PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN WONOGIRI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh : Wahyu Santoso

H 0305042

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN WONOGIRI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Wahyu Santoso H0305042

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Januari 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Dr. Ir. Darsono, MSi______ Wiwit Rahayu, SP, MP____ Nuning Setyowati, SP, MSc NIP. 19660611 199103 1 002

NIP. 19711109 199703 2 004 NIP. 19820325 200501 2 001

Surakarta, Januari 2010 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS___

NIP. 19551217 198203 1 003

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Wonogiri”.

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Catur Tunggal BJP, MS (Almarhum) selaku mantan Ketua Jurusan Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir Agustono, MSi selaku Ketua Jurusan Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Dr. Ir Darsono, MSi selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

5. Ibu Wiwit Rahayu, SP, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah begitu cermat dan teliti memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Nuning Setyowati, SP, MSc selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis.

7. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MSi selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah di Fakultas Pertanian UNS.

8. Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dan Kepala Badan Pusat Statistik Wonogiri, beserta stafnya yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonogiri, beserta stafnya yang telah memberikan bantuan.

10. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

11. Mbak Ira, Pak Samsuri dan seluruh Karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan.

12. Orang tuaku, Bapak Tarmo dan Ibu Sri Muryati, terimakasih atas segala doa,

dukungan, motivasi, nasihat, dan kasih sayang yang tiada tara sepanjang masa, serta kesempatan yang telah diperoleh penulis.

13. Adik-adikku, Helmi Wulandari, Hastiti Milasari dan Wilda Nur Rahmi

Hapsari, terimakasih atas doa, dukungan, serta kasih sayang.

14. Teman-teman seperjuanganku Hamdan, Bentar, Didit, Gulan, Hafidh; My

editor Wewe Gombel, Pandan and My cheerleaders Eka, Devi. Gracias. Dan juga kepada teman-teman Agrobisnis 2005 lainnya; Ama, Andryana, Junkis, Ayu, O’on, Dwi, Erry, Becak, Iva, Jack, Si-Pex, Mega, Mila, Nicho, Niken, Brintik, Panjul, “Piti”, Putri, Rahardian, Darti, Jajuk, Triana, Wheny, Yusnin, Abdul, Andre, Patrik, Dora, Cuprik, Asong, Baby, Diana, Suminten, Eye, Martha, Herlindut, Okhasan, Taufik, Naily, Jaran, Nurul, Hayuk, Rima, Rumbay, Septo, Shiti, Ullyl, Viarka, Wurya; terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang akan selalu jadi kenangan terindah.

15. Seluruh pengurus dan anggota HIMASETA FP UNS yang kenal “simbah”,

terimakasih atas kesempatan dan pengalaman luar biasa.

16. Teman-teman UNSk8boarding.

17. Teman-teman Empat Sekawan Lima Sempurna; Jatmik, Dedy, Kang Abdul.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca.

Surakarta, 2010

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penduduk dan Tenaga Kerja ............................................................ 15 Gambar 2. Bagan Alur Penelitian untuk Melihat Penyerapan Tenaga

Kerja di Sektor Pertanian Kabupaten Wonogiri.............................. 23

RINGKASAN

Wahyu Santoso, H0304042. Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Wonogiri. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Darsono, MSi. dan Wiwit Rahayu, SP., MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri beserta komponen pertumbuhannya selama tahun 2003 sampai 2007 dan memproyeksikan jumlah kesempatan kerja di sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri pada sepuluh tahun ke depan, yaitu tahun 2008 sampai 2017.

Besarnya peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dihitung dengan angka pengganda tenaga kerja. Untuk progresifitas pertumbuhan kesem- patan kerja tahun 2003-2007 diamati dengan Analisis Shift Share, melalui kompo- nen Pertumbuhan Nasional, komponen Pertumbuhan Proporsional dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah. Sedangkan proyeksi kesempatan kerja sektor pertanian dilakukan dengan analisis pure forecast, asumsinya elastisitas kesempat- an kerja dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri dianggap tetap.

Sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri. Besarnya peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri digambarkan melalui angka pengganda. Rata-rata angka pengganda tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2003-2007 adalah 1,72. Ini berarti setiap peningkatan satu orang tenaga kerja pada sektor pertanian akan meningkatkan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan sebanyak satu hingga dua orang. Hasil perhitungan Analisis Shift Share menunjukkan nilai Pertumbuhan Proporsional di Kabupaten Wonogiri sebesar -36.456,40. Ini berarti apabila terjadi perubahan kesempatan kerja pada salah satu sektor di Kabupaten Wonogiri, maka sektor pertanian akan dirugikan dengan adanya penurunan kesempatan kerja sejumlah 36.456 orang. Untuk komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, nilainya sebesar 28.624,01. Ini berarti bahwa sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri mengalami kenaikan kesempatan kerja sebesar 28.624 orang apabila dibandingkan dengan sektor pertanian kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Tengah. Dari nilai Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah, diperoleh nilai Pergeseran Bersih sebesar -7.832,39. Ini berarti progresifitas pertumbuhan kesem- patan kerja pada sektor pertanian Kabupaten Wonogiri termasuk kelompok lamban. Proyeksi kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2017 menunjukkan peningkatan sejumlah 101.304 orang dibandingkan dengan tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 10.130 orang setiap tahunnya selama periode tahun 2008 sampai tahun 2017. Peningkatan nilai tambah produksi pertanian dan kesejahteraan petani perlu mendapat perhatian khusus, agar tenaga kerja sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang lainnya baik untuk saat ini ataupun di masa yang akan datang.

SUMMARY

Wahyu Santoso, H 0305042. The Role of Agricultural Sector in Labor Absorbtion in Wonogiri Regency. This script is under tuition by Dr. Ir. Darsono, MSi. and Wiwit Rahayu, SP., MP. Agriculture Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

The aims of this research are to know the role of agricultural sector in labor absorbtion in Wonogiri Regency, to know it’s regional development component during 2003-2007 and to project the amont of work opportunity in agricultural sector in Wonogiri Regency in ten years forwards 2008-2017.

The role level of agricultural sector ability in labor absorbtion perceived by labor multiplier effect. The work opportunity progression 2003-2007 percieved by Shift Share Analysis uses the National Growth Share, Proportional Growth Component and Regional Growth Component. While the projection of work opportunity precieved by ‘pure forecast’ analysis that assumed the work opportunity elasticity and fixed regional economics growth is constant. The result show that the average of agricultural sector labor multiplier effect in Wonogiri Regency is 1,72. It means every the agriculture labor rises up one level, the entire of labor in Wonogiri Regency will rise up one until two. The result of Shift Share Analysis indicate the value of Proportional Growth Component is - 36.456,40. It means the work opportunity in the one of economic sector at Wonogiri Regency has changed, the work opportunity of agricultural sector will decrease for 36.456 persons. The Regional Growth Component value is 28.624,01. It means the labor of agricultural sector at Wonogiri Regency increase for 28.624 persons when compared with the agricultural sector in others regency central java province. The amount of Proportional Growth component and regional growth component will become a net friction value. The net friction value in Wonogiri Regency is -7.832,39, that means the employment growth in Wonogiri Regency is in tardy category. The work opportunity Projection of agricultural sector in 2017 will increase 101.304 persons from 2007 or during 2008 until 2017 the work opportunity number of agricultural sector annually has been increase achieve 10.130 persons. The increses of farmers prosperity and added value is very important for agricultural sector labor that couldn’t move to another job in other sector in present day or in the future.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses perubahan yang berkelanjutan menuju peningkatan kualitas kehidupan yang menempatkan manusia sebagai pelaku, dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya alam yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Dengan demikian pelaksanaan pembangunan harus dapat memberikan pilihan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan harus dilakukan secara bertahap di segala bidang dan sektor maupun sub sektor secara terencana dan terprogram.

UU RI No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU RI No

33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menunjukkan mengenai kebijakan otonomi daerah di negara Indonesia. Dengan demikian, maka pemerintah daerah memiliki wewenang dalam menetapkan kebijakan dan melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi dan kehendak masyarakat daerah tersebut. Agar pelaksanaan pembangunan daerah ini berhasil maka pemerintah daerah harus mengetahui potensi daerahnya masing-masing guna menentukan ke arah mana pembangunan di daerah tersebut akan digiring.

