ANALISIS SERAPAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT KOTA (SKPK) PEMERINTAH KOTA SABANG
Jurnal Akuntasi
ISSN 2302-0164 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
10 Pages pp. 67- 76
ANALISIS SERAPAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT KOTA (SKPK) PEMERINTAH KOTA SABANG
Mulia Zakiati
Mahasiswa Program Studi Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala
Abstrak: Serapan anggaran belanja merupkan gambaran dari ukuran kinerja pemerintah.
Serapan anggaran belanja adalah kemampauam pemerintah dalam merealisasikan anggaran belanjanya dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam rencana kerja pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SKPK di lingkungan Pemerintah Kota Sabang (34 SKPK) dengan responden penelitian sebanyak 102 orang yang terdiri dari Kepala SKPK, Kasubbag Program, dan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) pada masing-masing SKPK. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam peneltian ini adalah data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada reponden penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang pada awal tahun cenderung rendah dari target yang ditetapkan sehingga mengalami penumpukan pada akhir tahun anggaran. Penumpukan anggaran belanja terjadi karena penetapan APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Keterlambatan penetapan APBK ini menyebabkan suatu program/kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Selain itu, penumpukan anggaran juga terjadi karena bertambahnya jumlah anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang sebagai akibat dari penambahan alokasi belanja pada saat perubahan anggaran sehingga menjadi kendala bagi SKPK dalam melakukan realisasi anggarannya .
Kata kunci: serapan anggaran belanja, realisasi anggaran, penumpukan anggaran, penetapan
APBK Kota Aabang
PENDAHULUAN 2005). Oleh karena itu, untuk mewujudkan
Hadirnya regulasi terkait pemerintah pengelolaan keuangan daerah yang baik, maka daerah yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 telah dibutuhkan suatu sistem pengangaran yang baik memberikan kewenangan kepada daerah untuk pula. mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mampu memenuhi kepentingan hidup masyarakat (APBD) yang disusun dan disahkan untuk periode setempat sesuai dengan peraturan perundang- satu tahun merupakan bentuk investasi pemerintah undangan, dalam hal ini termasuk pengelolaan dalam pembangunan perekonomian yang keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah diharapkan mampu mendorong pertumbuhan mencakup keseluruhan kegiatan yang meliputi ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, mengurangi kemiskinan (Solikhin, 2014). pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Mengingat pentingnya fungsi anggaran dalam keuangan daerah (Pasal 1 PP Nomor 58 Tahun perekonomian tersebut, maka APBD harus dikelola
67 - Volume 5, No. 4, November 2016
Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan pelaporan atau pertanggungjawaban anggaran.
Dalam perencanaan anggaran, APBD harus disusun berdasarkan prioritas kebutuhan pemerintah dengan memastikan program dan kegiatan yang disusun dapat dilaksanakan tepat waktu serta dana yang dialokasikan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah alokasi anggaran disahkan, pencairan anggaran perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk memastikan bahwa pelaksanaan anggaran dilakukan sesuai dengan perencanaan anggaran yang telah disusun, diperlukan adanya pengawasan anggaran. Selanjutnya agar masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan memperoleh informasi mengenai anggaran yang telah dilaksanakan, maka diperlukan pertanggungjawaban anggaran yang berupa laporan keuangan dan laporan kinerja.
Namun kenyataan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini, pelaksanaan anggaran mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi oleh beberapa Pemda adalah pencairan anggaran yang cenderung rendah di awal tahun dan menumpuk di akhir tahun. Kecenderungan penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun tersebut menunjukkan pengelolaan keuangan pada pemerintah daerah masih kurang baik. Sebagaimana yang terjadi pada Pemerintah Kota Sabang untuk Tahun Anggaran 2014, keterlambatan penyerapan anggaran belanja yang perlu mendapatkan perhatian serius terutama adalah jenis belanja barang dan belanja modal. Dengan nilai anggaran sebesar Rp.
