ANALISIS PERANG ANTAR SUKU DANI DAN SUKU

ANALISIS PERANG ANTAR SUKU DANI DAN SUKU MONI
DI PAPUA DALAM KAJIAN INTEGRASI NASIONAL DAN
KONFLIK DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Tugas Ujian Kompetensi Dasar III
Mata Kuliah Sistem Sosial dan Budaya Indonesia

Dosen Pengampu:
Firdastin Ruthnia, S.Sos., M.Si.

Disusun oleh :
Ratna Analisa (D0213074)
Ilmu Komunikasi – B

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014

ANALISIS PERANG ANTAR SUKU DANI DAN SUKU MONI
DI PAPUA DALAM KAJIAN INTEGRASI NASIONAL DAN
KONFLIK DALAM MASYARAKAT INDONESIA


A. Pendahuluan
Integrasi nasional merupakan sebuah usaha dan proses untuk
mempersatukan perbedaan dan keanekaragaman yang ada di suatu negara hingga
akhirnya tercipta sebuah keserasian dan keselarasan nasional. Dalam Wikipedia
Indonesia menjelaskan bahwa integrasi memiliki dua pengertian yaitu
pengendalian terhadap konflik dan membuat suatu keseluruhan dan menyatukan
unsur-unsur tertentu.1
Pencapaian integrasi secara utuh bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi di
Indonesia yang masyarakatnya memiliki diversitas sangat tinggi. Indonesia
sebagai negara yang masih berkembang seringkali kesulitan mencapai integrasi
dan bahkan masalah integrasi ini lebih mendesak daripada masalah ekonomi
ataupun masalah yang lainnya. Indonesia dengan diversitas suku bangsa, agama,
dan pelapisan sosial masyarakat pada kenyataannya telah membentuk kelompok
atau gap yang berjalan sendiri-sendiri dan sulit untuk disatukan menjadi sebuah
sistem yang utuh dan selaras secara nasional.
Kesulitan untuk menyatukan berbagai unsur tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan konflik-konflik akibat adanya keberlawanan ataupun
kebertentangan prinsip antar unsur kelompok. Konflik merupakan sesuatu yang
dihindari tapi pada kenyataannya konflik tetap menjadi suatu jalan bagi setiap
orang atau lembaga ketika kesepahaman sulit untuk dicapai dan adanya rasa

terusik akibat ketidaksepahaman tersebut.

1 http://id.wikipedia.org/wiki/integrasi_sosial

1

Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan diversitas suku yang
sangat tinggi. Papua dengan populasi penduduk sekitar 2.831.381 jiwa terdiri dari
suku bangsa yang jumlahnya cukup banyak baik suku bangsa asli maupun suku
bangsa pendatang.2 Keberagaman yang ada di tanah Papua ini kerap menjadi
sumber timbulnya konflik atau perselisihan yang berakhir dengan perang antar
suku. Seringnya terjadi perang antar suku juga diakibatkan karena masih
primitifnya masyarakat Papua yang lebih memilih menyelesaikan konflik dengan
cara nenek moyang mereka.
Papua hingga saat ini masih menyimpan berbagai macam permasalahan
sosial terutama konflik atau perang antar suku. Konflik sosial yang terjadi di
Papua sangat beragam dan mencakup semua aspek kehidupan, mulai dari aspek
sosial, budaya, politik dan ekonomi. Konflik yang terjadi beberapa tahun
belakangan ini juga tidak terlepas dari pokok permasalahan tersebut, seperti yang
belum lama ini terjadi yaitu perang antar suku Dani dan suku Moni di Kabupaten

Mimika yang hanya diakibatkan perebutan lahan irigasi.
Makalah ini akan membahas mengenenai analisis konflik yang terjadi di
Papua dalam kajian integrasi nasional dan konflik dalam masyarakat Indonesia.
Makalah juga akan memberikan solusi atau penyelesaian yang mungkin dapat
dilakukan terhadap konflik yang terjadi tersebut.

