PERSPEKTIF MASYARAKAT KOTA MANADO TERHAD
PERSPEKTIF MASYARAKAT KOTA MANADO TERHADAP
FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH
Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah : Huum Agraria
Dosen Pembimbing : DR. Rosdalina Bukido, S.H, M.Hum
Oleh :
Misbahul Munir Makka
15.1.1.029
Muhammad Abdul Shaleh
15.1.1.015
Bayu Luwung Samiadji
15.1.1.045
Bayu Satriana Yunus
16.1.1.023
Sutriandi Adam
16.1.1.027
Fitryani Adjidji
16.1.1.028
Fakultas Syari’ah/Ahwal Syakhsiyyah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
2017
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hakekat fungsi sosial hak atas
tanah dari segi teoritis dan yuridis dan bagaimana pandangan masyarakat dalam
menanggapi hal itu. Penelitiaan ini sifatnya sosiologis dan empiris untuk melihat
aadaannya respon masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam pengaambilan
tanah sebagai fungsi sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara teori
fungsi sosial hak atas tanah bertujuan untuk kepentingan baik pribadi maupun
sosial atas tanah tersebut. Dalam landasan yuridis funsi sosial hak atas tanah
didasarkan pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PokokPokok Agraria tentang pentingnya tanah untuk kepentingan dan kemaakmuran
rakyat. Dan pada perspektif masyaraakat juga sangat mendukung funsi ini, karena
untuk kepentingan mereka juga. Dan dengan fungsi sosial ini dapat memajukan
dan mensejahterahkan ko Manado
Kata Kunci : Fungsi sosial hak atas tanah, teori, perspektif masyarakat...
Manado, 20 Desember 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi
manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan
(pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk
bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.
Lebih lanjut permasalahan mengenai tanah berkembang seperti realita
yang terjadi belakangan ini yaitu munculnya kasus dan sengketa tanah banyak
berawal dari tanah telantar di mana kondisi tanah yang menjadi spekulasi dunia
usaha di semua sektor pembangunan disalahgunakan sehingga untuk
menjalankannya diadakanlah proses pengadaan tanah yang asalnya dari tanah
yang sudah dihaki oleh rakyat. Proses tersebut cukup memakan waktu yang lama
karena salah satu pihak merasakan adanya ketidakadilan. Proses yang cukup lama
ini otomatis membuat jalannya pembangunan menjadi tersendat.
Tanah juga mempunyai fungsi sosial dan pemanfaatannya harus dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu terus dikembangkan rencana
tata ruang dan tata guna tanah secara nasional sehingga pemanfatan tanah dapat
terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara
kelestarian alam dan lingkungan serta mencegah penggunaan tanah yang
merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan
Namun, fungsi sosial hak atas tanah sering dimaanfaatkan oleh oknumoknum penguasa yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Dimana
dalam menjalankan fungsi sosial tersebut, khususnya dari pihak pemerintah sering
kali ditunggangi oleh oknum tertentu disadari maupun tidak disadari oleh
pemerintah sehingga rakyat selalu terkorbankan haknya, dan bahkan dipoles
sedemikian rupa izinnya supaya dianggap tidak melanggar hak atas tanah rakyat
dengan menjadikan fungsi sosial sebagai tameng, bahkan hak rakyat yang ada
diposisikan sebagai hak yang tidak mendukung fungsi sosialnya tanah.
Untuk itu perlu diperkenalkan pada masyarakat akan pentingnya fungsi
sosial yang berlaku untuk seluruh hak-hak atas tanah sehingga dapat membantu
mengubah cara berpikir individual masyarakat. Dengan prinsip ini kepentingan
pribadi atas tanah tidak dibiarkan merugikan kepentingan banyak orang (umum).
Apalagi ditambah dengan peraturan baru yaitu PERPRES Nomor 36 Tahun 2005
dengan perubahannya PERPRES Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Namun realitanya,
pemerintah sulit mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya.
Oleh karena itu, pihak pemerintah seharusnya memperhatikan jumlah kerugian
yang wajar, layak dan adil untuk pemegang tanah sehingga tujuan UUPA untuk
mencari keseimbangan antara dua kepentingan rakyat (pembangunan) dan
kepentingan individu dapat segera terwujud dengan baik.
Pandangan masyarakatpun sesuai dengan keinginan pemerintah dalam
mewujudkan kepentingan bersama atas tanah ini. Namun adakalanya
pelaksanaannya dari pemerindah sering mengalami kendala yaang mengakibatkan
pengerjaan yang sedikit lebih lama.