98.638.298.344,- untuk belanja barang, pada triwulan III per 30 September 2014 hanya mampu terealisasi sebesar Rp. 42.474.740.171,- atau sebesar 43,06%. Begitu juga dengan belanja modal, dengan anggaran sebesar Rp. 129.774.160.519,- pada periode yang sama hanya mampu terealisasi sebesar Rp. 33.156.695.305,- atau sebesar 25,55%.
Pola serapan anggaran belanja pada Pemerintah Kota Sabang dapat dikatan kurang proporsional, hal ini dapat dilihat proses penyerapan pada triwulan III yang diharapkan adalah sebesar 75%, namun kenyataannya realisasi belanja masih di bawah 50%. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penumpukan realisasi belanja pada akhir tahun. Penumpukan pembayaran di triwulan IV mencerminkan penyerapan anggaran yang tidak sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya (Herriyanto: 2012).
Siswanto dan Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan akan mengganggu rencana kinerja kebijakan terhadap perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus.
Penelitian ini bertujuan menganalisis serapan anggaran belanja pada Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) dengan pendekatan studi literature, sehingga dapat dijadikan referensi dan sumber informasi untuk melakukan penelitian
Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 69 - Volume 5, No. 4, November 2016 lebih lanjut. Penelitian ini dimulai dengan membahas kajian kepustakaan, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, serta kesimpulan, dan saran.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 1 angka 7 PP No.58/2005). Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik (Penjelasan atas PP Nomor 58 Tahun 2005). Proses perencanaan dan penyusunan APBD mengacu pada Bab IV Bab V Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Proses penyusunan APBD terdiri dari: (1) penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); (2) penyusunan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan penetapan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS); (3) penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD; (4) penyusunan rancangan perda APBD; dan (5) penetapan APBD.
Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan tiga hal penting dalam penganggaran, yaitu dengan menggunakan Penganggaran Terpadu (Unified
Budget ), Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM) atau Mediun Term Expenditure
Framework
(MTEF) dan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance
Based Budgeting ). Penjelasan UU nomor 17 tahun
2003 mengemukakan alasan perubahan dari anggaran rutin dan pembangunan ke Anggaran Terpadu dimaksudkan untuk menghindari duplikasi pada pengalokasian anggaran antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan sehingga dalam pengalokasian diharapkan lebih efisien dalam alokasi (Mardiasmo, 2009).
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Konsep MTEF (Medium Term
Expenditure Framework ) atau Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimate). Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran mendistribusikan sumberdaya atas dasar prioritas pemerintah dan efektifitas program, mengalihkan sumberdaya dari prioritas lama ke prioritas baru atau dari yang wilayah tidak produktif ke wilayah lebih produktif sesuai dengan tujuan pemerintah (Bappenas, 2009).
Konsep penganggaran berbasis kinerja diharapkan dapat menutupi kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena dalam pendekatan tradisional tidak ada tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Mardiasmo, 2009). Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja yaitu mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output
measurement
sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Serapan anggaran belanja merupakan salah satu ukuran kinerja pemerintah. Serapan anggaran belanja adalah kemampuan pemerintah dalam merealisasikan anggaran belanjanya (BPKP, 2011 dalam Abdullah et al., 2015). Penyusunan prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien akan menciptakan serapan anggaran yang efektif dan efisien juga. Terwujudnya suatu pengeloaan daerah yang efektif dan efisien dimulai dengan suatu perencanaan yang terukur (Abdullah et al., 2015). Oleh karena itu, dalam mengoptimalkan penyerapan anggaran yang efektif dan efisien, maka pemerintah telah membuat perencanaan terhadap penarikan dana, dengan adanya perencanaan yang baik diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas penyerapan anggaran (Herriyanto, 2012).
Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan elemen penting di dalam siklus Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD). Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2004). Sementara itu, penganggaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyusun sebuah anggaran, anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2009: 61).
Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung unsur politik yang tinggi. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Pengambilan keputusan tentu saja berproses panjang (Mardiasmo, 2009:62).
