Devisit Perlindungan Anak di Indonesia R

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Devisit Perlindungan Anak di Indonesia
Refleksi Penanganan Kasus ‘Foto Anggota Pramuka, Makan Beralas
Tanah’ dengan Pendekatan Berbasis ‘Hak’
Oleh:
Bagus Yaugo Wicaksono
Ibnu Mubaroq
Perlu saya tegaskan. Di situ (kejadian dalam foto itu) tidak ada kesalahan dan tidak ada hukuman. Itu
hidangan makan siang yang sengaja di taruh di tanah, seperti yang ada di Foto. Terus disuruh
makan sampe habis. Kalau tidak di habiskan, dipaksa suruh minum air dari mulut pembinanya.
(Salah satu orangtua korban)

***
Perlindungan anak, khususnya pemenuhan hak-hak korban masih belum optimal. Hak-hak korban
diabaikan! Hal itu dikarenakan cara pandang terhadap korban masih terhenti sebatas menyelesaikan kasus
semata. Sehingga kepedulian terhadap hak-hak korban belum menjadi perhatian.
Perkumpulan Kamuka (Kamuka) mendokumenkan pemberitaan terkait insiden kekerasan pada anak, yang
dilakukan oleh Pembina Pramuka. Dalam kurun waktu 6 hari, pemberitaan di media social maupun media

konvensional sangatlah riuh. Kamuka telah mengumpulkan 99 pemberitaan dari berbagai media online
yang sudah tercatat di Dewan Pers.1 Kumpulan berita online tersebut kemudian dijadikan bahan untuk
dianalisa terkait perlindungan anak di Indonesia.
Gambar 1. Foto Anggota Pramuka terlihat Makan Beralas Tanah 2

1

Untuk mengetahui lebih lanjut media-media yang tercatat di Dewan Pers, silahkan rujuk link berikut: http://dewanpers.or.id/
perusahaan
2

Sumber foto: pontianak.tribunnews.com (http://pontianak.tribunnews.com/2017/03/25/pramuka-makan-dari-tanah-ribuan-netizenmarah-ngasi-makan-kucing-liar-aja-pake-alas

1

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Ringkasan Kronilogis Kasus

Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 25 Maret 2017, muncul postingan di media sosial—sebuah foto yang
menggambarkan puluhan anak berseragam Pramuka terlihat makan bersama beralaskan tanah. Terlihat
juga beberapa orang perempuan dan laki, seolah sedang mengawasi kelompok anak Pramuka menyantap
hidangan tersebut.
Masyarakat meresponnya negative. Dalam waktu beberapa jam, postingan foto itu telah mendapat 15.328
komentar dan 41.444 like.3 Sebagian besar respon dalam social media tersebut mengecam tindakan para
Pembina Pramuka dalam foto tersebut. Media konvensionalpun beramai-ramai mempergunjingkan foto itu.
Dalam sekejap menjadi tren pembicaraan di dunia maya.
Kasus ini diselesaikan dalam waktu singkat. Setelah munculnya foto tersebut pada 25 Maret 2017, 6 hari
kemudian, 31 Maret 2017, semuanya berjalan normal dan seolah kasus itu tidak pernah terjadi. Luruhnya
pemberitaan kasus ini ditandai dengan adanya permohonan maaf dari Pembina pramuka terkait. Dengan
itu, kasus selesai!

Membaca Ulang Perlindungan dalam Konteks Hak Anak
Anak yang menjadi korban kekerasan harus dipenuhi hak-haknya. Utamanya adalah pemulihan fisik
maupun mental mereka. Terlebih, jika dibutuhkan, pemenuhan hak korban haruslah termasuk dalam
reintegrasi sosial. Penyediaan sistem pemulihan haruslah disediakan dan mudah untuk dijangkau oleh
anak-anak korban, termasuk anggota keluarga mereka. Beberapa contoh layanan pemulihan tersebut tidak
terbatas pada layanan rehabilitas kesehatan fisik dan mental, termasuk rumah sakit dan perawatan khusus,
bantuan hukum, informasi tentang progres kasus mereka dan lain sebagainya.