B. Analisis Perang Antar Suku Dani dan Suku Moni di Papua
1. Perang antar suku di Papua dalam kajian integrasi nasional
Struktur masyarakat Papua yang penuh dengan pluralitas telah banyak dan
akan selalu menimbulkan persoalan integrasi nasional karena hingga saat ini
belum ada solusi yang tepat untuk mengakhirinya. Papua memliiki
masayarakat yang majemuk, hal ini dibuktikan karena masyarakat Papua
memenuhi karakteristik masyarakat majemuk yaitu: terjadi segmentasi ke
2 http://id.wikipedia.org/wiki/Papua

2

dalam bentuk kelompok-kelompok yang memiliki subkebuyaan yang berbeda,
kurang mengembangkan konsensus tentang nilai sosial yang mendasar, sering
terjadi konflik antar kelompok dan secara relatif integrasi terjadi karena

adanya coercion atau paksaan. Masyarakat Papua merupakan masyarakat
dengan tingkat diferensial yang tinggi dengan banyak lembaga
kemasyarakatan namun tetap saling bergantung.3
Kesatuan sosial yang tersegmentasi berdasarkan ikatan primordialisme
dengan subkebudayaan yang berbeda tentu saja akan sangat rawan
menimbulkan konflik antar segmen masyarakatnya. Hal ini terjadi di antara
suku Dani dan suku Moni di Papua, meskipun meraka sama-sama dalam
naungan budaya Papua namun subkebudayaan meraka berbeda, primordial
mereka sangat tinggi terhadap sukunya masing-masing, hal ini menyebabkan
suatu konflik kecil pun pada akhirnya berakhir dengan peperangan.
Integrasi nasional bisa tercapai ketika terdapat kesepakatan masyarakat
akan nilai umum tertentu. Nilai umum tersebut juga lebih lanjut harus dihayati
dengan benar melalui proses sosilalisasi. Di Indonesia terdapat suatu
pengakuan bertumpah darah satu, berkebangsaan satu dan berbahasa satu,
Indonesia. Pengakuan tersebut menjadi konsensus umum bagi masyarakat
Indonesia.4 Jika pengakuan tersebut benar-benar dihayati oleh setiap
masyarakat Indonesia maka akan menjadi suatu alat intergasi yang luar biasa
dan tidak akan ada lagi konflik bahkan peperangan seperti yang terjadi di
Mimika Papua antara suku Dani dengan suku Moni.
Integrasi nasional bisa terhambat dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu

dimensi horizontal dan dimensi vertikal seperti yang dikemukakan oleh R.
William Liddle. Dimensi horizontal berupa masalah akibat adanya perbedaan
suku, ras, agama dan aliran yang lainnya. Dimensi ini sering terjadi karena
adanya kekentalan primordialisme masyarakat. Sedangkan dimensi vertikal
3 Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1989, hal. 67-68.
4 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia – Suatu Pengantar, CV Alfabeta, Bandung,
2013, hal. 199.

3

berupa masalah yang terjadi akibat munculnya kelompok-kelompok tertentu
yang menjelma sebagai jurang pemisah antara mayoritas dengan minoritas
atau antara golongan elit dengan golongan masyarkat biasa. Hal tersebut
kemudian akan menimbulan rasa keterasingan atau rasa kecemburuan dari
golongan minoritas atau rakyat biasa.5 Perang yang terjadi di Mimika Papua
jelas merupakan konflik dalam dimensi horizontal karena terjadia antar suku
yang masing-masing memegang primordial yang tinggi.
Masyarakat Indonesia yang beragam disegala aspek kehidupan sangat
rawan terjadi konflik dan oleh kerenanya integrasi nasional pun akan sulit
dicapai. Konflik yang menghambat intgrasi nasional tersebut diantaranya

terjadi karena6:
a. Salah satu suku bangsa mendominasi suku bangsa lain secara
politis. Konflik berupa pertentangan akibat pembagian status
kekuasaan yang tidak merata.
b. Warga dari dua suku saling bersaing untuk mendapat lapangan
mata pencaharian hidup bersama
c. Warga dari satu suku memaksakan kebudayaan mereka kepada
warga suku yang lain
d. Warga dari satu suku berusaha mendominasi suku lain secara
ideologis
e. Hubungan antara suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat

2. Perang antar suku di Papua dalam kajian konflik

5 Ibid. hal. 200-201.
6 Ibid. hal. 204-205.

4

Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia yang masih sangat sedikit

tersentuh modernisasi, masyarakatnya masih banyak yang tinggal di
pedalaman dan cenderung menolak modernisasi yang datang. Masyarakat
Papua mayoritas masih dapat dikatakan primitif karena masih memegang
teguh apa yang diturunkan nenek moyang termasuk meniru cara nenek
moyang dalam menyelesaikan masalah. Setiap terjadi suatu masalah
masyarakat suku adat Papua menetapkan babi sebagai denda yang harus
dibayarkan kepada pihak yang dirugikan dan jika tidak dituruti maka perang
antar suku akan dilakukan. Selain itu jika ada anggota mereka mati karena
ulah suku lain maka mereka akan membalas membunuh anggota suku lain
tersebut, bagi mereka nyawa harus dibayar dengan nyawa yang setimpal.
Tanah Papua masih menyimpan banyak permasalahan sosial termasuk
yang sering diungkap ke permukaan adalah permasalahan berupa konflik atau
peperangan antar suku. Papua yang terdiri dari banyak suku tersebut masingmasing memiliki subkebudayaan yang berbeda dan memegang primordialisme
yang sangat tinggi. Ketika ada seseorang atau sesuatu dari bagian sukunya
merasa dirugikan bahkan sekecil apapun oleh suku lain, mereka akan merasa
turut dirugikan hingga akhirnya masalah sepele pun bisa berakhir perang
diantara suku tersebut. Permasalahan masa lalu dalam internal antar suku pun
kerap kali masih diungkit hingga sekarang. Penyelesaian secara damai pun
sulit untuk dilakukan karena mereka memilih untuk menyelesaikan masalah
dengan cara adat mereka sendiri.

Suku Dani dan suku Moni adalah dua diantara banyak suku asli Papua
yang memiliki budaya perang yang sangat tinggi. Februari 2014 perang antara
kedua suku tersebut kembali tumpah. Konflik terjadi akibat adanya perebutan
tanah di Kali Kamoro, Jalan Trans Timika-Paniai bermula dengan aksi saling
bakar alat berat milik kedua suku tersebut pada 17 – 18 Februari 2014 di

5

lokasi Kali Iwaka dan kompleks Djayanti Kuala Kencana dan Jembatan Kali
Pindah-pindah.7
Meskipun sebenarnya telah ada perjanjian damai pada bulan Februari
namun pada kenyataannya konflik perebutan lahan tersebut tetap berlanjut
hingga 4 Maret 2014. Suku Dani dan Suku Moni terlibat saling serang dan
membuat Kampung Mimika Gunung, Jayanti, Distrik Kuala Kencana,
Kabupaten Mimika mencekam mulai 7 Maret 2014. Perang berakhir dengan
adanya pembubaran paksa oleh pemerintah setempat dan memakan 4 korban
tewas serta ratusan warga luka akibat benda tajam.8
Selanjutnya 17 Maret pemerintah setempat membentuk satuan tugas
(satgas) yang berfokus untuk menyelesaikan peperangan tersebut.9 Namun
ternyata pada konflik tersebut tetap berbuntut panjang. 27 Maret 2014 dua

