ANALISIS KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP HARG

ANALISIS KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP HARGA SAHAM PADA SEKTOR
INDUSTRI KONSUMSI PERIODE 2000-2010
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan
yang diberikan oleh:
Kannya Purnamahatty Prawirasasra, SE., M.BA

Disusun Oleh : Kelompok
Kristiana Meida Lestari A10140349
Nenden Fajriah Saputri A10140348
Nunung Nurnahari

A10140345

Nur Indriyanti

A10140330

Rizky Amalia

A10140339


Rizki Pratama

A10130423

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI EKUITAS
BANDUNG
2015

RANGKUMAN
Perekonomian Indonesia saat ini berkembang dengan cukup pesat dari tahun ke tahun,
terutama dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, salah satu industri yang menopang
perekonomian ialah industri konsumsi. Semakin banyak perusahaan yang berkembang dan
tumbuh maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi Indonesia, untuk mendorong
pertumbuhan perusahaan perlu adanya tambahan dana, dana tersebut dapat diperoleh dari
internal maupun eksternal perusahaan. Dana yang diperoleh dari internal perusahaan dapat
berupa saham, saham ialah tanda kepemilikan seseorang terhadap suatu perusahaan
(Sunariyah, 2004).
Tujuan investor memiliki saham suatu perusahaan tidak lain ialah untuk memperoleh
kesejahteraan, dalam hal ini bisa dalam bentuk dividend ataupun dalam bentuk capital gain.
Menurut Siegel dan Shim (1994:152) dalam Kamus Istilah Akuntansi menyatakan dividen

adalah pembagian penghasilan yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan pada
banyaknya saham yang dimiliki, sedangkan capital gain ialah selisih atau spread dari harga
jual beli saham dengan harga jual saham, dividen memiliki risiko lebih kecil daripada capital
gain. Maka dari itu komponen dividend dalam saham suatu perusahaan sangat mempengaruhi
prefrensi investor, kebijakan dari perusahaan dalam hal ini ialah manajer keuangan untuk
menentukan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen untuk
pemegang saham dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dan
untuk membentuk citra yang baik bagi perusahaan, hal ini akan meningkatkan harga saham
perusahaan, disisi lain pembagian dividen akan mengurangi likuiditas perusahaan, karena
dividen dibagi dalam bentuk cash, meskipun dalam beberapa perusahaan membagikan
dividen dalam bentuk tambahan saham dan akan mengurangi ketergantungan perusahaan
terhadap dana dari pihak eksternal untuk mengembangkan perusahaan, tetapi hal ini akan
menimbulkan dampak yang sebaliknya dari pihak investor yang akan relatif kecewa karena
tidak mendapatkan dividen yang diharapkan, secara tomatis hal ini akan berpengaruh pada
harga perusahaan yang akan menurun. Maka dari itu, perusahaan diwajibkan melakukan
kebijakan dividen yang menyebabkan keseimbangan untuk kesejahteraan pemegang saham,
maupun untuk perkembangan perusahaan yang bersagkutan.
Kebijakan dividen ini memiliki beberapa macam, yaitu Teori Relevansi Dividen
(Myron, J.Gordon, John Lintner ), yang menyatakan bahwa perusahaan seharusnya
membayarkan dividen yang rendah bila ingin memaksimalkan harga sahamnya., Teori

Irrelevansi Dividen (Modigliani Miller ) yang mengatakan bahwa kebijakan dividen tidak

