Analisis Komposisi Asam Lemak Dalam Air Susu Ibu Secara Kromatografi Gas

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu

  Air susu ibu (ASI) sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya. Selain komposisinya yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang bisa berubah sesuai dengan kebutuhan pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI juga mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak dan perkembangan jiwa anak tersebut (Lubis, 2003).

  Berdasarkan dari keterangan di atas bahwa ASI merupakan komponen yang esensial bagi kelangsungan hidup anak dan tumbuh kembang anak.

  Pemberian ASI ekslusif (exclusive breast feeding), yaitu hanya pemberian ASI saja sangat penting untuk sedikitnya 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, yang kemudian diikuti dengan pemberian makanan tambahan, dan ASI selanjutnya masih dapat diteruskan sampai usia anak 2 tabun (Lubis, 2003).

  Menurut stadium laktasi, ASI dapat dikelompokkan yaitu : i) Kolostrum Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae, dari hari pertama sampai hari ketiga dan sangat penting diberikan kepada bayi untuk membangun sistem pertahanan tubuh. Jika dibandingkan dengan susu matur (matang), kolostrum lebih banyak mengandung protein, kolesterol, lesitin, vitamin yang larut lemak, antibodi, mineral terutama: natrium, kalium dan klorida, sedangkan kandungan karbohidrat, lemak dan total energi kolostrum ini sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada hari-hari pertama kehidupannya (Soetjiningsih, 1997). ii) Air Susu Peralihan

  Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur, disekresi dari hari keempat sampai hari kesepuluh. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat, lemak dan volume ASI semakin meningkat dibanding kolostrum (Soetjiningsih, 1997). iii) Air Susu Matur (Matang)

  Merupakan ASI yang disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, komposisi relatif konstan mulai minggu ketiga sampai minggu kelima, cairan berwarna putih kekuningan. Pada Ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur enam bulan (Soetjiningsih, 1997).

2.1.1 Komposisi ASI

  ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat imunitas, dan sel darah putih (Roesli, 2000). ASI mengandung zat imunitas yang sudah lengkap diantaranya yaitu : zat antibodi (IgA, IgG, IgM), faktor laktobasilus bifidus, laktoferin, laktoperoksidase, lisozim, makrofag, neutrofil, limfosit, dan lipid (asam lemak bebas). Asam lemak jenuh rantai sedang memegang peran penting dalam menjaga kesehatan bayi dan membantu menghindari berbagai penyakit sehingga asam lemak ini perlu ditingkatkan pada ASI agar semakin meningkatkan kekebalan tubuh bayi (Suradi, 2001; Nandi, et al., 2005).

  Zat-zat Gizi ASI Energi (K Cal)

  70 Protein (g) 0,9 1 : 1,5

  • Kasein/whey

  187

  • Kasein (mg)

  161

  • Laktamil bumil (mg)

  167

  • Laktoferin (mg)

  142

  • Ig A (mg)

  7,3 Laktosa (g)

  4,2 Lemak (g)

  Vitamin (mg)

  75

  • Vit A

  14

  • Vit B1

  40

  • Vit B2

  12-15

  • Vit B6

  5

  • Vit C 0,04
  • Vit D 1,5
  • Vit K 0,1
  • Asam Folat

  Mineral (mg)

  35

  • Kalsium 100
  • Zat besi

  15

  • Fosfor

  4

  • Magnesium

  15

  • Sodium

  14

  • Sulfur

  57

  • Potassium (Sumber : Siregar, M.A., 2004)

  ASI mengandung sekitar 88% air yang berguna untuk melarutkan zat-zat yang ada didalamnya, 1,10% protein yang sesuai untuk pertumbuhan dan kondisi ginjal bayi dan 3,50% - 4,50% lemak. Walaupun kuantitas protein ASI rendah dibanding susu sapi, namun kualitasnya lebih baik. Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi, namun mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI terlebih dahulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat di dalam ASI. ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup dan seimbang. Komposisi vitamin A dan C di dalam ASI cukup tinggi, vitamin K dan E dalam jumlah yang cukup, dan vitamin D dalam jumlah yang sedikit, sehingga bayi yang prematur atau bayi yang kurang mendapatkan sinar matahari, dianjurkan untuk diberi suplementasi vitamin D (Soetjiningsih, 1997).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi ASI