Fungsi sosial ini sangat menguntunngkan bagi masyarakat, karena
pemerintah dalaam melaakukan kebijakan menngutamakan kepentingan mereka.
Agar aktifitas mereka tidak tergannggu, dan juga tidak ada maasalah-masalah
yang timbbul dikemudian hari.
B. Metode Penelitian
Dari penelitian ini, penulis akan mengarahkan ke metode kualitatif, yaitu
mengetahui pandangan-pandangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah
untuk menngambil alih tanah untuk menjadikan tanah tersebut sebagai fungsi
sosial. Penelitian inni diistilahkan sebagai socio legal research, yaitu perpaduan
antara legal research dan sosiaal research (Sutarman dan Dillah Phillipps, 2013
: 51). Pengunaan pendektan ini dimaksudkan untuk memahami hubungan dan
keterkaitan antara kebijakan hukum pemerintah dengan realitas masyarakat Kota
Manado.
Selain dari pada itu, penulis juga akan mengarahkan ke arah kuantitatif,
yaitu mengunakan kajian pustaka dengan menggunakan buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Narasumber yang kami ambil sebagai sampel pada penelitian ini, yaitu
Yurike Imelda Paendong, SH, M.Kn (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dan
masyarakat yang pernah diambil tanahnya oleh pemerintah Kota Manado sebagai
fungsi sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan teori
Asas fungsi sosial hak atas tanah berasal dari teori fungsi sosial hak atas
tanah yang dikemukakan oleh ahli hukum Perancis Leon Duguit. Awalnya teori
ini muncul akibat adanya upaya untuk menentang konsep liberal klasik yang
berkembang pada saat itu. Konsep liberal klasik mendominasi konsep politik dan
hukum modern. Menurut Sheila R. Foster dan Daniel Bonila dalam artikelnya
pada masa symposium The Social Funcion of Property : A Comporative Law
Perspective yang diselenggarakan Fardhan University Shcool of Law di New
York, pada tanggal 15 November 2011 (Sheila R, foster dan Daniel Bonila, 2011 :
101) menyatakan bahwa, konsepsi liberal klasik berkaitan dengan kepemilikan
properti atau hak kepemilikan tanah mendominasi pemikiran hukum dan politik
modern.
Menurut teori fungsi sosial ini, hak adalah fungsi sosial dalam arti bahwa
kekuasaan yang dimiliki seseorang dibatasi oleh kepentingan masyarakatnya
(Rasidji, Lili, dkk, 2002 : 120). Dalam konsep funsi sosial tidak ada hak subjektif,
namun yang ada hanya fungsi sosial (Parlindungan, 1998 :65).
Fungsi Sosial dikonsepsi hukum barat merupakan sesuatu yang timbul
kemudian dalam rangka dan sebagai hasil pemikiran kembali haknya individu dan
masyarakat. Semula bersangkut pada konsep liberal-individualistis semata-mata,
kemudian mengalami proses sosialisasi. Dalam konsep hukum barat tersbut
pengertian fungsi social pada hakikatnya berupa pengurangan atau pembatasan
individu bagi kepentingan bersama. Konsep fungsi social dalam hukum adat dan
pertanahan nasonal Indonesia adalah merupakan bagian dari alam pikirn asli
orang Indonesia,yaitu manusia Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus
makhluk social yang mengusahakan terwujudnya keseimbangan,keserasian dan
keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama (masyarakat).
Konsep fungsi social dalam hukum adat dan pertanahan nasonal Indonesia
adalah merupakan bagian dari alam pikirn asli orang Indonesia,yaitu manusia
Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus makhluk social yang
mengusahakan terwujudnya keseimbangan,keserasian dan keselarasan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan bersama (masyarakat).
Prof. Notonagoro, “Hak milik mempunyai fungsi social itu mendasarkan
diri atas individu,mempunyai dasar yang individualistis,ditempelkan kepadanya
itu sifat yang social,sedangkan berdasarkan Pancasila, hukum tidak berdasarkan
atas corak individualistis tetapi bercorak dwi tunggal itu”.
Tanah merupakan aset fisik dan merupakan hak. Tanah mengandung
kekhususan yakni harus memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sosiaal, yang
mengandung adanya sistem hukum tanah yang berfungsi untuk menjamin
kemanfaatan tanah untuk kepentingan bersama, yaitu tanah sebagai social asset
dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan
sosial dikalangan masyarakat untuk hidup dan berkehidupan, sedangkan capital
asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh
sebagai benda ekonommi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan
dan objek spekulasi (Rubaie, Achmad, 2017: 1).
