BAB II GAMBARAN UMUM - Perananan Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung Terhadap Masyarakat di Kecamatan Sidikalang (1994 – 2004)

  

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Letak Geografis Kecamatan Sidikalang

  Kabupaten Dairi ibukotanya Kecamatan Sidikalang, didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang

  • – Undang (Perpu) Nomor 4 tahun 1964
  • – tentang pembentukan Kabupaten Dairi. Wilayahnya ditetapkan berdasarkan undang undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Wilayah Kecamatan di Kabupaten Dairi, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Sejak era pergolakan fisik di masa kolonialis Belanda hingga kini, Kecamatan Sidikalang sudah dipimpin 30 orang yang menjadi camat atau pimpinan. Tahir Ujung menjadi Camat yang pertama setelah

  7 Kabupaten Dairi ditetapkan menjadi Kabupaten.

  Secara adminitratif Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 desa/kelurahan, 41 lingkungan dan 34 dusun dengan luas kecamatan 70,67 km2 atau 4,02% dari total luas Kapubaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara. Batas-batas wilayah sebagai berikut:

  Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan

  • 7
  • Badan Pusat Statistik, Kecamatan Sidikalang dalam angka 1998, Sidikalang: mantri statistik, 1998, hal. ix

  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu

  • Kemiringan lahan Kecamatan Sidikalang adalah 0-25. Ketinggian Kecamatan Sidikalang berkisar antara 700-1.100 m diatas permukaan laut dan ketinggian ibukota kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota Kabuaten Dairi adalah 1.066 m diatas permukaan laut. Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm. Musim hujan yang paling berpengaruh biasanya terjadi pada bulan Januari, April, Mei, September, Nopember dan Desember setiap tahunnya. Angin laut berhembus kencang dari arah barat menuju timur sewaktu menjelang musim yang mengakibatkan musim hujan. Angin barat berhembus dengan kecepatan sedang dari arah timur menuju arah barat sewaktu menjelang musim

  8 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sitinjo/Sumbul

  9 kering .

  Keadaan lahan dari Kecamatan Sidikalang sebagian besar dibatasi gunung- gunung dan bukit-bukit yang bergelombang, yang memanjang dari timur kearah Barat dan kemiringan lahan yang bervariasi hanya sebagian yang datar. Sebelum kedatangan Hindia Belanda ke Indonesia produksi dari Kecamatan Sidikalang/Kabupaten Dairi berupa rotan, damar, kapur barus, kemenyan dan kayu yang menjadi dominasi mata pencaharian yang diperdagangkan. Sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat Sidikalang umumnya adalah bercocok tanam. Lahan Kecamatan Sidikalang sangat cocok untuk tanaman muda dan keras seperti kopi, karet dan jagung. Salah satu tanaman utama di Sidikalang adalah tanaman kopi. Sidikalang sangat terkenal dengan penghasil kopi karena banyaknya 8 Ibid., hal. xi masyarakat yang mengolah lahan dengan menanami tanaman kopi. Kopi dari Sidikalang sangat terkenal karena rasa yang khas dan rasa pahitnya yang cukup kental, dimana kopi ini juga menjadi salah satu komoditi ekspor yang paling besar dari Sidikalang ke luar daerah.

  Sidikalang merupakan pusat perekonomian, pemerintahan dan perdagangan. Pemilihan Sidikalang sebagai ibukota Kabupaten Dairi karena letaknya yang strategis sebagai jalur perhubungan utama untuk berhubungan dengan daerah lain termasuk ke Medan, ibukota Sumatera Utara. Hal ini juga didukung oleh kemajuan pembangunan kota dan masyarakat serta dikenal sebagai kota terbesar di Kabupaten Dairi.

2.2 Keadaan Penduduk

  Penduduk Kecamatan Sidikalang sebanyak 47.101 jiwa yang terdiri dari laki

  • – laki sebanyak 23.026 jiwa dan perempuan sebanyak 24.075 jiwa. Kepadatan penduduk adalah sebanyak 315 jiwa per km persegi dengan penyebaran yang tidak merata pada setiap desa/ kelurahan. Berdasarkan data, dari 16 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang terdapat penduduk yang terpadat di kelurahan Kota Sidikalang yaitu dengan kepadatan sebanyak 2.569 jiwa per km persegi. Desa/kelurahan yang terjarang penduduknya adalah Desa Pasi dengan tingkat

  10 kepadatan 111 jiwa per km persegi.

