PENERAPAN PENDEKATAN SETS SCIENCE ENVIRO

PENERAPAN PENDEKATAN SETS
(SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIAL)
PADA PEMBELAJARAN FISIKA
PADA DIKLAT GURU MAPEL FISIKA MA

Oleh:
Drs. Miftakhul Anwar, Dip. Ed.

Abstrak
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan hasil gagasan yang berjudul “Penerapan
Pendekatan SETS (Science Environme nt Technology And Social) Pada
Pembelajaran Fisika Pada Diklat Guru Mapel Fisika MA .” Dengan tujuan:
mengetahui kualitas pembelajaran Fisika MA dengan menggunakan pendekatan
SETS.
Karya tulis ilmiah ini mendiskusikan bagaimana pendekatan SETS digunakan
sebagai pendekatan pembelajaran fisika. Pendekatan SETS merupakan pendekatan
yang menekankan aplikasi pembelajaran fisika dengan kontek sehari -har seperti
aplikasi sains dengan teknologi, lingkungan masyarakat, teknologi. P endekatan ini
menekankan siswa untuk berfikir secara inquiry, discovery dan dituntut untuk
berfikir lebih tinggi, kreatif, inovatif. Tulisan ini juga memberikan saran untuk
diaplikasikan dan dikembangkan lebih lanjut


A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IP A) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta -fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidika n IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan
pada pemberian pengalaman l angsung untuk mengembangkan kompetensi agar
peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan
1

IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan
teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di
bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu
memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang

mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada
manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan
secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.

Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata
pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan
bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai
wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk
memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari -hari. Kedua, mata pelajaran
Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan
untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu
dan teknologi. Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja

dan bersikap ilmiah serta

berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Menurut
mahmudin (2009) bahwa Salah satu hakekat pendidikan adala h proses

mengarahkan anak pada pertumbuhan yang makin sempurna. Melalui pendidikan
anak diharapkan dapat diarahkan secara terprogram untuk mencapai penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu demi tugas -tugas profesional dan
hidup. Dalam hal ini, pendidikan mengarahkan anak pada hal yang bersifat
occupation-oriented atau training for life

Pada kenyataannya masih banyak p embelajaran fisika pada tingkat SMA atau
MA menekankan pada penghafalan konsep, mengahafalkan rumus -rumus untuk
2

memecahkan soal-soal sehingga belajar fisika kurang bermakna.

Akibatnya

banyak siswa SMA/MA tidak punya motifasi untk belajar fisika, ini ditandai salah
satunya adalah nilai hasil belajar fisika rendah.

Selain itu banya lulusan

SMA/MA tidak bias mengaplikasikan ilmu fisika untuk memecahkan masalah

yang dihadapinya dilapangan.

Pembelajaran Fisika hendaknya lebih menekankan aplikasih fisika dalam
kontek sahari-hari. Pembelajaran fisika pada tingkat MA atau SMA hendaknya
didesain lebih inovatif, kreatif, lebih aplika tif dan mendorong siswa berfikir
tingkat tinggi (higher order thinking). Oleh karena itu penulis mempunyai gagasa
atau kajian bagaimana pendekatan pembelajaran sain (fisika) dik aitkan dengan
linkungan, teknologi dan social atau yang dikenal dengan

kata SETS (Science

Environment Technology and Society

B. Kajian Pustaka
Hakekat Pendekatan Sains, Teknologi lingkungan dan Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi lingkungan dan masyarakat (SETS) adalah
pengindonesiaan dari Science -Technology-Society (STS) yang pertama kali
dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980 -an, dan selanjutnya
berkembang di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau
NSTA, mendefinisikan pendekatan ini sebagai belajar/mengajar sains dan

teknologi dalam konteks peng alaman manusia. Dengan volume informasi dalam
masyarakat yang terus meningkat dan kebutuhan bagi penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dapat
menjadi lebih mendalam, maka pendekatan SETS dapat sangat membantu ba gi
anak. Oleh karena, pendekatan ini mencakup interdisipliner konten dan benar benar melibatkan anak sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak.
Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara kemajuan
iptek, membanjirnya informasi ilmiah dalam dunia pendidikan, dan nilai -nilai
iptek itu sendiri dalam kehidupan masyarakat sehari -hari.

Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat ( SETS) dalam pandangan
ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya memberikan pemahaman
3

tentang kaitan antara sai ns teknologi dan masyarakat, melatih kepekaan
penilaian

peserta

didik


terhadap

dampak

lingkungan

sebagai

akibat

perkembangan sains dan teknologi (Poedjiadi, 2005). Menurut Raja (2009),
keputusan yang dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan
teknologi untuk melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan
menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menyimpan informasi. Peranan
penting yang dimiliki oleh teknologi dapat berfungsi sebagai sarana tindakan
dan penyidikan dalam pendekatan SETS. Data juga menyiratkan sifat ilmu
pengetahuan sebagai sebuah bidang di semua masyarakat.
Sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses
penemuan pengetahuan. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun
perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan

kebutuhan manusia. Sedangkan masyarakat adalah sekelompok manusia yang
memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma -norma sosial tertentu. Sains, teknologi
dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi (Widyat iningtyas, 2009).
Menurut Widyatiningtyas (2009), pendekatan SETS dapat menghubungkan
kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai
ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman
belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data
yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan
mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.

Pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman,
penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui
pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang
fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan
salah satu aspek pendidikan yang menggunakan sains sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum dan tujuan pendidikan sains
secara khusus, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah
(Amien, 1992 dalam Widyatiningtyas, 2009).