Peranan pembangunan ekonomi daerah merupakan hal yang sangat vital dalam memproyeksikan keadaan ekonomi nasional. Keadaan perekono- mian nasional disusun dari keadaan perekonomian berbagai daerah (regional) di nusantara, sehingga keberhasilan pembangunan tingkat daerah akan turut menentukan keberhasilan pembangunan tingkat nasional.

Tenaga kerja dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, maksudnya penyerapan tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Priadi (2005), suatu daerah dapat dikatakan maju apabila ditunjang dari segi pengetahuan Tenaga kerja dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah, maksudnya penyerapan tenaga kerja mendukung keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Priadi (2005), suatu daerah dapat dikatakan maju apabila ditunjang dari segi pengetahuan

Besarnya angka pengangguran merupakan suatu permasalahan yang sekaligus dapat menggambarkan masih kurangnya tingkat pencapaian keberhasilan pembangunan daerah. Hingga kini masalah pengangguran masih menjadi salah satu masalah ekonomi yang sulit dipecahkan di berbagai negara berkembang, termasuk di Indonesia. Walaupun pemerintah telah menerapkan berbagai tindakan ekonomi guna mengatasi masalah ini, namun tingkat pengangguran cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya. Penyebab permasalahan pengangguran ini lebih kepada tidak tersedianya lowongan pekerjaan guna menampung sebagian besar angkatan kerja baru yang tumbuh cepat dan besar jumlahnya.

Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia Tahun 2003-2007

Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

9,11 Sumber : BPS Nasional, 2007

Dari data di atas dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran tebuka dari tahun 2003 hingga tahun 2006 terus mengalami peningkatan, sedangkan dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan drastis sebesar 1,17 %. peningkatan terbesar adalah saat memasuki tahun 2005 dari tahun 2004, yaitu sebesar 0,33.

Salah satu modal utama dalam perkembangan roda pembangunan adalah tenaga kerja. Sejalan dengan berlangsungnya masalah demografi, Salah satu modal utama dalam perkembangan roda pembangunan adalah tenaga kerja. Sejalan dengan berlangsungnya masalah demografi,

Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung ekonomi yang efektif di daerah itu cukup kuat memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.

Indonesia identik dengan negara agraris. Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada pertanian. Selain itu, peran sektor pertanian dalam pemba- ngunan di negara Indonesia juga cukup signifikan. Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang sebagian besar lahannya merupakan areal pertanian. Berdasarkan penggunaan lahan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2007, lebih dari 98.082 ha atau 53,82 persen dari 182.236 ha keseluruhan wilayah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian.

Sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri juga memiliki peranan penting dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selama lima tahun terakhir sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB dibandingkan dengan sektor perekonomian yang lainnya. Ini terlihat pada distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2003 sampai 2007 berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2000 Kabupaten Wonogiri Tahun 2003-2007

No. Lapangan Usaha Tahun Utama

2 Pertambangan & Galian

0,83 0,84 0,83 3 Industri Pengolahan

4,44 4,64 4,64 4 Litrik, Gas & Air Bersih

3,91 4,04 4,10 6 Perdagangan & Hotel

9,48 9,24 9,32 Komunikasi 8 Keuangan & Persewaan

Sumber : BPS Kabupaten Wonogiri, 2008 Distribusi PDRB sektor pertanian dari tahun 2003 sampai 2007 terha-

dap perekonomian di Kabupaten Wonogiri cenderung berfluktuasi. Namun setiap tahunnya distribusi PDRB sektor pertanian mencapai lebih dari 50 % dari keseluruhan PDRB di Kabupaten Wonogiri. Persentase distribusi PDRB turun sebesar 0,43 % dari tahun 2003 ke tahun 2004, yaitu dari 51,58 % menjadi 51,15 %. Selanjutnya pada tahun 2004 hingga tahun 2006 persentase distribusinya mengalami kenaikan, yaitu berturut turut pada tahun 2005 dan 2006 menjadi sebesar 51,22 % dan 51,34 %. Sedangakan pada tahun 2007 persentase distribusi PDRB kembali mengalami penurunan sebesar 0,35 % menjadi sebesar 50,99 %. Apabila dibandingkan dengan empat tahun berikutnya, tahun 2003 menunjukkan distribusi yang paling tinggi sedangkan distribusi terendah adalah pada tahun 2007.

