Contoh Proposal Program Komunikasi Pemba
Contoh
Proposal
Program
Komunikasi
Pembangunan (PKM Pengabdian Masyarakat)
December 21, 2010
a) Judul program
COBA (Communication On Balancing Approaches),
Surabaya.
Solusi
Jitu
Mengatasi
Permasalahan
PKL
Liar
di
b) Latar Belakang Masalah
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) liar di Surabaya memang selalu menjadi polemik yang senantiasa
menjadi permasalahan tahunan. Upaya Pemkot Surabaya untuk mengatasi PKL liar ini seolah-olah selalu
menemui jalan buntu. Upaya yang dilakukan terkesan bersifat sporadis, tidak tuntas dan lebih sering
mengakibatkan terjadinya bentrok antara pihak PKL liar dengan pihak Pemkot. Ketika suatu saat PKL liar
digusur, beberapa waktu kemudian PKL-PKL liar akan tetap tumbuh seperti jamur di tempat semula.
Tindakan yang dilakukan Pemkot dalam menuntaskan PKL liar ini sering bersifat represif. Di mata Pemkot
Surabaya, khususnya aparat penegak hukum, keberadaan sektor informal acapkali dinilai selalu melanggar
hukum dan menjadikan kota tampak kumuh.
Tetapi untuk menata sektor informal dan meregulasi agar PKl liar tidak membuat kota semakin semrawut,
maka yang dibutuhkan adalah sebuah kebijakan komprehensif yang menyentuh akar masalah, dan tidak
sekedar hanya mengembangkan tindakan represif yang sama sekali tidak menyelesaikan persoalan.
Selama ini diakui atau tidak kebijakan yang dikembangkan Pemkot Surabaya dalam menertibkan PKL
cenderung parsial, temporer dan diskriminatif (www.jawapos.co.id). Dikatakan parsial karena kegiatan
penertiban yang dilakukan hanya menyentuh aspek kulitnya saja, yakni sekedar menyingkirkan orang-orang
miskin dari wilayah kota tanpa ada penanganan yang menyentuh akar masalah.
Dikatakan temporer karena cenderung hanya memfokuskan kegiatan penertiban pada jalan-jalan protokol
demi terciptanya pemandangan yang serba tertib dan indah untuk sementara waktu tanpa ada kelanjutan
program yang pasti. Sedangkan dikatakan diskriminatif karena obyek penertiban hanya terfokus pada
kelompok marginal kota, sementara kekuatan komersial yang juga sama-sama melanggar tata tertib kota
seolah-olah tak tersentuh. Kegiatan kota yang semata-mata bersifat represif-punitif niscaya akan
melahirkan perlawanan dan mekanisme kucing-kucingan yang sama sekali tidak menyelesaiakan masalah
hingga akarnya.
Dalam berbagai kebijakan dan operasi penertiban yang dilaksanakan Pemkot Surabaya, ada kesan kuat
bawa keberadaan PKL liar pada umumnya lebih banyak diposisikan sebagai ‘terdakwa’ dan bukan dianggap
sebagai ‘korban’ dari model pembangunan wilayah yang sentralistik yang hanya melahirkan kesenjangan
antar desa-kota yang semakin terpolarisasi.
Oleh karena itulah tim kami bermaksud untuk menawarkan sebuah program solusi untuk membantu
mengatasi permasalahan PKL liar ini. Karena sampai saat ini yang dilakukan pemerintah hanya berupa
tindakan represif dan kurang melihat sisi humanistik, kultur ataupun kelompok sosial mereka.
Padahal sebaiknya upaya penataan PKL liar tidak hanya berkutat pada bentuk-bentuk penindakan atau
penertiban yang sifatnya menekan dan menghukum. Hasil akhir yang muncul jika cara itu terus dilakukan
adalah masalah PKL liar tidak akan terselesaikan tapi malah semakin runyam dan kompleks.