orang tewas dibantai secara sadis, kedua korban diyakini memiliki kaitan
dengan konflik Dani-Moni.10 Pada akhirnya 3 April 2014 kedua kubu
menggelar prosesi bakar batu sebagai bentuk perdamaian.11 Diluar dugaan
ternyata konflik tetap berlanjut dan terjadi perang lagi pada awal Mei 2014.12
Jika ditilik dari kajian konflik, sebenarnya konfilk memang merupakan
suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam hidup manusia namun tidak bisa
dibenarkan jika konflik tersebut diikuti dengan kekerasan seperti pearang
antara suku Dani dan suku Moni. Di Indonesia sendiri memang beberapa
masyarakat tertentu menganggap penyelesaian konflik dengan kekerasan
merupkan suatu adat tersendiri dan tertanam kuat dalam mindset mereka oleh
karenanya masih sulit untuk dihentikan.
7 http://www.antaranews.com/berita/420031/masyarakat-suku-moni-dan-dani-saling-balas-bakaralat-berat
8 http://news.liputan6.com/read/2019696/perang-suku-di-mimika-4-tewas
9 http://sinarharapan.co/index.php/news/read/34068/gubernur-papua-hentikan-perang-antarsuku.html
10 http://m.okezone.com/read/2014/03/27/340/961421/buntut-bentrok-antarsuku-di-papua-2warga-dibantai-secara-sadis
11 http://www.kodam17cenderawasih.mil.id/berita/perang-antar-suku-dani-dan-suku-moniberakhir-damai/
12 http://www.indosiar.com/fokus/suku-moni-dani-kembali-perang-16-terluka_117435.html

6


Intensitas terjadinya konflik di Indonesia memiliki indikator sendiri,
seperti yang diungkapkan oleh Nasikun13:
a. Demonstrasi tanpa kekerasan yang dilakukan untuk memprotes
rezim pemerintahan
b. Kerusuhan yang menggunakan kekerasan fisik ditandai dengan
adanya spontanitas akibat insiden dari suatu kekacauan
c. Serangan bersenjata atau armed attack berupa kekerasan untuk
melemahkan pihak lain
d. Kematian akibat adanya kekerasan politik
e. Governmental sanction yang diambil penguasa untuk menetralisir
ancaman terhadap keamanan pemerintah
Peperangan antar suku Dani dan suku Moni termasuk dalam indikator
armed attack atau serangan bersenjata. Armed attack ditandai dengan adanya
pertumpahan darah, pergulatan fisik maupun perusakan barang-barang. Armed
attack yang dilakukan suku Dani maupun suku Moni bertujuan untuk
kepentingan mempertahankan tanah adat yang diklaim oleh masing-masing
pihak.
Jacobus Ranjabar dalam bukunya mengutip pengklasifikasian konflik yang
dikemukakan oleh H. Kusnadi dan Bambang Wahyudi.14 Pengklasifikasian
cukup kompleks mencakup berbagai macam aspek. Berikut adalah analisis

pengklasifikasian konflik perang suku Dani dan suku Moni di Papua:
a. Menurut hubungannya dengan tujuan organisasi perang antara suku
Dani dan suku Moni termasuk jenis konflik disfungsional. Konflik
jenis ini menghambat tercapainya tujuan organisasi dalam hal ini
berupa integrasi nasional. Konflik ini juga kerap bersifat destruktif
13 Nasikun, Op. Cit. hal. 82-91.
14 Jacobus Ranjabar, Op. Cit. hal. 211-213.