Dalam kasus korban kekerasan terhadap anak, haruslah mengacu pada prinsip-prinsip hak anak.
Pemenuhan terhadap hak korban harus dilandasi prinsip pertama, ‘non-diskrimansi’. Siapapun yang
menjadi korban harus mendapat perlakuan sama. Kedua adalah prinsip ‘kepentingan terbaik bagi anak’;
yaitu dalam setiap penanganan korban haruslah mengutamakan kebaikan si anak. Selain itu, prinsip ketiga
mensyaratkan pemenuhan hak hidup, bertahan hidup dan tumbuh kembang. Prinsip ini tidak bisa dimaknai
hanya melihat dampak fisik bagi korban saja. melainkan, dampak mental dan sosial juga harus menjadi
fokus pertimbangan utama. Terakhir, keempat adalah prinsip dalam ‘mendengarkan pandangan anak’
harus menjadi prioritas. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan dalam penanganan kasus korban kekerasan
harus ada pelibatan anak dalam penyelesaian kasus mereka.
Dalam konteks perlindungan hukum di Indonesia, konsep tersebut (secara lex specialis) telah ditetapkan
dalam UU Nomor 35 tahun 2014, tentang perubahan UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan
Anak. Dinyatakan dalam pasal 59, bahwa pemerintah baik pusat maupun daerah wajib melindungi anak
korban kekerasan fisik dan mental. Jaminan terhadap korban yang dinyatakan dalam UU tersebut meliputi
(1) penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; (2) pendampingan psikososial pada saat pengobatan
sampai pemulihan; (3) pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
(4) pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

3


Sumber tangerangnews.com; melaporkan pada tanggal 25 Maret 2017 jam 18.53 WIB

2

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Dalam kaitannya dengan jaminan perlindungan kekerasan pada korban anak dan perempuan (secara lex
generalis), juga bisa merujuk beberapa perundang-undangan berikut ini:
Tabel 1. Hak-hak Korban Kekerasan dalam Hukum Domestik di Indonesia

Hak-hak korban

Jaminan dalam Undang-undang

Hak Atas Pemulihan Fisik Dan Pemulihan
Psikologis

Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan

Anak; Undang-undang No. 21/2007 tentang
PTPPO; Undang-undang No. 23/2004 tentang
PKDRT.

Hak Atas Bantuan Hukum

Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan
Anak; Undang-undang No. 23/2004 tentang
PKDRT; Undang-undang No. 16/2011 tentang
Bantuan Hukum.

Hak Atas Reintegrasi Sosial

Undang-undang No. 23/2004 tentang PKDRT;
Undang-undang No. 21/2007 tentang PTPPO;
Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan
Anak.

Hak Atas Pendamping individual


Undang-undang No 23/2004 tentang PKDRT.

Hak Atas Informasi Perkembangan Kasus

Undang-undang No. 23/2004 tentang PKDRT;
Undang-undang No. 21/2007 tentang PTPPO;
Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan
Anak.

Hak Atas Penyediaan Shelter

Undang-undang No. 23/2004 tentang PKDRT;
Undang-undang No. 21/2007 tentang PTPPO;
Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan
Anak.

Hak Atas Bimbingan Rohani

Undang-undang No. 23/2004 tentang PKDRT;
Undang-undang No. 21/2007 tentang PTPPO;

Undang-undang No. 35/2014 tentang Perlindungan
Anak.

Hak Atas Restitusi (Trafiking, Perkosaan)

Undang-undang No. 21/2007 tentang PTPPO.

3

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Metode Analisis
Analisis dilakukan berdasar dari 99 pemberitaan pada durasi tanggal 25 – 30 Maret 2017. Sumbernya
berasal dari 28 kantor berita online, kesemuanya tercatat dalam Dewan Pers. Berikut adalah nama-nama
kantor berita yang memenerbitkan kasus tersebut (lihat lampiran).
Kesemua pemberitaan itu kemudian dikodifikasi berdasar (1) pernyataan, (2) organizsasi, (3) orang-orang/
actor, dan (4) kategori. Dari pemberitaan yang muncul di media, terdapat 49 pernyataan dari 22 orang.
Keseluruhan orang tersebut, 17 di antaranya berasal dari organisasi baik pemerintah maupun NGO.

Sedangkan 5 (lima) orang yang tercatan dalam pemberitaan berasal dari masyarakat / netizen. Di mana
dalam bagan berikut dapat kita lihat frekuensi pernyataan dari masing-masing orang.
Grafik 1. Frekuensi Pernyataan Masing-masing Orang

Grafik di atas menunjukan bahwa pernyataan pihak Pramuka mendominasi terhadap kasus ini. Ada dua
aktor utama yang sangat menonjol, yaitu Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, dengan 9 kali
pernyataan dan Sekretaris Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Tangerang, yang juga
menunjukan 9 kali pernyataan.
Selanjutnya pernyataan netizen muncul sebanyak 6 kali. Selain itu, pernyataan-pernyataan lain muncul dari
berbagai kalangan, baik dari Menteri, DPR RI, KPAI maupun tokoh anak seperti Komnas Anak.
Namun begitu, pernyataan di media online ini sama sekali tidak menyinggung adanya pernyataan dari
‘korban’ anak yang berada di dalam foto tersebut.

4

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Semua pernyataan dari masing-masing aktor dalam kasus ini dikelompokan ke dalam 6 kategori.