B. Landasan yuridis
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang
disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi
disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari
negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum.
Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi sosial dari hakhak atas tanah itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara
maka pada pasal-pasal lain dalam UUPA terutama pasal 7 (larangan latifundia),
pasal 10 (larangan absentee), pasal 17 (penetapan ceiling), pasal 15 (kewajiban
menjaga kesuburan tanah), pasal 14 (perencanaan peruntukkan dan penggunaan
tanah), pasal 18 (pencabutan ha katas tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut adalah merupakan konsrp pokok (azas) dalam
UUPA yang wajib dilaksanakan.
Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA
mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain :
a. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang
merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak
atas tanah menurut prinsip Hhhukum Tanah Nasional. Dalam Konsep Hukum
Tanah Nasional memiliki sifat komunalistik religius, yang mengatakan
bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa, bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.
b. Tanah yang dihaki seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang
mempunyai hak itu saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya.
Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan
tidak hanya kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga
harus diingat dan diperhatikan kepentingan masyarakat. Harus diusahakan
adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan
masyarakat.
c. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya,
artinya keadaan tanah, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut
dimaksudkan agar tanah harus dapat dipelihara dengan baik dan dijaga
kualitas kesuburan serta kondisi tanah sehingga kemanfaatan tanahnya
dinikmati tidak hanya oleh pemilik hak atas tanah saja tetapi juga masyarakat
lainya. Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah itu tidak saja dibebankan
kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan
juga menjadi beban bagi setiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yurike Imelda Paendong, SH,
M.Kn (Pejabat Pembuat Akta Tanah) bahwa seseorang tidak bisa menolak
pengambilan tanah pribadi sebagai fungsi sosial karena ketika ia sudah
menandatangani akta tanah berarti iaa sudah setuju baahwa jika pemerintah akan
mengambil tannah tersebut sebagai fungsi sosial.
“Dalam akata tannah itu sah ada keterangan untuk pelepasan tanah, jadi
aneh jika ia menolak untuk melepaskan tanah tersebut.”
Dan dasar pokok dari UU No 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas
tanah itu adalah ketentuan pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) yang
menggariskan untuk kepentingan umum negara dapat melakukan pencabutan hak
atas tanah. Pada pasal 18 UUPA tersebut selengkapnya sebagai berikut:
“untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bersama dari rakyat
hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan undang- undang”
Terhadap salah satu hak atas tanah yaitu hak milik, maka berlaku
ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa, “hak milik hapus jika
tanahnya jatuh kepada negara karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
UUPA”.
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 18 UUPA tentang Ontiegening
tersebut dituntut persayaratan tegas dan ketat sebagai berikut:
1. Pencabutan hak hanya dapat dilaksanakan bilamana kepentingan umum
benar-benar menghendaki. Unsur kepentingan umum ini harus tegas menjadi
dasar dalam pencabutan hak ini;
2.Sesuai dengan ketentuan UU No. 20 tahun 1961 pencabutan hak atas
tanahnya dapat dilakukan atas izin presiden.
3. Pencabuatan hak atas tanah tersebut harus di sertai ganti rugi yang layak.
Pencabutan hak yang dilakukan oleh pemerintah tanpa mengindahkan
persyaratan tersebut adalah merupakan perbuatan melanggar hukum atau
menyalahgunakan wewenang oleh pemerintah.
Prosedur pencabutan hak atas tanah, pencabutan hak atas tanah untuk
kepentingan umum sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 tahun 1961 dapat
dilakukan dengan baik acara biasa (pasal 2 sampai dengan 5 UU No. 20 tahun
1961) maupun dengan acara luar biasa (pasal 6 sampai dengan 8 UU No. 20
tahun1961)
C. Perspektif Masyarakat
Ketika tanah sudah menjadi milik pribadi lalu dijadikan pemerintah
sebagai fungsi sosial, tidak semerta-merta pemerintah mengambil begitu saja.
Berdasarkan keterangan dari bapak Giyarno dan dan bapak Sugeng yang tanahnya
dijadikan sebagai fungsi sosial, bahwa ia diberikan gantirugi sebesar harga tanah
itu, namun dibayar secara berangsur.