Untuk penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya merupakan

akumulasi dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut hal -hal yang
4

berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model, dan terminologi.
Proses, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk memperoleh d an
menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial baik individu
maupun masyarakat atau kepentingan -kepentingan lainnya yang berhubungan
dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. (2005) melaporkan,
bahwa pendekatan SETS merupakan pendekatan berbasis konteks yang
memiliki peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan
mengembangkan keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah.
Dengan demikian, tujuan pendekatan SETS adalah untuk membentuk individu
yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya (Pudjiadi, 200 5).
Menurut Rusmansyah (2003) dalam Aisyah (2007), pendekatan SETS dilandasi
oleh tiga hal penting yaitu:
1. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
2. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang pada

pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
3. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah
pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan ranah
hubungan dan aplikasi.
Program pembelajaran dengan pendekatan SETS pada umumnya mempunyai
karakteristik, sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah-masalah setempat.
2. Penggunaan sumber daya setempat yang digunakan dalam memecahkan
masalah.
3. Keikutsertaan yang aktif dari sis wa dalam mencari informasi untuk
memecahkan masalah.
4. Perpanjangan pembelajaran di luar kelas dan sekolah.
5. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa.
6. Isi dari pembelajaran bukan hanya konsep -konsep saja yang harus dikuasai
siswa dalam kelas.
5

7. Penekanan pada keterampilan proses di mana siswa dapat menggunakan
dalam memecahkan masalah.

8. Penekanan pada kesadaran karir yang berkaitan dengan sains dan teknologi.
9. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara identifikasi
bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan.
10. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Konsep Pendidikan Sain lingkungan Teknologi dan Masyarakat
Inovasi pendidikan selalu dilakukan oleh ahli pendidikan agar
pendidikan siswa lebih bermakna, ini tentunya selalu disesuaokan dengan
perkembangan

ilmu pengetahuan,

teknologi

dan

tuntutan masyarakat.

Pendekatan pembelajaran yang inovatif yang dikembangkan oleh ahli
pendidikan sekarang salah satunya adalah


diintegrasikannya pendidikan

berwawasan lingkungan, misalnya Pe ndidikan bervisi STS (Science Technology
Society) berarti pendidikan bervisi Sains Teknologi dan Masyarakat, Pendidikan
bervisi EE (Environmental Education) berarti pendidikan lingkungan hidup,
pendidikan STL (Sciencetific and Technological Literacy ) artinya pendidikan
berwawasan Sains dan merujuk Teknologi. Beberapa waktu berlalu belum
menampakkan hasil optimal dari pengintegrasian visi -visi tersebut dalam
pendidikan. Untuk itulah perlu dikembangkan pendidikan bervisi SETS sebagai
satu kesatuan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat yang tidak boleh
dipisahkan.

Ketergantungan terhadap produk alam untuk keperluan kehidupan
sehari-hari masih cukup tinggi. Sehingga tingkat kekayaan alam yang relatif
berkurang dibandingkan dengan jumlah manusia yang membu tuhkan, semakin
memberi dukungan terhadap aplikasi pendidikan bervisi SETS.
Hakekat SETS dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus melakukan
dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan SETS. Pendidikan SETS
harus mampu membuat peserta didik yang mempelajarinya baik siswa maupun
warga masyarakat benar-benar mengerti hubungan tiap -tiap elemen dalam
SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji
6

manfaat-manfaat maupun kerugian -kerugian yang dihasilkan. Pada akhirnya
peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap problem yang berkaitan
dengan kekayaan bumi maupun isu -isu sosial serta isu-isu global, hingga pada
akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.

Keberhasilan Pendidikan SETS dengan kedalaman yang memadai
sangat relevan untuk memecahkan problem yang melanda kehidupan sehari hari. Misalnya masalah pencemaran, pengangguran, bencana alam, kerusuhan
sosial dan lain-lainnya. Isu-isu tersebut dapat dibawa ke dalam kelas dan dikaji
melalui pendidikan SETS untuk dicarikan pemecahannya, paling tidak
pencegahannya. Pendidikan SETS pada hakekatnya akan membimbing peserta
didik untuk berpikir global dan bertindak lokal maupun global dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari -hari. Masalah-masalah
yang berada di masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicari pemecahannya
menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik
antar elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, masyarakat.

Peserta didik dilatih agar mampu berpikir secara global dalam
memecahkan masalah lokal, nasional maupun internasional sesuai dengan kadar
kemampuan berpikir dan bernalarnya. Peserta didik dibimbing untuk memiliki
kepekaan terhadap masalah -masalah di masyarakat dan berperan aktif untuk
turut mencari pemecahannya. Pendidikan SETS ini dapat mengatasi kelemahan
sistem pendidikan klasik dimana peserta didik diajak melaju untuk
menyelesaikan materi pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi
peserta didik terhadap daya serap materi pelajaran (Apakah materi pelajaran
dapat dikuasai keseluruhan atau sebagian, dan kompetensi dasar apa yang sudah
dicapai). Sehingga Pendidikan SETS dapat mengantisipasi beberapa hal pokok
dalam membekali peserta didik, diantar anya :
a. Menghindari ‘materi oriented’ dalam pendidikan tanpa tahu masalah -masalah
di masyarakat secara lokal, nasional, maupun internasional.
b. Mempunyai bekal yang cukup bagi peserta didik untuk menyongsong era
globalisasi (AFTA–2003, AFAS–2003, WTO–2010).