Pengkategorian dapat dilihat dalam grafik berikut:

Grafik 2. Frekuensi Pernyataan berdasar Kategori

Grafik di atas menunjukan kategori yang paling banyak muncul adalah ‘menolak pemberian non humanis’.
Keseluruhan ada 18 kali penyebutan. Hal ini menunjukan adanya kepedulian dari banyak pihak terkait pola
hukuman kepada anak. Di mana 100% dari mereka yang menyebut pola penghukuman, tidak sepakat
untuk meberikan hukuman yang tidak humanis kepada anak.
Kategori yang menempati peringkat kedua, dengan 17 kali penyebutan adalah ‘penghukuman makan
beralas tanah’. Dalam kategori ini ada 2 kubu yaitu, kubu yang menyatakan ada penghukuman makan
beralas tanah, berjumlah 3 penyebutan, dan yang lain kubu yang menolak adanya penghukuman tersebut,
berjumlah 14 penyebutan.
Kategori berikutnya yang banyak mendapat respon adalah ‘respon cepat penanganan kasus anak’, 6
penyebutan. Hal ini mengindikasikan bahwa respon para aktor tersebut menunjukan tanda-tanda positif,
karena dari semua yang menyatakan hal itu, sepakat untuk menindak langsung atau menyelesaikan
secepatnya kasus munculnya foto anggota pramuka yang terlihat makan beralas tanah tersebut.
Kategori berikutnya menunjukan adanya 4 pernyataan yang ‘tidak sensitive terhadap korban’.
Kategori selanjutnya ‘penghukuman pelaku’ dan ‘permohonan maaf ke Kwarnas gerakan pramuka’ masingmasing ada 2 kali penyebutan.
Dari semua kategori di atas, berdasarkan pemberitaan di media online, tidak ada satupun yang
menunjukan adanya permohonan maaf ke pihak korban (anak-anak dalam foto). 


5

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Analisis Jejaring Wacana
Berdasarkan pengkategorisasian di atas, kemudian dianalisis menggunakan Analisis Jejaring Wacana
(Discourse Network Analysis). Hasil analisis jejaring wacana dapat dilihat pada skema berikut ini.

Skema 1. Gambar Analisis Wacana

Kepedulian terhadap perlindungan anak
Skema analisis wacana di atas menunjukan bahwa kepedulian terhadap perlindungan anak tinggi. Hal itu
bisa dilihat pada peta penolakan terhadap pemberian hukuman non-humanis di atas. Seluruh pemberitaan
yang mucul, semuanya mengecam adanya penghukuman bagi anggota pramuka yang terlihat makan beralas
tanah tersebut.
Salah satu pernyataan netizen ini contohnya:
Itu nasi didapat dari keringat para petani, orang tua yang banting tulang untuk membelinya, lelah para ibu
memasaknya… jangan jadikan generasi ini menjadi generasi yang rendah martabatnya. Kami para orang tua

dan guru tidak pernah mengajarkan mereka untuk makan dari tanah, jujur sedih banget lihat hal ini, Anak anak
Indonesia bukan binatang yang makan dari makanan yang dihampar di tanah. PUNYA HARGA DIRILAH NAK…
(Factualnews.com, 25 April 2017)

Selain itu, jika mengacu pada salah satu sumber berita online, hanya dalam waktu 5 (lima) jam setelah foto
tersebut diunggah, kecaman netizen mencapai 15.328 komentar dan 41.444 like. Mereka bereaksi dan
mengecam foto bergambar puluhan anggota pramuka yang terlihat sedang menyantap makanan dengan