akan memiliki hasil yang optimal karena nilai perusahaan tergantung pada kebijakan
investasinya bukan dari kebijakan dividennya.
Penelitian ini menggunakan faktor-faktor kebijakan dividend berpengaruh terhadap
harga saham, faktor –faktor kebijakan dividend yang dimaksud disini ialah likuiditas,
profitabilitas, risiko, investasi, financing, ownership structure sebagai faktor dividend yang
dijadikan variabel independen (variabel bebas) terhadap harga saham yang menjadi variabel
dependen (variabel terikat) yang dapat mencerminkan nilai dari suatu perusahaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua variabel saja yang
berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, yaitu variabel risiko (X3) dan variabel
financing (X4). Berpenaruhnya variabel risiko terhadap harga saham sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Moh‟d, Perry dan Rumbey (1995) bahwa tingkat risiko tinggi,
menyebabkan kesulitan untuk memperoleh dana eksternal. Untuk menghindari biaya
transaksi yang tinggi akibat dari dana eksternal, maka sebaiknya perusahaan tidak membayar
dividen dalam jumlah yang besar sehingga dana dapat tercukupi dari dana internal khususnya
dari retained earning. Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko (risk aversion)
mempunyai pandangan bahwa semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan, akan semakin
tinggi juga tingkat keuntungan yang diharapkan sebagai hasil atau imbalan terhadap risiko
tersebut. Selanjutnya dividen yang akan diterima untuk saat ini akan mempunyai nilai yang

lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan
demikian, investor yang tidak bersedia berspekulasi akan lebih menyukai dividen daripada
capital gain. Kale dan Noe (1990) mengembangkan sebuah model dimana risiko yang lebih
rendah menghasilkan pembayaran dividen yang lebih rendah. Tingkat risiko diukur dengan :
deviasi standar dari rasio Earning Before Interest and Tax (EBIT) dibanding dengan assets.
Untuk selanjutnya hasil dari financing yang menggunakan indikator DER yang merupakan
hasil perbandingan antara total debt dibagi dengan total equity berpengaruh signifikan
terhadap harga saham, hal ini sesuai dengan pecking order theory menyatakan bahwa
pembayaran dividen yang ditargetkan harus ada (Myers, 1984). Pecking order theory
menyatakan pembiayaan internal lebih disukai dibanding pembiayaan eksternal dalam
membiayai belanja investasi. Peningkatan pembayaran dividen hanya dapat dilakukan ketika
seorang manager menyetujui bahwa mereka dapat mengelola kebijakan dividen yang baru di
masa yang akan datang. Peningkatan dividen hanya terjadi ketika perusahaan memiliki
profitabilitas yang tinggi, yang mana cukup untuk meningkatkan baik laba ditahan dan
pembayaran dividen secara serentak. Dengan kata lain, pecking order theory memprediksi
adanya hubungan negatif antara keputusan pembiayaan dan dividen. Semakin tinggi tingkat

hutang semakin banyak dana yang tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena
akan memberikan sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik, maka dari itu
Perusahaan sebaiknya memperhatikan segala risiko yang akan dihadapi, karena risiko ini

dapat mempengaruhi pembayaran dividen dan harga saham perusahaan. Risiko ini datangnya
bisa dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.

PEMBAHASAN
Dividen
Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham
tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat
persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.
Menurut Siegel dan Shim (1994:152) dalam Kamus Istilah Akuntansi menyatakan
dividen adalah pembagian penghasilan yang dibayarkan kepada pemegang saham
berdasarkan pada banyaknya saham yang dimiliki.
Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen menyangkut masalah penggu-naan dana yang menjadi hak para
pemegang saham (laba biasa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan
kembali).
Pengertian Kebijakan Dividen menurut Gitman, Juchau, dan Flanagon adalah sebagai
berikut :
“Dividend policy is affected by certain legal, contractual internal constraints as well as
growth prospects, owner considerations and market considerations. The three basic type of
dividend policy: with a constant-payout ratio dividend policy, the firm pays a fixed

percentage of earnings out to the owners each period with this policy, dividends move up and
down with earning, and no dividend is paid when a loss occurs.”
Bentuk dan Karakteristik Kebijakan Deviden
1. Residual Dividend policy
Dividend are paid out of earnings not needed to finance new acceptable capital
projects. The dividend will fluctuate depending on investment opportunities available
to the company.
2. Constant Payout Ratio
The company always pays out the same percentage of its earnings as dividend. (not
same dollar amount). The dividend will fluctuate with the earnings of the company.
3. Low Regular Dividend Plus Extras
The company pays regular dividend but at a low level. If the company does well, the
dividend will be increased on a quarter- by quarter basis. Although the regular
portion will be predict-able, the total dividend will be unpredictable. The dividend
will fluctuate with the earnings of the company but not to the same extent as the
previous policies.