Sebenarnya ada hal menarik yang bisa disoroti dari cara penanganan masalah PKL liar ini yaitu proses
komunikasinya. Segala hal yang dilakukan oleh pihak Pemkot khususnya program-program mereka yang
berkaitan dengan masalah PKL liar ini adalah bentuk komunikasi mereka kepada para PKL liar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Carl I. Hovland yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang
memungkinkan komunikator menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (Deddy
Mulyana, 2004). Disini pihak Pemkot sebagai komunikator dan para PKl liar sebagai komunikan (pihak yang
dituju oleh pesan komunikasi).
Proses komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot bisa pula dikategorikan sebagai komunikasi pemerintahan.
Komunikasi ini bisa sering disebut sebagai komunikasi manajerial yakni tentang bagaimana para manajer
professional di dalam organisasi publik mempergunakan komunikasi secara optimal di dalam proses
manajemen untuk mencapai tujuan bersama (Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2004).
Untuk itulah komunikasi perlu diletakkan dalam proses manajemen organisasi sejak dari perencanaan
hingga pengendalian. Tapi tetap dalam proses komunikasi ini tidak boleh secara parsial (sebagian) namun
diusahakan secara seimbang dan melihat berbagai aspek dari karakteristik obyek komunikan yang ingin
dituju (karakter para PKL liar). Untuk itulah program ini kami susun sebagai upaya untuk memahami
masalah PKL liar secara lebih mendalam.
Program ini kami beri nama COBA (Communication On Balancing Approaches). COBA merupakan program
rangkaian yang tidak hanya terdiri dari satu kegiatan saja. Kami menamakan program ini COBA karena
sesuai dengan kepanjangannya, COBA berarti suatu rangkaian program komunikasi yang menekankan pada
pendekatan yang seimbang. Kami mencoba menggabungkan pendekatan cultural, pendekatan humanistik
dan pendekatan komunikasi terpadu dalam sebuah program yang aplikatif.
Untuk rencana jangka panjangnya, kami berharap program ini bisa menjadi program interaktif yang akan
disiarkan melalui salah satu stasiun televisi sehingga tercipta kesadaran bahwa permasalahan PKL liar bukan
hanya masalah pemkot Surabaya saja namun juga merupakan permasalahan umum yang membutuhkan
partisipasi ide dari masyarakat luas.
c) Rumusan Masalah
Apakah penerapan program COBA (Communication On Balancing Approaches) dapat mengurangi
permasalahan PKL liar di Surabaya terutama dalam upaya mengurangi terjadinya konflik saat penertiban
dilakukan?
d) Tujuan kegiatan
– Menciptakan pola komunikasi yang efektif antara pemkot dan para PKL liar sehingga akan tercipta
hubungan yang harmonis dan sinergis.
– Menciptakan suatu program baru yang lebih efektif dalam upaya mengatasi permasalahan PKL liar.
– Mengurangi terjadinya konflik yang berkepanjangan karena sering terjadi bentrok saat diadakan upaya
penertiban terhadap para PKL liar.
e) Manfaat Kegiatan
– Memperbaiki pola komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya dalam mengatasi
permasalahan PKL liar.
– Mempermudah upaya sosialisasi program Pemkot yang berkaitan dengan kebijakan masalah PKL karena
menggunakan langkah two step flow information ( langsung menuju pada opinion leader kelompok ini ).
– Menurunkan dampak terjadinya gerakan anarkisme dan pembangkangan dari para PKL liar karena melalui
program ini kepentingan mereka akan lebih diperhatikan.
– Sebagai langkah preventif, pembinaan dan pengawasan terhadap para PKL liar secara menyeluruh yang
ada di Surabaya.
– Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya para PKL dalam hal menciptakan ketertiban di kota
Surabaya.
