkandung ajaranajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang
dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing zaman dan hadir secara
fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Absolusitas dan universalitas isi
al-Qur’an inilah yang menjadikan Islam sebagai solusi kehidupan.
Salah satu tema pokok yang menjadi perhatian al-Qur’an adalah masalah
pendidikan1. Pendidikan sangat urgen dalam pengembangan sumber daya manusia
(human resources) menuju terbentuknya manusia sempurna (al-insān al- kāmil).
Manusia memang telah dikarunia kemampuan dasar, tetapi kemampuan tersebut
tidak akan banyak artinya apabila tidak dikembangkan dan diarahkan melalui
proses kependidikan.
Al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan
sangat penting. Al-Qur’an telah memaparkan beberapa prinsip dasar pendidikan
yang dapat dijadikan dasar membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa
indikasi yang terdapat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara
lain; menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan
cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan2. Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa
yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan pada apa yang secara empiris dapat dalam

sejarah. Secara normatif-teologis, sumber ajaran al-Qur’an dan As Sunnah yang
diakui sebagai pedoman yang dapat menjamin keselamatan hidup di dunia dan
akhirat, amat memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Demikian
pula secara historis empiris, umat Islam telah memainkan peran yang sangat
signifikan dan menentukan dalam bidang pendidikan hal ini dapat dibuktikan
dengan lima ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Saw.
merupakan ayat holistik terhadap pendidikan manusia. Al Qur’an memandang
pendidikan sebagai sarana yang sangat strategis dan ampuh dalam mengangkat
1 . Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2015), h. 3.
2 . Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2015), h. 6.

1

harkat dan martabat manusia dari keterpurukan sebagaimana yang terjadi di abad
Jahiliyah.
Secara normatif, konsep pendidikan yang di dasarkan kepada paradigma
Qurani selalu berupaya mengembangkan potensi diri manusia secara maksimal
untuk menjadi manusia yang sempurna sebagai makhluk individual (abd) dan
makhluk sosial (khalifah); disamping itu pendidikan berbasis al-Qur’an
menekankan kepada dua dimensi, yakni lahir (fisik) dan batin (spiritual) sehingga

tujuannya adalah pembentukan moral manusia yang di dasarkan kepada nilai-nilai
agama. Secara konseptual, pendidikan yang didasarkan kepada paradigma Qurani
begitu ideal dimana ranah yang dibahas tidak hanya berbicara tentang aspek
antophosentrisme tetapi juga theosentrisme sebagai upaya membentuk manusia
yang utuh3.
Oleh karenanya, Pendidikan dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok
ajaran, yaitu al Qur’an. Dalam perspektif al-Quran, pengembangan pendidikan
merupakan keniscayaan yang tidak boleh terlepas dari tata nilai al-Qur’an. Karena
itu, konsep pendidikan yang nyata, terarah dan terukur, menjadi jembatan untuk
memahami hakikat ketuhanan. Hal ini sejalan dengan risalah nubuwah diutusnya
nabi Muhammad Saw. untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan kata lain
pembentukan moral manusia merupakan bagian dari pada visioner dakhwan nabi
Muhammad

Saw.

Konsep

dasar


pendidikan

bertumpu

pada

landasan

epistemologis ketuhanan yang mengajarkan kepada manusia bagaimana cara
menjadi hamba seutuhnya.
Sejalan dengan hal itu, al-Qur’an menegaskan tentang visi pendidikan
yang didasarkan kepada ayat-ayat rabaniyah dan pembentukan manusia
parpipurna atau insan kamil4. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah, guna membangun
dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah swt 5. Manusia yang dibina
adalah makhluk yang memiliki unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan
3 . Abduddin Natta, Metodologi Studi Islam,( Jakarta:Rajawali, 2013), 95.
4 . Shalih Abdul Aziz, Tarbiyah al Haditsiyah,(Mesir:Dar al Ma’arif)h.10
5 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah Volume 11, (Jakarta; Lentera Hati, 2003), h.

53.

2

jiwa). Pembinaan akal manusia akan menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwanya
menghasilkan

kesucian

dan

etika,

sedangkan

pembinaan

jasmaninya

menghasilkan keterampilan.

Kehilangan visi keilahian

dalam pendidikan ini bisa mengakibatkan

timbulnya gejala psikologis, yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital
yang hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan yang
didasarkan pada visi ketuhanan atau rabaniyah sebagaimana yang tertuang dalam
ayat-ayat al Qur’an merupakan mata rantai yang tak bisa dilepaskan, artinya
bahwa pendidikan yang gagasan, konsep dan landasannya tidak berdasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan maka misi, tujuan serta capaiannya tidak akan menjadikan
manusia-manusia yang universal secara moral dan spiritual.
B. Paradigma Pendidikan dalam al-Qur’an
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan (life is education
and education is life), seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses
pendidikan. Dalam perspektif al-Qur’an, pendidikan bertujuan mengembangkan
potensi dasar yang dimiliki manusia agar memiliki kemampuan memahami hidup
dan kehidupan. Istilah pendidikan dalam Alquran memakai kata at-tarbiyah

(pendidikan), at-ta’lim (pengajaran)6, dan at- ta’dib (kesopanan).
Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata at-tarbiyah, tetapi yang ada adalah
istilah yang senada yaitu; ar-rabb, rabbayāni, murabbi, rabbiyūn, rabbāni. Semua
fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda7. Ahmad Tafsir
menjelaskan bahwa pendidikan merupakan arti dari kata tarbiyah. Kata tersebut
berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang berarti bertambah atau tumbuh, dan

6. Dalam pandangan al-Quran, sebuah transformasi baik ilmu maupun nilai secara substansial
tidak dibedakan. Pengajaran dalam bahasa Indonesia; Istilah pendidikan dan pengajaran bukan
merupakan dikotomik yang memisahkan kedua substansi tersebut, melainkan sebuah nilai yang
harus menjadi dasar bagi segala aktifitas proses tansformasi.Terminologi tarbiyah merupakan
bentuk translitasi dan menjadi istilah baku dan populer dalam dunia pendidikan, khususnya
pendidikan Islam pada sebuah kegiatan atau proses transformasi baik ilmu maupun nilai.
7 . Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 1997), h. 62.