  Jumlah rumah tangga di Kecamatan Sidikalang sebanyak 8.785 rumah tangga dengan penyebaran yang tidak merata. Rata

  • – rata jumlah jiwa setiap rumah tangga adalah sebanyak 5,36. Mata pencaharian penduduk di kecamatan sidikalang masih
didominasi sektor pertanian yaitu sebanyak 54,02% dan cara pengelolaan tanahnya masih bersifat tradisional sehingga hasilnya masih belum maksimal. Persentase mata pencaharian penduduk per sektor sebagai berikut: Tabel 1.

  Mata pencaharian penduduk per sektor pada tahun 1998

  No SEKTOR PERSENTASE

  1 Pertanian 54,02

  2 Penyedia Jasa 9,94

  3 PNS dan TNI 12,13

  4 Lainnya 23,84 Sumber data: Kantor Camat Sidikalang

  Di Kecamatan Sidikalang terdapat 36 unit Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah

  • – murid sebanyak 8.890 jiwa dan tenaga pengajar (guru) sebanyak 381 orang. Rata rata jumlah murid per sekolah adalah 247 jiwa dan banyak murid per tenaga pengajar adalah 23,33jiwa. Tingkat pendidikan SMPT, terdapat 11 unit sekolah SMPT, dengan jumlah murid sebanyak 3.389 orang. Rata – rata banyaknya murid per sekolah adalah 490 jiwa. Banyaknya tenaga pengajar atau guru sebanyak 225 jiwa. Rata – rata banyaknya murid per satu orang guru adalah 23,95 jiwa. Begitu juga tingkat SMTA
  • – adalah 11 unit dengan jumlah murid 5.199 jiwa dan guru sebanyak 260 jiwa. Rata rat a banyak murid per sekolah adalah 472,64 jiwa, dan rata
  • – rata murid per satu

  11 orang guru adalah 18 jiwa. Penduduk di Kecamatan Sidikalang mayoritas beragama Kristen protestan, yaitu 34.328 jiwa atau 72,88%. Penduduk beragama Islam 7.876 jiwa atau 20,97%, Kristen Katholik 2.476 jiwa atau 5,26% dan beragama Budha 421 jiwa atau 0, 89 %. Karakteristik adat istiadat di kecamatan sidikalang dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti suku Pakpak, Toba, Simalungun, Karo dan suku lainnya serta sifatnya dipengaruhi oleh suku

  • – suku diatas. Kegiatannya masih sangat dipengaruhi oleh adat

  12 dan norma adat yang berlaku.

2.3 Sejarah Marga Ujung di Kecamatan Sidikalang

  Pakpak sebagai salah satu suku dengan berbagai marga menjadi suku asli yang mendiami wilayah Kabupaten Dairi, termasuk Kecamatan Sidikalang memiliki sejarah yang panjang. Menurut sejarah, Pakpak merupakan nenek moyang dari seluruh Marga Pakpak. Pakpak dulunya tinggal di daerah yang bernama Negeri Sitelunempu. Pakpak memiliki dua istri dan memiliki keturunan 7 orang anak laki- laki dan 1 orang anak perempuan. Istri yang pertama adalah boru Saraan yang melahirkan 3 anak laki-laki yaitu: Ujung, Angkat, Bintang dan 1 orang anak perempuan yaitu: Nan Tampuk Mas. Istri yang kedua adalah Boru Padang yang melahirkan 4 orang anak laki-laki yaitu Gajadiri, Gajamanik, Sinamo dan Capah. Keturunan Pakpak dari istri pertama tinggal di satu wilayah yang bernama Sicike- cike. Karena bencana banjir di Sicike-cike maka mereka berangkat bersama keturunannya masing-masing ke daerah yang kemudian menjadi daerah kekuasaan

  13 mereka masing-masing.

  Ujung berangkat ke wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Kota Sidikalang yang menjadi ibukota kabupaten Dairi. Keturunan dari Marga Ujung menyebar ke beberapa wilayah yaitu, Batang beruh, Siburabura, Pardomuan, Kalang Simbara, Huta Raja, Kalang Jehe, Kalang Baru, dan Rimo Bunga. Keturunan Marga Ujung menjadi kepala kampung dan raja tanah di daerah yang mereka diami. Saat ini,

  14 Marga Ujung menjadi pemangku adat serta pemegang hak ulayat di daerah tersebut.

  Angkat berangkat ke wilayah yang dikenal dengan nama Sidiangkat. Keturunan Marga Angkat kemudian menyebar ke beberapa wilayah yaitu Huta Padang, Lae Laklak, Tumpak Candi, Belang Malum, Kuta Angkat dan Juma Sangkalan. Keturunan Marga Angkat menjadi kepala kampung dan raja tanah di setiap daerah tersebut. Sampai saat ini, Marga Angkat menjadi pemangku adat dan

  15 pemegang hak ulayat di daerah tersebut.