Wildavsky dan Caiden (2004) menyatakan bahwa lembaga politik yang terwakilkan di legislatif dapat menggunakan pengaruh politiknya dengan mendistribusikan anggaran secara lebih mudah, mereka dapat memotong atau menambah suatu rancangan anggaran kegiatan atau perjuangan politik menjadi lebih baik dan menguntungkan untuk satu pihak, namun dapat pula merugikan kepada pihak lain, bahkan negosiasi sering dilakukan oleh aktor- aktor politik dalam meloloskan suatu anggaran tertentu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dan membandingkn dengan kondisi atau permasalahan yang terjadi pada unit analisis. Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasional,
Jurnal Akuntasi
15 Dinas Kesehatan Kota Sabang
4.03
11 Inspektorat
4.17
12 Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
3.83
13 Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah
4.07
14 Dinas Pendidikan Kota Sabang
4.33
4.20
Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) Serapan Anggaran Belanja
16 Dinas Pekerjaan Umum Kota Sabang
4.07
17 Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
4.13
18 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
3.97
19 Dinas Syariat Islam
3.73
20 Dinas Pertanian, Kehutanan,
10 Kantor Kecamatan Sukajaya
3.90 Tabel 1 - Lanjutan No.
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 71 - Volume 5, No. 4, November 2016 yaitu seluruh SKPK Pemerintah Kota Sabang yang terdiri dari 34 SKPK.
3 Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan melakukan obervasi langsung ke lapangan melalui penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh dari kuesioner dikomposisikan terlebih dahulu dengan menggunakan skala likert, dimana skala ini memberikan peluang kepada responden untuk untuk mengekspresikan jawaban mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan yang terdiri dari lima poin. Kategori jawaban tersebut adalah sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Data-data yang sudah diperoleh jawabannya kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta- fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Indikator yang digunakan terhadap serapan anggaran belanja adalah sebagai berikut: (1) Perbandingan realisasi anggaran dengan target; (2) Realisasi pertriwulan; (3) Konsistensi dalam pelaksanaan program/kegiatan; (4) Ketepatan waktu pengesahan APBK; (5) Penambahan jumlah alokasi belanja (Zarinah, 2015). Masing- masing indikator tersebut terdiri dari dua pernyataan.
HASIL dan PEMBAHASAN
Tanggapan responden pada setiap SKPK terhadap serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang berdasarkan pernyataan- pernyataan yangdiajukan dalam kuesioner dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tanggapan Responden terhadap Serapan Anggaran Belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang No. Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK) Serapan Anggaran Belanja
1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
4.20
2 Badan Lingkungan Hidup
3.60
4.07
9 Kantor Kecamatan Sukakarya
4 Badan Penanggulangan Bencana Daerah
4.10
5 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
4.27
6 Badan Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana
4.13
7 Dan Pemberdayaan Perempuan
3.70
8 Kantor Arsip Daerah, Dokumentasi dan Perpustakaan
4.07
4.63 Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
3,96
3.50 Minimum
3.50 Maximum
4.63 Mean 4.080 Sumber: Data diolah, 2016.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat enam SKPK dengan rata-rata tertinggi untuk seluruh pernyataan terhadap serapan anggaran belanja adalah 1) Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan; 2) Sekretariat MAA; 3) Sekretariat MPU; 4) Dinas Pendidikan; 5) Disperindagkop UMKM; dan 6) Sekretariat DPRK. SKPK dengan rata-rata terendah diperoleh oleh Sekretariat Baitul Mal yaitu 3,50.
Untuk keseluruhan unit analisis (SKPK) diperoleh rata-rata 4,080 dengan nilai minimum sebesar 3,50 dan nilai maksimum sebesar 4,63.Hal ini menunjukkan bahwa SKPK di lingkungan Pemko Sabang secara keseluruhan memilih jawaban setuju terhadap item-item yang diajukan dalam pernyataan tentang serapan anggaran belanja.