3

rabbiya-yarbaa yang berarti menjadi besar, serta rabba-yarubbu yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara8.

Dalam al-Qur’an kata tarbiyah dengan segala bentuk derivasinya terulang
sebanyak 952 kali, terbagi menjadi dua bentuk; (1) bentuk isim fail rabbāni9 ‫نكو ننوا‬
‫ب‬
‫( كعلباددا كلي كمنن ندوكن الل لكه لول لككنن نكوننوا نر ي نباين يييينن كبلما ك نن نتننم تنلعلك لنمولن ال نككلتا ل‬Q.S Ali-Imran [2]:79),
terulang sebanyak 3 kali dan semuanya berbentuk jamak (plural) yang mempunyai
relasi dengan kata mengajar (ta’līm) dan kata belajar (tadrīs); (2) Bentuk mashdar
(rabb), terulang dalam al-Qur’an sebanyak 947 kali, empat kali berbentuk jamak
arbāb, satu kali berbentuk tunggal, dan selebihnya

diidiomatikkan dalam al-

Qur’an tidak ditemukan kata at-tarbiyah, tetapi yang ada adalah istilah yang
senada yaitu; ar-rabb, rabbayāni, murabbi, rabbiyūn, rabbāni.
Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa pendidikan merupakan arti dari kata tarbiyah.
Dengan isim (kata benda) sebanyak 141 kali; (3) Berbentuk kata kerja
(rabba), terulang sebanyak 2 kali, yaitu terdapat dalam surat al-Isrā ayat 24 ‫ك للما‬
‫لرب للياكني لصكغيدرا‬, dan surat al-Syu’arā ayat 18 ‫ لقالل أ لل لنم ن نلر كبللك كفيلنا لوكليددا‬.
Para ahli memberikan definisi kata tarbiyah, bila diidentikan dengan arrabb sebagai berikut: Menurut al-Qurtubī, bahwa arti ar-rabb adalah pemilik,
memperbaiki, pengatur, mengubah. Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti

tuan, pemilik, menjaga, dan merawat. Menurut Fahrur Rāzī, ar-rabb merupakan
fonem yang seakar dengan al-tarbiyah, yang mempunyai arti sama dengan at
tanwiyah (pertumbuhan dan perkembangan). Al- Jauhari memberi arti at-tarbiyah,
dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh10.
Kata kedua yang memiliki hubungan dengan aspek pendidikan adalah kata
ta’lim. Kata ini merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama yang kata dasarnya
‘alima yang berarti mengetahui. Kata tersebut menunjukkan proses transformasi

8. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII; Bandung PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 45.
9. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 71.

10. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 74.

4

ilmu yang rutin dan terus menerus sehingga memberi pengaruh pada muta’allim
(pelajar). Secara teoritis, kata ta’lim memberi dua konsekuensi pemahaman, yaitu;

1. ilmu atau pengetahuan yang diajarkan kepada manusia hanya merupakan
pengulangan kembali tentang apa yang telah dilakukan Allah swt. Pemahaman ini
sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Maidah ayat 41; dan
2. menunjukkan suatu perbuatan yang tidak mungkin dilakukan, sebagamana
dilihat fenomenanya dalam surat at Taha ayat 71.
Dua bentuk interpretasi inilah yang melahirkan kesimpulan bahwa kata
ta’lim,11 merupakan proses pengajaran yang dilakukan seseorang guru kepada
peserta didik secara rutin, maka harus memberikan pengaruh terhadap perubahan
intelektualnya. Perubahan intelektual tersebut tidak berhenti pada penguasaan
materi, tetapi juga mempengaruhi terhadap perilaku belajar peserta didik, dari
malas menjadi rajin, atau dari yang tidak kreatif menjadi kreatif.12
Selanjutnya kata ketiga yang berhubungan dengan pendidikan adalah kata
ta’dib yang berasal dari kata addaba yang berarti perilaku dan sikap sopan. Kata
ini juga berarti do’a. Kata tersebut dalam berbagai konteksnya mencakup arti ilmu
dan ma’rifat, baik secara umun maupun dalam kondisi tertentu, dan kadangkadang dipakai untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap cocok dan serasi
dengan selera individu tertentu.
Kata ta’dib merupakan bentuk masdar kata addaba yang berarti mendidik
atau memberi adab, dan ada yang memahami arti kata tersebut sebagai proses atau
cara Tuhan mengajari para Nabi-nya. Naquib al-Attas mengatakan bahwa adab
telah banyak terlihat dalam sunnah nabi, dan secara konseptual menyatu bersama

ilmu dan amal. Karenanya, istilah ta’dib dalam pendidikan Islam digunakan untuk
menjelaskan proses penanaman adab kepada manusia.
Melalui proses penanaman ini, Naquib al-Attas menggarisbawahi adanya
dua proses pendidikan, yaitu pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa
pengetahuan dan wujud itu bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan berbagai
tingkatan dan derajat mereka dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual
11. Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006), h. 82.
12 Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 1997), h. 64.

5

serta ruhaniah seseorang. Makna adab, menunjukkan kepada beberapa sifat yang
baik, antara lain, adalah kesopanan kepedulian dan kehalusan budi.
Kata tersebut terambil dari bahasa Arab yang maknanya antara lain adalah
pengetahuan dan pendidikan, sifat-sifat terpuji dan indah, ketepatan dan kelakuan
yang baik. Dalam lieratur agama banyak ditemukan uraian tentang adab. Salah
satu di antaranya adalah sabda Nabi saw., “Addabanī Rabbī fa ahsana ta’dībī”.
Meskipun kata ta’dib13 tidak disebut dalam al-Quran, tetapi ditemukan pujian

