Analisa Kasus Serangan Taliban terhadap
A. LATAR BELAKANG KASUS
Kelompok militan Taliban melancarkan serangan ke sebuah gedung Perserikatan BangsaBangsa (PBB) di Kabul, Afghanistan. Serangan itu menewaskan delapan orang. Para korban
tewas terdiri dari dua warga sipil Afghan, seorang polisi Afghan dan lima militan Taliban. Selain
itu, belasan orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk dua polisi dan dua warga sipil.
Insiden ini terjadi pada Jumat, 24 Mei sore waktu setempat, ketika sekelompok
penyerang menyerbu gedung PBB, International Office of Migration (IOM), sebuah organisasi
internasional yang bekerjasama dengan PBB, di Kabul, Afghanistan. Fasilitas ini berdekatan
dengan kantor utama PBB di Kabul, beberapa dan kantor yang digunakan oleh warga asing,
sebuah pos Afghan Public Protection force dan sebuah rumah sakit untuk dinas intelijen
nasional.Mereka mengenakan rompi bunuh diri dan bersenjatakan senapan mesin dan granat
berpeluncur roket.
Menurut saksi mata, ketika para petugas keamanan di gedung IOM yang berasal dari
Gurkha Nepal membalas serangan, para penyerang berlindung di sebuah rumah warga sipil di
dekat gedung. Akibatnya, baku tembak ganas pun terjadi dan terus berlangsung hingga malam
hari.
Juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid mengklaim bertanggung jawab atas serangan
tersebut. "Sejumlah mujahiddin menyerang gedung yang digunakan para petugas CIA di Kabul
serta departemen Kementerian Dalam Negeri," ujar Mujahid dalam sebuah pernyataan.
Menurut kepala kepolisian Kabul, Ayoub Salangi, pasukan Afghan akhirnya
menewaskan militan terakhir yang bersembunyi di rumah warga sipil tersebut setelah 10 jam
kemudian. "Selama waktu pertempuran ini, dua warga sipil pemilik rumah tempat para
penyerang berlindung, telah terbunuh. Keduanya adalah pria," imbuh Salangi.
Insiden ini merupakan serangan besar kedua yang terjadi di Kabul dalam waktu sepekan
lebih. Sebelumnya para anggota kelompok Taliban juga menyerang sebuah distrik di
Afghanistan selatan. Baku tembak yang terjadi selama beberapa jam itu menewaskan sedikitnya
30 militan dan 5 polisi Afghan.
B. KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN ORGANISASI INTERNASIONAL
Pasal 105 ayat (1) Piagam PBB yang berbunyi,
“The Organizations shall enjoy in the territory of each of its member such privileges and
immunities as are necessary for the fulfillment of its purposes.”
Artinya, organisasi di wilayah masing – masing anggota, menikmati hak – hak istimewa dan
kekebalan – kekebalan yang diperlukan untuk mencapai tujuannya.
Untuk mengembangkan ketentuan Pasal 105 ayat (1) Piagam tersebut, Komisi Hukum
Internasional PBB telah berhasil membuat “ Convention on the Privileges and Immunities of
Specialized Agencies” yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada 21 November 1947.
Kedua Konvensi tersebut merupakan sumber hukum dalam arti formal bagi organisasi –
organisasi dunia PBB dan badan – badan khususnya, serta digunakan
oleh organisasi –
organisasi internasional. Hak –hak istimewa dan kekebalan ini hampir sama dengan apa yang
diberikan sejak dulu kepada misi – misi diplomatik asing yang sedang melaksanakan tugasnya di
suatu Negara penerima. Tujuannya, organisasi – organisasi internasional itu dapat memperoleh
kebebasan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara tepat dan berdaya guna.
Hak – hak istimewa dan kekebalan diplomatik organisasi internasional memiliki kaitan
dengan status hukum dari organisasi internasional sebgai subjek hukum internasional dalam arti
formal. Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridis internasional yang
ditugaskan Negara – Negara anggotanya untuk melakukan berbagai macam dan jenis kegiatan,
organisasi – organisasi internasional dilengkapi dengan hak – hak istimewa dan kekebalan –
kekebalan diplomatik. Hak – hak istimewa dan kekebalan ini bukan saja diberikan kepada
organisasi, tetapi juga kepada pegawainya. Jadi, tujuan pemberian kekebalan dan keistimewaan
diplomatik ini adalah organisasi – organisasi internasional itu dapat memperoleh kebebasan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan fungsinya engan baik dan efektif.
