Uji Toksisitas Zat Warna doc

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil pengamatan zat warna tekstil pada makanan kelompok 1-10

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kelompok
Bahan Makanan
Kelompok 1
Sosis Ikan
Kelompok 2
Terasi Tradisional

Kelompok 3
Bandeng Kuning
Kelompok 4
Kornet Bintang
Kelompok 5
Kornet Sapi
Kelompok 6
Tempura
Kelompok 7
Terasi Modern
Kelompok 8
Bandeng Kuning
Kelompok 9
Kornet Bintang
Kelompok 10
Kornet Ayam
Pada praktikum pendeteksian zat pewarna tekstil pada makanan,

Hasil
Negatif

Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
kami uji pada

beberapa bahan makanan yang berbeda. Uji dilakukan dengan menduga adanya zat pewarna
tekstil seperti rhodamine B (warna merah), methanyl yellow (warna kuning) dan malachite
green (warna hijau) yang terkandung dalam makanan baik dengan kadar sedikit maupun
dengan kadar yang sangat banyak. Dari hasil praktikum dengan bahan sosis ikan, terasi,
bandeng kuning, kornet bintang, kornet sapi, tempura dan kornet ayam, tampak ada dua
produk makanan yang positif mengandung pewarna tekstil yaitu pada terasi tradisional dan
kornet sapi. Keduanya diuji dengan bahan pewarna tekstil rhodamine B dan hasilnya positif
meskipun pada produk kornet sapi sedikit terlarut air namun masih dapat diindikasikan positif
karena untuk dapat dikatakan negatif, zat pewarna makanan yang digunakan pasti larut

dengan air.
Pada dasarnya penggunaan bahan pewarna dibolehkan pada makanan asal bahan
pewarna itu merupakan pewarna yang aman bagi tubuh yakni menggunakan bahan pewarna
khusus untuk makanan atau zat pewarna alami. Zat pewarna alami biasanya diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau mineral, namun untuk memperoleh zat warna alami umumnya mahal,
serta zat pewarna alami umumnya tidak stabil terhadap pengaruh cahaya dan panas sehingga
sering tidak cocok untuk digunakan dalam industri makanan. Maka saat ini banyak oknum
yang mulai menggunakan zat warna sintetik sebagai bahan tambahannya agar banyak
pembeli menjadi tertarik dengan dagangannya.
Dalam jurnal penelitian Azizahwati, dkk (2007), melakukan percobaan 31 sampel zat
warna sintetik untuk makanan yang diperoleh dari toko kimia, supermarket dan pasar
tradisional. Pemilihan sampel meliputi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu dan

coklat. Namun hanya 8 sampel yang terdaftar di Departemen Kesehatan, memiliki keterangan
lengkap yang tercantum pada kemasan dan tidak diganti kemasannya oleh penjual. Selain itu,
terdapat beberapa sampel yang mengandung zat warna sintetik yang dilarang untuk makanan
seperti tiga sampel diduga mengandung Merah K4, empat sampel diduga mengandung
Rhodamin B, dua sampel diduga mengandung Scarlet GN, dua sampel diduga mengandung
Orange G, satu sampel diduga mengandung Methanyl Yellow, dua sampel diduga
mengandung Sudan 1, satu sampel diduga mengandung Violet 6B dan satu sampel diduga

mengandung Chocolate Brown FB.
Pewarna Methanyl Yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai
mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi
pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandungan dan saluran kemih. Apabila
tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan
tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjutnya yakni menyebabkan kanker dan kandungan
pada saluran kemih. Pewarna ini merupakan tumor promoting agent. Methanyl Yellow
memilik LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemmberian secara oral (Gupta, 2003;
Sihombing, 2009, dalam Walangadi 2014).
Makanan yang diberi zat pewarna Rhodamin B dan Methanyl Yellow biasanya
berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis pewarna ini dapat
menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus
(Denfer, 2004; Sihombing, 2009, dalam Walangadi 2014). Rhodamin B bersifat karsinogenik
sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Uji toksisitas
rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara
oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan,
yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang ditandai
dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa
pembesaran organnya (Merck Index, 2006, dalam Utami, dkk 2009).
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan

kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin
merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini
akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam
tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki
senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan

protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai
1984 karena rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji
toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah membuktikan adanya
efek karsinogenik tersebut. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi
di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi
hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya
kanker hati (BPOM, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM). http://ik.pom.go.id/v2015/artikel/BahayaRhodamin-B-sebagai-Pewarna-pada-Makanan.pdf. Bahaya Rhodamin B Sebagai
Pewarna pada Makanan. 21 Desember 2015.
WALANGADI, I.S.W., 2014. IDENTIFIKASI PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI DAN
PEWARNA BUATAN PADA MAKANAN JAJANAN NASI KUNING DI
LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR SE KECAMATAN KOTA TIMUR KOTA

GORONTALO TAHUN 2012.Doctoral dissertation, Universitas Negeri Gorontalo.
Utami, W. and Suhendi, A., 2009. ANALISIS RHODAMIN B DALAM JAJANAN PASAR
DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, Vol. 10, No. 2: 148 – 155.
Azizahwati., Kurniadi, M., Hidayati, H., 2007. ANALISIS ZAT WARNA SINTETIK
TERLARANG UNTUK MAKANAN YANG BEREDAR DI PASARAN. Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol IV, No. 1, April 2007: 7 – 25.