7

c. Peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap masalah yang berkaitan
dengan kelestarian bumi, isu -isu sosial, isu-isu global, misalnya masalah
pencemaran, pengangguran, kerusuhan sosial, dampak hasil teknologi dan lain lainnya hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.
d. Membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah -masalah
dengan penalaran sains, lingkungan, teknologi, sosial secara integral, baik di
dalam maupun di luar kelas.

Pendidikan

SETS

mencakup

topik

maupun

konsep

yang

berhubungan dengan sains, teknologi, lingkungan dan berbagai hal yang
diperkirakan melanda masyarakat. Obyek -obyek pendidikan yang dipelajari
pada akhirnya diharapkan dimengerti dengan baik korelasinya dengan keempat
elemen utama SETS. Pendidikan SETS bukan pendidikan di angan -angan atau
di atas kertas saja, melainkan pendidikan SETS benar -benar membahas sesuatu
yang nyata / riil, bisa dipahami, dapat dilihat dan dibahas dan bisa dipecahkan
jalan keluarnya. Kurang pada tempatnya jika pembahasan SETS hanya sebatas
elemen per elemen yang terpisah satu sama lain. Apabila hal itu dilakukan sama
artinya dengan memfokuskan pada salah satu unsur dari SETS.

Keempat unsur pada Pendidikan SETS saling berinteraksi dalam
membahas suatu konsep pendidikan baik sin s maupun non sains. Untuk
memenuhi kepentingan peserta didik perlu diciptakan suatu program yang sesuai
dengan tingkat pendidikan peserta didik maupun warga masyarakat. Para guru
diharapkan lebih berhati-hati dalam pengajarannya jika memasukkan konsep
atau topik yang akan dibahas dengan teknik Pendidikan SETS. Topik tersebut
harus aktual dan sesuai dengan subyek yang sedang dipelajari dan tentunya tidak
bertentangan dengan kurikulum yang dibakukan. Satu hal yang paling penting,
Pendidikan SETS harus dapat m embawa setiap peserta didik berperan serta
dalam kegiatan pembelajaran.

Tujuan Pendidikan Sain lingkungan Teknologi dan Masyarakat
Tujuan Pendidikan SETS adalah untuk membantu peserta didik
mengetahui sains, perkembangan sains, teknologi -teknologi yang digunakannya,
8

dan bagaimana perkembangan sains serta teknologi mempengaruhi lingkungan
serta masyarakat. Pendidikan SETS berupaya memberikan pemahaman tentang
peranan lingkungan terhadap sains, teknologi, masyarakat. Sebaliknya peranan
masyarakat terhadap arah perkembangan sains, teknologi dan keadaan
lingkungan. Termasuk juga peranan teknologi dalam penyesuaiannya dengan
sains, manfaatnya terhadap masyarakat dan dampak -dampak yang ditimbulkan
terhadap lingkungan. Tidak ketinggalan peranan sains untuk melahir kan konsepkonsep yang berdaya guna positif, keterlibatannya pada teknologi yang dipakai
maupun pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan secara timbal balik.
Jadi tujuan utama Pendidikan SETS ialah bagaimana membuat agar SETS dapat
menolong manusia membuat surga dunia di muka bumi ini, bukan sebaliknya
menciptakan neraka dunia dalam segala aspek kehidupan. SETS sesungguhnya
harus mampu menolong setiap negara di dunia untuk mewujudkan kemakmuran
bagi semua warga negaranya.

Dalam memberikan pengantar P endidikan SETS kepada peserta didik,
setiap guru harus dapat menciptakan variasi pendekatan atau konsep
pembelajaran yang disesuaikan tingkat kemampuan maupun obyektivitas dari
pendidikan SETS itu sendiri. Perlu diingat bahwa tidak tertutup kemungkinan
seorang siswa memiliki peluang lebih besar untuk mengalami sesuatu topik
masalah secara lebih nyata dibanding dengan gurunya. Apabila hal itu terjadi,
para guru hendaknya tidak merasa berkecil hati, justru merasa lebih tertantang
dengan kondisi yang ada untuk belajar lebih keras dan mencoba mendahului
kemampuan muridnya dengan tujuan positif. Jangan sampai terjadi karena
muridnya diketahui lebih cepat dapat mengakses pengetahuan yang ada, seorang
guru menjadi tidak suka atau antipati kepada muridnya. Segi baik lainnya adalah
setiap murid secara perorangan dapat mengoptimalkan pengetahuan yang
dimilikinya untuk bekerja sama dengan temannya dalam proses Pendidikan
SETS. Hal ini mengandung arti murid yang bersangkutan telah belajar
bagaimana bersosial masyarakat.

9

Bentuk korelasi hubungan timbal balik antara unsur -unsur SETS
digambarkan sebagai berikut : (yang menjadi fokus perhatian adalah
lingkungan).
TEKNOLOG

SAINS

MASYARAKA

LINGKUNGAN

Gambar 1. Hubungan timbal balik unsur -unsur Pendidikan SETS

Berarti sains, lingkungan, teknologi dan m asyarakat saling terkait dalam
hubungan dua arah antara sains dengan lingkungan, teknologi, masyarakat.
Antara lingkungan dengan sains, teknologi, masyarakat. Antara teknologi
dengan sains, lingkungan, masyarakat. Antara masyarakat dengan sains,
lingkungan, teknologi. Hubungan kesalingterkaitan dua arah antara elemen elemen SETS menunjukkan interaksi positif maupun negatif yang menjadi
dampak yang tumbuh dari perkembangan tiap -tiap elemen SETS.
Pendidikan SETS harus dapat membuat peserta didik memahami hake kat dari
‘Sains, Lingkungan, Teknologi, Masyarakat’ sebagai satu kesatuan. Maksudnya
peserta didik harus selalu memperhitungkan saling keterkaitan antara elemen elemen dalam SETS. Pendidikan SETS tidak hanya memperhatikan sains,
teknologi, masyarakat tetap i juga dampak positif / negatif yang diakibatkan oleh
sains dan teknologi yang dipakai oleh masyarakat pada lingkungan dan
masyarakat itu sendiri.