  Berbagai faktor mempengaruhi komposisi asam lemak di dalam ASI diantaranya dipengaruhi oleh diet makan ibu. Salah satu asam lemak yang memberikan manfaat bagi bayi adalah asam lemak jenuh rantai sedang. Untuk itu penting bagi ibu untuk memasukkan asam lemak jenuh rantai sedang diantaranya asam kaprilat, kaprat dan laurat yang banyak terdapat di dalam VCO dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan tubuh dan bayi (Haug, et al., 2007).

  Selain itu, masa laktasi juga mempengaruhi komposisi asam lemak. Menurut Wu, et al (2010) melaporkan bahwa jumlah asam lemak bervariasi selama masa laktasi. Asam lemak jenuh yaitu asam kaprat, laurat dan palmitat mengalami peningkatan jumlah kandungan dengan meningkatnya masa laktasi. Komposisi asam lemak pada ASI sangat dipengaruhi oleh diet makan ibu. Kandungan asam lemak yang berbeda pada dua populasi ibu-ibu menyusui di wilayah Israel menunjukkan bahwa asam lemak tersebut merupakan hasil dari diet makan ibu itu tersebut (Silberstein, et al., 2013).

  Faktor psikologis, fisiologis, sosiologis dan tingkat konsumsi zat gizi dapat mempengaruhi sintesis, sekresi dan komposisi ASI. Supaya ASI yang baik (keeratan hubungan emosional) antara ibu dengan bayinya.

  Faktor psikologis diantaranya, ibu dengan perasaan resah, gelisah dan emosi yang labil sering menemui kesukaran dalam menyusui, syok karena berita buruk secara psikologis juga dapat menyebabkan ASI berhenti secara cepat. Faktor fisiologis yang mempengaruhi volume ASI mencakup kapasitas ibu untuk mensekresi ASI dan kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI (frekuensi, durasi menyusui, berat badan lahir bayi dan kekuatan isapan bayi). Volume ASI yang disekresikan bervariasi terhadap periode laktasi. Volume ASI cenderung meningkat pada minggu kedua dan ketiga, kemudian berkurang kembali pada minggu keempat. Kapasitas ibu untuk menghasilkan ASI dan kemampuannya untuk mensekresikan sangat bergantung pada anatomi kelenjar mammae, faktor hormonal dan makanan ibu. Faktor sosiologis mempengaruhi kuantitas ASI melalui mekanisme psikologis dan fisiologis, misalnya pendapat umum bahwa menyusui adalah hal yang tidak disukai menyebabkan ibu tidak nyaman untuk menyusui bayinya sehingga menyebabkan penghambatan sekresi ASI. Dalam masyarakat dimana ibu harus bekerja jauh dari rumah, menyebabkan kesempatan menyusui berkurang dan bayi diberikan pengganti ASI juga akan mempengaruhi kuantitas ASI yang dikonsumsi bayi (Soetjinigsih, 1997; Siregar, M.A., 2004 ).

2.1.3 Manfaat ASI

  ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna, memiliki komposisi zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan pencernaan bayi. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 4 - 6 bulan pertama, tidak mengandung beta- yang diperlukan untuk pertumbuhan otak sehingga bayi eksklusif berpotensi lebih pandai, meningkatkan daya penglihatan dan kepandaian bicara, dan menunjang perkembangan motorik, kepribadian, kecerdasan emosional, spiritual, dan hubungan sosial yang baik (Roesli, 2000).

  Pemberian ASI juga memberikan manfaat bagi ibu yaitu : terjalin hubungan psikologis dan emosional secara alamiah antara ibu dan anak, mempercepat pengembalian uterus ke kondisi awal dan penyembuhan paska melahirkan, menghindari kemungkinan menderita kanker payudara pada masa mendatang dan dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan kedepan (membantu program keluarga berencana, KB) (Siregar, M.A., 2004; Soetjiningsih, 1997).