Salah satu dari hak – hak istimewa dan kekebalan diplomatik penting yang diberikan
kepada organisasi internasional adalah tidak boleh diganggu gugatnya kantor – kantor organisasi,
yang secara umum diakui dalam persetujuan – persetujuan kantor pusat organisasi. Pihak
ototritas Negara penerima tidak dapat memasuki gedung atau kantor – kantor suatu organisasi
internasional tanpa izin dari direktur jenderal atau sekretaris jenderal organisasi internasional
tersebut.
Di dalam hak dan kewenangan Pejabat Perwakilan Diplomatik suatu Negara, Hak untuk
tidak diganggu gugat (rights of inviolability) adalah mutlak diperlukan guna melaksanakan
fungsi perwakilan diplomatik secara layak. Hal ini juga dapat diterapkan dalam kasus organisasi
internasional, dikarenakan statusnya sebagai subjek hukum internasional.
Menurut Satow’s, baik gedung perwakilan maupun rumah kediaman diplomat, keduanya
menurut hukum internasional diperlakukan sama.dengan demikian, keduanya berhak
memperoleh perlindungan khusus dan tidak dapat dimasuki tanpa izin kepala perwakilan, kecuali
jika terjadi kebakaran atau bencana lainnya yang memerlukan tindakan – tindakan yang cepat.
Tidak di ganggu gugatnya gedung perwakilan asing itu, sesungguhnya menyangkut dua
aspek. Aspek tersebut adalah :
1. mengenai kewajiban Negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya
sebagai perwakilan asing di Negara tersebut dari setiap gangguan.
2. Kedudukan perwakilan asing itu sendiri dinyatakan kebal dari pemeriksaan termasuk
barang – barang miliknya dan semua arsip yang ada di dalamnya.
Dalam Konvensi Wina 1961, secara jelas memberikan batasan bahwa gedung perwakilan
merupakan gedung – gedung dan bagian – bagiannya dan tanah tempat gedung tempat itu
didirikan, tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk keperluan perwakilan
Negara asing tersebut termasuk rumah kediaman kepala perwakilan (the premises of the mission
are the buildings or parts of buildings and the land ancillary thereto, irrespective of ownership,
used for the purposes of the mission including the residence of the head of the mission).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 Konvensi Wina 1961yang dalam ayat (1) dan
(3) hanya menyangkut kekebalan di gedung perwakilan itu sendiri, termasuk perabotan, harta
milik lainnya dan kendaraan – kendaraan perwakilan. Sementara itu, ayat (2) berkaitan dengan
kewajiban Negara penerima untuk memberikan perlindungan kepada gedung perwakilan beserta
segenap isi di dalamya. Namun, yang tidak kalah penting adalah makna yang terdapat dalam ayat
(2) di atas, “ Pencegahan akan terjadinya setiap gangguan ketenangan perwakilan atau gangguan
yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan atau gangguan yang dapat menurunkan
harkat dan martabat perwakilan asing di suatu Negara”. Ayat (2) di atas dapat juga diartikan
kekebalan di lingkungan gedung perwakilan itu sendiri. Karena itu perlindungan dari Negara
penerima yang diberikan, bukan saja dilakukan di gedung perwakilan, melainkan juga di luarnya
ataupun lingkungan sekitarnya.
C. KASUS PENYERANGAN KANTOR PERWAKILAN PBB DI AFGHANISTAN DARI
SUDUT HUKUM DIPLOMATIK
Berdasarkan ketentuan – ketentuan yang telah ditulis di atas, dapat dijelaskan bahwa
larangan menganggu dan perlindungan terhadap gedung perwakilan diplomatik asing merupakan
kesepakatan yang telah diakui secara universal dan dipraktikkan oleh Negara – Negara sejak
dulu. Namun, dalam praktiknya di berbagai tempat sering terjadi gangguan, serangan, ataupun
pendudukan misi – misi diplomatik oleh berbagai kelompok tertentu. Contoh yang paling
terbaru adalah penyerangan terhadap kantor perwakilan PBB di Kabul, Afghanistan pada hari
Jum’at tanggal 24 Mei 2013.