“Mengenai harga tanah biasa mereka bayar sesuai harga tanah yang ada di
sekitar situ saja. Lalu mereka bayar dua kali, pertama sebagai uang muka
sebagai tanda jadi, lalu pada saat mulai pengerjaan mereka langsung
membayar lunas.”
Di kota Manado, pemerintah dalam juga dalam pelaksanaan pengambilan
tanah sebaagai fungsi sosial berdasarkan hukum, yakni mereka membuat surat
terlebih dahulu sebelum mengambil tanah tersebut.
Berdasrkaan wawancaara dengan Ibu Imelda, bahwa dalam
pelepasan/penngambiilan tanaah sebagai fungsi sosial, harus ada surat
pengambilan secara tertulis untuk bisa mengambil tanah tanah tersebut.
“dalam pelepasan tanah, pemerintah harus membuat surat tertulis tentang
pengambilan tanah sebagai fungsi sosial.”
Berdasarkan observasi di kota Manado bahwa rata-rata masyarakat kota
manado menerima atas kebijakan pemerintah untuk peggunaan tanah pribadi
sebagai fungsi sosial hak atas tanah, karena menurut mereka itu juga demi
kepentingan mereka jadi mereka setuju atas kebjakan ini. Hanya saja mereka
sangat menyesalkan dalam pelaksanaannya ideka sesuai dengan harapan mereka.
Biasannya pelaksanaannya sangat terlambat walaupun pembayaaran gantirugi itu
secara langsung.
Dilihat dari hasil pengerjaan pemerintah tentang fungsi sosial hak atas
tanah bahwa hasil dari pengerjaan sesuai dengaan harapan masyaarakat.
Berdasarkan hasil waawancara dengan bapak Aminuddin bahwa hasil pengerjaan
di kota manado sudah berjalan dengan baik.
“hasil dari pengerjaan pemerintaah seperti pelabaran jalan dan sungai
berdampak positif bagi kita bersama seperti sudah tidak ada maacet, dan
banjir di kampung saya di Singkil.”
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Asas fungsi sosial hak atas tanah berasal dari teori fungsi sosial hak atas
tanah yang dikemukakan oleh ahli hukum Perancis Leon Duguit. Awalnya teori
ini muncul akibat adanya upaya untuk menentang konsep liberal klasik yang
berkembang pada saat itu. Konsep liberal klasik mendominasi konsep politik dan
hukum modern.
Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi social dari hakhak atas tanah itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara
maka pada pasal-pasal lain dalam UUPA terutama pasal 7 (larangan latifundia),
pasal 10 (larangan absentee), pasal 17 (penetapan ceiling), pasal 15 (kewajiban
menjaga kesuburan tanah), pasal 14 (perencanaan peruntukkan dan penggunaan
tanah), pasal 18 (pencabutan ha katas tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut adalah merupakan konsrp pokok (azas) dalam
UUPA yang wajib dilaksanakan.
Berdasarkan observasi di kota Manado bahwa rata-rata masyarakat kota
manado menerima atas kebijakan pemerintah untuk peggunaan tanah pribadi
sebagai fungsi sosial hak atas tanah, karena menurut mereka itu juga demi
kepentingan mereka jadi mereka setuju atas kebjakan ini. Hanya saja mereka
sangat menyesalkan dalam pelaksanaannya ideka sesuai dengan harapan mereka.
Biasannya pelaksanaannya sangat terlambat walaupun pembayaaran gantirugi itu
secara langsung.
Daftar Pustaka
Parlindungan, AP, 1991, Komentar atas Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria,
Bandung :
Mandar Maju
Rubae, Achmad, 2017, Hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
Malang :
Bayuumedia
Yamin, Muhammad, 2003, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan:
Pustaka
Bangsa Press.