4. Stable, Predictable Dividend
The company pays dividend that the market will come to expect. The dividend will be
independent of the earnings.

Faktor-faktor kebijakan dividen yang dimaksud dalam pembhasan Jurnal ini adalah faktorfaktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio yang meliputi : (1) Likuiditas, (2)
Profitabilitas, (3) Tingkat risiko, (4) Financing, (5) Investasi, dan (6) Ownerships Structure .
Pembahasan Penelitian
Objek penelitian pada jurnal ini adalah emiten-emiten dalam sektor industri konsumsi
di Bursa Efek Jakarta pada periode tahun 2000-2010. Jumlah perusahaan dalam sektor
industri konsumsi yang selalu listing selama periode penelitian sebanyak 25 perusahaan dari
43 perusahaan.
Penelitian ini menguji pengaruh antar variabel yang dihipotesiskan. Menurut
Suharsimi (1998:67) bahwa hipotesis itu sendiri menunjuk pada hubungan antara dua
variabel atau lebih, untuk mengetahui apakah suatu variabel ber-asosiasi ataukah tidak
dengan variabel lainnya, atau apakah suatu variabel disebabkan/ dipengaruhi ataukah tidak
oleh variabel lainnya.
Bentuk atau jenis penelitian ini dalam pelaksanaannya adalah menggunakan analisis
verifikatif yaitu dengan melakukan uji hipotesa melalui pengolahan dan pengujian data secara
statistik. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif analisis atau gambaran
secara sistematis mengenai fakta, sifat atau hubungan antar fenomena dari masalah yang
diselidiki lalu menguji hipotesis atau hubungan variabel dari perhitungan dengan
menggunakan statistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang
meliputi:

(a) Data berupa laporan keuangan yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory.
Pada laporan keuangan perusahaan kategori industri barang konsumsi tersebut memuat
informasi tentang faktor-faktor kebijakan dividen. Faktor-faktor kebijakan dividen yang
dimaksud adalah faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio yang meliputi :
(1) Likuiditas, (2) Profitabilitas, (3) Tingkat risiko, (4) Financing, (5) Investasi, dan (6)
Ownerships Structure .
(b) Tanggal publikasi laporan keuangan perusahaan sektor industri konsumsi tahun 20002010 yang diperoleh dari BEJ.

(c) Harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan (closing price) yang terjadi
pada setiap tahunnya di pasar sekunder.
Operasionalisasi Variabel
Di dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu variabel dependen
adalah harga saham, dan varibel independen kebijakan dividen.
Untuk mendapatkan kejelasan variabel, maka dari uraian tentang variabel-variabel penelitian
secara lengkap dapat dioperasionalisasikan sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
VARIABLE
Harga Saham

DEFINISI

Harga saham

yang

digunakan

penelitian ini adalah harga pasar
saham yaitu harga yang terjadi pada
saat diperdagangkan di bursa efek dan
merupakan harga penutupan (closing
Likuiditas

price)
Kemampuan perusahaan di dalam

Profitabi-litas

membayar hutang-hutangnya
Pendapatan untuk membiayai investasi
yang ditujukan untuk menghasilkan


Tingkat risiko

keuntungan
Deviasi standar dari rasio Earning
Before Interest and Tax dibanding

Financing

dengan Assets
Besarnya tingkat hutang yang dimiliki

Investasi

oleh perusahaan.
Besarya dana yang dikeluarkan untuk
perkembangan

Ownership Structure


perusahaan

jangka panjang
Besarnya kepemilikan

dalam

perusahaan

yang dimiliki oleh pemegang saham
Adapun kaitan antara variabel X & Y yang dimaksud dalam teori adalah hubungan
sebagai berikut :
 Hubungan Kebijakan Dividen dan Likuiditas