Penyerangan terhadap kantor PBB merupakan pelanggaran terhadap hak istimewa yng
diberikan kepada organisasi internasional, yaitu tidak boleh diganggu gugatnya kantor – kantor
organisasi yang mana telah diakui secara umum dalam persetujuan – persetujuan kantor pusat
organisasi. Larangan mengganggu dan perlindungan terhadap perwakilan – perwakilan
diplomatik asing merupakan kesepakatan yang telah diakui secara universal dan dipraktekkan
oleh Negara – Negara semenjak zaman dulu. Oleh karena itu, Negara penerima berkewajiban
mengambil segala tindakan yang diperlukan agar kantor – kantor ataupun rumah kediaman para
diplomat bebas dari segala gangguan. Perlindungan ini bertitik tolak pada prinsip bahwa wisma –
wisma perwakilan tidak boleh diganggu gugat dan oleh karena itu Negara penerima mempunyai
kewajiban untuk melindunginya.
Adapun maksud dari tindakan yang diperlukan adalah bahwa Negara penerima harus
mengidentifikasi, mengeliminir, atau paling tidak meminimalisir hal – hal yang dianggap dapat
membahayakan kantor – kantor perwakilan diplomatik asing termasuk kantor – kantor organisasi
internasional. Konsep ini merupakan akibat dari pendirian misi diplomatik tetap di suatu Negara
yang mutlak memerlukan perlindungan terhadap campur tangan asing atau gangguan dari luar.
Terjadinya serangan terhadap merupakan sebuah kegagalan dari pemerintah Afghanistan
dalam memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik asing, dalam hal ini kantor
perwakilan suatu organisasi internasional.
Pemerintah Afghanistan terlihat lamban dalam usaha – usaha pembersihan terhadap
insurjen dari kawasan sekitar lokasi penyerangan, walaupun telah menempatkan ratusan personel
militernya. Kemudian dalam hal lainnya, pemerintah Afghanistan juga dianggap gagal dalam
mengidentifikasi dan mengeliminir hal – hal yang dapat membahayakan kantor perwakilan asing
tersebut. Terbukti dari jumlah senjata, amunisi dan bahan peledak yang dibawa para militan ke
pusat kota, yang seharusnya melewati pos pemeriksaan polisi.
Seharusnya pemerintah Afghanistan melakukan tindakan – tindakan khusus untuk
melacak jual beli senjata, bahan – bahan peledak, dan mengawasi kegiatan orang – orang yang
dicurigai dan kelompok teroris. Hal ini perlu dilakukan agar tidak meninggalkan preseden buruk
dari Negara – Negara lain terkait kebijakan pemerintah dalam perlindungan kantor – kantor
perwakilan tersebut.
Kemudian dapat kita lihat dari adanya penempatan pasukan Gurkha Nepal oleh PBB
dalam hal pengamanan gedung merupakan suatu terobosan. Hal ini dikarenakan Pasal 22
Konvensi Wina yang meminta kepada Negara penerima mengambil tindakan – tindakan yang
patut untuk melindungi perwakilan – perwakilan asing, dianggap tidak lagi memadai. Karena
seiring dengan meningkatnya jumlah perwakilan asing di suatu Negara, menyebabkan masalah
keamanan kantor – kantor perwakilan tersebut menjadi isu krusial. Sehingga penjagaan
keamanan kini tidak bisa hanya diserahkan kepada kepada Negara penerima saja tetapi juga
disarankan agar perwakilan – perwakilan itu sendiri mengambil langkah – langkah keamanan
yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
New York Times Online
Detiknews
Boer, Mauna. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global Edisi Kedua. Bandung: PT. Alumni, Cetakan Kedua, 2008.
AK, Syahmin. Hukum Diplomatik, Dalam Kerangka Studi Analisis. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2008.