  Bintang berangkat ke wilayah yang dikenal dengan Huta Parmasan. Keturunan Marga Bintang kemudian menyebar ke beberapa wilayah yaitu, Tambun, Barung-Barung, Huta Gerat, Bintang Maria, Pancur, Parsaoran dan Lae Pinang.

  Mereka menjadi kepala kampung dan raja tanah di setiap daerah tersebut. Saat ini, Marga Bintang juga menjadi pemangku adat dan pemegang hak ulayat di daerah

  16 tersebut. 13 14 M. N. Angkat. Sejarah Dari Negeri Sitelunempu. Sidikalang. Hal. 5 15 Ibid., hal. 7 Ibid,. hal. 10

  Suku Pakpak sebagai masyarakat adat mengakui bahwa tidak ada tanah yang tidak bertuan di seluruh nusantara. Demikian halnya dengan tanah di wilayah Kecamatan Sidikalang. Sebagai suku yang pertama kali mendatangi dan mendiami wilayah Kecamatan Sidikalang, Suku Pakpak menjadi pemangku adat dan pemegang hak ulayat di Kecamatan Sidikalang. Setiap bagian daratan yang dibuka oleh keturunan Suku Pakpak menjadi wilayah kekuasaan mereka masing-masing.

2.4 Sejarah Berdirinya Sulang Silima Marga Ujung

  Sulang silima sudah ada sejak lama di Dairi. Sejak dulu sudah terbentuk pemerintahan di Dairi yang sekarang ibukotanya Kecamatan Sidikalang dan dibagi ke dalam lima suak yaitu Simsim, Keppas, Pegagan, Boang, Kelasen. Raja Ekuten sebagai pemimpin Suak yang terdiri dari beberapa suku dan Pertaki menjadi pemimpin kampung, setingkat dibawah Raja Ekuten serta Sulang Silima menjadi pembantu Pertaki pada setiap kuta (kampung) yang terdiri dari perisangisang, Perekurekur, Pertulan tengah, Perpunca ndiadep, dan perbetekken. Sulang silima juga merupakan sumber dari segala hukum dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Sulang silima ini mengatur pola dan tingkah laku kehidupan masyarakat Pakpak dan menjadi hukum adat yang tersirat serta berjalan sesuai dengan keadaan yang dijadikan perilaku Pakpak yang hidup berdampingan secara rukun dan damai dengan suku

  17

  lainnya yang berada di daerahnya masing – masing.

17 Jhonny Sitohang Adinegoro, Bekerja untuk Rakyat, Jakarta:Indomedia Global, 2013. hal

  Seiring perjalanan waktu dan berkembangnya peraturan Pemerintah serta meningkatnya kebutuhan atas tanah terjadi pembaharuan. Sulang silima dibenahi kembali menjadi sebuah lembaga adat dan mengarah kepada sebuah organisasi kebudayaan yang sah secara hukum dan tertulis. Masalah tanah menjadi acuan dibentuknya Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung karena tanah menyangkut harga diri pendukung hak ulayat serta status sosial kelompok adat. Jika masalah tanah telah dapat diatasi maka potensi pembangunan akan lebih mudah digapai sehingga perlu dibina pola komunikasi serta interaksi antar sesama yang diharapkan menjungjung tinggi tata nilai, gagasan yang sependapat dan keyakinan yang dapat dijadikan sebuah pengetahuan dalam menyikapi segala bentuk masalah khususnya masalah warisan yang ditinggalkan oleh nenek moyang. Adanya kontak interaksi merangsang terhadap perkembangan kebudayaan sehingga perlu melibatkan masyarakat dalam kontak budaya dengan sendirinya akan membawa perkembangan budaya di daerah yang bersangkutan.

  Dalam warisan budaya dapat kita temukan bangunan dan benda bersejarah serta lambang mengenai nilai luhur, pikiran dan ajaran yang diberikan pendahulu yang perlu dijaga. Salah satu cara untuk menjaga dan melestarikan dengan membentuk lembaga adat. Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung yang dibentuk pada tanggal 18 November 1994. Lembaga adat ini menjadi bukti cinta masyarakat pakpak terhadap peninggalan nenek moyang yang telah diwariskan kepada mereka. Salah satu peninggalan yang dianggap sangat penting adalah tanah. Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Sulang Silima Marga Ujung merupakan pemangku adat serta pemilik ulayat tanah di beberapa wilayah di Kecamatan Sidikalang.