 Hubungan Kebijakan Dividen dan Profitabilitas
 Hubungan Kebijakan Dividen Dengan Risiko
 Hubungan Kebijakan Dividen Dengan Investasi
 Hubungan Kebijakan Dividen dan Financing
 Hubungan Kebijakan Dividen dan Ownership Structure
Populasi Dan Metode Penarikan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dalam sektor industri
barang konsumsi dari periode tahun 2000-2011. Sedangkan cara penarikan sampel dilakukan
mela-lui purposive sampling dengan tipe judgement sampling yaitu pemilihan sampel dengan
menda-sarkan pada kriteria yang digunakan adalah :
1) Perusahaan yang termasuk ke dalam industri barang konsumsi yang listing di BEI
selama periode penelitian yaitu dari tahun 2000-2010.
2) Perusahaan-perusahaan tersebut selalu terdaftar dalam Indonesian Capital Market
Directory selama periode penelitian.
Setelah dilakukan pemilihan sampel menurut kriteria dia atas, maka terdapat 25
perusahaan yang lolos dalam kriteria, yaitu :
BIDANG
1. Makanan dan minuman
2. Rokok
3. Farmasi
4. Kosmetik & barang kep. RT
5. Peralatan Rumah Tangga
JUMLAH

Populsi
2000-2010
19
4
13
4
3
42

Jumlah
Sampel
13
3
6
2
1
25

Metode Analisis
Analisis jalur (Path analysis), yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung
dan penga-ruh tidak langsung, sesuatu variabel penyebab Dividend Payot Ratio yang terdiri
atas X1 (Likuiditas), X2 (Profitabilitas ), X3 (Risiko), X4 (Financing), X5 (Investasi), dan
X6 (Ownership Structure) terhadap faktor Closing Price (Y)
Oleh karena itu dibangun struktur Diagram jalur yang menggambarkan atau menjelaskan
pengaruh langsung masing-masing variabel bebas (eksogenus : X) dan pengaruh tidak
langsung yaitu pengaruh secara bersamaan dari variabel-variabel bebas terhadap variabel tak
bebas. Alur atau pola hubungan yang dimaksud diatas, dinyatakan secara konkrit dalam
gambar berikut ;

Struktural hubungan antara Variabel X dan Y

Berdasarkan model struktural yang diperoleh, ditentukan ukuran korelasi dan
determinasi dalam upaya menentukan besarnya pengaruh langsung maupun tak langsung
antara beberapa variabel bebas yang dikaji pada variabel tak bebas. Model terstruktur adalah
model jalur, yang akan menghubungkan variabel bebas ke variabel tak-bebas. Dalam keadaan
demikian, teori, pengala-man masa lalu atau petunjuk lainnya dapat digunakan peneliti untuk
membedakan variabel bebas mana yang mampu memprediksi masing-masing variabel
takbebas.
Hasil dan Pembahasan
 Hasil Deskriptif
 Dari hasil pengamatan variabel bebas yang diteliti terdapat gambaran bahwa, secara
umum tingkat likuiditas perusahaan memiliki rata-rata sebesar 467,12% Likuiditas
tertinggi mencapai 29853,6% dan terendah 4,1%.

 Setiap perusahaan menginginkan laba yang maksimal, karena laba ini dapat
digunakan perusahaan untuk kegiatan di dalam pencapaian nilai perusahaan.
Profitabilitas dapat mengukur kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba
dengan total assetnya. Secara umum profita-bilitas mempunyai rata-rata sebesar
9,39%, dengan nilai tertinggi mencapai 468,4% dan terendah minus 111,3%.
 Risiko selalu dihadapi oleh setiap perusahaan di dalam menjalankan kegiatannya.
Namun, semakin besar return yang ingin diperoleh perusahaan, maka akan semakin
tinggi risiko yang akan dihadapi. Secara umum risiko mempunyai rata-rata sebesar
7,75%. Risiko tertinggi mencapai 73,8% dan terendah mencapai 0,00%.
 Kebijakan