Unsur-unsur yang dimiliki dalam Pendidikan lingkungan (EE –
Environmental Education) dan Pendidikan STS (Science Technology Society)
tidak selengkap Pendidikan SETS. Fokus Pendidikan SETS meliputi belajar di
10

(in), untuk (for), tentang (about) lingkungan, dengan mencoba menemukan dan
mengungkap

penyebab

permasalahan

serta

kemungkinan

apa

yang

menimbulkan dampak pada lingkungan di masa yang akan datang. Terutama
sekali dampak-dampak yang timbul akibat sains dan teknologi yang digunakan
dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat. Peserta didik memahami setiap
elemen dalam SETS semuanya menyatu, dan mengaplikasikan d alam proses
berpikirnya dengan meninjau keterlibatan keempat elemen tersebut dari sisi
positif maupun negatif. Pendidikan SETS bermaksud membawa peserta didik
untuk mengkorelasikan antara sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat.
Contohnya, produk-produk teknologi yang mendukung sains. Dampak positif
maupun negatif teknologi, sains terhadap masyarakat atau lingkungan.
Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sains dan penciptaan teknologi
serta perlakuannya terhadap lingkungan. kemampuan lingkungan dal am
penyediaan kebutuhan masyarakat, penciptaan teknologi dan pengembangan
sains. Hal-hal itulah yang dimaksudkan dalam Pendidikan SETS. Terhadap
peserta didik, tentunya sebatas pada kemampuan kognitif, penalaran dan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Sehingga dalam pendidikan SETS,
peserta didik benar-benar learning to know–learning to do–learning to be–
learning to live together.
Berdasarkan pemikiran Pendidikan SETS kita dapat membangun generasi muda
yang melihat ke depan (futuristik) ke arah peningk atan kualitas hidup setiap
anggota masyarakat.

Yang perlu diperhatikan dalam membelajarkan SETS untuk major
sains seperti Fisika di Sekolah Menengah adalah sebagai berikut.
a. Topik yang dipilih hendaknya memunculkan sains yang telah dikenal dalam
kurikulum, dan dititikberatkan pada keterkaitan hubungan dengan teknologi,
lingkungan maupun masyarakat.
a.Hendaknya diberikan materi pengajaran yang dapat menyentuh rasa
kepedulian tentang keberadaan sains, teknologi, lingkungan, masyarakat
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.

11

b. Pemilihan materi pengajaran hendaklah yang dapat membawa peserta didik
ke arah ‘melek’ sains dan teknologi beserta penerapannya dan berbagai
dampaknya positif atau negatif terhadap lingkungan, masyarakat, serta pada
teknologi itu sendiri sehingga dapat lebih menumbuhkan kepedulian peserta
didik dan tanggung jawab mereka pada pemecahan masalah lingkungan dan
masyarakat.
c.Pembuatan bahan evaluasi hendaknya menerapkan sains, teknologi,
masyarakat, lingkungan yang relevan.

Implentasi Pendekatan Sains teknologi dan lingkungan dan Masyarakat
dalam pembelajaran Fisika
Ada 3 strategi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendekatan
SETS (Poedjiadi, 2005) . Ketiga macam strategi itu adala:
1.

menyusun topik- topik tertentu yang menyangkut konsep -konsep yang
ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran
(topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik
adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi
sains atau suatu produk tekn ologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah
atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar
ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara -cara
tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang
dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada
anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep -konsep.

2.

Menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep -konsep tertentu yang
termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar . Pada saat
membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang
sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan
demikian program SETS merupakan suplemen dari kurikulum.

3.

Mengajak anak untuk berpikir dan menemukan ap likasi konsep sains dalam
industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela -sela kegiatan
12

belajar berlangsung. Contoh -contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau
masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk
meningkatkan

motivasi

peserta

didik

mempelajari

konsep -konsep

selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang
akan dibahas sebagai apersepsi.
Dalam mengimplementasikan pendekatan SETS dalam pembelajaran,
Dass (1999) dalam Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas
yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman
murid dan pelaksanaan suatu proyek SETS yang berhubungan preservice guru.
Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau
inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil
tindakan.
Fase Invitasi
Pada Preservice teachers (PSTs)atahap ini, guru melakukan brainstorming dan
menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat
bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan
wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. Menurut Aisyah (2007),
Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa
yang telah diketahui siswa dengan materi yan g akan dibahas. Dengan demikian,
tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal -hal
yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang
ditemui dalam kehidupan sehari -hari.