Dasar Hukum
UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UU No 20 tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah
Jurnal
Foster, Sheila and Bonila, Daniel, The Social Function of Property: A
comporative Law
Perective
(November
15,
2011)
di
http://ssrn.com/abstract=1960022
Sutarman, Dillah, Phillips, 2013, Metode Penelitian Hukum, Dilengkapi Tata
Cara Dan
Contoh Pennulisa Karya Ilmiah Bidang Hukum, Bandung :
Alfabeta
Wawancara
Wawancara dengan Bapak Giyarno dan bapak Sugeng di kecamatan Singkil, kota
Manado
Wawancara dengan Ibu Yurike Imelda Paendong, SH, M.Kn (Pejabat Pembuat
Akta Tanah) di kecamatan Wenang, kota Manado
Wawancara dengan Bapak Aminuddin di kecamatan Tuminting
FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH
Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah : Huum Agraria
Dosen Pembimbing : DR. Rosdalina Bukido, S.H, M.Hum
Oleh :
Misbahul Munir Makka
15.1.1.029
Muhammad Abdul Shaleh
15.1.1.015
Bayu Luwung Samiadji
15.1.1.045
Bayu Satriana Yunus
16.1.1.023
Sutriandi Adam
16.1.1.027
Fitryani Adjidji
16.1.1.028
Fakultas Syari’ah/Ahwal Syakhsiyyah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
2017
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hakekat fungsi sosial hak atas
tanah dari segi teoritis dan yuridis dan bagaimana pandangan masyarakat dalam
menanggapi hal itu. Penelitiaan ini sifatnya sosiologis dan empiris untuk melihat
aadaannya respon masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam pengaambilan
tanah sebagai fungsi sosial. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara teori
fungsi sosial hak atas tanah bertujuan untuk kepentingan baik pribadi maupun
sosial atas tanah tersebut. Dalam landasan yuridis funsi sosial hak atas tanah
didasarkan pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang PokokPokok Agraria tentang pentingnya tanah untuk kepentingan dan kemaakmuran
rakyat. Dan pada perspektif masyaraakat juga sangat mendukung funsi ini, karena
untuk kepentingan mereka juga. Dan dengan fungsi sosial ini dapat memajukan
dan mensejahterahkan ko Manado
Kata Kunci : Fungsi sosial hak atas tanah, teori, perspektif masyarakat...
Manado, 20 Desember 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi
manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan
(pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk
bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal.
Lebih lanjut permasalahan mengenai tanah berkembang seperti realita
yang terjadi belakangan ini yaitu munculnya kasus dan sengketa tanah banyak
berawal dari tanah telantar di mana kondisi tanah yang menjadi spekulasi dunia
usaha di semua sektor pembangunan disalahgunakan sehingga untuk
menjalankannya diadakanlah proses pengadaan tanah yang asalnya dari tanah
yang sudah dihaki oleh rakyat. Proses tersebut cukup memakan waktu yang lama
karena salah satu pihak merasakan adanya ketidakadilan. Proses yang cukup lama
ini otomatis membuat jalannya pembangunan menjadi tersendat.
Tanah juga mempunyai fungsi sosial dan pemanfaatannya harus dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu perlu terus dikembangkan rencana
tata ruang dan tata guna tanah secara nasional sehingga pemanfatan tanah dapat
terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaan dengan tetap memelihara
kelestarian alam dan lingkungan serta mencegah penggunaan tanah yang
merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan
Namun, fungsi sosial hak atas tanah sering dimaanfaatkan oleh oknumoknum penguasa yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Dimana
dalam menjalankan fungsi sosial tersebut, khususnya dari pihak pemerintah sering
kali ditunggangi oleh oknum tertentu disadari maupun tidak disadari oleh
pemerintah sehingga rakyat selalu terkorbankan haknya, dan bahkan dipoles
sedemikian rupa izinnya supaya dianggap tidak melanggar hak atas tanah rakyat
dengan menjadikan fungsi sosial sebagai tameng, bahkan hak rakyat yang ada
diposisikan sebagai hak yang tidak mendukung fungsi sosialnya tanah.
Untuk itu perlu diperkenalkan pada masyarakat akan pentingnya fungsi
sosial yang berlaku untuk seluruh hak-hak atas tanah sehingga dapat membantu
mengubah cara berpikir individual masyarakat. Dengan prinsip ini kepentingan
pribadi atas tanah tidak dibiarkan merugikan kepentingan banyak orang (umum).
Apalagi ditambah dengan peraturan baru yaitu PERPRES Nomor 36 Tahun 2005
dengan perubahannya PERPRES Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Namun realitanya,
pemerintah sulit mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkannya.
Oleh karena itu, pihak pemerintah seharusnya memperhatikan jumlah kerugian
yang wajar, layak dan adil untuk pemegang tanah sehingga tujuan UUPA untuk
mencari keseimbangan antara dua kepentingan rakyat (pembangunan) dan
kepentingan individu dapat segera terwujud dengan baik.
Pandangan masyarakatpun sesuai dengan keinginan pemerintah dalam
mewujudkan kepentingan bersama atas tanah ini. Namun adakalanya
pelaksanaannya dari pemerindah sering mengalami kendala yaang mengakibatkan
pengerjaan yang sedikit lebih lama.