pendanaan

(Financing),

menetapkan

apakah

perusahaan

akan

menggunakan modal sendiri, utang jangka pendek ataupun utang jangka panjang di
dalam membiayai setiap investasinya. Financing ini diukur dari total hutang
perusahaan dibandingkan dengan modal perusahaan. Secara umum financing
mempunyai rata-rata sebesar 223,91%, yang tertinggi mencapai 18177%, dan
terendah mencapai 8% .
 Investasi dilakukan perusahaan untuk peningkatan pertumbuhan perusahaan. Namun
investasi ini sering bertentangan dengan para pemegang saham karena akan
mengurangi pembayaran dividen yang akan diterima para pemegang saham. Secara
umum Investasi mempunyai rata-rata sebesar 26,54%, tertinggi pada angka 453,6%
dan terendah sebesar -67,9%.
 Ownership ini adalah persentase saham yang dimiliki oleh publik. Pada umumnya,
perusahaan di Indonesia adalah milik asing dan dimiliki oleh sekelompok minoritas.
Sedangkan publik, baik individu, ataupun kelompok hanya memiliki saham
perusahaan sebagian kecil saja. secara umum ownership mempunyai rata-rata sebesar
28,79%, dengan tertinggi sebesar 67,07%, dan terendah mencapai 5,24%.
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan
dapat tercermin dari harga sahamnya. Harga saham terbentuk dari permintaan dan penawaran
investor dan emiten di Bursa Efek. Secara umum harga saham mempu-nyai rata-rata sebesar
Rp 7.830, tertinggi mencapai Rp 145.000 pada PT Unilever Tbk. Sedangkan harga saham
terendah mencapai Rp 120.
 Hasil Analisis Verifikatif

1). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Dividend Payot Ratio (Kebijakan Dividen)
Untuk menganalisis permasalahn dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan peninjauan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Dividend Payot Ratio).
Hasil output SPSS, diperoleh taksiran koefisien jalur dari semua variabel eksogen (Kebijakan
Dividen) sebagai berikut;
Tabel 3 Taksiran Koefesien Jalur
Semua Variabel Eksogen
Model

Unstandardize

Standardized

1 (constant)

d
B
406,932

Std. Error
98,544

X1

7,561E-02

027

X2

-,173

X3

Coefficients
Beta

t
4,129

Sig.
,001

,376

2,839

,010

,223

-,107

-,775

,447

,763

,318

,359

2,401

,026

X4

-5,51E-02

,027

-,282

-2,025

,056

X5

9,138E-02

,148

,076

,618

,544

X6

-7,12E-02

,040

-,242

-1,789

,089

Dividend Payout Ratio yang meliputi : (X1) Likuiditas, (X2) Profitabilitas, (X3) Tingkat
risiko, (X4) Financing, (X5) Investasi, dan (X6) Owner-ships Structure. Jadi tempak ada
dugaan sementara terdapat 4 (empat) faktor secara statistik yang signifikans, sehingga
variabel yang dipih diolah kembali menghasilkan tabel outpot berikut;

Tabel 4. Taksiran Koefisien Jalur
Variabel Eksogen Terpilih
Model

Unstandardize

Standardized

1 (constant)

d
B
396,378

Std. Error
70,036

X1

7,324E-02

,026

X3

,698

,305

Coefficients
Beta

t
5,660

Sig.
,000

,364

2,828

,010

,328

2,291

,032

X4

-4,62E-02

,025

-,236

-1,818

,083

X6

-7,16E-02

,037

-,244

-1,916

,068

Berdasarkan tabel output diatas, maka ada 4 faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen,
yakni; (X1) (X1) Likuiditas, (X3) Tingkat risiko, (X4) Financing, dan (X6) Ownerships
Structure
2). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Harga saham (Stock Price)
Berdasarkan empat variabel pilihan dalam kebijakan dividen, maka dilakukan analisis
terhadap variabel harga saham, dan hasil olahan data dengan langkah stepwise, hanya tedapat
dua faktor yang secara signifikans berpengaruhi, masing-masing Tingkat Risiko (X3) dan
Finansial (X4). Dengan hasil olahan akhir sebagaiman ditunjukkan dalam tabel 5.
Jadi masing-masing nilai koefisien jalurnya adalah; (hargasaham x Risiko) = -0,476
(hargasaham x Financing) = -0,437
Sedangkan hubungan korelasional antara kedua variabel eksogen adalah; r(risiko x financing)
= 0,145