Eksplorasi
Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan.
Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan -pertanyaan atau
wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi
dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber
dokumen publik lainnya. Dari sumber -sumber informasi, siswa dapat
13

mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki
isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam,
misalnya, dilakukan dalam labora torium untuk menyelidiki sifat -sifat asam dan
basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan,
pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), tahap kedua ini merupakan proses pembent ukan konsep
yang dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya
pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan
hidup, metode demonstrasi, eksperimen di labolatorium, diskusi kelompok,
bermain peran dan lain-lain. Pada akhir tahap kedua, diharapkan melalui
konstruksi dan rekonstruksi siswa menemukan konsep -konsep yang benar atau
konsep-konsep para ilmuan. Selanjutnya berbekal pemahaman konsep yang
benar siswa melanjutkan analisis isu atau masalah yang disebut aplik asi konsep
dalam kehidupan.
Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah
kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi
lebih lanjut dengan para ahli di lapanga n, pengembangan lebih lanjut,
memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan
penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut
kemudian

dilaporkan

dan

disajikan

kepada

rekan -rekan

kelas

untuk

menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan
(Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Menurut Aisyah (2007), apabila selama proses pembentukan konsep dalam
tahap ini tidak tampak ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa, demikian pula
setelah akhir analisis isu dan penyelesaian masalah, guru tetap harus melakukan
pemantapan konsep melalui penekanan pada konsep -konsep kunci yang penting
diketahui dalam bahan kajian tertentu. Hal ini dilakukan karena konsep -konsep
kunci yang ditekankan pada akhir pembelajaran akan memiliki retensi lebih

14

lama dibandingkan dengan kalau tidak dimantapkan atau ditekankan oleh guru
pada akhir pembelajaran.
Fase Mengambil Tindakan
Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan
dan solusi), siswa menerapk an temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk
aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya
membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang
dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajik an informasi ini
kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai
tindakan follow up (Dass, 1999 dalam Raja, 2009).
Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi anak selama
pembelajaran, dapat dilakukan melalui suatu eva luasi. Evaluasi merupakan
suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah
dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam hal ini merupakan
penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka
kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan
evaluasi dalam unit SETS. Menurut Varella (1992) dalam Widyatiningtyas
(2009), evaluasi dalam SETS meliputi ruang lingkup aspek:
1. Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari -hari.
2. Penerapan konsep-konsep dan keterampilan -keterampilan sains untuk
masalah-masalah teknologi sehari-hari.
3. Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat -alat
teknologi yang dimamfaatkan masyarakat.
4. Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang
terjadi dalam kehidupan sehari -hari.
5. Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan,
nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep -konsep ilmiah.

15

Menurut Yagger (1994), penilaian terhadap pros es pembelajaran yang
menggunakan pendekatan SETS dapat dilakukan dengan menggunakan lima
domain, yaitu:
1. Konsep, yang meliputi penguasaan konsep dasar, fakta dan generalisasi.
2. Proses, penggunaan proses ilmiah dalam menemukan konsep atau
penyelidikan.
3. Aplikasi, penggunaan konsep dan proses dalam situasi yang baru atau dalam
kehidupan.
4. Kreativitas, pengembangan kuantitas dan kualitas pertanyaan, penjelasan,
dan tes untuk mevalidasi penjelasan secara personal.
5. Sikap, mengembangkan perasaan positif dalam sains, belajar sains, guru
sains dan karir sains.

C. PEMBAHASAN
Pembelajaran kontektual akan lebih bermakna.

contonya adalah

mempelajari alam dan sekitarnyah. Karena keberadaan alam ini adalah sesuatu
yang konkrit . Kita dapat mengindera apa saja yang ada di sekit ar kita, diamati,
dipelajari kemudian dapat digunakan untuk kemanfaatan umat seluruhnya.
Kejadian alam dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
diri manusia. Kejadian yang ada berlangsung terkait dan berkesinambungan.
Suatu sistem yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya sistem yang lain. Dari
setiap kejadian alam yang ada, dapat memunculkan pertanyaan – pertanyaan
sebagai suatu permasalahan yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi manusia
setelah mengalami verifikasi dan pengamatan. Oleh karena itu Pembelajaran
Fisika memerlukan keterlibatan aktif para siswa.

Dari uraian di atas, maka pembelajaran tentang alam harus dapat
disajikan sebagai suatu proses penemuan dan terkait dengan pengalaman peserta
didik, sehingga pengetahuan yang d iperoleh bersifat lama, dapat diingat, dan
mampu meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas.
Menurut Bruner, belajar meliputi 3 proses kognitif yaitu : memperoleh informasi
16

baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan kete patan
pengetahuan. Masih menurut Bruner belajar merupakan konseptualisme
instrumental yang didasarkan pada 2 prinsip, yaitu : pengetahuan orang tentang
alam didasarkan pada model -model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan
model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian
model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.

Menurut Rosser pendekatan Bruner terhadap belajar dida sarkan pada
dua asumsi, yaitu: Pertama, bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu
proses interaktif. Berlawanan dengan para pengamat teori perilaku, Bruner yakin
bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif,
perubahan tak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam diri orang itu
sendiri.

Kedua, bahwa orang mengkonst ruksi pengetahuannya dengan

menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang
diperoleh sebelumnya (suatu model alam = model of the world).
Konsep Belajar Bruner dikenal sebagai belajar penemuan ( discovery learning),
dengan penjelasan sebagai berikut:
- Siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan
yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar -benar bermakna.
- Siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep -konsep
dan prinsip-prinsip agar memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen eksperimen yang memungkinkan mereka memperoleh konsep baru.

Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah
agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan
peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya
adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan
lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan,
membangun struktur biologi tertentu yang i a perlukan untuk tetap bisa
mempertahankan hidupnya.