Untuk melihat secara jelas deskriptif responden terhadap item-item pernyataan dalam kuesioner terhadap serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jawaban Responden tentang Serapan Anggaran Belanja No. Pernyataan Rata- Rata
1 Dalam pengevaluasian keberhasilan serapan anggaran belanja selalu dilakukan perbandingan antara anggaran dan realisasinya.
4,33
2 Perbandingan antara anggaran dan realisasinya dilakukan untuk melihat tinggi rendahnya serapan anggaran yang telah dicapai.
3 Realisasi anggaran belanja triwulan 1 dan 2 selalu di bawah target.
4.00
3,77
4 Serapan anggaran belanja selalu menumpuk di akhir tahun anggaran.
4,10
5 Pelaksanaan kegiatan terhambat karena terlambatnya pengesahan APBK murni.
4,12
6 Pelaksanaan kegiatan dalam APBK perubahan terhambat karena harus menunggu pengesahan APBK perubahan.
4,20
7 Rendahnya realisasi anggaran belanja awal tahun selalu di bawah target disebabkan pengesahan APBK tahun anggaran berjalan tidak tepat waktu.
3,94
8 Penumpukan serapan anggaran belanja pada akhir tahun terjadi karena harus menunggu pengesahan APBK-P (APBK Perubahan).
34 Sekretariat Baitul Mal
33 Sekretariat KORPRI
Perkebunan dan Peternakan
26 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
21 Dinas Kelautan dan Perikanan
4.23
22 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
4.33
23 Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota
3.87
24 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
3.73
25 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk
4.10
4.07
4.50
27 Dinas Pemuda dan Olahraga
4.07
28 Sekretariat Daerah Kota
4.27
29 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota
4.30
30 Sekretariat Majelis Adat Aceh
4.50
31 Sekretariat Majelis Pendidikan Daerah Kota Sabang
4.07
32 Sekretariat Majelis Permusyawaratan Ulama
4,14 Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala target/anggaran yang ditetapkan dengan jumlah
Tabel 2 - Lanjutan Rata-
belanja yang telah direalisasi dapat diketahui
No. Pernyataan Rata
berapa persentase dari kinerja yang telah dicapai
9 Perubahan APBK menambah jumlah 4,05 oleh SKPK.
belanja sehingga menyebabkan beban untuk merealisasikan anggaran menjadi bertambah.
10 Penambahan alokasi anggaran dalam 4,19 APBK-P mempengaruhi serapan Terdapat dua sudut pandang terkait anggaran sampai akhir tahun.
2) Realisasi Per Triwulan
serapan anggaran belanja. Sudut pandang pertama
Rata-rata jawaban terhadap 4,080
adalah membandingkan realisasi belanja dengan
serapan anggaran belanja
anggaran yang telah ditetapkan, dan sudut Sumber: Data diolah, 2016. pandang kedua adalah dengan melihat proporsionalitas persentase serapan anggaran
Deskripsi tanggapan SKPK terhadap (Kustiyaningsih et al, 2011). Berdasarkan hasil serapan anggaran belanja atas pernyataan- realisasi pertriwulan pada SKPK Pemerintah Kota pernyataan yang diajukan berdasarkan indikator Sabang menunjukkan bahwa serapan anggaran yang telah ditetapkan dapat dijelaskan sebagai belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang berikut: kurang proporsional, dimana serapan anggaran belanja pada beberapa SKPK selalu rendah di
1) Perbandingan Realisasi Anggaran dengan
awal tahun sehingga menyebabkan penumpukan
Target
anggaran pada akhir tahun anggaran. Hal ini dapat Berdasarkan tanggapan responden pada dilihat dari jawaban responden terhadap setiap SKPK menunjukkan bahwa dalam pernyataan nomor 3 dan 4 dengan rata-rata melakukan evaluasi terhadap keberhasilan serapan jawaban 3,77 dan 4,10. Menurut Siswanto dan anggaran belanja pada SKPK pada Pemerintah
Rahayu (2010) pola belanja demikian baik yang Kota Sabang selalu dilakukan perbandingan terjadi di tingkat pemerintah pusat maupun antara anggaran dan realisasinya. Hal ini dapat pemerintah daerah akan akan mengganggu dilihat dari jawaban responden terhadap rencana kerja kebijakan APBN/APBD terhadap pernyataan nomor 1 dan 2 dengan rata-rata perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan jawaban 4,33 dan 3,96. Abdullah dan Nazry berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, (2015) menyebutkan bahwa pengalokasian penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan anggaran belanja menggunakan basis maksimal, kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal yakni jumlah anggaran belanja merupakan secara khusus. patokan jumlah pembayaran maksimal yang bisa dilaksanakan sebagai bentuk realisasi anggaran belanja. Berdasarkan perbandingan antara 73 - Volume 5, No. 4, November 2016 Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
3) Konsistensi dalam Pelaksanaan Program dan Kegiatan
Suatu kegiatan akan dilaksnakan setelah APBK telah disetujui oleh DPRK. Hal ini sesuai dengan amanat dari Permendagri 13 Tahun 2006 Pasal 197 yang menyatakan bahwa pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana (SPD) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Surat Penyediaan Dana (SPD) disusun oleh PPKD selaku BUD setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan.