Tabel 5. Taksiran Koefisien Jalur
Variabel Eksogen yang berpengaruh pada Harga Saham
Unstandardize

Standardized
Std. Error
3818631

Coefficients
Beta

1 (constant)

d
B
1,6E+07

X3

-40021

16595,138

X4

-3380,811

1526,156

Model

t

Sig.

4,295

,000

-,476

-2,412

,4

-,437

-2,215

,024
,036

Berdasarkan informasi diatas maka ;
a)

Pengaruh langsung antara risiko terhadap harga saham sebesar : 22,66 %

b) Pengaruh langsung antara finansial terhadap harga saham sebesar : 19,10 %
c)

Pengaruh tidak langsung faktor risiko ataupun faktor finansial terhadap harga saham
sebesar: 3,02 %

d) Sehingga besar total pengaruh faktor risiko sebagai kebijakan dividen terhadap harga
saham sebesar 25,68 % sedangan total pengaruh faktor finansial sebagai kebijakan
dividen terhadap harga saham sebesar 22,12 %.
Tampak dari nilai koefisien jalur sebagai derajat pengaruhnya bernilai negatif. Ini berarti
hubungan antara tingkat risiko dan finansial terhadap harga saham bertolak belakang. Artinya
apabila tingkat risiko naik, maka akan menurunkan harga saham, dan faktor finansial naik,
maka akan menurunkan harga saham. Sesuai dengan teori :
Hubungan Kebijakan Dividen Dengan Risiko
Menurut Moh‟d, Perry dan Rumbey (1995) bahwa tingkat risiko tinggi, menyebabkan
kesulitan untuk memperoleh dana eksternal. Untuk menghindari biaya transaksi yang tinggi
akibat dari dana eksternal, maka sebaiknya perusahaan tidak membayar dividen dalam jumlah
yang besar sehingga dana dapat tercukupi dari dana internal khususnya dari retained earning.
Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko (risk aversion) mempunyai pandangan
bahwa semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga tingkat
keuntungan yang diharapkan sebagai hasil atau imbalan terhadap risiko tersebut. Selanjutnya
dividen yang akan diterima untuk saat ini akan mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada
capital gain yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan demikian, investor yang
tidak bersedia berspekulasi akan lebih menyukai dividen daripada capital gain. Kale dan Noe
(1990) mengembangkan sebuah model dimana risiko yang lebih rendah menghasilkan
pembayaran dividen yang lebih rendah. Tingkat risiko diukur dengan : deviasi standar dari
rasio Earning Before Interest and Tax (EBIT) dibanding dengan assets.
Hubungan Kebijakan Dividen dan Financing