6

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

beralas tanah. Khususnya, mereka mengecam para pembina yang terlihat mengawasi anak-anak tersebut
dalam foto tersebut.
Tak hanya netizen, kejadian ini juga menyita perhatian tokoh masyarakat sampai dengan pejabat tinggi
negara. Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi salah satunya. Dia tidak setuju dengan kegiatan
makan beralas tanah.
Pembinanya harus latihan lagi. Sejelek-jelek manusia ya harus ada lemeknya, paling nggak dari daun pisang. Saya
menyesali ini, (Sinarjambi, 30 Maret 2017)
Anggota DPR RI tak kalah. Setidaknya ada 4 orang anggota DPR RI yang juga tidak sepakat dengan adanya
hukuman itu. Misalkan saja pernyataan dari Setyo Novanto, Ketua DPR RI dari partai Golkar, terkait
dengan alasan kebersihan dia menyayangkan hal ini terjadi. Kedepan, harapannya harus tidak terjadi lagi.
Ini tidak elok apalagi itu melakukan makan di rumput. Masalah kebersihan menjadi faktor utama dari masalah
ini, dan ada baiknya hal tersebut tidak terulang kembali, (Kumparan, 27 Maret 2017)
Selain itu, Sri Meliyana, Anggota Komisi X DPR RI dari Partai Gerindra juga menyatakan serupa. Dia
beranggapan, banyak cara untuk memberi hukuman yang lebih tepat. Begitu juga dengan Dadang Rusdiana,
yang juga Anggota Komisi X DPR RI dari partai Hanura ini menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan
dalam foto tersebut adalah keliru. Menurutnya, hal seperti itu harus dihilangkan dan diganti dengan polapola yang lebih membangun bagi pendidikan anak.
Hal ini juga langsung mendapat tanggapan dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Susanto. Dia mengatakan bahwa ‘seharunya nilai-nilai dalam Kepramukaan adalah pendidikan karekter. Oleh
karena itu, proses kaderisasi harus senafas dengan nilai-nilai yang berkarakter, bukan sebaliknya’ (Gatra, 27
Maret 2017).
Sementara itu, dalam kepengurusn pramuka sendiri, tindakan ini sama sekali dikecam oleh para pemimpin
mereka. Misalnya saja Adhyaksa Dault, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dengan jelas
menyatakan bahwa penghukuman dengan cara dalam foto itu adalah sebuah pelanggaran. Hal itu juga
dinyatakan oleh para pemimpin pramuka di berbagai cabang. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Zainuri
Agung MM. Pd, Ketua Harian Kwartir Daerah Gerakan Pramukan Lampung, dia meyakini bahwa pelaku
penghukuman tersebut kurang menghayati metode kepramukaan.
Menyambung itu, pengurus pramuka di daerah lain pun menimpali serupa. Misalnya saja Ketua Kwartir
Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Tangerang, H Hidayat, dia juga menyatakan bahwa menolak
penghukuman dengan cara makan beralaskan tanah. Atas kejadian tersebut dia sangat menyayangkan
adanya sanksi diberikan oleh para pembina kepada peserta didik. Begitu juga dengan Suyanto, Kepala Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Nasional (Kapusdiklatnas) Gerakan pramuka, menyatakan bahwa pola makan
merupakan proses beretika dan merupakan pembelajaran adab yang berujung pada kemanusiawian.
Penolakan hukuman seperti dalam foto tersebut juga disuarakan oleh aktivis penggiat hak anak, semisal
Ketua Komnas Anak, Aris Merdeka Sirait. Dia menegaskan bahwa bentuk hukuman tersebut dianggap
tidak layak. Seharusnya pelatihan kemandirian tidak dilakukan dengan cara di luar akal sehat.

7

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Respon Cepat dalam Penanganan Kasus
Pihak pengurus Pramuka mengambil langkah cepat terkait dengan kasus ini. Melalui Ketua Kwartir
Nasional Gerakan Pramukan (Kwarnas Pramuka), Adhyaksa Dault, langsung memberikan ultimatum pada
jajaran di bawahnya untuk segera mengusut kejadian ini. Dia memberikan tenggat waktu 48 jam untuk
memberikan klarifikasi kejadian dalam foto tersebut.
Dorongan penyelesaian kasus juga muncul dari ketua kwartir cabang Pramuka. Misalnya saja Dadang
Sudrajat, Sekretaris Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Tangerang, dia langsung
menginstruksikan kepada Saka Wirakartika Kronjo untuk segera memberikan konfirmasi terhadap kasus
ini. permintaan konfirmasi tersebut setidak-tidaknya dilakukan secara tertulis dan menjelaskan kejadian
yang sebenarnya.
Tekanan untuk penyelesaian kasus dalam institusi Pramuka juga muncul dari Humas Kwartir Daerah
Gerakan Pramuka Banten, Wajid Nuad. Dia menginstruksikan untuk segera melakukan evaluasi terhadap
kejadian ini. Selanjutnya, menyarankan pada Kwarcab Tangerang untuk segera memberikan pembinaan
pada anggota pramuka yang melakukan kasus ini.
Selain dari tubuh institusi Pramuka sendiri, desakan pengusutan kasus dilakukan oleh pihak anggota DPR
RI. Teuku Riefky Harsya, Ketua Komisi X DPR RI dari Demokrat itu meminta Kwarnas Pramuka untuk
segera mencari tahu duduk perkara sebenarnya. Komisi X DPR RI sudah mengaggendakan untuk
melakukan pertemuan, khusus untuk membahas kasus ini.
Kalau tidak salah, dalam waktu satu minggu ke depan kami (Komisi X DPR) akan RDPU (Rapat Dengar
Pendapat Umum) dengan Kwarnas Pramuka.Tentu kami akan mempertanyakan apakah itu tujuannya untuk
mendidik, apakah layak kegiatan seperti itu, atau kekhilafan dari pembina Pramuka saat itu. (rmoljakarta, 30
Maret 2017)