menyangkut akhlak nabi Muhammad saw., yang terdapat dalam surat al-Qalam
ayat 4 yang artinya, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di
atas budi pekerti yang agung”.
Memerhatikan pandangan para ahli pendidikan terhadap tiga istilah di atas,
di mana masing-masing memiliki argumentasi meyakinkan, maka sulit memilih
salah satu dari ketiga istilah tersebut yang bisa diterima semua pihak. Karena itu
polemik pemakaian istilah-istilah tarbīyah, ta’līm dan ta’dīb memang tidak harus
diperuncing dengan memilih mana yang tepat dan mana yang tidak. Istilah altarbīyah yang sudah mentradisi sebagai sebutan pendidikan selama ini tetap saja
digunakan, asal isinya mencakup dari ketiga istilah tarbīyah, ta’līm dan ta’dīb
sebagai sebuah paradigma dalam pendidikan Islam.
C. Defenisi Visi Pendidikan
Kata visi berasal dari bahasa inggris, vision yang dapat berarti penglihatan,
daya lihat, pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa Arab, kata visi dapat
diwakili oleh kata nadzr, jamaknya indzâr, yang berarti pandangan, pemikiran,
peninjauan, pertimbangan, ugkapan pemikiran, perenungan yang bersifat
mendalam dan filosofis14.
Dalam Ma’ani kata visi dalam al-Qur’an diistilahkan dengan ruya- ‫رؤى‬
yakni yang bermakna pandangan jarak jauh. Dalam konteks ini ayat-ayat yang
digunakan adalah pengetahuan langsung dari Tuhan. ‫ليابنن ل لي كإكلني أ للرى كفي ال نلملناكم أ لكلني‬
‫حلك‬
‫ أ لنذبل ن‬secara bahasa dapat difahami dengan mimpi akan, pemaknaan dari konteks

13 . Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren ditengah Arus
Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 91.
14 . Wehr, Hans. Mu’jâm al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashara.( Beirut: Librarie Du Liban,1974).

6

ayat tersebut bermakna pandangan yang jauh tentang sebuah ayat atau tanda-tanda
kenabian Yusuf15.
Dalam Mujam Washt kata ruya bermakna pandangan yang jelas atau
pandangan yang benar hal ini dilandaskan kepada wahyu yang diterima
Rasulullah Saw ‫لهلذا تلأ نكوينل نرنؤليالي‬
ayat tersebut menunjukan penglihatan (visi)
kenabian Muahmmad Saw. yang diperolehnya lewat wahyu ilahiyah16.
Sementara itu, menurut Adkon visi merupakan gambaran tentang masa
depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu.
Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan
proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang17.
Secara terminologi, visi yaitu tujuan jangka panjang, cita-cita masa depan,
keinginan besar yang hendak diwujudkan, angan-angan, khayalan, dan impian
ideal tentang sesuatu yang hendak diwujudkan18. Jadi sebuah visi adalah suatu
pandangan yang sifatnya sangat umum tetapi mengandung suatu arti yang cukup
dalam sehingga didalam membuat suatu uraian mengenai visi harus benar benar
dipikirkan artinya yang lebih filosofis tetapi terungkap dalam kata yang
sederhana.
Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan
jangka panjang itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia,
sesuai dengan firman Allah swt. ”Tidaklah kami utus engkau (Muhammad)
melaikan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S al-Anbiya:107).
Menurut Maroghiy ayat tersebut dimaknai bahwa ; nabi Muhammad tidak
diutus dengan Al-Qur’an ini, serta berbagai perumpamaan dari ajaran agama dan
hukum yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat,
melainkan agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam segala urusan
dunia dan akhiratnya19.

15 . Selain contoh di atas banyak ayat-ayat serupa yang bermakana visi ‫عل لي نكه الل ليننل لرلأى ك لنوك لدبا‬
‫لفل ل لما لج لن ل‬
lihat http://www.almaany.com/ar/dict/
16 lihat penjelasan ayat-ayat terkait dalam aplikasi kamus mujam washat
http://www.almaany.com/ar/dict/
17 . Akdon, Strategic Managemen for Educational Management. (Bandung: Alfabeta,2006). h.95
18 . Yusutria, Visi dan Misi Pendidikan dalam Islam, Journal Pendidikan,h.3
19 . Lihat Tafsir surat An Anbiya ayat 107, Tafsir Maraghy http://www.altafsir.com/

7

Sedangkan menurut al Qurtubi bahwa diutusnya nabi Muhammad sebagai
rahmatan lil alamin yakni mencakup orang muslim dan non-muslim merupakan
visi diutusnya nabi Muhammad bi’tsah yang kemudian hal tersebut senada dalam
hadits yang berbunyi 20‫إنما بعثت لتمم مكارم الخلق‬.
Dari beberapa terminologi di atas, bahawa pendidikan visi pendidikan
berdasarkan al-Qur’an menggunakan paradigma Rabani21. Yang selanjutnya visi
tersebut terealisasikan dalam bentuk kata Islam itu sendiri. Kata Islam berasal dari
kata salm atau silm. Yang memiliki makna damai22. Orang-orang muslim ialah
orang yang berdamai dengan Allah dan berdamai dengan manusia. Damai dengan
Allah artinya berserah diri sepenuhnya kepada kehendakNya, dan damai dengan
manusia memiliki definisi berbuat baik kepada sesama manusia sesuai dengan
fitrah kemanusiaannya. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat
112. ‫حلزننولن‬
‫عل لي نكهنم لوللا نهنم ي ل ن‬
‫حكسفن لفل لنه أ لنجنرنه كعن نلد لر كبلكه لوللا لخنوفف ل‬
‫بلل للى لمنن أ لنسل للم لونجلهنه لكل لكه لونهلو نم ن‬
Visi Pendidikan dari kata Islam sendiri, yakni memberikan perdamaian,
dengan dua landasana ajaran pokok yaitu, tauhid dan persaudaraan atau kesatuan
umat manusia sehingga definisi tentang Islam dapat diwarnai dalam pendidikan
yang berdasarkan paradigma qur’ani23. Islam merupakan agama yang kaya akan
wacana dan khazanah dalam mengatur berbagai dimensi kehidupan manusia.
Selain itu, Islam merupakan agama yang mengandung ajaran dan norma untuk
dijadikan dasar kehidupan bagi umatnya seperti kasih sayang (rahman dan
rahim), perdamaian (salam), persaudaraan (ukhuwah), persamaan (musawat),
toleransi (tasamuh), keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawazun) dan kebebasan
(hurriyah)24.
Berdasarkan ajaran dan norma Islam tersebut, telah memberikan gambaran
bahwa dalam agama Islam, penerapan ajaran dan norma itu tidak hanya
20 . Lihat Tafsir Jami al Ahkam al Qur’an, Surat An Anbiya ayat 107 http://www.altafsir.com/
21. Salih Abdul Aziz, At Tarbiyah Al Haditsiyah, (Mesir: Dal al Ma’arif),h.14 bahawa perintah
pertama atau wahyu yang turun pertama kali kepada rasulullah adalah perintah untuk membaca.
Dimana kunci untuk mengetahui ayat-ayat tuhan yang maqru dan mandur adalah lanjutan ayat
selanjutnya bahawa dengan membaca makan akan mengenal Tuhannya inilah yang kemudian
dikatakan sebagai paradigama Rabani.
22 . Dua kontek kata ini terdapat dalam surat al Baqarah ayat 208. “ Hai orang-orang yang
beriman masuklah kamu ke dalam Islam”
23 . Maulana Muhammad Ali, Islamologi(din Islam),(Jakarta: Ichtar Baru, 1980),h. 2. Lihat juga
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2014),h.98.
24 . Salenda, Kasjim. 2009. Terorisme dan Jihad Dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.

