BERBAKTI KEPADA ORANG TUA dalam

BERBAKTI KEPADA
ORANG TUA

KELOMPOK: KEIFAN, AGUN,
NETTA, RAYSHA
KELAS: X-IPS

‫ضوضقضضى ضرببضك أ ض ب ضلا تضععبببدوا إإ ب ضلا إإ بضيابه ضوإبال عضوالإضدي عإن إإعحضساننا إإ بضما‬
‫ي ضبعل بضغ بضن إعن عضدضك ال عإكبضضر أ ضضحبدبهضما أ ضعو إكضلابهضما ضفضلا تضبقعل ل ضبهضما‬
‫( ضواعخإفعض‬23) ‫ف ضوضلا تضن عضهعربهضما ضوبقعل ل ضبهضما ضقعونلا ك ضإرينما‬
‫أب ب ف‬
‫ب اعرضحعمبهضما‬
‫ل ضبهضما ضجضناضح ال بذ ب إل إمضن ال بضرعحضمإة ضوبقعل ضر إ ب‬
‫عل ضبم إبضما إفي‬
‫( ضرببك بعم أ ض ع‬24) ‫ك ضضما ضرببضضياإني ضصإغينرا‬
‫ن ببفوإسك بعم إإعن تض ب‬
‫كوبنوا ضصالإإحيضن ضفإإن ب ضبه ضكاضن لإل عأ ض ب ضواإبيضن‬
25) ‫غبفونرا‬
‫) ض‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik

pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,
‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’ Tuhanmu
lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu
orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertobat.” (QS Al-Isra’
[17]: 23-25)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia…”
Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat
keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan birrul walidain
(bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai
pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan

sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambarangambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah

emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orangorang yang masih hidup; mengarahkan perhatian mereka
yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada
generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan
mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah
orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi
yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya
dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah
dan ibu mereka.
Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk
mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal,
termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap
setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak
burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor
hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak
menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian
dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah

jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian,
keduanya tetap merasa bahagia!
Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua,
dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri
dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini,
orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada
anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah
anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap
generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga
kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua
orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung
arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk
menyembah Allah.
Setelah itu konteks surat menuangi seluruh suasana dengan
keteduhan; dan menggugan emosi dengan kenangankenangan masa kecil, rasa cinta, belas kasih dan kelembutan.
“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu..”
Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia
lanjut juga memiliki insprasinya sendiri. Kata ‫ عندك‬yang


artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari
perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan
lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak
mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatantingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak
boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan
dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan
penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan
yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan
hormat dan memuliakan.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut dan
melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam.
Itulah kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah
ia adalah sikap merendah, tidak mengangkat pandangan dan
tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu
punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian
dan kepasrahan. “Dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah

mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil.’”
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa
kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan
keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak;
lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah
tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena
rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih
menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas keduanya
atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang
tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan
sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong
ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada
Nabi SAW, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi
SAW menjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas
kesakitan saat melahirkan.”
Oleh karena emosi dan gerak dalam konteks ini terhubung
dengan akidah, maka Al-Qur’an mengulangnya dengan


mengembalikan semua urusan kepada Allah yang mengetahui
niat, dan mengetahui apa yang ada di balik ucapan dan
perbuatan.
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika
kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertobat.” (25)
Nash ini hadir sebelum melanjutkan bahasan tentang taklif,
kewajiban dan adab selanjutnya. Ia hadir untuk
mengambalikan setiap ucapan dan perbuatan kepada Allah;
untuk membuka pintu taubat dan rahmat bagi orang yang
berbuat keliru atau teledor, kemudian kembali dan mengoreksi
kekeliruan dan keteledoran tersebut.
Selama hati baik, maka pintu ampunan tetap terbuka. Orangorang awwab adalah mereka yang setiap kali berbuat keliru
maka mereka kembali kepada Tuhan mereka sambil meminta
ampun.