2.1.4 Penyimpanan ASI

  ASI yang diperah atau dipompa haruslah disimpan secara benar untuk memaksimalkan kandungan nutrisi dan kualitas yang terkandung di dalamnya.

  Pengetahuan tentang peyimpanan ASI sangat diperlukan untuk menjamin kualitas ASI tetap baik. Komponen utama ASI adalah zat gizi makro seperti laktosa, protein dan lemak. Komponen tersebut memiliki kuantitas yang banyak di dalam ASI dibanding kandungan gizi lainnya, maka perlu diketahui sejauh mana stabilitas zat gizi makro ASI bertahan selama penyimpanan. Data mengenai tempat penyimpanan, temperatur dan anjuran masa penyimpanan maksimal ASI dapat dilihat pada tabel 2.2. maksimal ASI

  Tempat Temperatur Anjuran masa penyimpanan maksinal penyimpanan o 3-4 jam

  • Suhu ruang 16-29 C 6-8 jam dapat diterima pada kondisi yang
  • terjaga o 72 jam optimal
  • Pendingin ≤ 4 C 5-8 hari dapat diterima pada kondisi yang
  • terjaga o 6 bulan
  • Freezer < -4 C
  • terjaga

  12 bulan dapat diterima pada kondisi yang

  (The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee, 2010) Menurut Lawrence (1999) bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada komposisi ASI dengan perbedaan temperatur, namun terdapat beberapa perubahan pada ASI selama masa penyimpanan. Lamanya waktu penyimpanan pada ASI dapat menurunkan pH, jumlah sel darah putih dan peningkatan jumlah asam lemak bebas. Komposisi lemak, vitamin, enzim-enzim, pH dan pertumbuhan bakteri tidak terjadi perubahan pada ASI yang disimpan dan dijaga pada suhu

  o

  • 80 C.

2.2 Asam Lemak

  Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

  Asam lemak digolongkan menjadi tiga yaitu berdasarkan panjang rantai karbon yaitu: asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids, SCFA) mempunyai atom karbon 2 sampai 6, asam lemak rantai sedang (medium chain panjang (long chain fatty acids, LCFA) mempunyai atom karbon 14 sampai 24 (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

  Berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemak dibagi atas asam lemak jenuh (saturated fatty acid, SFA) karena rantai hidrokarbonnya tidak mempunyai ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid, MUFA) rantai hidrokarbonnya mempunyai satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak (poly unsaturated fatty acid, PUFA) rantai hidrokarbonnya mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

  Berdasarkan bentuk isomer geometrisnya asam lemak dibagi atas asam lemak tak jenuh cis dan trans. Pada isomer geometris, rantai karbon melengkung ke arah tertentu pada setiap ikatan. Bagian rantai karbon yang saling mendekat disebut isomer cis (berarti berdampingan) dan apabila saling menjauh disebut trans (berarti berseberangan). Asam lemak alami biasanya dalam bentuk cis. Isomer trans biasanya terbentuk selama reaksi kimia seperti hidrogenasi atau oksidasi (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

2.2.1 Asam Lemak Rantai Sedang

  ASI mengandung asam lemak jenuh yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Kandungan asam lemak jenuh memberikan manfaat besar terhadap kesehatan bayi diantaranya asam lemak jenuh rantai sedang disintesis oleh kelenjar mammae melalui sirkulasi yang panjang (Aleksandra, et al., 2009).

  Asam lemak rantai sedang di dalam ASI lebih mudah dicerna dan diserap walaupun sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid, MCFA) menyediakan sumber energi yang efisien diabsorbsi didalam saluran cerna dan dimetabolisme dengan cepat menjadi glukosa tetapi dengan dua kali energi karbohidrat. Menurut Borum, kandungan MCFA pada formula bayi mencapai 40% - 50% dari jumlah total asam lemak. Oleh karena itu, bahan pangan yang banyak mengandung MCFA seperti minyak kelapa (VCO dan PKO) sering ditambahkan untuk meningkatkan kandungan MCFA pada formula bayi. Persyaratan khusus untuk bayi telah mempromosikan penggunaan MCFA sebagai sumber energi dalam formula bayi. Modifikasi diet MCFA seperti emulsi MCFA digunakan untuk meningkatkan dan mengoptimasi produk yang cocok dibutuhkan oleh bayi (Man dan Manaf, 2006).