– Mendukung program kota Surabaya Green and Clean.
f) Luaran Program
Luaran program yang dihasilkan adalah terciptanya suatu metode baru yaitu program COBA ini yang efektif
untuk mengurangi terjadinya konflik dalam upaya penertiban para PKL liar di Surabaya.
g) Gambaran Umum Masyarakat Sasaran
Surabaya merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Sudah barang tentu jika kota ini juga
mempunyai permasalahan yang sama peliknya dengan Jakarta termasuk masalah Pedagang Kaki Lima
(PKL).
PKL merupakan sebutan yang diberikan pada mereka yang berjualan di tempat umum misalnya di pinggir
jalan atau di trotoar. Sesuai dengan namanya PKL berkaki lima,3 kaki gerobaknya dan 2 kaki pedagangnya.
Kaum ini (terutama PKL liar) seringkali menjadi sasaran penertiban satuan polisi pamong praja karena
keberadaan mereka dianggap mengganggu ketertiban umum dan menyalahi aturan yang ada.
Program COBA (Comunication On Balancing Approaches), Solusi Jitu Mengatasi Permasalahan PKL Liar di
Surabaya, merupakan program yang ditujukan pada: (1) Para Pedagang Kaki Lima (PKL) Liar di Surabaya,
seperti PKL di Jl. Kangean dan Jl. Irian Barat, (2) Pemerintah Kota Surabaya, khususnya yang
bertanggungjawab dalam mengatasi PKL di Surabaya.
Kami menetapkan sasaran tersebut untuk menjaga keseimbangan dalam program kami, atau dengan kata
lain sasaran program kami tidak hanya untuk salah satu pihak saja, tapi semua yang terlibat dalam kegiatan
penertiban PKL di Surabaya. Selain itu tim kami juga mencoba untuk menggabungkan 3 pendekatan
sekaligus agar tercapai sebuah pendekatan yang seimbang.
h) Metode Pelaksanaan Program
Program ini secara umum berdasar pada Strategic Planning & Program Public Relations, yang bertujuan
untuk mengidentifikasi inti permasalahan, mencari solusi yang tepat, dan mempunyai kontrol serta tindakan
preventif terhadap isu/ masalah.
Untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang tepat, kami membutuhkan riset dan penelitian
yang bertumpu pada metode Jaringan Komunikasi. Jaringan Komunikasi merupakan salah satu metode
penelitian komunikasi secara two step flow, yang menggunakan arah arus informasi dari tiap individu
sebagai unit analisisnya. Jaringan Komunikasi ini kami gunakan untuk mencari Opinion Leader dari para PKL
Liar di Surabaya.
Dengan adanya Opinion Leader, alur informasi akan lebih mudah dan lebih efektif, karena Opinion Leader
merupakan individu yang paling dipercaya oleh masyarakat (dalam hal ini para PKL Liar) untuk
mendapatkan kebutuhan mereka akan informasi, atau dengan kata lain Opinion Leader adalah pusat
informasi yang paling dipercaya.
Setelah menemukan Opinion Leader, kami akan melakukan beberapa pendekatan-pendekatan, seperti
pendekatan secara Cultural/ Budaya, secara Kelompok Sosial (teori Maslow –kepuasan), dan secara
Humanistik, serta sosialisasi-sosialisasi seperti kegiatan Audiensi. Dan semua solusi yang akan kami
hasilkan merupakan sub-sub program yang saling berkaitan.
digunakan adalah strategi disain instruksional, strategi media, dan strategi partisipatory.
Strategi
Komunikasi
Pembangunan yang
Strategi Disain Instruksional ini meliputi Strategic Planning yang merupakan rangkaian program COBA
secara keseluruhan. Environmental Scanning adalah upaya kami untuk menganalisa kondisi masyarakat dan
masalah yang kerap terjadi dalam masyarakat (dalam hal ini PKL Liar). Setelah kami mengidentifikasi
masalah, kami menyusun sub-sub program, yang bertumpu padsa komunikasi tentunya, secara strategis.