Fungsi sosial ini sangat menguntunngkan bagi masyarakat, karena
pemerintah dalaam melaakukan kebijakan menngutamakan kepentingan mereka.
Agar aktifitas mereka tidak tergannggu, dan juga tidak ada maasalah-masalah
yang timbbul dikemudian hari.
B. Metode Penelitian
Dari penelitian ini, penulis akan mengarahkan ke metode kualitatif, yaitu
mengetahui pandangan-pandangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah
untuk menngambil alih tanah untuk menjadikan tanah tersebut sebagai fungsi
sosial. Penelitian inni diistilahkan sebagai socio legal research, yaitu perpaduan
antara legal research dan sosiaal research (Sutarman dan Dillah Phillipps, 2013
: 51). Pengunaan pendektan ini dimaksudkan untuk memahami hubungan dan
keterkaitan antara kebijakan hukum pemerintah dengan realitas masyarakat Kota
Manado.
Selain dari pada itu, penulis juga akan mengarahkan ke arah kuantitatif,
yaitu mengunakan kajian pustaka dengan menggunakan buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Narasumber yang kami ambil sebagai sampel pada penelitian ini, yaitu
Yurike Imelda Paendong, SH, M.Kn (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dan
masyarakat yang pernah diambil tanahnya oleh pemerintah Kota Manado sebagai
fungsi sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan teori
Asas fungsi sosial hak atas tanah berasal dari teori fungsi sosial hak atas
tanah yang dikemukakan oleh ahli hukum Perancis Leon Duguit. Awalnya teori
ini muncul akibat adanya upaya untuk menentang konsep liberal klasik yang
berkembang pada saat itu. Konsep liberal klasik mendominasi konsep politik dan
hukum modern. Menurut Sheila R. Foster dan Daniel Bonila dalam artikelnya
pada masa symposium The Social Funcion of Property : A Comporative Law
Perspective yang diselenggarakan Fardhan University Shcool of Law di New
York, pada tanggal 15 November 2011 (Sheila R, foster dan Daniel Bonila, 2011 :
101) menyatakan bahwa, konsepsi liberal klasik berkaitan dengan kepemilikan
properti atau hak kepemilikan tanah mendominasi pemikiran hukum dan politik
modern.
Menurut teori fungsi sosial ini, hak adalah fungsi sosial dalam arti bahwa
kekuasaan yang dimiliki seseorang dibatasi oleh kepentingan masyarakatnya
(Rasidji, Lili, dkk, 2002 : 120). Dalam konsep funsi sosial tidak ada hak subjektif,
namun yang ada hanya fungsi sosial (Parlindungan, 1998 :65).
Fungsi Sosial dikonsepsi hukum barat merupakan sesuatu yang timbul
kemudian dalam rangka dan sebagai hasil pemikiran kembali haknya individu dan
masyarakat. Semula bersangkut pada konsep liberal-individualistis semata-mata,
kemudian mengalami proses sosialisasi. Dalam konsep hukum barat tersbut
pengertian fungsi social pada hakikatnya berupa pengurangan atau pembatasan
individu bagi kepentingan bersama. Konsep fungsi social dalam hukum adat dan
pertanahan nasonal Indonesia adalah merupakan bagian dari alam pikirn asli
orang Indonesia,yaitu manusia Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus
makhluk social yang mengusahakan terwujudnya keseimbangan,keserasian dan
keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama (masyarakat).
Konsep fungsi social dalam hukum adat dan pertanahan nasonal Indonesia
adalah merupakan bagian dari alam pikirn asli orang Indonesia,yaitu manusia
Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus makhluk social yang
mengusahakan terwujudnya keseimbangan,keserasian dan keselarasan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan bersama (masyarakat).
Prof. Notonagoro, “Hak milik mempunyai fungsi social itu mendasarkan
diri atas individu,mempunyai dasar yang individualistis,ditempelkan kepadanya
itu sifat yang social,sedangkan berdasarkan Pancasila, hukum tidak berdasarkan
atas corak individualistis tetapi bercorak dwi tunggal itu”.
Tanah merupakan aset fisik dan merupakan hak. Tanah mengandung
kekhususan yakni harus memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sosiaal, yang
mengandung adanya sistem hukum tanah yang berfungsi untuk menjamin
kemanfaatan tanah untuk kepentingan bersama, yaitu tanah sebagai social asset
dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan
sosial dikalangan masyarakat untuk hidup dan berkehidupan, sedangkan capital
asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh
sebagai benda ekonommi yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan
dan objek spekulasi (Rubaie, Achmad, 2017: 1).