Hasilnya, dalam hitungan jam setelah ultimatum, Sekretaris Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten
Tangerang, Dadang Sudrajat, telah memberikan konfirmasi atas kejadian itu. Selain itu, H Hidayat, Ketua
Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten Tangerang, memberikan pernyataan bahwa mereka telah
memanggil para pelaku dan minta keterangan dari mereka.
Sehari kemudian, diikuti dengan permohonan maaf oleh Pembina Pramuka Kwartir Ranting Kronjo
Gerakan Pramukan Kabupaten Tangerang, Sulaiman. Peryataan maafnya dituangkan melalui video yang
diunggah ke media social. Secara keseluruhan, teks pernyataan maafnya adalah sebagai berikut:
Assalamualaikum WR. WB. Saya Sulaiman sebagai Pamong Saka Wira Kartika Kwartir Ranting Kecamatan Kronjo, Kwartir
Cabang Kabupaten Tangerang Banten menyampaikan permohonan maaf kepada Kak Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
dan seluruh Anggota Pramuka atas kegiatan yang dilaksanakan pada kegiatan proses pembinaan Anggota Saka Wira
Kartika tanggal 17-19 Maret 2017. Kami tidak akan mengulanginya kembali. Salam Pramuka. (Detik, 26 Maret 2017)

Pernyataan dari Sulaiman tersebut juga dikuatkan oleh Dadang Sudrajat, selaku penanggungjawab cabang
Banten.

8

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Permohonan maaf tanpa pengakuan salah
Catatan atas pengakuan Pembina Pramuka, seperti yang dimuat dalam berbagai media, menunjukan bahwa
kejadian dalam foto tersebut tidak benar adanya. Para anggota pramuka yang terlihat makan di atas tanah
itu hanyalah tipuan. Menurut penjelasan para ketua pramuka, anggota pramuka dalam foto tersebut tidak
makan nasi yang disebar di atas tanah. Melainkan hanya digunakan untuk dilihat dan direnungkan saja.
Dalam pernyataan resminya, Adhyaksa Dault, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, menyatakan
bahwa tidak ada bentuk penghukuman memakan nasi beralas tanah. Cerita sebenarnya atas foto tersebut
adalah para anggota dalam foto itu mendapat hukuman karena makan telat dan sisa. Lalu, sebagai bentuk
hukuman, nasi itu ditaruh di atas tanah dan para anggota pramuka tersebut disuruh lihat, pegang, tapi tidak
untuk dimakan. Pernyataan Dault ini kemudian juga diteruskan oleh pejabat Pramuka lainnya.
‘Sudah diklarifikasi jadi itu bukan makan. Itu cuma bentuk hukuman karena mereka telat dan makan tidak
habis.’ (Lensaindonesia, 29 Maret 2017)
‘Mereka tidak makan makanan sisa itu. Hanya disuruh lihat mereka pegang’. (Kompas, 29 Maret 2017)
‘Mereka hanya memegang makanan sisa sebagai bentuk hukuman Itu kan makanan sisa ditaruh di situ. Dilihat
dipegang’. (Tribunnews, 29 Maret 2017)
‘Itu hukuman karena makan telat dan sisa. Ditaruh suruh lihat. Pembina juga sudah minta maaf kata dia’.
(Antaranews, 29 Maret 2017)
Berikut adalah kumpulan pengakuan dari para Pembina dan Penanggungjawab Pramuka:

Tabel 2. Pernyataan Para Pejabat Pramuka Terkait Foto Anggota yang
Terlihat Makan Beralas Tanah

Sumber
berita

Tanggal

Nama

Liputan6

25 Maret
2017

Dadang
Sudrajat

Merdeka

25 Maret
2017

Dadang
Sudrajat

Merdeka

25 Maret
2017

Dadang
Sudrajat

Merdeka

25 Maret
2017

Dadang
Sudrajat

Jabatan dan
Organisasi
Sekretaris
Kwartir
Cabang
Gerakan
Pramuka
Kabupaten
Tangerang
Sekretaris
Kwartir
Cabang
Gerakan
Pramuka
Kabupaten
Tangerang
Sekretaris
Kwartir
Cabang
Gerakan
Pramuka
Kabupaten
Tangerang
Sekretaris
Kwartir
Cabang
Gerakan
Pramuka
Kabupaten
Tangerang;

9

Pernyataan
Hal tersebut dilakukan panitia/Sangga Kerja
untuk tindakan setelah minta petunjuk dari
Pamong Saka yg bertanggung jawab di
lapangan. Semua hanya dilakukan sebagai trik
untuk tidak lagi melakukan kesalahan.
Tidak ada maksud merendahkan nilai-nilai
kepramukaan.Yang jelas melarang apa yang
terlihat dalam postingan gambar. Kami tahu
dan kami mohon maaf atas semua yang
terjadi di lapangan. Yang jelas peserta tidak
makan nasi yang kotor semua sudah diatur
sesuai jadwal.
Kami klarifikasikan bahwa semua itu hanya
trik hukuman yang diberikan kepada peserta
karena pelanggaran disiplin jam Ishoma
(Istirahat Sholat dan Makan) yang tidak
sesuai jadwal.
Nasi yang dilapangan hanyalah sebagian kecil
saja dan tidak semua makan kecuali yg
sudah disiapkan temannya yang lain di tenda.