Sub-sub program tersebut terbagi dalam tiga hal, yaitu sub program yang berkaitan dengan Media, Crisis/
masalah, dan Community/ komunitas. Sub program tersebut terbagi lagi menjadi tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan solusi. Dalam menjalankan solusi-solusi inilah kami menggunakan pendekatan Budaya
(memperhatikan budaya para PKL Liar), pendekatan Kelompok Sosial (memperhatikan kemauan dan
kebutuhan PKL Liar guna memenuhi kepuasan dan keamanan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup),
dan pendekatan Humanistik (melihat PKL Liar sebagai unsur pendukung ekonomi bukan sebagai suatu
penyakit –penanganan dengan bijak).
Rancangan Kegiatan
Untuk mewujudkan tercapainya hasil, maka rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam Communication
On Balancing Approaches (COBA) ini adalah :
1.
Identifikasi Masalah
Tahap pertama ini adalah mengidentifikasi inti masalah yang terjadi. Manfaat identifikasi ini adalah untuk
mengetahui masalah yang sebenarnya, mengapa sering terjadi konflik ketika dilakukan penertiban.
1.
Mencari Solusi
Solusi dicari dengan menentukan langkah-langkah berikutnya untuk penyelesaian masalah secara efektif
dan tidak berat sebelah.
1.
Penelitian Jaringan Komunikasi
Penelitian Jaringan Komunikasi dalam COBA ini memiliki tujuan utama untuk mencari opinion leader.
Opinion Leader ini bermanfaat untuk menjadi corong informasi yang dipercaya dan sering dijadikan rujukan
informasi oleh komunitasnya masing-masing.
1.
Audiensi dan sosialisasi antara opinion leader yang ditemukan dengan pihak Pemkot
Audiensi adalah pertemuan langsung antara Opinion Leader yang ditemukan dengan pihak-pihak yang
terkait dengan penyelesaian permasalahan PKL liar. Pertemuan ini bersetting informal untuk menghilangkan
gap secara psikologis. Dengan setting informal ini diharapkan sharing dapat berjalan secara efektif.
1.
Evaluasi program (monitoring)
Evaluasi program dilakukan untuk mengawasi proses penertiban PKL liar. Evaluasi ini juga merupakan
proses monitoring. Kami menetapkan indikator keberhasilan dalam proses monitoring ini. Jika eksekusi hasil
dari rangkaian kegiatan sebelumnya tidak menimbulkan konflik maka program COBA ini berhasil begitu
pula sebaliknya.
i) Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Rangkaian program Communication On Balancing Approaches (COBA) ini dilaksanakan selama 3 bulan dari
mulai tahap persiapan hingga evaluasi program, diperkirakan mulai Maret sampai dengan Mei 2007.
Kegiatan akan dilaksanakan di beberapa tempat.
Untuk penelitian Jaringan Komunikasi maka penelitian dilakukan di kawasan-kawasan PKL liar yang telah
ditentukan. Audiensi dilakukan dengan menyewa sebuah ruangan / gedung sederhana untuk ruang
pertemuan. Monitoring dilakukan pada saat penertiban di kawasan-kawasan PKL liar dengan mengevaluasi
proses penertiban apakah seseuai dengan luaran program apa tidak.
2. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan Program COBA ini dilakukan dalam beberapa tahap :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penentuan kawasan PKL liar yang akan diobservasi
Perizinan ke instusi terkait untuk pengadaan penelitian
Penelitian Jaringan Komunikasi dilaksanakan
Opinion leader untuk masing-masing kawasan ditemukan berdasarkan hasil penelitian
Briefing terhadap opinion leader
Audiensi dengan pihak pemkot dan instansi terkait
Monitoring program
3. Instrumen Pelaksanaan
Instrumen yang dibutuhkan pada program COBA ( Communication On Balancing Approaches ) ini adalah :
1.
2.
3.
Instrumen penelitian : form kuesioner, alat tulis
Instrumen audiensi : Ruang pertemuan,satu set computer/ laptop + LCD, screen, pengeras suara,
alat tulis, karpet, kamera digital, modul pembinaan.