B. Landasan yuridis
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang
disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi
disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “atas dasar hak menguasai dari
negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum.
Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi sosial dari hakhak atas tanah itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara
maka pada pasal-pasal lain dalam UUPA terutama pasal 7 (larangan latifundia),
pasal 10 (larangan absentee), pasal 17 (penetapan ceiling), pasal 15 (kewajiban
menjaga kesuburan tanah), pasal 14 (perencanaan peruntukkan dan penggunaan
tanah), pasal 18 (pencabutan ha katas tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut adalah merupakan konsrp pokok (azas) dalam
UUPA yang wajib dilaksanakan.
Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA
mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain :
a. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang
merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak
atas tanah menurut prinsip Hhhukum Tanah Nasional. Dalam Konsep Hukum
Tanah Nasional memiliki sifat komunalistik religius, yang mengatakan
bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa, bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.
b. Tanah yang dihaki seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang
mempunyai hak itu saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya.
Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan
tidak hanya kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga
harus diingat dan diperhatikan kepentingan masyarakat. Harus diusahakan
adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan
masyarakat.
c. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya,
artinya keadaan tanah, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut
dimaksudkan agar tanah harus dapat dipelihara dengan baik dan dijaga
kualitas kesuburan serta kondisi tanah sehingga kemanfaatan tanahnya
dinikmati tidak hanya oleh pemilik hak atas tanah saja tetapi juga masyarakat
lainya. Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah itu tidak saja dibebankan
kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan
juga menjadi beban bagi setiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yurike Imelda Paendong, SH,
M.Kn (Pejabat Pembuat Akta Tanah) bahwa seseorang tidak bisa menolak
pengambilan tanah pribadi sebagai fungsi sosial karena ketika ia sudah
menandatangani akta tanah berarti iaa sudah setuju baahwa jika pemerintah akan
mengambil tannah tersebut sebagai fungsi sosial.
“Dalam akata tannah itu sah ada keterangan untuk pelepasan tanah, jadi
aneh jika ia menolak untuk melepaskan tanah tersebut.”
Dan dasar pokok dari UU No 20 tahun 1961 tentang pencabutan hak atas
tanah itu adalah ketentuan pasal 18 UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) yang
menggariskan untuk kepentingan umum negara dapat melakukan pencabutan hak
atas tanah. Pada pasal 18 UUPA tersebut selengkapnya sebagai berikut:
“untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bersama dari rakyat
hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan undang- undang”
Terhadap salah satu hak atas tanah yaitu hak milik, maka berlaku
ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa, “hak milik hapus jika
tanahnya jatuh kepada negara karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
UUPA”.
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 18 UUPA tentang Ontiegening
tersebut dituntut persayaratan tegas dan ketat sebagai berikut:
1. Pencabutan hak hanya dapat dilaksanakan bilamana kepentingan umum
benar-benar menghendaki. Unsur kepentingan umum ini harus tegas menjadi
dasar dalam pencabutan hak ini;
2.Sesuai dengan ketentuan UU No. 20 tahun 1961 pencabutan hak atas
tanahnya dapat dilakukan atas izin presiden.
3. Pencabuatan hak atas tanah tersebut harus di sertai ganti rugi yang layak.
Pencabutan hak yang dilakukan oleh pemerintah tanpa mengindahkan
persyaratan tersebut adalah merupakan perbuatan melanggar hukum atau
menyalahgunakan wewenang oleh pemerintah.
Prosedur pencabutan hak atas tanah, pencabutan hak atas tanah untuk
kepentingan umum sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 tahun 1961 dapat
dilakukan dengan baik acara biasa (pasal 2 sampai dengan 5 UU No. 20 tahun
1961) maupun dengan acara luar biasa (pasal 6 sampai dengan 8 UU No. 20
tahun1961)
C. Perspektif Masyarakat
Ketika tanah sudah menjadi milik pribadi lalu dijadikan pemerintah
sebagai fungsi sosial, tidak semerta-merta pemerintah mengambil begitu saja.
Berdasarkan keterangan dari bapak Giyarno dan dan bapak Sugeng yang tanahnya
dijadikan sebagai fungsi sosial, bahwa ia diberikan gantirugi sebesar harga tanah
itu, namun dibayar secara berangsur.