8

berorientasi pada hubungan vertikal kepada Allah (hablun min- Allah) semata,
tetapi juga mencakupi wilayah yang lebih luas yakni berorientasi pada hubungan
horizontal ke sesama manusia (hablun min al-nas). Dalam hal ini, Islam sebagai
sebuah ajaran ilahiyah yang berisi tata nilai kehidupan akan hanya menjadi sebuah
konsep yang melangit jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dengan demikian, pendidikan dengan paradigma rabani sebagai visinya
seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian
manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan
panca indera. Oleh karena itu, pendidikan Islam seharusnya pelayanan bagi
pertumbuhan bagi manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual,
intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu, maupun secara
kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut kepada kebaikan dan pencapaian
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan
kepada Allah baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas.
D. Visi Pendidikan Menurut Al Quran
Visi Pendidikan dalam al Quran terdapat dalam beberapa suarat
diantaranya, al Alaq ayat 1-5, al Ghasiyah 17-20, Al Imran 190-191, al Ankabut
19-20, at Taubah ayat 122.
Adapun kandungan dari surat al Alaq ayat 1-5 adalah sebagai berikut:
Petama ; . ‫ انقلرأ ن كبانسكم لر كبللك ال لكذي لخل للق‬Ayat yang pertama berisikan perintah untuk
membaca ‫اقرأ‬. Membaca merupakan salah satu aktifitas dalam pendidikan
yang tidak dapat diabaikan baik membaca yang tersurat (teks Al- Qur’an) maupun
membaca alam dan fenomena yang tersirat. Membaca merupakan materi pertama
yang disebutkan di dalam surat al- ‘Alaq. Hal ini sesuai dengan potensi dasar
manusia (Q.S an-Nahl 16: 78) yang dianugerahi tiga potensi, yaitu pendengaran,
penglihatan dan perasaan.
Secara harfiah kata iqra yang terdapat pada ayat tersebut berarti
menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dan
bentuk suatu bacaan25. Sedangkan menurut al- Maragi secara harfiah ayat tersebut
dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan
25 . Quraish Shihab lebih cenderung mengartikan kata tersebut sebagai aktifitas menghimpun,
yaitu menelaah, mendalami, meneliti, dan sebagainya. Lihat M. Quraish Shihab, Mujizat Alquran,
(Bandung: Mizan, 1997.), h. 44.

9

dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walau pun engkau sebelumnya
engkau tidak dapat melakukannya26. Menurut Muhammad Abduh, memahami
perintah membaca sebagai amar takwīnī, yakni mewujudkan kemampuan
membaca pada diri nabi Muhammad saw27. Quraish Shihab sebagai mufasir
kontemporer lebih cenderung memahami dalam pengertian yang luas, bahwa
“kata tidak disebutkan obyeknya maka obyek yang dimaksud bersifat umum,
mencakup segala yang dapat dijangkau oleh kata tersebut” 28. Dalam surat al-‘Alaq
ayat 1, obyek bacaan tidak disebut secara khusus. Karena itu, perintah membaca
yang dimaksud berkonotasi umum yakni membaca apa saja yang dapat dibaca,
baik yang tersurat (nash) maupun yang tersirat (gejala alam).
Hasan Langgulung menyatakan "seakan-akan permulaan ayat yang
pertama kali turun ini sebagai pemberitahuan bahwa kitab ini mengajak kepada
pengembangan ilmu, ajaran yang dibawanya tidak akan tegak kecuali dengan
dasar ilmu29. al-Nahlawī, dalam uraiannya tentang surat al-‘Alaq berpendapat
“seolah-olah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan
pencipta manusia (dari segumpal darah), selanjutnya memperkokoh keyakinannya
melalui pendidikan dan pengajaran”30.
Kedua;. ‫عل لقق‬
‫ لخل للق ال نكإن نلسالن كمنن ل‬Surat al-‘Alaq pada ayat kedua, secara harfiah kata ‫علق‬
yang terdapat pada ayat tersebut menurut al- Asfahānī berarti ‫ مدة جا دم‬berarti
darah yang beku. Sementara al- Marāghi melihat ayat

tersebut menjelaskan

bahwa Allah swt. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi
makhluk yang paling mulia, dan memberi potensi (al-Qudrah) untuk berasimilasi
dengan segala sesuatu yang ada di alam jagad raya yang selanjutnya bergerak
dengan kekuasaan-Nya, sehingga manusia dapat menguasai bumi dengan segala
isinya. Kekuasaan Allah swt. Itu dapat diperlihatkan ketika nabi Muhammad saw.
dapat membaca sekalipun sebelum itu ia belum pernah membaca.
26 Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al- Mushthafa, 1984), h.
79.
27. Muhammad Abduh, Keutamaan Ilmu Agama, http://rumaysho.com/amalan/keutamaan-ilmuagama-3314 , diakses tanggal 22 Februari 2017
28. M. Quraish Shihab, MTafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II,
(Jakarta: Lentera Hati, 2004),h. 55.
29 . Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif,
1995), h. 99.
30 . Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah
dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992), h. 32.