Kelompok militan Taliban melancarkan serangan ke sebuah gedung Perserikatan BangsaBangsa (PBB) di Kabul, Afghanistan. Serangan itu menewaskan delapan orang. Para korban
tewas terdiri dari dua warga sipil Afghan, seorang polisi Afghan dan lima militan Taliban. Selain
itu, belasan orang lainnya mengalami luka-luka, termasuk dua polisi dan dua warga sipil.
Insiden ini terjadi pada Jumat, 24 Mei sore waktu setempat, ketika sekelompok
penyerang menyerbu gedung PBB, International Office of Migration (IOM), sebuah organisasi
internasional yang bekerjasama dengan PBB, di Kabul, Afghanistan. Fasilitas ini berdekatan
dengan kantor utama PBB di Kabul, beberapa dan kantor yang digunakan oleh warga asing,
sebuah pos Afghan Public Protection force dan sebuah rumah sakit untuk dinas intelijen
nasional.Mereka mengenakan rompi bunuh diri dan bersenjatakan senapan mesin dan granat
berpeluncur roket.
Menurut saksi mata, ketika para petugas keamanan di gedung IOM yang berasal dari
Gurkha Nepal membalas serangan, para penyerang berlindung di sebuah rumah warga sipil di
dekat gedung. Akibatnya, baku tembak ganas pun terjadi dan terus berlangsung hingga malam
hari.
Juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid mengklaim bertanggung jawab atas serangan
tersebut. "Sejumlah mujahiddin menyerang gedung yang digunakan para petugas CIA di Kabul
serta departemen Kementerian Dalam Negeri," ujar Mujahid dalam sebuah pernyataan.
Menurut kepala kepolisian Kabul, Ayoub Salangi, pasukan Afghan akhirnya
menewaskan militan terakhir yang bersembunyi di rumah warga sipil tersebut setelah 10 jam
kemudian. "Selama waktu pertempuran ini, dua warga sipil pemilik rumah tempat para
penyerang berlindung, telah terbunuh. Keduanya adalah pria," imbuh Salangi.
Insiden ini merupakan serangan besar kedua yang terjadi di Kabul dalam waktu sepekan
lebih. Sebelumnya para anggota kelompok Taliban juga menyerang sebuah distrik di
Afghanistan selatan. Baku tembak yang terjadi selama beberapa jam itu menewaskan sedikitnya
30 militan dan 5 polisi Afghan.
B. KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN ORGANISASI INTERNASIONAL
Pasal 105 ayat (1) Piagam PBB yang berbunyi,
“The Organizations shall enjoy in the territory of each of its member such privileges and
immunities as are necessary for the fulfillment of its purposes.”
Artinya, organisasi di wilayah masing – masing anggota, menikmati hak – hak istimewa dan
kekebalan – kekebalan yang diperlukan untuk mencapai tujuannya.
Untuk mengembangkan ketentuan Pasal 105 ayat (1) Piagam tersebut, Komisi Hukum
Internasional PBB telah berhasil membuat “ Convention on the Privileges and Immunities of
Specialized Agencies” yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada 21 November 1947.
Kedua Konvensi tersebut merupakan sumber hukum dalam arti formal bagi organisasi –
organisasi dunia PBB dan badan – badan khususnya, serta digunakan
oleh organisasi –
organisasi internasional. Hak –hak istimewa dan kekebalan ini hampir sama dengan apa yang
diberikan sejak dulu kepada misi – misi diplomatik asing yang sedang melaksanakan tugasnya di
suatu Negara penerima. Tujuannya, organisasi – organisasi internasional itu dapat memperoleh
kebebasan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara tepat dan berdaya guna.
Hak – hak istimewa dan kekebalan diplomatik organisasi internasional memiliki kaitan
dengan status hukum dari organisasi internasional sebgai subjek hukum internasional dalam arti
formal. Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridis internasional yang
ditugaskan Negara – Negara anggotanya untuk melakukan berbagai macam dan jenis kegiatan,
organisasi – organisasi internasional dilengkapi dengan hak – hak istimewa dan kekebalan –
kekebalan diplomatik. Hak – hak istimewa dan kekebalan ini bukan saja diberikan kepada
organisasi, tetapi juga kepada pegawainya. Jadi, tujuan pemberian kekebalan dan keistimewaan
diplomatik ini adalah organisasi – organisasi internasional itu dapat memperoleh kebebasan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan fungsinya engan baik dan efektif.