“Mengenai harga tanah biasa mereka bayar sesuai harga tanah yang ada di
sekitar situ saja. Lalu mereka bayar dua kali, pertama sebagai uang muka
sebagai tanda jadi, lalu pada saat mulai pengerjaan mereka langsung
membayar lunas.”
Di kota Manado, pemerintah dalam juga dalam pelaksanaan pengambilan
tanah sebaagai fungsi sosial berdasarkan hukum, yakni mereka membuat surat
terlebih dahulu sebelum mengambil tanah tersebut.
Berdasrkaan wawancaara dengan Ibu Imelda, bahwa dalam
pelepasan/penngambiilan tanaah sebagai fungsi sosial, harus ada surat
pengambilan secara tertulis untuk bisa mengambil tanah tanah tersebut.
“dalam pelepasan tanah, pemerintah harus membuat surat tertulis tentang
pengambilan tanah sebagai fungsi sosial.”
Berdasarkan observasi di kota Manado bahwa rata-rata masyarakat kota
manado menerima atas kebijakan pemerintah untuk peggunaan tanah pribadi
sebagai fungsi sosial hak atas tanah, karena menurut mereka itu juga demi
kepentingan mereka jadi mereka setuju atas kebjakan ini. Hanya saja mereka
sangat menyesalkan dalam pelaksanaannya ideka sesuai dengan harapan mereka.
Biasannya pelaksanaannya sangat terlambat walaupun pembayaaran gantirugi itu
secara langsung.
Dilihat dari hasil pengerjaan pemerintah tentang fungsi sosial hak atas
tanah bahwa hasil dari pengerjaan sesuai dengaan harapan masyaarakat.
Berdasarkan hasil waawancara dengan bapak Aminuddin bahwa hasil pengerjaan
di kota manado sudah berjalan dengan baik.
“hasil dari pengerjaan pemerintaah seperti pelabaran jalan dan sungai
berdampak positif bagi kita bersama seperti sudah tidak ada maacet, dan
banjir di kampung saya di Singkil.”
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Asas fungsi sosial hak atas tanah berasal dari teori fungsi sosial hak atas
tanah yang dikemukakan oleh ahli hukum Perancis Leon Duguit. Awalnya teori
ini muncul akibat adanya upaya untuk menentang konsep liberal klasik yang
berkembang pada saat itu. Konsep liberal klasik mendominasi konsep politik dan
hukum modern.
Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi social dari hakhak atas tanah itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara
maka pada pasal-pasal lain dalam UUPA terutama pasal 7 (larangan latifundia),
pasal 10 (larangan absentee), pasal 17 (penetapan ceiling), pasal 15 (kewajiban
menjaga kesuburan tanah), pasal 14 (perencanaan peruntukkan dan penggunaan
tanah), pasal 18 (pencabutan ha katas tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut adalah merupakan konsrp pokok (azas) dalam
UUPA yang wajib dilaksanakan.
Berdasarkan observasi di kota Manado bahwa rata-rata masyarakat kota
manado menerima atas kebijakan pemerintah untuk peggunaan tanah pribadi
sebagai fungsi sosial hak atas tanah, karena menurut mereka itu juga demi
kepentingan mereka jadi mereka setuju atas kebjakan ini. Hanya saja mereka
sangat menyesalkan dalam pelaksanaannya ideka sesuai dengan harapan mereka.
Biasannya pelaksanaannya sangat terlambat walaupun pembayaaran gantirugi itu
secara langsung.
Daftar Pustaka
Parlindungan, AP, 1991, Komentar atas Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria,
Bandung :
Mandar Maju
Rubae, Achmad, 2017, Hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum,
Malang :
Bayuumedia
Yamin, Muhammad, 2003, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan:
Pustaka
Bangsa Press.
Dasar Hukum
UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UU No 20 tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah
Jurnal
Foster, Sheila and Bonila, Daniel, The Social Function of Property: A
comporative Law
Perective
(November
15,
2011)
di
http://ssrn.com/abstract=1960022
Sutarman, Dillah, Phillips, 2013, Metode Penelitian Hukum, Dilengkapi Tata
Cara Dan
Contoh Pennulisa Karya Ilmiah Bidang Hukum, Bandung :
Alfabeta
Wawancara
Wawancara dengan Bapak Giyarno dan bapak Sugeng di kecamatan Singkil, kota
Manado
Wawancara dengan Ibu Yurike Imelda Paendong, SH, M.Kn (Pejabat Pembuat
Akta Tanah) di kecamatan Wenang, kota Manado
Wawancara dengan Bapak Aminuddin di kecamatan Tuminting