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Sumber
berita

Tanggal

Nama

Jabatan dan
Organisasi

Bantenhariini

26 Maret
2017

Wajid
Nuad

Humas
Kwartir
Daerah
Gerakan
Pramuka
Banten

pelitabanten

26 Maret
2017

Wajid
Nuad

pelitabanten

26 Maret
2017

Wajid
Nuad

Okezone

27 Maret
2017

Sulaiman

Tangerangpos

27 Maret
2017

Dadang
Sudrajat

Humas
Kwartir
Daerah
Gerakan
Pramuka
Banten
Humas
Kwartir
Daerah
Gerakan
Pramuka
Banten
Pembina
Pramuka
Kwartir
Ranting
Kronjo
Gerakan
Pramukan
Kabupaten
Tangerang;
Sekretaris
Kwartir
Cabang
Gerakan
Pramuka
Kabupaten
Tangerang;

Pernyataan
Saat ada jeda makan siang para anggota
Pramuka diminta untuk makan siang
bersama di luar tenda. Namun ternyata ada
sejumlah anggota yang diam-diam makan di
dalam tenda. Makanan di tenda belum
selesai itu akhirnya dikumpulin sama panitia
Kakak pembina. Digelar di lapangan itu.
Makanan di tenda belum selesai itu akhirnya
dikumpulin sama panitia Kakak pembina.
Digelar di lapangan itu terima kasih.

Menurut teman-teman (Kwarcab) di
Tangerang itu nggak dimakan. Itu semacam
dikasih sanksi waktu makan di waktu
Ishoma itu.
Aksi makan beralaskan tanah itu sebenarnya
tidak terjadi. Makanan yang ada di tanah
adalah makanan sisa karena sebelumnya
peserta sendiri sudah makan.

Lalu terjadi lah hukuman seperti itu.
Sebenarnya itu sebagai bahan evaluasi
kenapa makan masing-masing. Jadi sisa
makanan mereka dijejerin disuruh mikir.
Tapi enggak ada yang makan

Matrik pengelompokan pernyataan tersebut menunjukan bahwa apa yang ada dalam foto tidak benar
adanya. Para punggawa Pramuka itu, secara padu memberikan statemen yang menunjukan bahwa
penghukuman dalam foto yang beredar adalah bagian dari pendidikan. Karena itu dilakukan berdasarkan
proses aksi-reaksi / sebab-akibat. Sebab anggota Pramuka melakukan kesalahan, maka akibatnya mereka
mendapat human. Hanya, memang hukumannya sedikit berlebihan.
Minimnya Sinsitifitas terhadap korban
Analisis wacana di atas juga menunjukan pernyataan para pejabat pramuka yang tidak sensitive terhadap
korban. Dalam kategori itu, pernyataan tersebut muncul sebanyak dua kali. Artinya dua kali disebut oleh 2
aktor.
Yang pertama adalah disebut oleh Dadang Sudrajat, Sekretaris Kwartir Cabang Gerakan Pramuka
Kabupaten Tangerang. Dia mengatakan bahwa jika ada yang keberatan atas hukuman tersebut, seharusnya
aka ada keluhan. Tapi meski hampir seminggu berlu, namun tidak ada satupun yang dilayangkan ke pihak
Pramuka.
Besoknya kan masih ada kegiatan, pembina kasih penjelasan lagi soal kemarin. Makanya mereka biasa saja,
karena itu bagian dari evaluasi. Kalau ada yang keberatan, harusnya ada komplain, tapi sampai seminggu setelah
kegiatan mereka kumpul lagi, biasa-biasa saja (Tribunnews, 27 Maret 2017)