10

Menurut Abuddin Nata, pemahaman yang komprehensif tentang manusia
ini sebagai hal yang sangat penting dan urgen dalam rangka merumuskan berbagai
kebijakan berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan, dan metode pendidikan 31.
Dengan demikian dipahami bahwa 5 ayat pertama surah al-‘Alaq memberikan
inspirasi kepada umat manusia untuk merumuskan tujuan pendidikan yang ideal,
kontekstual dan komprehensif. Artinya, konsep dasar al- Qur’an, menjelaskan
bahwa pendidikan adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan
segenap potensi dasar yang dimiliki manusia secara seimbang, sehingga dapat
melahirkan manusia seutuhnya. Kekuasaan Allah SWT itu telah diperlihatkan
ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW,
sekalipun sebelum itu ia belum pernah belajar membaca.32 Dengan demikian ayat
ini memberikan informasi tentang pentingnya memahami asal usul dan proses
kejadian manusia dengan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Ketiga; ‫ انقلرأ ن لولربلنلك ال نأ لك نلرنم‬Menurut al- Marāghi bahwa pengulangan kata ‫ اقرأ‬pada ayat
ke tiga didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam
jiwa kecuali dengan pengulangan atau pembiasaan33.
Perintah Allah swt. untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi
apa yang dibaca. Dengan cara demikian, bacaan tersebut
orang

yang

membacanya.

Kata

mejadi

milik

‫ اقرأ‬sebagaimana telah diungkapkan di atas

mengandung arti yang sangat luas (dalam) yakni mencakup segala aktifitas yang
berkaitan

dengan

mengidentifikasi,

kegiatan

membaca,

mengklasifikasi,

misalnya

membandingkan,

usaha

mengenali,

menganalisa,

dan

menyimpulkan serta membuktikan. Semua pengertian ini secara keseluruhan
sangat terkait dengan proses mendapatkan dan memindahkan ilmu pengetahuan34.
Keempat; ‫عل للم كبال نلقل لكم‬
‫ ال لكذي ل‬kata ‫ القلم‬menurut al-Asfahānī berarti potongan dari
suatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, serta secara khusus digunakan

31 . Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 55.
32. Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al- Mushthafa,
1984), h. 89.
33 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa,1984), h. 104.
34 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa,1984), h. 105.

11

untuk menulis (pena)35. Secara linguistik, ayat tersebut memberikan isyarat bahwa
untuk mendapatkan ilmu, dibutuhkan keinginan atau motivasi yang kuat yang
senantiasa harus ditumbuhkan sebagaimana kuku dan kayu itu selalu tumbuh dan
berkembang. Sedangkan menurut tafsir al-Marāghī ayat tersebut menjelaskan
bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan kalam sebagai media yang digunakan
manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka memahaminya melalui
ucapan.
Pada perkembangan selanjutnya, pengertian ‫ القلم‬ini tidak terbatas hanya
pada

alat tulis, namun secara subtansial ‫ القلم‬ini dapat menampung seluruh

pengertian yang berkaitan dengan segala sesuatu sebagai alat penyimpan,
merekam, dan sebagainya. Berbagai peralatan ini selanjutnya terkait dengan
bidang teknologi pendidikan36. Konsep pembelajaran dalam surat al-‘Alaq ayat 15, adalah keinginan Allah swt. mengajarkan ilmu pengetahuan kepada nabi
Muhammad saw., kemudian di kembangkan umatnya dimuka bumi ini. Dengan
alat yaitu qalam sebagai alat untuk menulis supaya ilmu yang telah diberikan
tidak akan punah dan dapat terus dikembangkan sebagaimana tujuan Allah
mencitakan manusia dimuka bumi ini agar menjadi khalifah dijalan yang benar
dan meyakini bahwa segala sesuatu yang ada dimuka alam raya ini adalah ciptaan
Allah37.
Kelima; ‫عل للم ال نكإن نلسالن لما ل لنم ي لنعل لنم‬
‫ ل‬pola pendidikan harus menerapkan kegiatan
pembiasan dalam diri manusia untuk selalu belajar tidak hanya satu kali tetapi
terus menerus agar ia dapat belajar dengan baik dan ilmu yang didapatkan lebih
melekat dihati, dimaknai, dihayati, serta dapat mengubah prilakunya supaya
mereka sadar bahwasannya ilmu itu dari Allah swt., dalam setiap aktivitas yang
dilakukannya itu karena ikhlas mencari keridhoan Allah swt. Kemudian Allah
akan menganugeragkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman- pemahaman,
wawasan-wawasan baru yang bermanfaat serta kemuliaan baginya di banding
mahluk Allah yang lain38.
35 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa,1984), h. 105.
36 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II,
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.
37 . Abdul Aziz Abdul Majid, Tarbiyah wa Turuq at Tadris,( Kairo: Dar Al Ma’arif),h.25.
38 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa,1984), h. 107.

12

Dari uraian surah al-‘Alaq di atas memberikan penjelasan kepada manusia
agar menjadi manusia (hamba) yang rajin membaca atau belajar, bahwa membaca
adalah pintu pertama yang dilalui oleh ilmu untuk masuk ke dalam otak dan hati
manusia.

Dalam kerangka bismi rab- bika, maka sampai pada percaya,

pengenalan, pengabdian pada Allah SWT. Dalam konteks filsafat Islam, adalah
signifikan bahwa para filosof Muslim sering sekali menyamakan filsafat dengan
hikmah. Ini menun- jukkan bahwa filsafat yang melahirkan ilmu dalam konteks
Islam tidaklah bersifat sekuler tetapi selalu terhubungan dengan sesuatu yang
ilahiah. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hikmah sebagaimana disebutkan
alquran akan diajarkan oleh Allah kepada hambanya yang ia kehendaki.
Dari kandungan surat al Alaq ayat 1-5 sehingga diperolehlah simpulan visi
pendidikan berdasarkan sural al Alaq adalah:
1. Visi Rabani ; Berfikir dengan menggunakan paradigma Rabani atau ketauhidan.
Pendidikan tauhid sudah terkandung secara jelas pada 5 ayat surah
al-‘Alaq yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw.
pada malam 17 Ramadhan 610 M. surah al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai wahyu
pertama, karena kelima ayat ini sangat sarat akan nilai-nilai yang fundamental,
baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologis. Kelima ayat tersebut
menyentuh tiga aspek utama dari kehidupan, yaitu Tuhan, manusia dan alam
semesta, di mana ketika aspek ini juga menjadi jiwa zaman dalam sejarah
perkembangan pemikiran manusia. Hal ini sangat nampak pada era Yunani kuno
pola berfikir manusia yang polytheistik dan kosmosentris (berpusat pada alam).
Sedangkan surah al-‘Alaq ayat 1-5, konsep yang mengejawantah adalah
konsep Ma’rifatu al-Rabb, Ma’rifatu al- Insān dan Ma’rifatu al-‘Ālam. Ketiga
konsep inilah inti pendidikan tauhid surah Al-‘Alaq 1-5. Pendidikan tauhid ini
bertujuan untuk liberasi (membebaskan) manusia dari ketergantungan kepada
selain Allah swt.
2. Visi Akhlak Kenabian; menciptakan generasi Nubuwah
Nilai-nilai pendidikan Alquran dalam surah al-‘Alaq ayat 1-5 pada intinya
adalah pendidikan (penyucian) dan pengajaran yang memberikan masukan kepada
manusia berupa ilmu pengetahuan kaitannya dengan alam fisika dan metafisika.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan al-Qur’an adalah
13

membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah yang
sekaligus sebagai khalifah-Nya dimuka bumi. Tuntunan tersebut sudah tercontoh
dalam kepribadian Rasulullah serta potensi manusia yang telah dibekali dengan
akal, hati dan fikiran. Oleh karena itu dalam pendidikan Alquran, manusia sebagai
fokus pendidikan dibina unsur materialnya (jasmani) untuk menjadi manusia yang
memiliki skill keterampilan dan unsur imaterialnya (akal dan jiwa) dengan ilmu
pengetahuan, kesucian jiwa dan etika (akhlak).
Visi pendidikan selanjutnya dalam al Quran adalah;
3. Berfikir secara Filosofis
Visi pendidikan surat al Ghasiyah ayat 17-20, dari kata ‫ تدبر‬melihat
sesuatu dengan pandangan yang komprehensip. Berfikir secara filosofis sehingga
dapat menemukan hakikat sesuatu39. Ayat tersebut secara kognitif menekankan
kepada komunikasi. Yang memberikan dorongan kepada manusia untuk berfkir
secara filosofis. Secara substansi ayat tersebut membangun peradaban baru yang
elegan dipercaturan dunia iptek dan informasi. Budaya dan transformasi nilai-nilai
sosial harus lebih baik dengan didukung oleh teknologi informasi yang
sedemikian pesat. Melalui pendidikan Islam tercipta sebuah peradaban baru yang
etis dan humanis yang menjunjung tinggi nilai-nilai fitrah kemanusian sesuai
dengan aturan illahi40
Hal serupa yang memerintahkan berfikir dan berdzikir terdapat dalam
surat al Imran ayat 190-191 sehingga dapat membentuk manusia yang memiliki
spiritualitas, berwawasan luas dan global41, profesionalitas dan berakhlak mulia.
‫كإ لن كفي لخل نكق ال لسلمالوا ك‬
‫ت لوال نأ لنركض لوانخكتللا ك‬
‫ب‬
‫ف الل لي نكل لوالن للهاكر للآليا ق‬
‫ت لكنأوكلي ال نأ لل نلبا ك‬
Kata

) al-Albab adalah bentuk jamak dari

) lubb yaitu “saripati”

Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni. Orang yang

39 . Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006), h. 80
40 . Rifa’I, Moh. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
41 dalam surat al Ankabut ayat 19-20 terangkum dalam tiga kata . ‫ ي للرنوا ي لكسيفر ان ننظنرو‬komponen ketiga
kata tersebut melihat, berjalan dan memperhatikan. Untuk memperoleh sebuah ilmu pengetahuan
harus dilakuakan pembelajaran yakni dengan melakukan ketiga komponen di atas. Sehingga
disinilah pendidikan Islam hadir dengan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Dengan
memberikan visi berwawasan global.

14

merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT42.
Kandungan surat al Imran ayat 190-191diantaranya adalah sebagai berikut;
Pertama; Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (Ulu al- bab adalah
orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkkur yakni mengingat (Allah), dan
tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah). Ulu al- Abab adalah orang-orang yang akalnya
sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan berbagai keistemewaan dan
keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak
dapat berfikir. Dengan melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang
berada di balik proses mengingat (tazakkur) dan berpikir (tafakkur), yaitu
mengetahui, memahami dan menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala
sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah SWT43.
Kedua; Akal manusia berdiri atas berbagai dimensi manusia, dimensi luar yang
disebut ‘aql/qalb, dimensi dalam yang disebut lubb, yang dapat menangkap dan
menggali makna tersembunyi dibalik sesuatu yang konkrit, berakal sempurna.
Tingkat akal paling sempurna yakni fu’ad44

yang menunjuk kepada pengertian

‘nurani’ yang berasal dari Allah. Hati nurani yang suci yang mendapat bimbingan
lansung dari Allah.
Ketiga fitrah potensi tadi akan memancarkan nur Ilahiyah ke seluruh tubuh.
Selain tiga fitrah potensi tadi manusia punya juga nafsu, rasa (untuk nilai keindahan),
ruh.

Ruh

sering

berhubungan

dengan Allah

semakin

sering

seseorang

beribadah/berdzikir maka semakin sering pula ruh berhubungan dengan Allah dan
Allah pun menjadi sering menurunkan hidayah-Nya kedalam hati manusia.
Sebaliknya semakin jarang orang beribadah/berdzikir maka semakin jarang pula ruh
berhubungan dengan Tuhan, sehingga Allah tidak/jarang menu- runkan hidayah-Nya
kedalam hatinya, hati menjadi gersang, gelisah, kurang ingin bermakna dalam hidup.
42 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II,
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 370.
43 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa,1984), h. 99.
44 . Untuk melahirkan ulul albab salah satunya melalui pembudayaan/pengkarakteran agama baik
di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah, manajemen pendidikan berbasis diri sendiri,
keteladanan/modelling, pengawasan/kontrol evaluasi, sehat jasmani rohani, makanan-minuman
halal bergizi, dll. Dalam perspektif realistis, sosok manusia tanpa dosa tentu tidak ada. Yang paling
realistis adalah amal kebajikannya sangat banyak sekali dan jauh menutupi dosa kecilnya.
Melakukan amr ma’ruf dan nahy munkar tanpa radikal, main hakim, sweeping

15

Sementara itu, posisi hati yang mendapat hidayah Allah akan menjadi sopir bagi
nafsu, rasa, akal, qalb, lubb, fuad untuk mengarah kepada kebajikan, kepada rasa
ingin bermanfaat dan bermakna dalam hidup.
4. Menjadi manusia-manusia cerdas secara intelektual dan spiritual
Surah at-Taubah ayat 122 memiliki pandangan yang universal tentang
pendidikan dimana visi pendidikan dalam surat at Taubah tersurat dalam kata
“Tafaqahu” yakni menjadikan manusia-manusia yang cerdas dalam pengertian
cerdas intelektual dan spiritual. Kata fiqh di sini bukan terbatas pada apa yang di
istilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni
pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam yang bersifat praktis dan yang
diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci45. Tetapi kata itu
mencakup

segala

macam

pengetahuan

mendalam.