Rendahnya hasil belajar mata pelajaran Fisika yang terukur pada nilai
rata-rata ulangan umum maupun pada raport dibandingkan dengan mata
17

pelajaran eksak lainnya seperti Biologi atau Kimia membawa keprih atinan para
pendidik khususnya guru -guru Fisika. Selain itu minat yang rendah dari para
siswa dalam mempelajari konsep -konsep Fisika dapat dilihat dari adanya
anggapan umum siswa bahwa Fisika adalah mata pelajaran yang sarat dengan
rumus, perhitungan, pemi kiran, dan abstrak sehingga membosankan. Dengan
kondisi pembelajaran Fisika seperti itu dan tidak adanya motivasi yang
mendukung semangat belajar siswa menyebabkan ketuntasan pembelajaran
relatif rendah. Selain itu hasil belajar Fisika tidak tercermin pada sikap dan
perilaku siswa dalam kesehariannya. Siswa kurang memiliki cara pandang dan
rasa peduli terhadap dampak positif maupun negatif dari ilmu Fisika yang
memproduksi

teknologi

bagi

masyarakat

serta

pengaruhnya

terhadap

lingkungan.
Dalam proses pembelajaran ilmu Fisika keaktifan siswa merupakan inti
dari pola belajar dengan pendekatan konstruktivis, hal itu dapat tercermin dari
aktifnya para siswa membaca sendiri, mengaitkan konsep -konsep baru dengan
berdiskusi dan menggunakan istilah, konsep dan prinsi p yang baru mereka
pelajari diantara mereka. Dalam pendekatan konstruktivis siswa secara aktif
membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan “apa yang diketahui siswa”.
Sedangkan guru berperan sebagai narasumber yang bijak dan berpengetahuan
serta berfungsi sebagai sutradara yang mengendalikan proses pembelajaran dan
siap membantu siswa apabila ada kemacetan proses pembelajaran atau melantur
tanpa arah. Laboratorium (lab) sebagai salah satu sarana sumber belajar
merupakan salah satu alternatif proses pembela jaran Fisika dengan basis lab
yang dapat menerjemahkan konsep -konsep abstrak ke dalam bentuk konkrit,
mengapresiasikan permasalahan sehari -hari dalam masyarakat, teknologi dan
lingkungan sekitar serta memecahkannya secara berpikir sistematis, analitis dan
alternatif. Pada dasarnya mata pelajaran Fisika merupakan salah satu mata
pelajaran sains yang diharapkan sebagai sarana mengembangkan kemampuan
berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip
Fisika untuk menjelaskan berbagai per istiwa alam. Tujuan pembelajaran mata
pelajaran Fisika SMA/MA yang dicanangkan Depdiknas adalah agar siswa
menguasai konsep dan prinsip Fisika untuk mengembangkan pengetahuan,

18

ketrampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Wawasan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) yang
diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran Fisika diyakini dapat dapat
membawa sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang dapat
menerapkan pengetahuan yang diperolehnya gun a meningkatkan kualitas hidup
manusia tanpa harus membahayakan lingkungannya. Pembelajaran berwawasan
SETS menurut Binadja pendekatan yang paling dianjurkan adalah pendekatan
SETS itu sendiri. Karakteristik pendekatan SETS dalam proses pembelajaran
Fisika dapat disebutkan beberapa diantaranya sebagai berikut : (1) bertujuan
memberi pembelajaran Fisika secara kontekstual, (2) siswa dibawa ke situasi
untuk memanfaatkan konsep Fisika ke bentuk teknologi untuk kepentingan
masyarakat, (3) siswa diminta berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat
yang terjadi dalam proses pentransferan konsep Fisika ke bentuk teknologi, (4)
siswa diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur konsep Fisika
yang

diperbincangkan

dengan

unsur -unsur

lain

dalam

SETS

yang

mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut., (5) siswa dibawa
untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari penggunaan konsep Fisika
bila diubah dalam bentuk teknologi yang relevan, (6) siswa diajak membahas
tentang SETS dari berbagai arah dan dari berbagai titik awal tergantung
pengetahuan dasar yang dimiliki siswa bersangkutan.
Pendekatan SETS dalam pembelajaran Fisika dapat diterapkan pada semua
konsep-konsep Fisika kecuali ada keterbatasan pada konsep Fisika teori yang
memerlukan kecepatan mendekati kecepatan cahaya untuk mempraktekkannya
pada teknologi, misalnya pada konsep relativitas. Pendekatan SETS yang
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran konstruktivis. Konstruktivisme
merupakan cara belajar yang menekankan peranan siswa dala m membentuk
pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
membantu keaktifan siswa tersebut dalam membentuk pengetahuannya.
Pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak seseorang (guru) ke
kepala orang lain (siswa). Sis wa sendirilah yang harus mengartikan apa yang
telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman -pengalaman
19

mereka. Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan.
Pengalaman disini tidak harus pengalaman fisik, tetapi bisa diartikan ju ga
pengalaman kognitif dan mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa
yang

diajarkan

oleh

gurunya

( misconseptions),

menunjukkan

bahwa

pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikonstruksikan atau paling sedikit diinterpret asikan sendiri oleh siswa.
Dalam proses kontruksi ini, diperlukan beberapa kemampuan:
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya
2. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan
dan perbedaan
3. Kemampuan untuk lebih m enyukai pengalaman yang satu daripada yang lain
Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan
sesuatu yang sudah jadi, tetapi proses yang berkembang terus menerus.
Beberapa faktor seperti keterbatasan pengalaman kontruksi, struktur kognitif,
dapat membatasi pembentukan pengetahuan orang.sebaliknya, situasi konflik
atau anomali, akan megembangkan pengetahuan seseorang.