10

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Selanjutnya, yang kedua, mengacu pada pernyataan yang dilayangkan oleh Masduki, Ketua Kwartir Daerah
Gerakan Pramuka Banten, yang mengatakan bahwa asal mula dari kasus ini adalah keisengan salah satu
anggota Pramuka. Keisengan itu adalah dengan mengunggah foto anggota yang terlihat makan beralaskan
tanah ke media sosial. Yang kemudian menimbulkan banyak kecaman. Dia juga menyatakan bahwa hanya
karena satu kejadian ini, maka kegiatan Pramuka yang sudah terlaksana selama ini jadi buruk semua.
foto itu terekspose di media sosial dan kemudian menjadi viral bermula dari keisengan salah satu anggota
pramuka ……Kejadian itu hanya satu, tapi kerelawanan, kreativitas, kedisiplinan, dan hal baik yang dilakukan
tidak direspon masyarakat.. (Radarbanten, 27 Maret 2017)
Tidak Ada Upaya Mendengar Pandangan Anak
Dari semua pemberitaan yang dijadikan bahan rujukan, tidak satupun ditemukan adanya klarifikasi kejadian
dari prespektif anak, yang dakam hal ini harusnya ditempatkan sebagai korban. Selain itu, berbagai
pernyataan dari para pejabat maupun para tokoh yang diuraikan di atas, tidak ada satupun dari mereka
yang melihat bahwa anak-anak tersebut harus dianggap sebagai korban kekerasan. Sehingga dengan tidak
adanya anggapan ini, hampir juga dapat dipastikan bahwa dari semua komentar aktif di atas tidak ada yang
menyinggung tentang hak-hak korban.
Suara dari Keluarga Korban
Informasi yang didapat melalui kontak langsung dengan salah satu keluarga korban dalam foto tersebut
memberikan gambaran kejadian yang sama sekali bertolak belakang. Info yang didapat memberikan
gambaran bahwa kejadian dalam foto tersebut adalah benar adanya. Bahkan, penjelasan dari salah satu
orangtua anak dalam foto tersebut menjelaskan bahwa anak-anak dalam foto tidak melakukan suatu
kesalahan. Semua itu karena tindakan sepihak yang dilakukan oleh Pembina Pramuka. Para anggota
pramuka dipaksa untuk makan makanan yang sengaja ditaruh di atas tanah. Mereka harus
menghabiskannya. Jika ada yang tidak habis, maka akan ada hukuman, yaitu dipaksa minum air dari mulut
pembinanya.
perlu saya tegaskan di situ tidak ada kesalahan dan tidak ada hukuman, itu hidangan makan siang yang sengaja
di taruh di tanah seperti yang ada di poto terus disuruh di makan sampe habis kalau tidak di habiskan dipaksa
suruh minum air dari mulut pembinanya (Dokumentasi Kamuka, 28 Maret 2017).

11

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Devisit Perlindungan Anak Berbasis Hak
Pemberitaan di media online, khususnya terkait dengan kasus foto ‘anggota pramuka terlihat makan
beralas tanah’ dapat memberikan gambaran pada pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia. Setidaktidaknya, respon berbagai pihak yang dimuat dalam media online itu telah menggambarkan sejauh mana
perlindungan anak berjalan.
Reaksi masyarakat, pejabat, tokoh maupun pihak-pihak lain terkait, ketika melihat anak yang dalam situasi
berbahaya sangatlah cepat. Hampir semuanya menyerukan menentang terhadap sebuah hukuman yang
tidak manusiawi.
Selain itu, dorongan masyarakat untuk segera menyelesaikan kasus juga sangat tinggi. Bahkan, hal ini juga
mendapat dukungan dari pihak institusi Pramuka sendiri. Melalui ketua tertinggi di tingkat nasional,
memberikan ultimatum untuk segera klarifikasi pada foto yang beredar.
Jika dikaitkan dengan perlindungan anak, dengan berbasis hak, situasi ini merupakan kondisi yang positif. Di
mana setidaknya, ada kepedulian yang tinggi dari masyarakat dan pihak-pihak terkait, khusunya untuk
membela hak-hak anak. Mereka, secara bersamaan mendorong untuk dilakukan klarifikasi terhadap kasus
dalam foto tersebut. Hal ini tentulah sebuah angin segar dalam penegakan hak-hak anak di Indonesia.
Namun begitu, hal ini belumlah cukup. Jika dilihat dalam jaminan legal terhadap hak-hak korban kekerasan,
ada beberapa unsur yang terabaikan. Tabel berikut ini menunjukan prinsip-prinsip utama dalam
menjalankan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.