Instrumen monitoring : handycam, alat tulis
Proposal
Program
Komunikasi
Pembangunan (PKM Pengabdian Masyarakat)
December 21, 2010
a) Judul program
COBA (Communication On Balancing Approaches),
Surabaya.
Solusi
Jitu
Mengatasi
Permasalahan
PKL
Liar
di
b) Latar Belakang Masalah
Permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) liar di Surabaya memang selalu menjadi polemik yang senantiasa
menjadi permasalahan tahunan. Upaya Pemkot Surabaya untuk mengatasi PKL liar ini seolah-olah selalu
menemui jalan buntu. Upaya yang dilakukan terkesan bersifat sporadis, tidak tuntas dan lebih sering
mengakibatkan terjadinya bentrok antara pihak PKL liar dengan pihak Pemkot. Ketika suatu saat PKL liar
digusur, beberapa waktu kemudian PKL-PKL liar akan tetap tumbuh seperti jamur di tempat semula.
Tindakan yang dilakukan Pemkot dalam menuntaskan PKL liar ini sering bersifat represif. Di mata Pemkot
Surabaya, khususnya aparat penegak hukum, keberadaan sektor informal acapkali dinilai selalu melanggar
hukum dan menjadikan kota tampak kumuh.
Tetapi untuk menata sektor informal dan meregulasi agar PKl liar tidak membuat kota semakin semrawut,
maka yang dibutuhkan adalah sebuah kebijakan komprehensif yang menyentuh akar masalah, dan tidak
sekedar hanya mengembangkan tindakan represif yang sama sekali tidak menyelesaikan persoalan.
Selama ini diakui atau tidak kebijakan yang dikembangkan Pemkot Surabaya dalam menertibkan PKL
cenderung parsial, temporer dan diskriminatif (www.jawapos.co.id). Dikatakan parsial karena kegiatan
penertiban yang dilakukan hanya menyentuh aspek kulitnya saja, yakni sekedar menyingkirkan orang-orang
miskin dari wilayah kota tanpa ada penanganan yang menyentuh akar masalah.
Dikatakan temporer karena cenderung hanya memfokuskan kegiatan penertiban pada jalan-jalan protokol
demi terciptanya pemandangan yang serba tertib dan indah untuk sementara waktu tanpa ada kelanjutan
program yang pasti. Sedangkan dikatakan diskriminatif karena obyek penertiban hanya terfokus pada
kelompok marginal kota, sementara kekuatan komersial yang juga sama-sama melanggar tata tertib kota
seolah-olah tak tersentuh. Kegiatan kota yang semata-mata bersifat represif-punitif niscaya akan
melahirkan perlawanan dan mekanisme kucing-kucingan yang sama sekali tidak menyelesaiakan masalah
hingga akarnya.
Dalam berbagai kebijakan dan operasi penertiban yang dilaksanakan Pemkot Surabaya, ada kesan kuat
bawa keberadaan PKL liar pada umumnya lebih banyak diposisikan sebagai ‘terdakwa’ dan bukan dianggap
sebagai ‘korban’ dari model pembangunan wilayah yang sentralistik yang hanya melahirkan kesenjangan
antar desa-kota yang semakin terpolarisasi.
Oleh karena itulah tim kami bermaksud untuk menawarkan sebuah program solusi untuk membantu
mengatasi permasalahan PKL liar ini. Karena sampai saat ini yang dilakukan pemerintah hanya berupa
tindakan represif dan kurang melihat sisi humanistik, kultur ataupun kelompok sosial mereka.
Padahal sebaiknya upaya penataan PKL liar tidak hanya berkutat pada bentuk-bentuk penindakan atau
penertiban yang sifatnya menekan dan menghukum. Hasil akhir yang muncul jika cara itu terus dilakukan
adalah masalah PKL liar tidak akan terselesaikan tapi malah semakin runyam dan kompleks.