Pengaitan

taffaquh

(pendalaman pengetahuan itu) dengan Agama, menggaris bawahi tujuan
pendalaman itu, bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama46. Pembagian
disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya alQuran bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah swt. yang diperkenalkannya adalah
ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia kasby (acquired knowledge) dan ilmu
yang merupakan anugerah Allah tanpa usaha manusia (ladunny / perennial)47.
Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman
diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan
masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini,
Tuhan pun menentukan hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan
jihat memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang
pergi ke medan pe- rang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal di
garis belakang memperdalam pengertian (fiqih) tentang Agama. Ilmu agama wajib
diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu
secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan ada
pula pahlawan di garis belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya
isi-mengisi. Dari ayat ini kita dapat melihat bahwa berperang/jihad dan belajar
45 . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2014),h.295.
46. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII; Bandung PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 60.
47. Abddin Natta, Ayat-ayat Pendidikan,(Jakarta: Rajawali, 2010), 9

16

agama adalah sesuatu yang penting. Dan keduanya saling mengisi. Tetapi tidak
semua kaum muslimin yang harus ikut berperang, akan tetapi ada juga dari
sebagian mereka yang harus memperdalam ilmu agama48.
5. Unggul dalam bidang IPTEK
‫ليا لمنعلشلر ال نكجكلن لوال نكإن نكس كإكن انستللطنعتننم أ لنن تلن ننفنذوا كمنن أ لنقلطاكر ال لسلمالوا ك‬
‫ت لوال نأ لنركض لفان ننفنذوا للا تلن ننفنذولن كإ للا كبنسل نلطاقن‬
Dalam ayat di atas Tuhan seakan-akan berbicara kepada manusia untuk
mencoba meningkatkan kemampuannya sepuaya dapat menjelajahi jarak-jarak
yang sangat jauh, termasuk ke dalam langit sekalipun. Oleh karenanya untuk
mengakses itu semua, diperlukan sebuah ilmu dan teknologi49.
Dalam ayat tersebut terdapat kata sulthan para mufasir berbeda oendapat
terkait pemkanaan kata shulton. Menurut al Qurtubi shultan yang dimaksud dalam
ayat diatas adalah al kudrah atau kekuasaaan50. Sementara menurut at Thabari
dalam Fazlur Rahman shultan yakni otoritas dan kekuasaan yang bersumber dari
pengetahuan51. Yang secara definisi makna mengalami perluasan dari argumentasi
atau bukti. Dengan kata lain dalam tafsirnya Thabiari lebih cenderung
mendefenisikan kata shultan dengan memampuan yang dimiliki oleh manusia
berupa ilmu. Dari sanalah lahir sebuah pengetahuan dan teknologi sehingga
kemampuan manusia yang di miliki bisa melewati ruang angkasa52.
Dalam pendidikan Sains dan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak
karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari sains
yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi
teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka
sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan53.
Dari kandungan ayat tersebut, visi pendidikan yang ada dalam surat Ar
Rahman terletak pada kata ‫نسل نلطانك‬. Kemampuan manusia untuk memperoleh
berbagai macam pengetahuan dan teknologi harus memilki Ilmu. Menjadi

48 . Hamka, Jilid XII, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 745
49 . A.Baiquni, Islam Untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi,( Kemenag,1995),h.85
50 . Al Qurtubi, Jami al Ahkam al Quran,
51 . Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983). H. 108.
52 . Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983). H. 200.
Penjelasan Fazlur Rahman terkait pendafat at Thabari.
53 . Sulaiman Noordin, Sains Menurut Perspektif Islam, ( Jakarta: Dwi Rama, 2000), 149-150.

17

manusia yang memilki daya saing dengan penguasaan IPTEK yang diiringi
dengan keimanan yang kuat.
J. Kesimpulan
Pendidikan tauhid dengan visi rabani pada dasarnya adalah usaha sadar
yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia sebagai hamba Allah,
agar setelah tercapai kematangan tauhid, manusia mampun memerankan diri
sesuai dengan amarah yang disandangnya, serta mampu mempertanggung
jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan
sebagai gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang sudah dicapai oleh
setiap potensi fitrah manusia yang memahami eksistensinya sebagai hamba.
Untuk memperoleh kematangan tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah
melalui pendidikan. Konsep dan gagasan yang berdasarkan paradigma qurani yan
kemudian mengantarkan manusia menujua kematangan fitrah sebagai khalifah
dan abdullah.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-Quran memuat visinya
sendiri yang berkaitan dengan pendidikan. Ini membuktikan bahwa Islam
memiliki dimensi yang luas di luar kepercayaan dan ritual ibadah. Pendidikan
berkaitan erat dengan keinginan memiliki wawasan luas dan kehausan mencari
ilmu pengetahuan, yang tujuannya tentu saja bagi seorang muslim, adalah demi
kebaikan duniawi dan sebagai ladang amal ibadah. Unsur-unsur pendidikan
tersebut disebutkan secara tidak langsung dalam beberapa surat dalam Al-Quran,
berupa dorongan untuk berilmu dan berpendidikan.
Ayat-ayat yang tertera dalam Surat al-Qalam yang menegaskan seruan
“bacalah” menjadi contoh yang jelas bahwa Islam melalui al-Quran, menaruh
perhatian besar terhadap pendidikan dan pengetahuan yang bisa dihasilkan dengan
cara membaca. Ayat lain yang mendorong umat Islam untuk mencintai ilmu.
Dengan kata kunci iqra menjadi syarat insan berpendidikan yang pada hasil
akhirnya akan kembali mengantarkan kepada sang maha pencipta. Visi inilah yang
kemudian diistilahkan dengan rabaniyah. Surat al Alaq inilah yang kemudian
adalah “pertanyaan pancingan” dalam Surat al-Ghasiyah (17-20) misalnya, yang
mengajak manusia mencari lebih tahu bagaimana binatang, bumi yang berisikan
lautan dan gunung diciptakan dan hikmah dibalik penciptaannya. Visi pendidikan