Tujuan dari penerbitan SPD ini adalah sebagai manajemen kas pada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Meskipun SPD diterbitkan sebagai upaya manajemen kas yang lebih baik, namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami kendala, terutama pada saat realisasi anggaran belanja, sehingga pelaksanaan kegiatan mengalami hambatan karena pencairan dana tidak dapat dilakukan sebelum diterbitkan Surat Penyediaan Dana (SPD). Konsistensi pelaksanaan program/kegiatan pada SKPK Pemerintah Kota Sabang mengalami hambatan, karena harus menunggu pengesahan APBK oleh DPRK, baik APBK murni maupun APBK perubahan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 5 dan 6 dengan rata-rata jawaban 4,12 dan 4,20. Jawaban responden dari beberapa SKPK mengindikasikan bahwa suatu kegiatan akan dilakukan setelah APBK ditetapkan, sehingga dapat menghalangi realisasi anggaran yang seharusnya telah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
4) Ketepatan Waktu Pengesahan APBK
Proses penetapan APBD sering terjadi keterlambatan karena adanya ketidaksepakatan di antara budget actors, khususnya eksekutif dan legislatif. Hal ini terjadi karena anggaran publik bukan hasil dari proses teknikal, namun proses politik juga sangat menentukan waktu penetapan anggaran (Abdullah, 2012; Rubin, 2006:1). Keadaan seperti ini akan menghambat proses serapan anggaran belanja pada pemerintah daerah, sehingga dapat terjadi penumpukan anggaran belanja pada akhir tahun anggaran.
Penumpukan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang terjadi karena penetapan APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap pernyataan nomor 7 dan 8 dengan rata-rata jawaban 3,94 dan 4,14. Rendahnya serapan anggaran pada tahap penganggaran biasanya karena masih menunggu pengesahan perubahan APBD yang terlambat diterima oleh SKPD (Muchsin dan Noor, 2011), sehingga realisasi anggaran juga ikut tertunda.
5) Penambahan Jumlah Alokasi Belanja
Perubahan APBK mengakibatkan jumlah belanja ikut bertambah sehingga beban untuk merealisasikan anggaran menjadi bertambah. Bertambahnya jumlah anggaran belanja pada SKPK Pemerintah Kota Sabang sebagai akibat dari penambahan alokasi belanja pada saat perubahan anggaran akan menjadi kendala bagi SKPK dalam melakukan realisasi anggarannya, sehingga akan berdampak pada serapan anggaran
Jurnal Akuntasi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala sampai akhir tahun. Kondisi seperti ini dapat dilihat dari jawaban responden terhadap Saran pernyataan nomor 9 dan 10 dengan rata-rata
Saran Akademis
jawaban 4,05 dan 4,19. Berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini, adapun saran kepada peneliti selanjutnya agar dapat mencari referensi yang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan lebih banyak lagi terkait serapan anggaran belanja.