  Selain pada formula bayi, pemberian VCO pada ibu menyusui juga memiliki banyak manfaat yaitu dapat meningkatkan kandungan asam lemak rantai sedang ASI, meningkatkan volume sekresi ASI dan juga memacu pertumbuhan antropometri bayi (Astuti, 2015).

  Di dalam tubuh, asam laurat yang merupakan komponen utama VCO sebagian akan diubah menjadi senyawa monogliserida yang disebut monolaurin.

  Senyawa ini merupakan bahan dalam sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita dapat dengan mudah mengahancurkan bakteri penyebab penyakit itu dengan bantuan monolaurin tersebut. Akan tetapi produksi monolaurin ini hanya dimungkinkan apabila mengkonsumsi asam laurat, misalnya dari minyak kelapa.

  Hal ini dikarenakan tubuh kita tidak dapat memproduksi atau mensintesis asam laurat (Darmoyuwono, 2006).

  Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui jumlah asam lemak di dalam ASI menggunakan metode kromatografi gas. Menurut Harzer, et al (1983) menganalisis asam lemak pada ASI dapat dilakukan menggunakan alat kromatografi gas dengan metilasi asam lemak oleh BF

  3 -metanol. Kesuksesan

  pemisahan komposisi asam lemak dalam bentuk (Fatty Acid Methyl Ester, FAME) dengan kromatografi gas bergantung pada kondisi percobaan dari metode yang digunakan.

  Menurut American Oil Chemists’ Society (AOCS) (1997) bahwa kebanyakan metode kromatografi gas untuk mendeteksi asam lemak menggunakan kolom kapiler. Kolom yang digunakan bisa pendek (50-60 m) atau panjang (100-120 m) dengan fase diam berupa senyawa yang kepolarannya tinggi.

  Selain itu, detektor yang dapat digunakan yaitu detektor ion nyala (Flame

  

Ionization Detector , FID) dengan suhu pengoperasian 250 °C. Gas pembawa

  yang dapat digunakan yaitu helium, nitrogen, atau hidrogen. Metode boron triflorida merupakan metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan FAME dari trigliserol minyak atau lemak (Karo-karo, 2012).

  Metil ester asam lemak dari ASI dibuat dengan mereaksikan sampel dengan natrium hidroksida yang akan membentuk garam natrium asam lemak, reaksi akan terus berlangsung sampai seluruh asam lemak lepas dari lemak. Kemudian, kedalam garam natrium asam lemak ditambahkan boron trifluorida dalam metanol, maka akan terbentuk FAME. Pembuatan FAME menggunakan natrium hidroksida berguna untuk membentuk metoksida yang bersifat basa kuat, sehingga pembentukan FAME menjadi lebih baik. Boron triflourida adalah asam pembentukan metanoat lebih cepat dan sempurna. Natrium klorida jenuh berguna untuk memisahkan koloid berwarna putih yang tersebar di dalam larutan akibat dari komponen asam lemak yang tidak tersabunkan (Haryati, 1999; Solomon, 1994).

  Penentuan asam lemak yang terdapat dalam ASI ditentukan dengan preparasi ASI menjadi bentuk metil ester asam lemak. Analisis metil ester asam lemak adalah berdasarkan waktu tambat metil ester asam lemak yang tertahan dalam kolom. Waktu tambat metil ester asam lemak kromatogram standar dan sampel relatif sama, sehingga detektor dapat menganalisis puncak-puncak asam lemak pada sampel. Metil ester asam lemak jenuh yang lebih pendek dan asam lemak tak jenuh trans akan lebih mudah menguap dibandingkan metil ester asam jenuh yang lebih panjang dan asam lemak tak jenuh cis lalu masuk ke detektor untuk dideteksi tinggi puncak asam lemaknya (Karo-karo, 2012).