  Marga Ujung merupakan marga tertua dan yang pertama sekali mendiami Kecamatan Sidikalang, sehingga hampir keseluruhan tanah di Kecamatan Sidikalang dikuasai Marga Ujung. Dahulu tanah

  • – tanah yang ada di daerah ini berbentuk hutan dan dibatasi oleh air atau sungai (lae). Selain pewaris, Marga Ujung juga harus mampu melestarikan lingkungan hidup masyarakat Pakpak. Organisasi Budaya Marga Ujung ini rutin melakukan kegiatan seperti menanam petai, jengkol, kemenyan, dammar, pohon kapur barus, dan lainnya.

  Banyak juga tanah yang dijadikan sawah, guna membantu masyarakat sekitar untuk mendapat kegiatan sehari- harinya sekaligus sebagai mata pencaharian mereka.

  Akan tetapi setiap tata cara penanaman dan lainnya tetap dikuasai dan diatur oleh Marga Ujung. Selain tanah, ada juga pembukaan lahan untuk dijadikan kampung.

  Tanah ini dinamakan tanah perkutaan. Tanah perkutaan merupakan tanah yang dibentuk berbentuk kampung untuk dihuni anak manjae (pecahan keluarga baru) statusnya sesuai dengan penyerahan bagian adat yang diterima, akan tetapi btekken (bagian adat) tanah harus tetap dibayar kepada Marga Ujung sebagai marga tanah.

  Namun Marga Ujung ini juga ada membagikan tanah untuk diolah sebagai tempat bercocok tanam sebagai hak pakai karena pada umunya sumber kehidupa n masyarakat tradisional etnis Pakpak adalah pertanian yang menggunakan lahan yang didapat dari pusaka turun

  • – temurun. Pembagian jenis tanah merupakan usaha dari Marga Ujung untuk menghindari perpecahan dan gejolak yang mungkin dapat timbul di tengah- tengah masyarakat Pakpak kecamatan Sidikalang. Usaha dalam pembagian jenis tanah dalam beberapa pembagian sangat berguna dalam menjaga sistem kekeluargaan ditengah- tengah masyarakat. Hal ini terlihat pada pembagian-pembagian tanah yang signifikan dalam kondisi dan kegunaannya tanah yang diatur sendiri oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh Marga Ujung itu sendiri.

  Sistem Pemilikan Tanah menurut kebudayaan Pakpak secara tradisional seluruh wilayah yang tercakup dalam silima suak (keppas, simsim, pegagan, kelasen, boang) merupakan hak ulayat Etnis Pakpak pada umumnya. Dari wilayah suak tersebut kemudian terbagi - bagi menjadi hak ulayat marga, kuta atau lebuh. Hak ulayat marga mencakup wilayah marga tertua dari setiap suak, seperti di Kecamatan Sidikalang Marga Ujung menjadi marga tertua dan memiliki hak kekuasaan serta mempunyai konsep tersendiri dalam menjalankan sistem Budaya Pakpak. Hak ulayat

  kuta dan lebuh merupakan segmentasi dari hak ulayat marga. Setiap Marga Pakpak

  biasanya mempunyai kuta dan lebuh. Terbentuknya kuta dan lebuh disebabkan karena pertumbuhan penduduk dari masing

  • – masing marga, sehingga melalui suatu proses

  

18

  adat tertentu dibentuklah kuta atau lebuh. Pada hakekatnya setiap kuta di wilayah 18 Kuta adalah sebuah daerah berbentuk seperti perkampungan yang dimana didalam kuta

  tersebut terdapat gabungan dari lebuh

  • – lebuh yang dihuni oleh suatu klan besar atau marga
Pakpak dimiliki dan dihuni oleh satu marga. Hak ulayat kuta sebenarnya tidak terlepas dari hak ulayat marga, sehingga pengalihan hak atas tanah harus melalui persetujuan Sulang silima marga.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Peningkatan Kualitas Perempuan di Parlemen (Studi Kasus : Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Labuhanbatu Periode 2014-2019)

0 0 37

II.1 Sistem Informasi - Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 18

Pengaruh Sistem Informasi Pelayanan Santunan Kecelakaan Terhadap Kepuasan Klaimen (Studi Pada Kantor PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara)

0 0 9

Pertanyaan Kuisioner STRATEGI BURUH DALAM MEMPERTAHANKAN HIDUP (Studi kasus di PT.Putera Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Buruh Dalam Mempertahankan Hidup (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 11

STRATEGI BURUH DALAM MEMPERTAHANKAN HIDUP (Studi kasus di PT.Putra Mandiri Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Pematang Siantar)

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasir silika - Pengaruh Kosentrasi Perekat Terhadap Permeabilitas dan Kuat Geser (Shear Strength) Pasir Cetak Dalam Industri Pengecoran Logam

0 0 31

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Produksi di PT. Pusaka Prima Mandiri

0 0 28

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas Produksi di PT. Pusaka Prima Mandiri

1 5 17