7

atau merusak sehingga akan merugikan banyak pihak jika
penyebabnya tidak dieliminasi semaksimal mungkin.
b. Menurut hubungannya dengan posisi pelaku yang berkonflik
perang antara suku Dani dan suku Moni termasuk jenis konflik
horizontal. Konflik ini terjadi antara sesama suku asli Papua yang
memiliki derajat atau kedudukan yang sama, tidak ada yang lebih
tinggi atau lebih rendah kedudukannya antara suku Dani maupun
suku Moni.
c. Menurut hubungannya dengan sifat pelaku yang berkonflik perang
antara suku Dani dan suku Moni termasuk jenis konflik terbuka.
Perang tersebut diketahui oleh banyak pihak atau masyarakat
Indonesia.
d. Menurut hubungannya dengan waktu perang antara suku Dani dan
suku Moni termasuk jenis konflik berkelanjutan. Konflik jenis ini
berlangsung dalam waktu yang lama dan sulit untuk diselesaikan,
seperti perang antara kedua suku tersebut, meskipun telah dicapai
kata damai namun tetap saja di kemudian hari tidak menutup
kemungkinan akan ada konflik lanjutan yang baru.
e. Menurut hubungannya dengan pengendalian perang antara suku
Dani dan suku Moni termasuk jenis konflik tidak terkendali.
Konflik yang terjadi tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan
bahkan semakin meluas.
f. Menurut hubungannya dengan sistematika konlik perang antara
suku Dani dan suku Moni termasuk jenis konflik sistematis. Perang
yang mereka lakukan terjadi karena telah direncanakan, ada yang
mengomando serta memiliki suatu tujuan yaitu mempertahankan
tanah ulayat mereka.

8

g. Menurut hubungannya dengan konsentrasi aktivitas manusia di
dalam masyarakat perang antara suku Dani dan suku Moni
termasuk jenis konflik budaya serta konflik pertahanan.
Secara umum perang antara suku Dani dan suku Moni jelas masuk dalam
konflik horizontal. Konflik ini cenderung mengikat dan cenderung diwarnai
dengan tindakan kekerasan, penghancuran harta benda, pembunuhan dan
bahkan pelenyapan etnis tertentu.15 Konflik ini dipicu saling klaim tanah
ulayat dan adanya dorongan emosional akibat adanya primordialisme yang
kental akan masing-masing suku.
Namun di sisi lain, menurut Lewis Coser konflik juga memiliki fungsi
terhadap sistem sosial, ia menolak bahwa hanya konsensus dan kerjasama
yang memiliki fungsi integrasi. Menurut Coser konflik tidak hanya memiliki
wajah negatif namun juga positif terhadap perubahan sosial.16

3. Solusi yang dapat diambil
Secara teoritis menurut Reza Sihbudi dan Moch Nurhsim ada beberapa upaya
untuk mencegah konflik yang menghambuat integrasi nasional, yaitu17:
a. Memasukkan transformasi multikultural sebagai salah satu mata
pelajaran dari sekolah hingga perguruan tinggi.
b. Pemberdayaan ekonomi rakyat secara nasional agar tidak terjadi
kesenjangan struktural dan kultural
c. Pemerintah perlu membuat undang-undang kesederajatan hak
warga negara

15 Jacobus Ranjabar. Op. Cit. hal. 217-218.
16 Novri Susan. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer, Prenada Media
Grup, Jakarta, 2009, hal. 155.
17 Jacobus Ranjabar. Op. Cit. hal. 245-246.

9

d. Memisahkan kehidupan agama, suku, etnik, ras dan golongan
dalam kehidupan politik bernegara
e. Mengeliminasi stereotip dan prasangka dalam masyarakat
Dalam kenyataannya untuk menangani perang antara suku Dani dan suku
Moni pemerintah hanya melakukan upaya represif padahal konflik sejenis ini
relatif sering terjadi di Papua. Pedamaian perang suku yang dilakukan oleh
Pemda dan lembaga kemasyarakatan pada dasarnya memiliki pola penanganan
yang sama. Perang suku dilihat sebagai suatu tindakan yang negative, kriminal
dan bertentangan dengan hukum. Karena pemahaman semacam ini, perang
suku harus dihentikan dan ditiadakan. Dengan pemahaman semacam ini, peran
pemda dan lembaga kemasyarakatan tidak lebih dari seorang polisi penjaga
yang hanya melerai dan menghentikan pertikaian.
Penanganan konflik seperti diatas bisa saja menyelesaikan masalah namun
tetap memiliki kelemahan. Pola penanganan semacam ini bersifat parsial atau
hanya efektif untuk satu kasus. Ketika kasus yang lain muncul maka perang
akan muncul kembali. Meskipun perdamaian secara adat telah sering
dilakukan untuk menghentikan dan mendamaikan pihak-pihak yang terlibat
dalam perang suku, akan tetapi ketika masalah yang baru muncul maka perang
kembali terjadi. Penanganan secara adat juga akan semakin memperkokoh
keutamaan kategorisasi (kelompok) sosial. Padahal kategorisasi sosial justru
menjadi penyebab utama dari berbagai konflik sosial. Ketika kultur setiap
suku yang ada di pedalaman papua terus menerus dipertahankan dan mendapat
legalitas secara politik maupun religious maka perang antar suku akan terus
menerus terjadi.
Penanganan perang antara suku Dani dan suku Moni yang dilakukan
pemda dengan membentuk satuan tugas atau satgas, mempertemukan kedua
pihak yang bertikai dengan dijembatani pihak ketiga serta upacara bakar batu
seperti adat di Papua benar bisa menghentikan konflik yang terjadi. Segala
upaya tersebut sebagai upaya preventif bisa dikatakan cukup efektif namun
10