Dalam beberapa tahun terakhir jumlah tenaga kerja di sektor pertanian Kabupaten Wonogiri mengalami peningkatan, yaitu memasuki tahun 2004 dari tahun 2003. Sedangkan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2005 mengalami penurunan dan kembali mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2006 dan tahun 2007. Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian hanya terjadi pada tahun 2005 dan jumlah tenaga kerja Dalam beberapa tahun terakhir jumlah tenaga kerja di sektor pertanian Kabupaten Wonogiri mengalami peningkatan, yaitu memasuki tahun 2004 dari tahun 2003. Sedangkan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2005 mengalami penurunan dan kembali mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2006 dan tahun 2007. Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian hanya terjadi pada tahun 2005 dan jumlah tenaga kerja

Tabel 3. Perkembangan Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapang- an Usaha Utama di Kabupaten Wonogiri Tahun 2003-2007 (orang)

Tahun No

Lapangan Usaha

2 Pertambangan & Galian

3.822 347 7.287 3 Industri Pengolahan

32.059 26.249 29.036 32.908 25.349 4 Listrik,Gas & Air Bersih

8.729 26.929 42.353 24.052 36.988 6 Perdagangan & Hotel

79.997 77.075 94.041 89.265 72.963 7 Pengangkutan &

18.939 13.882 15.950 13.614 11.382 Komunikasi

8 Keuangan & Persewaan

Sumber : BPS Kabupaten Wonogiri, 2008 Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hingga saat ini sektor

pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian wilayah di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini akan membahas lebih jauh mengenai peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Wonogiri sehingga dapat diketahui apakah kontribusi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja ini masih dapat bertahan sampai proyeksi tahun 2017. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi perencanaan perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah yang menempatkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab, dan UU No. 33 Tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan antara daerah dengan pusat, maka tiap daerah memiliki kewenangan dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi, dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut mendorong pemerintah daerah tingkat II untuk menetapkan kebijakan ekonominya dengan lebih mengandalkan pada potensi yang dimiliki sesuai dengan kondisi daerah baik kondisi sumber daya alam maupun kondisi sumber daya manusia dengan segala kelebihan dan kelemahannya.

Sektor pertanian merupakan salah satu potensi wilayah di Kabupaten Wonogiri yang dapat dikembangkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan pembangunan perekonomian di Kabupaten Wonogiri. Arah pengembangan sektor ini dapat disesuaikan dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia di Kabupaten Wonogiri itu sendiri, agar kedepannya sasaran pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah tercapai.

Sebagian besar lahan di Kabupaten Wonogiri dimanfaatkan sebagai areal pertanian. Selain itu, selama lima tahun terakhir, sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB dibandingkan dengan sektor perekonomian yang lainnya.

Distribusi PDRB sektor pertanian dari tahun 2003 sampai 2007 terhadap perekonomian di Kabupaten Wonogiri cenderung mengalami fluktuasi. Namun dibandingkan dengan empat tahun berikutnya, tahun 2003 menunjukkan distribusi terbesar yaitu 51,58 %. Sedangkan distribusi terendah adalah pada tahun 2007 sebesar 50,99 %. Hal ini seperti yang sudah dijelaskan pada Tabel 2. sebelumnya.