Berdasarkan hasil penelitian dan Selain itu penelitian juga dapat dilakukan dengan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa observasi langsung ke lapangan dengan serapan anggaran belanja pada SKPK Pemerintah melakukan wawancara kepada responden yang Kota Sabang pada awal tahun cenderung rendah memahami masalah penganggaran agar jawaban dari target yang ditetapkan sehingga mengalami yang diperoleh menjadi lebih informatif. penumpukan pada akhir tahun anggaran. Penelitian selanjutnya juga dapat meneliti faktor- Penumpukan anggaran belanja pada SKPK faktor apa saja yang dapat mempengaruhi serapan Pemerintah Kota Sabang terjadi karena penetapan anggaran belanja. APBK murni dan APBK perubahan tidak tepat waktu. Keterlambatan penetapan APBK ini Saran Praktis menyebabkan suatu program/kegiatan tidak dapat Bagi Pemerintah Kota Sabang dilaksanakan sesuai jadwal. Selain itu, diharapkan dapat menjadi masukan dan lebih penumpukan anggaran juga terjadi karena memperhatikan prinsip-prinsip pengolaan bertambahnya jumlah anggaran belanja pada keuangan daerah terutama masalah penganggaran SKPK Pemerintah Kota Sabang sebagai akibat mulai dari perencanaan sampai pada tahap dari penambahan alokasi belanja pada saat pelaporan. perubahan anggaran sehingga menjadi kendala bagi SKPK dalam melakukan realisasi DAFTAR PUSTAKA anggarannya. Abdullah, S. (2012). Perilaku Oportunistik
Legislatif dan Faktor-Faktor yang
Keterbatasan
Mempengaruhinya: Bukti Empiris dari Beberapa keterbatasan dalam penelitian Penganggaran Pemerintah Daerah di ini adalah kurangnya referensi terkait serapan Indonesia. Disertasi. Yogyakarta: anggaran belanja. Selain itu sumber data yang Universitas Gadjah Mada. diperoleh hanya bersumber dari kuesioner,
Abdullah, S. dan R. Nazry. (2015). Analisis sehingga jawaban responden hanya terbatas pada Varian Anggaran Pemerintah Daerah: pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam Penjelasan Empiris dari Perspektif kuesioner tersebut.
75 - Volume 5, No. 4, November 2016
Penyerapan Anggaran: Kenapa Akselerasi di Akhir Tahun? Paris Review, 3 (6), 6-9. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Yogyakarta: Penerbit Andi. Muchsin, M. dan A.S. Noor. (2011). Fenomena
Wildavsky, A. dan N. Caiden. (2004). The New
Solikhin. (2014). Evaluasi Penumpukan Pencairan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat di Akhir Tahun Anggaran pada Satuan Kerja. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
. Melalu
Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010
Rubin, I. S. (2006). The Politics of Public Budgeting. Washington: CQ Press. Siswanto, A. D. dan S. L. Rahayu. (2010). Faktor-
Nomor
Jurnal Akuntasi
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik.
Zarinah, M. (2015). Pengaruh Perencanaan Anggaran dan Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Tingkat Penyerapan Anggaran SKPD di Kabupaten Aceh Utara.
Paris Review. Edisi No. 6 Tahun III Desember:6-9.
(2011). Menyoal Penyerapan Anggaran.
Kustyaningsih, R., I. Yunarto dan Y. A. Widodo.
Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Tesis. Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Jakarta:Salemba Empat. Herriyanto, H. (2012). Faktor-Faktor yang
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Serapan Anggaran Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Aceh. Makalah ini dipresentasikan pada Konferensi Ilmiah Akuntansi (KIA) Tahun 2015.
Abdullah, S., R. Darma dan H. Basri. (2015).
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Keagenan. Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis, 6(2), 272-283.
Politic of The Budgetary Process. Fifth Edition. Boston: Pearson Education Inc.
58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tesis . Banda Aceh: Program Pasca Sarjana
- -----------------------, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
- -----------------------, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
- -----------------------, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
- -----------------------, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Unsyiah