tetap tidak bisa menghapus permasalahan hingga ke akarnya, permasalahan
baru yang serupa sangat mungkin terjadi lagi dikemudia hari.
Solusi yang paling tepat untuk menghapus budaya perang antar suku ini
adalah dengan mengubah mindset masyarakat Papua. Pemerintah harus
berupaya lebih keras untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat Papua
secara keseluruhan bahkan hingga ke masyarakat pedalaman yang masih
sangat primitif. Upaya untuk mengubah mindset ini memerlukan proses dan
kerjasama dari berbagai bidang mulai agama, pendidikan serta pemerintah
agar mampu membgubah masyarakat Papua menjadi masyarakat yang lebih
rasional, potitif dan openmind. Masyarakat Papua secara menyeluruh harus
diedukasi tentang bagaimana memisahkan pesoalan pribadi dengan persoalan
kelompok dan perlahan menghapus primordialisme yang berlebihan.

C. Kesimpulan
Perang antara suku Dani dan suku Moni terjadi karena kedua suku masih
memiliki primordialisme yang sangat tinggi terhadap sukunya masing-masing.
Permasalahan sepele yang bersumber dari perebutan lahan berakhir dengan perang
yang memakan banyak korban tewas dan luka-luka serta kerusakan alat-alat
akibat kerusuhan. Konflik semacam ini tentu sangat mengancam integrasi
nasional. Suku Dani dan suku Moni yang sama-sama merupakan penduduk Papua
memiliki subkebudayaan yang berbeda dan memilih menyelesaikan konflik
dengan cara nenek moyang mereka. Solusi yang paling tepat untuk menghentikan
budaya perang yang ada di Papua adalah dengan mengubah mindset
masyarakatknya dan memberi edukasi tentang berbagai hal sehingga mereka bisa
mulai berpikir dengan lebih rasional dan positif.

11

DAFTAR PUSTAKA

Nasikun. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: CV Rajawali, 1989.
Ranjabar, Jacobus. Sistem Sosial Budaya Indonesia – Suatu Pengantar, Bandung:
CV Alfabeta, 2013.
Susan, Novri. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer,
Jakarta: Prenada Media Grup, 2009.

INTERNET
Antara News ( http://www.antaranews.com/berita/420031/masyarakat-suku-monidan-dani-saling-balas-bakar-alat-berat)
Indosiar.com ( http://www.indosiar.com/fokus/suku-moni-dani-kembali-perang16-terluka_117435.html )
Kodam 17 Cendrawasih ( http://www.kodam17cenderawasih.mil.id/berita/perangantar-suku-dani-dan-suku-moni-berakhir-damai/ )
Liputan6.com ( http://news.liputan6.com/read/2019696/perang-suku-di-mimika-4tewas )
Okezone.com ( http://m.okezone.com/read/2014/03/27/340/961421/buntutbentrok-antarsuku-di-papua-2-warga-dibantai-secara-sadis )
Sinar Harapan ( http://sinarharapan.co/index.php/news/read/34068/gubernurpapua-hentikan-perang-antar-suku.html )
Wikipedia Indonesia ( http://id.wikipedia.org/wiki/integrasi_sosial )
Wikipedia Indonesia ( http://id.wikipedia.org/wiki/Papua )