Di Kabupaten Wonogiri, sektor pertanian masih merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Perkembangan distribusi persentase penduduk Di Kabupaten Wonogiri, sektor pertanian masih merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Perkembangan distribusi persentase penduduk

Tabel 4. Distribusi Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan

Usaha Utama di Kabupaten Wonogiri Tahun 2003-2007

Lapangan

Tahun

No Usaha

0,07 1,35 3 Industri Pengolahan

5,66 6,34 4,70 4 Listrik,Gas &

Air Bersih

Sumber : BPS Kabupaten Wonogiri, 2008 Data di atas menunjukkan bahwa distribusi persentase penduduk yang

bekerja di sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2003 sampai 2007 masih mengalami kecenderungan berfluktuasi. Dan belum dapat diketa- hui apakah di waktu yang akan datang sektor pertanian masih akan dapat bekerja di sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2003 sampai 2007 masih mengalami kecenderungan berfluktuasi. Dan belum dapat diketa- hui apakah di waktu yang akan datang sektor pertanian masih akan dapat

Berawal dari hal tersebut maka sektor pertanian sangat penting untuk terus dikembangkan dalam upaya meningkatkan pembangunan perekonomian wilayah Kabupaten Wonogiri dengan terus memperhatikan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Mengingat hal ini sesuai dengan potensi wilayah Kabupaten Wonogiri yang sebagian besar masih merupakan lahan pertanian. Dengan mengetahui besarnya peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, diharapkan sektor pertanian nantinya dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian wilayah.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana dinamika peranan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri ?

2. Bagaimanakah pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabu- paten Wonogiri dilihat dari komponen pertumbuhannya ?

3. Bagaimanakah prospek peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja untuk sepuluh tahun ke depan (tahun 2008-2017) di Kabupaten Wonogiri ?

C. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis dinamika peranan sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri.

2. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri dilihat dari komponen pertumbuhannya.

3. Menganalisis prospek peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja pada tahun 2008-2017 di Kabupaten Wonogiri.

D. Kegunaan penelitian

1. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Wonogiri, sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan pembangunan daerah, khususnya perencanan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri.

3. Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan referensi dalam penelitian yang berhubungan dengan perencanaan tenaga kerja, khususnya di Kabupaten Wonogiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Amin (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Semarang”, menggunakan Analisis Shift Share (ASS) untuk mengetahui pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Semarang, menyimpulkan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Semarang termasuk dalam kelompok lambat karena hasil perhitungan komponen pertumbuhan proporsional (PP) sebesar - 33.019,853. Namun melihat nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), yaitu 17.168,373 menunjukkan perubahan kesempatan kerja sektor pertanian di Kabupaten Semarang terjadi peningkatan sebesar 17.168 orang jika dibandingkan dengan sektor pertanian di wilayah lainnya. Penjumlahan PP dan PPW diperoleh nilai pergeseran bersih (PB) sebesar -15.851,462 dengan nilai pertumbuhan kesempatan kerja -4,07 % berarti sektor pertanian tumbuh secara lambat sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian. Hasil penghitungan dari angka pengganda tenaga kerja, diperoleh rata-rata angka pengganda tenaga kerja di Kabupaten Sema-rang sebesar 1,76. Artinya sektor pertanian di Kabupaten Semarang berperan dalam meningkatkan kesempatan kerja pada sektor perekonomian lainnya sebesar 1 sampai 2 orang setiap terjadi peningkatan kesempatan kerja pada sektor pertanian sebesar 1 orang.

Kurniawan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Temanggung”, menggunakan Analisis Shift Share (ASS) untuk mengetahui pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Temanggung, diperoleh nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) sebesar -33.508,559. Ini berarti pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Temanggung termasuk kelompok lambat. Sedangkan melihat nilai komponen pertumbuhan pangsa Kurniawan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Sektor Pertanian dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Temanggung”, menggunakan Analisis Shift Share (ASS) untuk mengetahui pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Temanggung, diperoleh nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) sebesar -33.508,559. Ini berarti pertumbuhan kesempatan kerja di sektor pertanian Kabupaten Temanggung termasuk kelompok lambat. Sedangkan melihat nilai komponen pertumbuhan pangsa

Alasan dari pengambilan kedua penelitian tersebut sebagai referensi atau landasan dari penelitian ini adalah karena kedua penelitian di atas menggunakan analisis yang sama yaitu Analisis Shift Share (ASS) untuk mengetahui besarnya pertumbuhan sektor pertanian dan menggunakan angka pengganda tenaga kerja untuk mengetahui peranan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja. Selain itu dari kedua penelitian tersebut, memiliki dasar yang sama yaitu sektor pertanian masih memberikan kontribusi tertinggi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk di daerah penelitian tersebut.

B. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi ( economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi (Wikipedia, 2009).

Pembangunan ekonomi sebagai proses transisi dan transformasi berkisar pada perubahan struktural. Perubahan struktural menyangkut perubahan-perubahan pada struktur dan komposisi produk nasional, pada kesempatan kerja produktif, pada ketimpangan antar sektoral, antar daerah dan antar golongan masyarakat, pada kemiskinan dan kesenjangan antara golongan berpendapatan rendah dan tinggi (Djojohadikusumo, 1994).

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat diukur melalui beberapa indikator, seperti tinggi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, semakin terbukanya kesempatan kerja sehingga dapat menekan pengangguran, menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah kemiskinan absolut, pergeseran struktur ekonomi kearah yang lebih modern dan semakin besarnya kemampuan keuangan untuk membiayai administrasi pemerintah dan kegiatan pembangunan (Soekarni dan Mahmud, 2000).

2. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan memben- tuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkem- bangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok pem- bangunan ekonomi daerah adalah pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan memben- tuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkem- bangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok pem- bangunan ekonomi daerah adalah pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah (Darwanto, 2006).

Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan ekonomi daerah, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu daerah maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan kegiatan usaha di daerah yang bersangkutan (Suparmoko, 2002).

3. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai proses yang ditujuk- an untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekali- gus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi, Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai proses yang ditujuk- an untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekali- gus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi,

Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Walaupun sumbangsih sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukanlah berarti nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat. Kecuali itu, peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan hingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya pada sektor pertanian (Dumairy, 1997).

Peran pertanian dalam pembangunan pertanian hanya sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah untuk berkembangnya sektor industri yang berfungsi sebagai unggulan dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan (Todaro, 2000).

Dalam periode 2005-2009, pembangunan pertanian diarahkan untuk mencapai visi: “Terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani”. Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumberdaya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu :

a. Membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh

b. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berke- lanjutan

c. Memantapkan ketahanan dan keamanan pangan

d. Meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian

e. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan e. Menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan

4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan

Sektor pertanian di Indonesia dianggap sangat penting karena peran- annya dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia pangan, penyedia faktor produksi dan penghasil devisa yang cukup besar (Soekartawi, 1996).

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia :

a. Potensi sumberdayanya yang besar dan beragam,

b. Pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,

c. Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, dan

d. Menjadi basis pertumbuhan di pedesaan (Brawijaya, 2008)

Permasalahan pokok negara dunia ketiga, pada prinsipnya sama, yaitu membuncahnya jumlah tenaga kerja, kecilnya modal, fluktuasi hasil produksi yang kadang-kadang ekstrim, rendahnya penguasaan teknologi, kecilnya return of capital (ROC), investasi yang minim, pemerataan dan konversi nilai tukar produksi pertanian yang tidak memadai. Dari banyak- nya persoalan tersebut, John Mellor, seorang pakar ekonomi pertanian me- ngemukakan bahwa negara-negara berkembang memerlukan strategi pem- bangunan yang berorientasi pada pertanian dan tenaga kerja. Selain karena mampu menyerap banyak tenaga kerja, Mellor berpendapat pertanian menjadi penting karena ia juga memberi pengaruh yang demikian besar terhadap perekonomian secara menyeluruh (Nugroho, 2007)

5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labour force terdiri dari golongan yang bekerja, dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain atau penerima pendapatan (Simanjuntak, 1985).

Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan terakhir, yaitu pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja namun secara fisik dianggap mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan menurut batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur minimum

10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia adalah penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih (Simanjuntak, 1985).