Pendekata

konstruktivisme banyak dipakai di Amerika, Eropa dan

Australia. Prinsip-prinsipnya adalah:
1. pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial
2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk bernalar
3. siswa aktif mengkonstruksi terus -menerus, sehingga selalu terjadi p erubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap sesuai dengan konsep ilmiah.
4. guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus.
Prinsip konstruktivisme sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan teori
belajar behaviorisme (pelajar dipandang sebagai pasif, butuh motivasi luar, dan
dipengaruhi reinforcement / penguatan) dan maturasionisme (pengetahuan
tergantung pada tingkat biologis seseorang, umur menjadi norma yang penting
bagi perkembangan penge tahuan seseorang)

20

Dalam bukunya, cooperative learning in the science classroom , Linda
Lundgren menyebutkan bahwa unsur -unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif sebagai berikut.
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka ‘tenggelam atau berenang
bersama’.
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan
yang sama.
4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab sama besarnya
diantara para anggota kelompok.
5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Kurikulum

KTSP yang berbasis kompetensi pedoman

pembelajaran ilmu pengetahuan alam atau sains dapat diintisarikan sebagai
berikut.
1. Belajar sains membantu siswa untuk memahami diri, lingkungan, dan alam,
serta mendemonstrasikan pemahamannya ketika menyelesaikan masalah.
Belajar sains tidak sekedar mempelajari informasi sains berkaitan dengan
fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’
(declarative knowledge), akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara
memperoleh informasi, cara dan teknologi (terapan sains), b ekerja dalam
wujud ‘pengetahuan prosedural’ ( procedural knowledge), termasuk kebiasaan
bekerja ilmiah dengan menerapkan metode dan sikap ilmiah.
2. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan informasi melalui
pengalaman sendiri yang rentang kegiatann ya meliputi; mengamati,
mengukur,

mengajukan

pertanyaan,
21

mengelompokkan,

merencanakan

percobaan, mengendalikan variabel, mengumpulkan dan menata data yang
dikehendaki, memecahkan masalah, dan memperjelas pemahaman.
3. Belajar sains memberi kesempatan siswa mengembangkan keterampilan dan
pemahaman secara kontekstual dan bermakna. Belajar sains membiasakan
sejumlah sikap ilmiah seperti sikap ingin tahu, jujur, bersungguh -sungguh,
mau bekerja sama, terbuka dan luwes, tekun dan peduli lingkungan.
4. Belajar sains adalah mengembangkan sejumlah kompetensi adaptif yang
sesuai dengan perubahan kondisi saat ini menuju kondisi masa depan,
meliputi

kemampuan

merencanakan

dan

melaksanakan

percobaan,

kemampuan memilah, memilih, dan menata informasi, kemampuan
menyimpulkan, dan kemampuan mengkomunikasikan serta menyempurnakan
temuan.
5. Belajar sains lebih bermakna dengan pengaitan sains dengan teknologi,
lingkungan, dan masyarakat beserta segala aspeknya, dengan memperhatikan
keseimbangan bahasan tentang unsur -unsur sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat secara berkaitan dan menyatu. Belajar sains memberi peluang
terhadap pemikiran lebih mendalam tentang keterkaitan timbal balik antara
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (salingtemas). Belajar sains
mengkondisikan siswa agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk
menghasilkan karya teknologi, disertai pemikiran munculnya dampak positif
dan negatif yang mungkin timbul dari produk teknologi terhadap lingkungan
dan masyarakat, serta isu-isu yang timbul di masyarakat sesudahnya untuk
mengkaji kembali sains dan produk teknologi.
6.

Belajar

sains

sebagai

upaya

membangun

pemahaman

dengan

mempertimbangkan pengalaman dan pikiran yang sudah dimiliki siswa yang
cenderung naif dan miskonsepsi.
7. Belajar sains adalah perubahan pembelajaran model ‘indoktrinasi’ menjadi
pembelajaran model ‘pemberdayaan’ atau minimal model ‘pengkondisian’.
Belajar sains adalah perubahan pembelajaran dengan fokus ‘guru mengajar’
menjadi pembelajaran dengan fokus ‘siswa belajar’.
8. Belajar sains bukan hanya ditujukan untuk anak pandai melainkan untuk
semua siswa dengan beragam kemampuan.

22

9. Belajar sains adalah membantu siswa dalam mengembangkan sejumlah
keterampilan ilmiah untuk memahami perilaku/gejala alam, meliputi
keterampilan mengamati dengan semua indera, menggunakan alat dan
bahan, merencanakan eksperimen, mengajukan pertanyaan, merumuskan
hipotesis, melakukan percobaan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan
temuan dengan bahasa yang sesuai untuk keperluan itu.
10. Belajar sains adalah mengajak siswa memikirkan berbagai sumber sains
serta mengambil manfaat darinya.
11. Belajar sains bukan ditentukan oleh didaktik metodik ‘apa yang akan
dipelajari’ saja, melainkan pada bagaimana menyediakan dan memperkaya
pengalaman belajar siswa, berd asarkan pada pemikiran ‘mengapa’ dan untuk
apa siswa perlu mempelajari sesuatu tersebut.
12. Belajar sains adalah memberdayakan siswa agar mau dan mampu berbuat
untuk memperkaya pengalaman belajarnya ( learning to do), mampu
memahami pengetahuannya berkaita n dengan dunia di sekitarnya ( learning
to know), dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus
membangun jati diri (learning to be), dan memberi kesempatan berinteraksi
dengan berbagai kelompok individu yang bervariasi yang akan membentuk
kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sifat -sifat
positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan masing -masing
individu (learning to live together).
13. Belajar sains adalah untuk memelihara keingintahuan anak, memotivasinya
sehingga mendorong siswa untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti
‘apa, mengapa, dan bagaimana’ terhadap obyek dan peristiwa yang ada di
alam, yang dapat ditingkatkan menjadi pertanyaan yang menanyakan
hubungan ‘bagaimana jika ….’, sehingga sebagai hasil e ksplorasi terhadap
lingkungan, siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap seorang
ilmuwan cilik. Belajar sains memberi kesempatan siswa sebagai ‘young
scientist’ (peneliti muda) yang mempunyai rasa keingintahuan (curiousity)
yang tinggi, yang mampu me ngajukan pertanyaan, menduga jawabannya,
merancang penyelidikan, melakukan percobaan, mengelola dan mengolah
data, mengevaluasi hasil, dan mengkomunikasikan temuannya kepada