18

dengan kata undur

mengajak manusia untuk menggunakan potensi akalnya

bertadabur, bertaakul dan bertafakur. Dorongan untuk mencari pengetahuan dan
wawasan juga diserukan dalam ayat 19-20 surat al-Ankabut yang mengajak
manusia “berjalan” di muka bumi untuk mengetahui rahasia-rahasia penciptaan.
Tidak hanya wawasan tentang bumi dan seisinya, tetapi AL-Quran juga mengajak
manusia untuk mencari tahu dahsyatnya penciptaan Allah di balik langit atau
angkasa luar, seperti yang tertera dalam ayat 33 surat ar-Rahman.
Ayat-ayat tersebut secara tidak langsung memberikan pandangan mengenai
urgensi pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Ayat-ayat tersebut kemungkinan kuat menjadi landasan utama para ilmuan
Muslim awal dalam menggeluti ilmu pengetahuan yang datang dari seantero dunia
lalu menghasilkan ciptaan karya pengetahuan dan teknologi terapan yang
bermanfaat bagi umat Muslim khususnya dan seluruh umat manusia secara
umum. Meskipun warisan ilmu pengetahuan didapati dari tradisi dan kebudayaan
asing seperti Greko-Romawi, India, Persia, namun para ilmuan Muslim juga
terinspirasi dari dorongan ayat-ayat Al-Quran sendiri yang berulang kali
menyebut penciptaan langit dan bumi.
Di samping dorongan untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi, Al-Quran juga memberikan seruan
agar umat Islam tergugah untuk ber-tafaqquh dalam ilmu agama. Untuk
memahami agama Islam dan Al-Quran, tentu saja dibutuhkan seperangkat ilmuilmu yang harus dikuasai sehingga mendapatkan pemahaman yang baik dan benar
seperti ilmu Tafsir, ilmu Hadis, Fiqih, Ushul Fiqih dan lain sebagainya. Di sini,
Al-Quran seakan menggabungkan dua dimensi pengetahuan yang berbeda, yaitu
pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu alam, juga pengetahuan tentang
keagamaan dan instrumen untuk memahami ajaran agama itu sendiri.
Ilmu alam dan ilmu agama sama-sama memiliki urgensi yang ditekankan
oleh Al-Quran itu sendiri. Hal ini mengisyaratkan bahwa demarkasi antara ilmu
umum dan ilmu agama sejatinya tidak dikehendaki. Visi pendidikan Al-Quran
adalah penggabungan antara ilmu agama dan ilmu umum sekaligus. Hal inilah
yang nampaknya disadari oleh banyak ilmuan dan ulama klasik Islam yang
menggabungkan berbagai cabang keilmuan yang mencakup ilmu-ilmu alam

19

(umum) dan ilmu agama. Visi rabani, tadabur, tafaquh, tasyiru, tafakar, ta’aqul
tersebut berhasil melahirkan ulama-ulama ensiklopedik seperti Abu Ishaq al-Kindi
yang tidak saja piawai dalam ilmu-ilmu alam seperti fisika dan kedokteran, tetapi
juga mempelajari ilmu agama seperti Tafsir al-Quran dan fiqih. Ibnu Sina juga
menjadi contoh dari implementasi visi Al-Quran tersebut. Ibnu Sina terkenal
sebagai ilmuan kedokteran juga sebagai ahli fiqih dan ilmu keagamaan lainnya.
Hal tersebut semakin menegaskan akan keluhuran visi pendidikan dalam AlQuran sebagai Kitab Suci pedoman Umat Islam.

Daftar Pustaka
Abduddin Natta, Metodologi Studi Islam,( Jakarta:Rajawali, 2013).
Abduddin Natta, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta:Logos, 1997).
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group)
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
A.Baiquni, Islam Untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi,( Kemenag,1995)
Al Qurtubi, Jami al Ahkam al Quran. Kairo: Dar As Syuab tt)
Al Alusy, Ruhul Ma’ani, (Bairut: Dar Ihya At Turats Al Arabi tt)
Ar Razi, Tafsir Al Kabir,(Bairut: Dar Kutub Al Ilmiyah,2000).
At Thabari, Tafsir At Thabari,(Bairut: Dar Al Fikr. 1045H)
Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga,
di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992).
Akdon, Strategic Managemen for Educational Management. (Bandung:
Alfabeta,2006).
Akhmad Alim, Tafsir Pendidikan Islam,(Jakarta:AMP Pers, 2014).

20

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII;
Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2003)
Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar alMushthafa, 1984).
Bryson, John M : Perencanaan Strategis bagi Organisasi sosial. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2001).
Daud Yahya,Nilai-Nilai Pendidikan dalam al Qur’an,( Banjarmasin:antasari
perss, 2015).
Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983)
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: alMa’arif, 1995)
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983).
Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem
Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006).
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah Volume 11, (Jakarta; Lentera
Hati, 2003).
M.Quraish Shihab, Mujizat Alquran, (Bandung: Mizan, 1997.).
M.Hashem,Kekaguman Dunia Terhadap Islam,( Bandung: Pustaka,1983)
Maulana Muhammad Ali, Islamologi(din Islam),(Jakarta: Ichtar Baru, 1980)
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002).
Muhammad

Abduh,

Keutamaan

Ilmu

Agama,

http://rumaysho.com/amalan/keutamaan-ilmu-agama-3314

21

Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir
Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 1997).
Nidhal Guessoum, Islam dan Sains Moderen,(Bandung:Mizan, 2011).
Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren
ditengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2015).
Rifa’I, Moh. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Shalih Abdul Aziz, Tarb