Simanjuntak (1985) membagi penduduk dan tenaga kerja sebagai berikut :

Penduduk

Tenaga Kerja

Bukan Tenaga Kerja

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Menganggur Bekerja

Sekolah

Mengurus Penerima Rumah Tangga

Pendapatan

Setengah Menganggur Bekerja Penuh

Kentara (Jam Kerja Sedikit) Setengah Menganggur < 35 jam/minggu

Tidak Kentara

Gambar 1. Penduduk dan Tenaga Kerja Tenaga Kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang

dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Silalahi, 2009). Dalam sensus penduduk, orang dinyatakan bekerja bila selama satu minggu sebelum pencacahan melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan paling sedikit selama satu jam. Sedangkan penganggur adalah orang yang tidak bekerja sama sekali selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

Tenaga kerja produktif (kelompok pemuda) sangat signifikan jumlahnya, memberikan harapan mampu merubah wajah negeri ini. Data BPS tahun 2006, menggambarkan jumlah pemuda usia 15-35 tahun mencapai 83,97 juta orang atau 38,31 persen dari seluruh penduduk Indonesia dan terdiri atas 41,62 juta laki-laki dan 42,35 juta perempuan. Jumlah usia produktif yang begitu fantastis, harus diarahkan dalam menopang pembangunan, bukan malah menghambat proses pembangunan yang berlangsung. Potensi besar bangsa tersebut harus dikelola dengan baik sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, bermoral, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa (Chalid, 2008).

6. Analisis Shift Share

Analisis shift share digunakan untuk menganalisis perubahan- perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari analisis ini diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan Analisis shift share digunakan untuk menganalisis perubahan- perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari analisis ini diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya subsidi, kebijakan perpajakan dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibanding- kan wilayah lain. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lain ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, du- kungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut (Budiharsono, 2005).

Menurut Tarigan (2002), analisis shift share adalah metode yang membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di wilayah dengan wilayah nasional. Metode ini lebih tajam dibanding metode LQ. Metode LQ tidak memberi penjelasan atas faktor penyebab perubahan tersebut sedang metode shift share memperinci penyebab perubahan itu atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah di dalam pertumbuhannya di dalam satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang meramalkan model analisis ini sebagai industrial mix analysis karena komposisi industri yang ada sangat Menurut Tarigan (2002), analisis shift share adalah metode yang membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) di wilayah dengan wilayah nasional. Metode ini lebih tajam dibanding metode LQ. Metode LQ tidak memberi penjelasan atas faktor penyebab perubahan tersebut sedang metode shift share memperinci penyebab perubahan itu atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah di dalam pertumbuhannya di dalam satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang meramalkan model analisis ini sebagai industrial mix analysis karena komposisi industri yang ada sangat

Menurut Bappenas (2006) data yang biasa digunakan untuk analisis shift share adalah pendapatan per kapita (Y/P), PDRB (Y) atau tenaga kerja (e) dengan tahun pengamatan menurut rentang waktu tertentu.

Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen (Bappenas, 2006) :

a. Provincial share (R), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap.

b. Proportional (industry-mix) shift (Sp) adalah pertumbuhan nilai tambah bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi.

c. Differential shift (Sd), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat.

Kedua komponen shift, yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional

(provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang besangkutan.

Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya bila negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki antara lain dengan membandingkan dengan struktur perekonomian provinsi.

Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Sd) positif maka memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Pendekatan yang bisa dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah yaitu (Bappenas, 2006) :

G = R + S atau

G = R + Sp + Sd Dimana:

G = Regional Economic Growth R = Regional Share S = Shift, yang terdiri dari Sp = Proportional Shift dan Sd = Differential

Shift.

7. Proyeksi Tenaga Kerja

Swasono dan Sulistyaningsih (1987) mengklasifikasian model proyeksi untuk memperkirakan keadaan tenaga kerja dalam tiga kelompok dasar, yaitu :

1. Pure Forecast (Time Series Forecast)

Pure Forecast merupakan perhitungan proyeksi dengan berdasarkan kejadian masa lalu. Perhitungan dilaksanakan dengan mengamati gejala dan perkembangannya di masa lalu untuk memper- kirakan keadaannya pada masa yang akan datang :

Rumus : Lt = Lto (1+b) t Lt = tenaga kerja pada waktu tertentu

Lto = tenaga kerja pada waktu to

b = angka konstanta (koefisien arah dari data) t = waktu

2. Conditional Forecast

Conditional Forecast merupakan perhitungan perkiraan jumlah tenaga kerja berdasarkan keadaan sebab akibat (hubungan erat dua variabel), yang satu variabel bebas dan yang lain variabel terikat, mi- salnya jumlah pendapatan (Y=Output) dengan jumlah tenaga kerja (L).