23

beragam orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman yang
baik.
14. Belajar sains melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa
sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang
lebih saintifik, melalui proses eksplorasi untuk menguji serta menguji
gagasan-gagasan baru, dengan melibatkan beragam sikap ilmiah seperti,
menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir
kritis, jujur, kreatif, dan berpikir lateral (berpikir yang tak lazim, di luar
kebiasaan, atau yang mungkin dianggap aneh).
15. Belajar sains adalah memulai pelaja ran dari ‘apa yang diketahui siswa’,
tidak dapat mengindoktrinasi gagasan saintifik supaya siswa mau mengganti
dan

memodifikasi

gagasannya

yang

non -saintifik

menjadigagasan/pengetahuan saintifik, karena arsitek peubah gagasan siswa
adalah siswa itu sendiri.
16. Belajar sains adalah menyediakan ‘kondisi’ supaya proses belajar untuk
memperoleh konsep yang benar dapat berlangsung dengan baik, dengan
kondisi belajar antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar
semua siswa mau mengungkapkan gagasan, pe ngujian dan penelitian
sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis
lain yang memberi peluang siswa untuk mempertanyakan, memodifikasi,
dan mempertajam gagasannya.
17. Belajar sains adalah melatih siswa sejak dini untuk mengat asi masalahmasalah yang dihadapinya agar memiliki kemampuan -kemampuan yang
bermanfaat bagi kehidupan kelak khususnya setelah dewasa, meliputi :
mengidentifikasi dan mengenali masalah; merencanakan penyelidikan;
memilih teknik, alat dan bahan; mengorganisa si dan melaksanakan
penyelidikan secara sistematik; menginterpretasikan data pengamatan;
mengevaluasi prosedur kerja dan menyarankan perbaikan.
18. Belajar sains adalah berubahnya pola pembelajaran yang diawali dengan
Penjelasan Uraian Materi (U) – dilanjutkan Contoh Soal ( C ) — dan Latihan
Aneka Masalah (L) menjadi diawali dengan Latihan dengan Masalah (L) –
dilanjutkan Penjelasan Materi (U) – dan Contoh Soal ( C ).

24

19. Belajar sains adalah menyediakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan
nilai, dengan menumbuhkan sikap ilmiah antara lain sikap ingin tahu, jujur,
tekun, terbuka terhadap gagasan baru, tidak percaya tahayul, sulit menerima
pendapat yang tanpa disertai bukti, kebiasaan merenung secara kritis, peka
terhadap makhluk hidup dan lingkungan.

Gambaran pembelajaran Fisika
pembelajaran

konstruktivis

dengan

secara umum : Melakukan proses
pendekatan

SETS

(sains/ Science—

lingkungan/Environment—teknologi/Technology—masyarakat/Society), dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery-Inquiry, memakai berbagai
metode yang variatif sendiri atau gabungan: seperti lab work, diskusi kelompok,
problem solving, studi kepustakaan. Proses pembelajaran dilakukan secara
indoor atau outdoor. Kegiatan pembelajaran para siswa selalu dilakukan
berkelompok, hal itu untuk l ebih mengoptimalkan pembelajaran kooperatif
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar cooperative learning. Dengan demikian
pembelajaran

Fisika

yang

dilakukan

mengesampingkan

pembelajaran

konvensional yang berorientasi pada materi sains dengan penyajian ceramah
satu arah dari guru ke siswa. Pendekatan SETS dengan lingkungan sebagai
fokusnya secara kontinyu menjadi proses pembelajaran yang menumbuhkan
kecintaan terhadap lingkungan sampai mendarah daging.

Sedangkan secara khusus pembelajaran yang dipandang atrakti f, aktif dan
kreatif adalah : Memberikan indoktrinasi kepada para siswa terutama pada
jiwanya, bahwa penopang utama kehidupan manusia di bumi adalah pohon.
Kekayaan dan kecukupan yang diterima manusia secara langsung maupun tidak
langsung disuplai oleh pep ohonan di bumi apapun jenis pohon itu. Oleh karena
itu untuk mempercepat pemahaman indoktrinasi tersebut maka kegiatan
pembelajaran outdoor selalu di bawah pohon secara berpindah berganti pohon
pada hari yang berbeda. Setiap bagian pohon dibuat relevan den gan topik
pembelajaran Fisika. Isaac Newton pun tidak akan menemukan hukum Gravitasi
yang menggemparkan itu kalau Ia tidak sedang duduk -duduk di bawah pohon
apel. Pohon ditumbuhkan bumi —bumi menumbuhkan pohon; permasalahan
lingkungan, kerusakan dan pender ita