2.4 Kromatografi Gas

2.4.1 Teori Dasar

  Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas dan kromatografi cair (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Sampel yang mudah menguap (dan stabil dengan suatu kecepatan yang tergantung rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya dan afinitasnya terhadap fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Pada kromatografi gas fase diam selalu ditempatkan di dalam sebuah kolom. Fase diam dapat berupa suatu padatan ataupun cairan. Cara penyerapan komponen pada Kromatografi Gas-Padat merupakan proses adsorpsi pada permukaan, sedangkan Kromatografi Gas-Cair prosesnya secara partisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi dari komponen yang kita analisis dengan waktu retensi zat baku pembanding (standar) pada kondisi analisis yang sama. Untuk analisis kuantitatif dilakukan dengan cara perhitungan relatif dari tinggi atau luas puncak kromatogram komponen yang dianalisis terhadap zat baku pembanding (standar) yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Menurut McNair dan Miller (1998) bahwa keuntungan dari penggunaan alat kromatografi gas yaitu : a.

  Proses analisisnya cepat, biasanya dalam hitungan menit.

  b.

  Efisiensi, resolusinya tinggi.

  c.

  Sensitif, dapat mendeteksi ppm (part per million) bahkan ppb (part per billion).

  d.

  Analisis kuantitatif dengan akurasi yang tinggi.

  Memerlukan sampel dalam jumlah kecil, umumnya dalam µl.

  f.

  Handal dan relatif sederhana.

  g.

  Tidak mahal Menurut McNair dan Miller (1998) bahwa kerugian dari kromatografi gas yaitu : a.

  Terbatas pada sampel-sampel yang mudah menguap.

  b.

  Tidak sesuai untuk sampel yang termolabil.

  c.

  Cukup sulit untuk preparasi sampel yang termolabil.

  Untuk pemisahan bahan-bahan yang mudah menguap, kromatografi gas merupakan metode terpilih karena kecepatannya, resolusinya yang tinggi dan mudah digunakan (McNair dan Miller, 1998).

2.4.2 Instrumentasi

  Tabung silinder gas pembawa (carrier gas).

  b.

  Menurut Gandjar dan Rohman (2007) perlengkapan dasar suatu alat kromatografi gas terdiri atas: a.

  c.

  Tempat injeksi sampel ( injection port).

  d.

  Kolom.

  e.

  Detektor.

  f.

  Amplifier.

  g.

  Pencatat/perekam (recorder).

  h.

  Oven dengan termostat untuk tempat injeksi (gerbang suntik), kolom dan detektor.

  Pengatur aliran (flow rate) dan pengukur tekanan (pressure regulator).

  2.1 dengan komponen utama adalah kontrol dan penyedia gas pembawa; ruang suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder); serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat komputer.

  (Sumber : Gandjar dan Rohman, 2007)

Gambar 2.1 Diagram blok sistem KG secara umum

2.4.3 Sistem Kromatografi

2.4.3.1 Gas Pembawa (Carrier Gas)

  Tangki gas bertekanan tinggi berlaku sebagai sumber gas pembawa. Suatu pengatur tekanan digunakan untuk menjamin tekanan yang seragam pada kolom sehingga diperoleh laju aliran gas yang tetap. Gas yang biasa dipakai adalah hidrogen, argon, helium, dan nitrogen. Gas pembawa harus memiliki sifat : inert, untuk mencegah interaksi dengan cuplikan atau pelarut; koefisien difusi sampel pada gas tersebut; murni dan mudah didapat, murah; serta cocok untuk detektor yang digunakan (McNair dam Miller, 1998).

  Kolom dapat terbuat dari logam (tembaga, baja tahan karat, atau aluminium) atau gelas yang berbentuk lurus, U, atau spiral. Kolom pada kromatografi gas dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kolom kemas (packed column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas yang tersebar pada permukaan penyangga (support) yang inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar, panjang antara 1-10 meter dengan diameter dalam tabung yang relatif besar, panjangnya dapat mencapai 10-50 meter dengan diameter yaitu 0,2-1,2 mm. Fase diam pada kolom kapiler dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga yang inert yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Berdasarkan mekanisme pembuatannya kolom kapiler dibagi menjadi tiga jenis yaitu : a.