12

LAMPIRAN

Liputan6.com, Jakarta Perang antarsuku masih berlangsung di bumi Papua.
Kali ini Suku Dani dan Suku Moni yang terlibat saling serang dan membuat
Kampung Mimika Gunung, Jayanti, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika
mencekam sejak Jumat 7 Maret 2014.
Perang dipicu sengketa lahan pada Selasa 4 Maret lalu. Sebanyak 4 orang dari
kedua suku tewas dalam peperangan ini. Sementara ratusan orang lain
menderita luka-luka akibat benda tajam.
Orang terakhir yang tewas dari Suku Dani, yakni Puniel Mom. Dia tewas terkena
senapan angin.
“Kamis sore di lokasi kejadian, setelah pembubaran paksa, kedua belah pihak
telah sepakat untuk tidak berperang kembali dan akan menyelesaikan masalah
batas lahan,” kata Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw di Jayapura,
Jumat (7/3/2014).
“Saya harap dengan meninggalnya satu orang lagi, situasi di tempat kejadian tak
kembali perang.”
Personel kepolisian pun disiagakan demi mengantisipasi terulangnya kembali
serangan susulan. Aparat telah ditempatkan di lokasi tempat tinggal kedua suku.
“Kami terus berupaya agar perang suku tak lagi terjadi. Hingga saat ini sudah
ada 9 saksi yang dimintai keterangan,” ujarnya.
Sejak 4 Maret lalu, perang terus terjadi di kampung yang dihuni sekitar 300-an
orang pada masing-masing suku itu. Padahal pada awal Februari 2014 lalu,
kedua suku sepakat untuk mengakhiri perang dengan perdamaian patah panah.
Namun apa daya aksi saling serang kembali terjadi dan menewaskan 4 orang.
Keempat korban tewas itu yakni Abeneben Wenda, Lazarus Songgonau, Puniel
Mom, dan Yunus Wandikbo. (Shinta Sinaga)
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2019696/perang-suku-di-mimika-4-tewas

indosiar.com, Papua - (Selasa : 06/05/2014) Meski pemerintah telah
mempertemukan kedua kubu untuk berdamai, namun, Senin petang, suku Dani dan

13

Moni, di Timika, Papua, kembali berperang. Kedua kubu saling serang dengan busur
dan anak panah selama lebih dari 3 jam. Bahkan sejumlah anak mulai terlibat. Mereka
mempersenjatai diri dengan tameng dari tripleks.
Akibat perang lanjutan ini, 16 orang dari kedua kubu dilaporkan terluka lataran terkena
anak panah dan busur 7 dari suku Dani dan 9 korban dari suku Moni. Namun 9 korban
dari suku Moni mengalami luka parah. Petugas melepaskan tembakan gas air masa ke
arah kedua kubu untuk menghindari korban berjatuhan.
Perang antara kedua suku ini kian mencemaskan karena mulai meluas dengan
melibatkan warga dari kabupaten lain, yang ingin membela sukunya. Bahkan, bantuan
alat perang untuk kelompok yang terlibat mulai berdatangan ke kampung Jayanti,
Timika Papua.
Sabtu lalu, pemerintah setempat dan Komnas Ham memediasi kedua kubu untuk
mengakhiri perang, yang memperebutkan tanah jalan trans Nabire. Perang kedua suku
telah berlangsung selama 5 bulan. Tercatat sudah 18 warga dari kedua kubu terbunuh
12 dari suku Moni dan 6 dari suku Dani. (Igho Batmomolin/Sup)

Sumber: http://www.indosiar.com/fokus/suku-moni-dani-kembali-perang-16terluka_117435.html

14