Tabel 3. Prinsip-prinsip Umum Hak Anak
Prinsip-prinsip

Pelaksanaan

Non-diskriminasi

1

Kepentingan terbaik bagi anak

0

Hak hidup, bertahan hidup dan tumbuh
kembang

0

Mendengarkan pandangan anak

0

Jika dikaitkan dengan penerapan prinsip-prinsip hak anak, penyelesaian kasus Pramuka terlihat
mencengangkan; di mana dari 4 prinsip yang ada, hanya dilaksanakan satu poin saja, non-diskriminasi. Hal
itu terbukti dari pola penanganan kasus yang berlangsung sangat cepat. Pimpinan Pramuka bereaksi cepat
untuk mencari tahu kasus sebenarnya yang terjadi.
Namun begitu, tiga prinsip lainya sama sekali terlupakan; kepentingan terbaik bagi anak, penghormatan
pada hak tumbuh-kembang dan upaya pelibatan anak dengan mendengar pandangan mereka.
Pengabaian prinsip terbaik bagi anak dapat dibuktikan dalam pernyataan-pernyataan yang tidak sensitif
terhadap korban. Beberapa pimpinan Pramuka, merespon kasus tersebut dengan nada yang seolah-olah
menyalahkan ‘anak-anak’—dengan anggapan bahwa ‘hukuman itu adalah konsekuensi dari kesalahan’. Dari
sini, sangat jelas menunjukan bahwa prespektif terhadap korban belum sensitif sama sekali.
Selain itu, mereka juga sangat menyepelekan adanya hukuman tersebut. Misalnya saja pernyataan dari
Masduki ‘Kejadian itu hanya satu, tapi kerelawanan, kreativitas, kedisiplinan, dan hal baik yang dilakukan tidak
12

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

direspon masyarakat’. Hal ini seolah menyiratkan bahwa kejadian tersebut dianggap sebagai suatu hal yang
bisa ditoleransi, mengingat lembaga Pramuka telah banyak melakukan hal-hal baik sebelumnya.
Penghormatan dan pemenuhan hak tumbuh kembang juga tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak ada
upaya untuk melakukan pertolongan medis pada anak-anak dalam foto tersebut. Malahan, mereka hanya
menunggu para korban melapor ke pihak-pihak tertentu untuk mendapat bantuan penanganan kesehatan.
Hal yang paling disesalkan adalah tidak adanya konfirmasi informasi dari pihak korban. Semua pemberitaan
yang menggaungkan kasus tersebut diwarnai oleh informasi yang berasal dari pihak pelaku. Teriakan dari
pihak keluarga korban berikut, jika dikaji ulang, sangatlah bertentangan dengan informasi yang beredar di
media-media mainstream:

Perlu saya tegaskan. Di situ (kejadian dalam foto itu) tidak ada kesalahan dan tidak ada hukuman. Itu
hidangan makan siang yang sengaja di taruh di tanah seperti yang ada di Foto.Terus disuruh makan
sampe habis. Kalau tidak di habiskan, dipaksa suruh minum air dari mulut pembinanya. (Salah satu
orangtua korban)
Begitu juga dengan suara dari korban. Suara mereka sama sekali senyap.
Lebih jauh, jika dibandingkan antara pola penangan kasus Pramuka dengan hak-hak korban kekerasan
berikut, akan sangat mudah dipahami bahwa pelaksanaan hak dalam penanganan kasus Pramuka tersebut
tak lebih dari ‘manis dibibir’ saja. Dari kesekian hak-hak korban secara umum, hanya satau yang dilakukan
yaitu penanganan kasus secara cepat.

Tabel 4. Jenis Hak-hak Korban Kekerasan
Hak-hak Korban

Pelaksanaan

Penanganan kasus yang cepat

1

Pemulihan Fisik Dan Psikologis

0

Bantuan Hukum

0

Pemulihan Psiko-Sosial

0

Reintegrasi sosial

0

Pendamping

0

Informasi Perkembangan Kasus

0

Layanan Shelter

0

Restitusi

0

Jika ditelaah, penanganan kasus ini keluar dari konteks perlindungan anak. Di mana kasus kekerasan
terhadap anak adalah ranah hukum pidana. Sehingga penyelesaian perkara haruslah melalui proses pidana
yang di dalamnya ada tahapan di tingkat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Sementara, penyelesaian kasus ini hanyalah ditangani oleh organisasi induk dari pelaku kekerasan itu
sendiri, yaitu Pramuka. Jelas-jelas di sini tidak ada sangkut-pautnya sama sekali[]. 


13

ANALISA, 8 Mei 2017

Perkumpulan Kamuka

Lampiran
Sumber berita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Bogor.tribunnews.com
Factualnews.co
Fajarsumatera.co.id
Liputan6.com
Merdeka.com
Solopos.com
Turstkota.com
Bantenhariini.com
Detik.com
Pelitabanten.com
Poskediri.com
Sinarjambi.com
Tangeranghits.com
Bantenhits.com
Gatra.com
Kumparan.com
Okezone.com
Radarbanten.co.id
Batam.tribunnews.com
Tangerangonline.id
Tangerangpos.com
Wartakaltim.co
Antaranews.com
Kompas.com
Lensaindonesia.com
Mediaharapan.com
Tribunnews.com
rmoljakarta.com

14