Salah satu dari hak – hak istimewa dan kekebalan diplomatik penting yang diberikan
kepada organisasi internasional adalah tidak boleh diganggu gugatnya kantor – kantor organisasi,
yang secara umum diakui dalam persetujuan – persetujuan kantor pusat organisasi. Pihak
ototritas Negara penerima tidak dapat memasuki gedung atau kantor – kantor suatu organisasi
internasional tanpa izin dari direktur jenderal atau sekretaris jenderal organisasi internasional
tersebut.
Di dalam hak dan kewenangan Pejabat Perwakilan Diplomatik suatu Negara, Hak untuk
tidak diganggu gugat (rights of inviolability) adalah mutlak diperlukan guna melaksanakan
fungsi perwakilan diplomatik secara layak. Hal ini juga dapat diterapkan dalam kasus organisasi
internasional, dikarenakan statusnya sebagai subjek hukum internasional.
Menurut Satow’s, baik gedung perwakilan maupun rumah kediaman diplomat, keduanya
menurut hukum internasional diperlakukan sama.dengan demikian, keduanya berhak
memperoleh perlindungan khusus dan tidak dapat dimasuki tanpa izin kepala perwakilan, kecuali
jika terjadi kebakaran atau bencana lainnya yang memerlukan tindakan – tindakan yang cepat.
Tidak di ganggu gugatnya gedung perwakilan asing itu, sesungguhnya menyangkut dua
aspek. Aspek tersebut adalah :
1. mengenai kewajiban Negara penerima untuk memberikan perlindungan sepenuhnya
sebagai perwakilan asing di Negara tersebut dari setiap gangguan.
2. Kedudukan perwakilan asing itu sendiri dinyatakan kebal dari pemeriksaan termasuk
barang – barang miliknya dan semua arsip yang ada di dalamnya.
Dalam Konvensi Wina 1961, secara jelas memberikan batasan bahwa gedung perwakilan
merupakan gedung – gedung dan bagian – bagiannya dan tanah tempat gedung tempat itu
didirikan, tanpa memperhatikan siapa pemiliknya yang digunakan untuk keperluan perwakilan
Negara asing tersebut termasuk rumah kediaman kepala perwakilan (the premises of the mission
are the buildings or parts of buildings and the land ancillary thereto, irrespective of ownership,
used for the purposes of the mission including the residence of the head of the mission).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 Konvensi Wina 1961yang dalam ayat (1) dan
(3) hanya menyangkut kekebalan di gedung perwakilan itu sendiri, termasuk perabotan, harta
milik lainnya dan kendaraan – kendaraan perwakilan. Sementara itu, ayat (2) berkaitan dengan
kewajiban Negara penerima untuk memberikan perlindungan kepada gedung perwakilan beserta
segenap isi di dalamya. Namun, yang tidak kalah penting adalah makna yang terdapat dalam ayat
(2) di atas, “ Pencegahan akan terjadinya setiap gangguan ketenangan perwakilan atau gangguan
yang dapat menurunkan harkat dan martabat perwakilan atau gangguan yang dapat menurunkan
harkat dan martabat perwakilan asing di suatu Negara”. Ayat (2) di atas dapat juga diartikan
kekebalan di lingkungan gedung perwakilan itu sendiri. Karena itu perlindungan dari Negara
penerima yang diberikan, bukan saja dilakukan di gedung perwakilan, melainkan juga di luarnya
ataupun lingkungan sekitarnya.
C. KASUS PENYERANGAN KANTOR PERWAKILAN PBB DI AFGHANISTAN DARI
SUDUT HUKUM DIPLOMATIK
Berdasarkan ketentuan – ketentuan yang telah ditulis di atas, dapat dijelaskan bahwa
larangan menganggu dan perlindungan terhadap gedung perwakilan diplomatik asing merupakan
kesepakatan yang telah diakui secara universal dan dipraktikkan oleh Negara – Negara sejak
dulu. Namun, dalam praktiknya di berbagai tempat sering terjadi gangguan, serangan, ataupun
pendudukan misi – misi diplomatik oleh berbagai kelompok tertentu. Contoh yang paling
terbaru adalah penyerangan terhadap kantor perwakilan PBB di Kabul, Afghanistan pada hari
Jum’at tanggal 24 Mei 2013.
