ASKEP IBU HAMIL DENGAN HIV AIDS GRAFITIA

2.9. Konsep Asuhan Keperawatan

A.

Pengkajian

1.

Biodata Klien

2.

Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada
orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik
yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik,
kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap
sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk

kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
§ Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin
anti limfosit, disfungsi timik congenital.
§ Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing
enteropati (peradangan usus)
3.

Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)

a)

Aktifitas / Istirahat

-

Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas

( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b)
-

Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
c)

Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
-

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.


d)

Eliminasi

Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri
tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik
urine.
e)

Makanan / Cairan

-

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema
f)


Hygiene

-

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

-

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

g)

Neurosensoro

Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h)


Nyeri / Kenyamanan

-

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.

-

Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.

i)

Pernafasan

-

Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.

-


Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.

j)

Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun,
demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k)

Seksualitas

Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
-

Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.


l)

Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma
AIDS.
-

Tanda : Perubahan interaksi.

4.

Pemeriksaan Diagnostik

a)

Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes

dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
î Serologis
-

Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
-

Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
-

Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

-

Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah
-

T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
-

P24 ( Protein pembungkus HIV)

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
-

Kadar Ig


Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
-

Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
-

Tes PHS

Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

î Neurologis
-

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

-

Tes Lainnya


-

Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
-

Tes Fungsi Pulmonal

-

Deteksi awal pneumonia interstisial

Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
-

Biopsis

-

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
ataupun dugaan kerusakan paru-paru

î Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3
– 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata
tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar

Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu :
-

Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya
menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) disebut seropositif.
-

Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
-

Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
-

Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.

B.

Diagnosa Keperawatan

1.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
2.
Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah
dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3.
Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih
sekunder terhadap diare
4.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.

5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
6.
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.

o Diagnosa
Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
imunosupresi,
malnutrisi dan pola
hidup yang
beresiko.

Tujuan dan Kriteria hasil

Intervensi

Rasional

Pasien akan bebas infeksi
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24
jam dengan kriteria hasil:

1. Monitor tanda-tanda
infeksi baru.

1.

- Tidak ada luka atau
eksudat.
- Tanda vital dalam batas
normal (TD=110/70,
RR=16-24, N=60-100,
S=36-37)
- Pemeriksaan leukosit
normal (6000-10000)

Untuk pengobatan dini

2. gunakan teknik aseptik
pada setiap tindakan invasif.
Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.

2.
Mencegah pasien terpapar ol
kuman patogen yang diperoleh di
rumah sakit.

3. Anjurkan pasien metoda
mencegah terpapar terhadap
lingkungan yang patogen.

3.
Mencegah bertambahnya
infeksi

4. Kumpulkan spesimen
untuk tes lab sesuai order.
5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai order

4.
Meyakinkan diagnosis akura
dan pengobatan

5.
Mempertahankan kadar darah
yang terapeutik
Resiko tinggi

Infeksi HIV tidak

1.

Anjurkan pasien atau

1.

Pasien dan keluarga mau dan

infeksi (kontak
pasien)
berhubungan
dengan infeksi
HIV, adanya
infeksi
nonopportunisitik
yang dapat
ditransmisikan.

ditransmisikan setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 3×24
jam dengan kriteria hasil:

Resiko tinggi
defisit volume
cairan berhubungan
dengan output
cairan berlebih
sekunder terhadap
diare

Defisit volume cairan dapat
teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1×24 jam dengan
criteria hasil:

- kontak pasien dan tim
kesehatan tidak terpapar
HIV

orang penting lainnya metode
mencegah transmisi HIV dan
kuman patogen lainnya.

memerlukan informasikan ini

2. Gunakan darah dan cairan
tubuh precaution bial merawat
pasien. Gunakan masker bila
perlu.

2.
Mencegah transimisi infeksi
HIV ke orang lain

1.
Kaji konsistensi dan
frekuensi feses dan adanya
darah.

1.
Mendeteksi adanya darah
dalam feses

- Tidak terinfeksi patogen
lain seperti TBC.

-

perut lunak

-

tidak tegang

- feses lunak, warna
normal
-

kram perut hilang,

C.

Rencana Keperawatan

D.

Implementasi

2.

Auskultasi bunyi usus

2.
Hipermotiliti mumnya denga
diare

3.
Atur agen antimotilitas 3.
Mengurangi motilitas
dan psilium (Metamucil) sesuai usus, yang pelan, emperburuk
order
perforasi pada intestinal
4.
Berikan ointment A dan 4.
D, vaselin atau zinc oside

Untuk menghilangkan disten

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E.

Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan
yang sebelumnya tidak berhasil

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

`HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi,
dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah
terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi
sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena,
partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/
bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1
bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya
gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1
bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal,
herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,
infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana

melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga
menderita HIV.