  Kolom WCOT (Wall Coated Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang fase diamnya terikat pada permukaan bagian dalam kolom kapiler.

  b.

  Kolom SCOT (Support Coated Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang cairan fase diamnya masih ditambah partikel pendukung padat seperti tanah diatom.

  c.

  Kolom FSOT (Fused Silica Open Tube) adalah jenis kolom kapiler yang fase diamnya terikat secara kimia dengan permukaan bagian dalam kolom kapiler sedangkan bagian luar dilapisi resin polimida (McNair dam Miller, 1998).

  Dalam sistem kromatografi harus cukup peran untuk memiliki tiga pengendali suhu yang berlainan.

  a.

  Suhu gerbang suntik Gerbang suntik harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan sedemikian cepat sehingga tidak menghilangkan keefisienan yang disebabkan oleh cara penyuntikan. Sebaliknya, suhu gerbang suntik harus cukup rendah untuk mencegah peruraian akibat panas.

  b.

  Suhu kolom Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang layak dan harus cukup rendah sehingga pemisahan yang dikehendaki tercapai. Pada suhu yang lebih tinggi, waktu retensi menurun. Suhu yang lebih rendah memerlukan waktu analisis yang lebih lama, tetapi koefisien partisi dalam fase diam semakin tinggi sehingga resolusinuya lebih baik.

  Isotermal menyatakan analisis kromatografi yang dilakukan pada satu suhu yang konstan. Suhu terprogram dijelaskan sebagai kenaikan suhu kolom yang linier terhadap waktu. Untuk senyawa yang rentang titik didihnya lebar tidak dapat digunakan suhu rendah, maka suhu perlu diprogram.

  c.

  Suhu detektor Pengaruh suhu pada detektor sangat bergantung pada jenis detektor yang digunakan. Tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa detektor dan sambungan antara kolom dan detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan/atau fase diam tidak mengembun. Pelebaran puncak dan menghilangkan puncak komponen o ionisasi nyala adalah 125 C (McNair dam Miller, 1998).

2.4.3.4 Detektor

  Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.

  Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Dalam kromatografi gas dikenal beberapa macam detektor yang lazim digunakan dan setiap detektor mempunyai karakteristik dalam selektivitas, linearitas, sensitivitas atau kemampuan mendeteksi pada jumlah terkecil (limit

  

detection ). Menurut McNair dan Miller (1998) dan Gandjar dan Rohman (2007),

  detektor yang sering digunakan dalam kromatografi gas yaitu : a.

  Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector/FID) bersifat dekstruktif, dapat mendeteksi hampir semua senyawa organik.

  b.

  Detektor tangkap elektron (Electron Capture Detector/ECD) bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa yag mempunyai unsur-unsur elektronegatif seperti halogen.

  c.

  Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD) bersifat nondekstruktif, tidak selektif (bersifat umum).

  Detektor nitrogen-fosfor (Nitrogen Phosphorus Detector/NPD) bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa nitrogen dan fosfor organik, mekanisme kerjanya masih belum jelas.

  e.

  Detektor fotometrik nyala (Flame Photometric Detector/FPD) bersifat dekstruktif, selektif terhadap senyawa sulfur (diukur pada panjang gelombang 393 nm) dan fosfor organik (diukur pada panjang gelombang 526 nm).

  f.

  Detektor foto-ionisasi (Photoionization Detectors/PID) bersifat dekstruktif; dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa aromatis, keton aldehid, ester, amin, senyawa-senyawa sulfur organik, senyawa-senyawa anorganik seperti hidrogen sulfida, HI, HCl, klorin, dan iodium.

  g.

  Detektor spektrometer massa (Mass Selective Detector/MSD) bersifat dekstruktif, mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui (McNair dan Miller, 1998; Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.3.5 Rekorder/perekam

  Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detektor; memfasilitasi pengaturan parameter instrument; menampilkan kromatogram; merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik; dan menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).