Penyerangan terhadap kantor PBB merupakan pelanggaran terhadap hak istimewa yng
diberikan kepada organisasi internasional, yaitu tidak boleh diganggu gugatnya kantor – kantor
organisasi yang mana telah diakui secara umum dalam persetujuan – persetujuan kantor pusat
organisasi. Larangan mengganggu dan perlindungan terhadap perwakilan – perwakilan
diplomatik asing merupakan kesepakatan yang telah diakui secara universal dan dipraktekkan
oleh Negara – Negara semenjak zaman dulu. Oleh karena itu, Negara penerima berkewajiban
mengambil segala tindakan yang diperlukan agar kantor – kantor ataupun rumah kediaman para
diplomat bebas dari segala gangguan. Perlindungan ini bertitik tolak pada prinsip bahwa wisma –
wisma perwakilan tidak boleh diganggu gugat dan oleh karena itu Negara penerima mempunyai
kewajiban untuk melindunginya.
Adapun maksud dari tindakan yang diperlukan adalah bahwa Negara penerima harus
mengidentifikasi, mengeliminir, atau paling tidak meminimalisir hal – hal yang dianggap dapat
membahayakan kantor – kantor perwakilan diplomatik asing termasuk kantor – kantor organisasi
internasional. Konsep ini merupakan akibat dari pendirian misi diplomatik tetap di suatu Negara
yang mutlak memerlukan perlindungan terhadap campur tangan asing atau gangguan dari luar.
Terjadinya serangan terhadap merupakan sebuah kegagalan dari pemerintah Afghanistan
dalam memberikan perlindungan terhadap perwakilan diplomatik asing, dalam hal ini kantor
perwakilan suatu organisasi internasional.
Pemerintah Afghanistan terlihat lamban dalam usaha – usaha pembersihan terhadap
insurjen dari kawasan sekitar lokasi penyerangan, walaupun telah menempatkan ratusan personel
militernya. Kemudian dalam hal lainnya, pemerintah Afghanistan juga dianggap gagal dalam
mengidentifikasi dan mengeliminir hal – hal yang dapat membahayakan kantor perwakilan asing
tersebut. Terbukti dari jumlah senjata, amunisi dan bahan peledak yang dibawa para militan ke
pusat kota, yang seharusnya melewati pos pemeriksaan polisi.
Seharusnya pemerintah Afghanistan melakukan tindakan – tindakan khusus untuk
melacak jual beli senjata, bahan – bahan peledak, dan mengawasi kegiatan orang – orang yang
dicurigai dan kelompok teroris. Hal ini perlu dilakukan agar tidak meninggalkan preseden buruk
dari Negara – Negara lain terkait kebijakan pemerintah dalam perlindungan kantor – kantor
perwakilan tersebut.
Kemudian dapat kita lihat dari adanya penempatan pasukan Gurkha Nepal oleh PBB
dalam hal pengamanan gedung merupakan suatu terobosan. Hal ini dikarenakan Pasal 22
Konvensi Wina yang meminta kepada Negara penerima mengambil tindakan – tindakan yang
patut untuk melindungi perwakilan – perwakilan asing, dianggap tidak lagi memadai. Karena
seiring dengan meningkatnya jumlah perwakilan asing di suatu Negara, menyebabkan masalah
keamanan kantor – kantor perwakilan tersebut menjadi isu krusial. Sehingga penjagaan
keamanan kini tidak bisa hanya diserahkan kepada kepada Negara penerima saja tetapi juga
disarankan agar perwakilan – perwakilan itu sendiri mengambil langkah – langkah keamanan
yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
New York Times Online
Detiknews
Boer, Mauna. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global Edisi Kedua. Bandung: PT. Alumni, Cetakan Kedua, 2008.
AK, Syahmin. Hukum Diplomatik, Dalam Kerangka Studi Analisis. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2008.