Sebenarnya ada hal menarik yang bisa disoroti dari cara penanganan masalah PKL liar ini yaitu proses
komunikasinya. Segala hal yang dilakukan oleh pihak Pemkot khususnya program-program mereka yang
berkaitan dengan masalah PKL liar ini adalah bentuk komunikasi mereka kepada para PKL liar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Carl I. Hovland yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang
memungkinkan komunikator menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (Deddy
Mulyana, 2004). Disini pihak Pemkot sebagai komunikator dan para PKl liar sebagai komunikan (pihak yang
dituju oleh pesan komunikasi).
Proses komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot bisa pula dikategorikan sebagai komunikasi pemerintahan.
Komunikasi ini bisa sering disebut sebagai komunikasi manajerial yakni tentang bagaimana para manajer
professional di dalam organisasi publik mempergunakan komunikasi secara optimal di dalam proses
manajemen untuk mencapai tujuan bersama (Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2004).
Untuk itulah komunikasi perlu diletakkan dalam proses manajemen organisasi sejak dari perencanaan
hingga pengendalian. Tapi tetap dalam proses komunikasi ini tidak boleh secara parsial (sebagian) namun
diusahakan secara seimbang dan melihat berbagai aspek dari karakteristik obyek komunikan yang ingin
dituju (karakter para PKL liar). Untuk itulah program ini kami susun sebagai upaya untuk memahami
masalah PKL liar secara lebih mendalam.
Program ini kami beri nama COBA (Communication On Balancing Approaches). COBA merupakan program
rangkaian yang tidak hanya terdiri dari satu kegiatan saja. Kami menamakan program ini COBA karena
sesuai dengan kepanjangannya, COBA berarti suatu rangkaian program komunikasi yang menekankan pada
pendekatan yang seimbang. Kami mencoba menggabungkan pendekatan cultural, pendekatan humanistik
dan pendekatan komunikasi terpadu dalam sebuah program yang aplikatif.
Untuk rencana jangka panjangnya, kami berharap program ini bisa menjadi program interaktif yang akan
disiarkan melalui salah satu stasiun televisi sehingga tercipta kesadaran bahwa permasalahan PKL liar bukan
hanya masalah pemkot Surabaya saja namun juga merupakan permasalahan umum yang membutuhkan
partisipasi ide dari masyarakat luas.
c) Rumusan Masalah
Apakah penerapan program COBA (Communication On Balancing Approaches) dapat mengurangi
permasalahan PKL liar di Surabaya terutama dalam upaya mengurangi terjadinya konflik saat penertiban
dilakukan?
d) Tujuan kegiatan
– Menciptakan pola komunikasi yang efektif antara pemkot dan para PKL liar sehingga akan tercipta
hubungan yang harmonis dan sinergis.
– Menciptakan suatu program baru yang lebih efektif dalam upaya mengatasi permasalahan PKL liar.
– Mengurangi terjadinya konflik yang berkepanjangan karena sering terjadi bentrok saat diadakan upaya
penertiban terhadap para PKL liar.
e) Manfaat Kegiatan
– Memperbaiki pola komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya dalam mengatasi
permasalahan PKL liar.
– Mempermudah upaya sosialisasi program Pemkot yang berkaitan dengan kebijakan masalah PKL karena
menggunakan langkah two step flow information ( langsung menuju pada opinion leader kelompok ini ).
– Menurunkan dampak terjadinya gerakan anarkisme dan pembangkangan dari para PKL liar karena melalui
program ini kepentingan mereka akan lebih diperhatikan.
– Sebagai langkah preventif, pembinaan dan pengawasan terhadap para PKL liar secara menyeluruh yang
ada di Surabaya.
– Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya para PKL dalam hal menciptakan ketertiban di kota
Surabaya.
– Mendukung program kota Surabaya Green and Clean.
f) Luaran Program
Luaran program yang dihasilkan adalah terciptanya suatu metode baru yaitu program COBA ini yang efektif
untuk mengurangi terjadinya konflik dalam upaya penertiban para PKL liar di Surabaya.
g) Gambaran Umum Masyarakat Sasaran
Surabaya merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Sudah barang tentu jika kota ini juga
mempunyai permasalahan yang sama peliknya dengan Jakarta termasuk masalah Pedagang Kaki Lima
(PKL).