Rumus : Y = a + b L, a dan b = konstanta / parameter

3. Teleological Forecast

Teleological Forecast merupakan kebalikan dari Conditional Forecast , dengan dasar bahwa untuk mencapai produksi tertentu harus disediakan tenaga kerja dengan jumlah tertentu. Jumlah tenaga kerja sebagai akibat dan jumlah output sebagai sebab.

Rumus : (Lij/Yj) t = (Lij/Yj) to + f (t) Lij = tenaga kerja dengan jabatan I dalam industri j Yj = produksi industri j (output j) f(t) = waktu Perencanaan tenaga kerja pada umumnya disusun berdasarkan

sasaran pertumbuhan perekonomian (Gy) dan sasaran pertumbuhan kesempatan kerja (Gn). Perencanaan tenaga kerja pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi jumlah dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pembangunan suatu daerah guna mencapai target pertumbuhan ekonomi serta pengendalian tingkat pengangguran, baik pengangguran terbuka maupun pengangguran tersembunyi (Molo dan Setyowati, 1998).

Dalam menyusun proyeksi kesempatan kerja yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB), digunakan koefisien elastisitas kesempatan kerja. Metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rumus yang digunakan dapat membantu pemahaman tentang hubungan antara Dalam menyusun proyeksi kesempatan kerja yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB), digunakan koefisien elastisitas kesempatan kerja. Metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa rumus yang digunakan dapat membantu pemahaman tentang hubungan antara

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Adanya otonomi daerah memungkinkan pemeritah daerah untuk lebih leluasa dalam mengatur dan mengembangkan arah pembangunan daerah tersebut. Sehingga pembangunannya dapat disesuaikan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Apabila pembangunan daerah diserahkan pada pemerintah daerah itu sendiri, maka pembangunan diharap- kan lebih maksimal. Bagaimanapun juga; keadaan, potensi dan kemampuan suatu daerah lebih dikenal oleh daerah itu sendiri.

Salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur keberha-silan pembangunan daerah adalah tingkat pengangguran di suatu daerah. Tingkat pengangguran yang rendah menunjukkan keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan, dan sebaliknya apabila tingkat pengangguran tinggi pemerintah daerah dinilai kurang berhasil dalam melaksanakan pembangunan. Angka tingkat pengangguran diperoleh dari perbandingan antara jumlah orang yang mencari pekerjaan

dengan jumlah angkatan kerja. Menurut BPS (2009) angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja) atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja merupakan bagian dari pengangguran terbuka.

Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda apabila dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Kabupaten Wonogiri memiliki potensi perekono- mian di sektor pertanian dan sektor non pertanian. Sektor pertanian di

Kabupaten Wonogiri merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB dan menyerap tenaga kerja terbanyak dibandingkan dengan sektor yang lainnya.

Berdasarkan status pekerjaannya, penduduk di Kabupaten Wonogiri dapat dikategorikan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja sendiri dapat merupakan mereka yang sudah termasuk dalam angkatan kerja ataupun yang belum termasuk dalam angkatan kerja. Angkatan kerja yang belum atau tidak memiliki pekerjaan disebut pengangguran. Sedangkan yang sudah memiliki pekerjaan dapat bekerja pada sektor pertanian maupun sektor luar pertanian. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian adalah pertumbuhan kesempatan kerja di sektor lainnya, tingkat pertumbuhan PDRB dan kebijakan pemerintah. Terutama yang berkaitan langsung dengan ketenagakerjaan.

Besarnya tenaga kerja yang bekerja persektor perekonomian di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2003 hingga 2007 dapat diketahui melalui data tenaga kerja di daerah tersebut pada tahun yang bersangkutan. Dengan menggunakan rumus pengganda tenaga kerja, maka dapat dihitung besarnya peranan sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Wonogiri. Asumsinya adalah proporsi pendapatan wilayah yang dibelanjakan di Kabupaten Wonogiri sebanding dengan proporsi tenaga kerjanya.