Perusahaan pada umumnya menaikkan modal untuk investasi pada asset yang dapat
mendorong pertumbuhan perusahaan. Untuk mendanai investasinya, perusahaan harus
memilih bauran modalnya dengan modal sendiri dan pinjaman jangka panjang. Jika
pendanaan dengan pinjaman jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan telah
melampaui target, maka perusahaan harus mendanai investasinya dari sumber dana internal
berupa laba ditahan atau penerbitan saham.
Biaya modal dengan laba ditahan lebih murah dibandingkan dengan menerbitkan
saham baru. Oleh karena itu, perusahaan perlu menentukan kembali kebijakan dividennya
dengan memper-kecil pembayaran dividen kasnya, sehingga sebagian pendapatan perusahaan
dapat digunakan untuk mendanai investasi perusahaan yang menguntungkan. Dengan
demikian, keputusan kebijakan dividen berpengaruh terhadap struktur modal seperti yang
diutarakan oleh Damodaran (2001: 681): “Firms can use dividend policy as a tool to change
their debt ratios. Firms can increase or decrease leverage by changing their dividend policy:
increasing dividends increases leverage over time, and decreasing dividends reduces
leverage.”
Berbeda dengan agency theory, pecking order theory menyatakan bahwa pembayaran
dividen yang ditargetkan harus ada (Myers, 1984). Pecking order theory menyatakan
pembiayaan internal lebih disukai dibanding pembiayaan eksternal dalam membiayai belanja
investasi. Peningkatan pembayaran dividen hanya dapat dilakukan ketika seorang manager
menyetujui bahwa mereka dapat mengelola kebijakan dividen yang baru di masa yang akan
datang. Peningkatan dividen hanya terjadi ketika perusahaan memiliki profitabilitas yang
tinggi, yang mana cukup untuk meningkatkan baik laba ditahan dan pembayaran dividen
secara serentak. Dengan kata lain, pecking order theory memprediksi adanya hubungan
negatif antara keputusan pembiayaan dan dividen. Semakin tinggi tingkat hutang semakin
banyak dana yang tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena akan
memberikan sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik. Frank dan goyal (2000)
menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar akan menambah hutang untuk mendukung
pembayaran dividen.

SIMPULAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hanya dua variabel saja yang
berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, yaitu variabel risiko (X3) dan variabel
financing (X4). Berpenaruhnya variabel risiko terhadap harga saham sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Moh‟d, Perry dan Rumbey (1995) bahwa tingkat risiko tinggi,
menyebabkan kesulitan untuk memperoleh dana eksternal. Untuk menghindari biaya
transaksi yang tinggi akibat dari dana eksternal, maka sebaiknya perusahaan tidak membayar
dividen dalam jumlah yang besar sehingga dana dapat tercukupi dari dana internal khususnya
dari retained earning. Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko (risk aversion)
mempunyai pandangan bahwa semakin tinggi tingkat risiko suatu perusahaan, akan semakin
tinggi juga tingkat keuntungan yang diharapkan sebagai hasil atau imbalan terhadap risiko
tersebut. Selanjutnya dividen yang akan diterima untuk saat ini akan mempunyai nilai yang
lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan
demikian, investor yang tidak bersedia berspekulasi akan lebih menyukai dividen daripada
capital gain. Kale dan Noe (1990) mengembangkan sebuah model dimana risiko yang lebih
rendah menghasilkan pembayaran dividen yang lebih rendah. Tingkat risiko diukur dengan :
deviasi standar dari rasio Earning Before Interest and Tax (EBIT) dibanding dengan assets.
Untuk selanjutnya hasil dari financing yang menggunakan indikator DER yang merupakan
hasil perbandingan antara totatl debt dibagi dengan total equity berpengaruh signifikan
terhadap harga saham, hal ini sesuai dengan pecking order theory menyatakan bahwa
pembayaran dividen yang ditargetkan harus ada (Myers, 1984). Pecking order theory
menyatakan pembiayaan internal lebih disukai dibanding pembiayaan eksternal dalam
membiayai belanja investasi. Peningkatan pembayaran dividen hanya dapat dilakukan ketika
seorang manager menyetujui bahwa mereka dapat mengelola kebijakan dividen yang baru di
masa yang akan datang. Peningkatan dividen hanya terjadi ketika perusahaan memiliki
profitabilitas yang tinggi, yang mana cukup untuk meningkatkan baik laba ditahan dan
pembayaran dividen secara serentak. Dengan kata lain, pecking order theory memprediksi
adanya hubungan negatif antara keputusan pembiayaan dan dividen. Semakin tinggi tingkat
hutang semakin banyak dana yang tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena
akan memberikan sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik, maka dari itu
Perusahaan sebaiknya memperhatikan segala risiko yang akan dihadapi, karena risiko ini
dapat mempengaruhi pembayaran dividen dan harga saham perusahaan. Risiko ini datangnya
bisa dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.