PKL merupakan sebutan yang diberikan pada mereka yang berjualan di tempat umum misalnya di pinggir
jalan atau di trotoar. Sesuai dengan namanya PKL berkaki lima,3 kaki gerobaknya dan 2 kaki pedagangnya.
Kaum ini (terutama PKL liar) seringkali menjadi sasaran penertiban satuan polisi pamong praja karena
keberadaan mereka dianggap mengganggu ketertiban umum dan menyalahi aturan yang ada.
Program COBA (Comunication On Balancing Approaches), Solusi Jitu Mengatasi Permasalahan PKL Liar di
Surabaya, merupakan program yang ditujukan pada: (1) Para Pedagang Kaki Lima (PKL) Liar di Surabaya,
seperti PKL di Jl. Kangean dan Jl. Irian Barat, (2) Pemerintah Kota Surabaya, khususnya yang
bertanggungjawab dalam mengatasi PKL di Surabaya.
Kami menetapkan sasaran tersebut untuk menjaga keseimbangan dalam program kami, atau dengan kata
lain sasaran program kami tidak hanya untuk salah satu pihak saja, tapi semua yang terlibat dalam kegiatan
penertiban PKL di Surabaya. Selain itu tim kami juga mencoba untuk menggabungkan 3 pendekatan
sekaligus agar tercapai sebuah pendekatan yang seimbang.
h) Metode Pelaksanaan Program
Program ini secara umum berdasar pada Strategic Planning & Program Public Relations, yang bertujuan
untuk mengidentifikasi inti permasalahan, mencari solusi yang tepat, dan mempunyai kontrol serta tindakan
preventif terhadap isu/ masalah.
Untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang tepat, kami membutuhkan riset dan penelitian
yang bertumpu pada metode Jaringan Komunikasi. Jaringan Komunikasi merupakan salah satu metode
penelitian komunikasi secara two step flow, yang menggunakan arah arus informasi dari tiap individu
sebagai unit analisisnya. Jaringan Komunikasi ini kami gunakan untuk mencari Opinion Leader dari para PKL
Liar di Surabaya.
Dengan adanya Opinion Leader, alur informasi akan lebih mudah dan lebih efektif, karena Opinion Leader
merupakan individu yang paling dipercaya oleh masyarakat (dalam hal ini para PKL Liar) untuk
mendapatkan kebutuhan mereka akan informasi, atau dengan kata lain Opinion Leader adalah pusat
informasi yang paling dipercaya.
Setelah menemukan Opinion Leader, kami akan melakukan beberapa pendekatan-pendekatan, seperti
pendekatan secara Cultural/ Budaya, secara Kelompok Sosial (teori Maslow –kepuasan), dan secara
Humanistik, serta sosialisasi-sosialisasi seperti kegiatan Audiensi. Dan semua solusi yang akan kami
hasilkan merupakan sub-sub program yang saling berkaitan.
digunakan adalah strategi disain instruksional, strategi media, dan strategi partisipatory.
Strategi
Komunikasi
Pembangunan yang
Strategi Disain Instruksional ini meliputi Strategic Planning yang merupakan rangkaian program COBA
secara keseluruhan. Environmental Scanning adalah upaya kami untuk menganalisa kondisi masyarakat dan
masalah yang kerap terjadi dalam masyarakat (dalam hal ini PKL Liar). Setelah kami mengidentifikasi
masalah, kami menyusun sub-sub program, yang bertumpu padsa komunikasi tentunya, secara strategis.
Sub-sub program tersebut terbagi dalam tiga hal, yaitu sub program yang berkaitan dengan Media, Crisis/
masalah, dan Community/ komunitas. Sub program tersebut terbagi lagi menjadi tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan solusi. Dalam menjalankan solusi-solusi inilah kami menggunakan pendekatan Budaya
(memperhatikan budaya para PKL Liar), pendekatan Kelompok Sosial (memperhatikan kemauan dan
kebutuhan PKL Liar guna memenuhi kepuasan dan keamanan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup),
dan pendekatan Humanistik (melihat PKL Liar sebagai unsur pendukung ekonomi bukan sebagai suatu
penyakit –penanganan dengan bijak).
Rancangan Kegiatan
Untuk mewujudkan tercapainya hasil, maka rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam Communication
On Balancing Approaches (COBA) ini adalah :
1.
Identifikasi Masalah
Tahap pertama ini adalah mengidentifikasi inti masalah yang terjadi. Manfaat identifikasi ini adalah untuk
mengetahui masalah yang sebenarnya, mengapa sering terjadi konflik ketika dilakukan penertiban.
1.
Mencari Solusi
Solusi dicari dengan menentukan langkah-langkah berikutnya untuk penyelesaian masalah secara efektif
dan tidak berat sebelah.
1.
Penelitian Jaringan Komunikasi
Penelitian Jaringan Komunikasi dalam COBA ini memiliki tujuan utama untuk mencari opinion leader.
Opinion Leader ini bermanfaat untuk menjadi corong informasi yang dipercaya dan sering dijadikan rujukan
informasi oleh komunitasnya masing-masing.
1.
Audiensi dan sosialisasi antara opinion leader yang ditemukan dengan pihak Pemkot
Audiensi adalah pertemuan langsung antara Opinion Leader yang ditemukan dengan pihak-pihak yang
terkait dengan penyelesaian permasalahan PKL liar. Pertemuan ini bersetting informal untuk menghilangkan
gap secara psikologis. Dengan setting informal ini diharapkan sharing dapat berjalan secara efektif.
1.
Evaluasi program (monitoring)
Evaluasi program dilakukan untuk mengawasi proses penertiban PKL liar. Evaluasi ini juga merupakan
proses monitoring. Kami menetapkan indikator keberhasilan dalam proses monitoring ini. Jika eksekusi hasil
dari rangkaian kegiatan sebelumnya tidak menimbulkan konflik maka program COBA ini berhasil begitu
pula sebaliknya.
i) Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Rangkaian program Communication On Balancing Approaches (COBA) ini dilaksanakan selama 3 bulan dari
mulai tahap persiapan hingga evaluasi program, diperkirakan mulai Maret sampai dengan Mei 2007.
Kegiatan akan dilaksanakan di beberapa tempat.
Untuk penelitian Jaringan Komunikasi maka penelitian dilakukan di kawasan-kawasan PKL liar yang telah
ditentukan. Audiensi dilakukan dengan menyewa sebuah ruangan / gedung sederhana untuk ruang
pertemuan. Monitoring dilakukan pada saat penertiban di kawasan-kawasan PKL liar dengan mengevaluasi
proses penertiban apakah seseuai dengan luaran program apa tidak.
2. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan Program COBA ini dilakukan dalam beberapa tahap :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penentuan kawasan PKL liar yang akan diobservasi
Perizinan ke instusi terkait untuk pengadaan penelitian
Penelitian Jaringan Komunikasi dilaksanakan
Opinion leader untuk masing-masing kawasan ditemukan berdasarkan hasil penelitian
Briefing terhadap opinion leader
Audiensi dengan pihak pemkot dan instansi terkait
Monitoring program
3. Instrumen Pelaksanaan
Instrumen yang dibutuhkan pada program COBA ( Communication On Balancing Approaches ) ini adalah :
1.
2.
3.
Instrumen penelitian : form kuesioner, alat tulis
Instrumen audiensi : Ruang pertemuan,satu set computer/ laptop + LCD, screen, pengeras suara,
alat tulis, karpet, kamera digital, modul pembinaan.
Instrumen monitoring : handycam, alat tulis