HUBUNGAN ESENSIAL ANTARA SISTEM PENDIDIK

HUBUNGAN ESENSIAL ANTARA
SISTEM PENDIDIKAN DAN KORPORASI JEPANG
Disusun sebagai ujian tengah semester ganjil mata kuliah
Budaya Korporasi dan Manajemen Jepang
Dosen Pengampu: Dr. Sudung Manurung
Disusun oleh: Rizki Hakiki Valentine
1. PENDAHULUAN
Jepang merupakan negara yang mumpuni dalam sektor ekonominya.
Kedigdayaan ekonomi yang dialami Jepang ini tidak terlepas dari kesuksesannya
dalam mengembangkan teori manajemen khas Jepang (Wang, 1994: 99). Jepang
menerapkan keahlian dan pendidikan dalam pelaku industri serta kebijakan
pemerintah Jepang guna mereduksi peranan oposisi dan menguatkan peranan
birokrasi yang ada.
Jepang menganut sistem perekonomian kapitalis. Sistem ini termanifestasikan
dalam

pembentukan Ministry

of

International


Trade

and

Industry (MITI)

dan Ministry of Financesebagai lembaga khusus yang menangani masalah
perdagangan,

mengembangkan

strategi

pengembangan

ekonomi,

dan


memformulasikan kebijakan industri nasional (Wang, 1997: 101). Korporasi Jepang
menjadi faktor penyumbang terbesar kemajuan ekonomi negara tersebut. Grup
korporasi (keiretsu) merupakan kumpulan perusahaan dengan hubungan bisnis dan
kepemilikan saham. Grup korporasi ini mayoritas bergerak di bidang otomotif,
misalnya Toyota, Mitsubishi, Mazda, Hitachi, dan sebagainya. Keberadaan mereka
juga sangat bermanfaat bagi masyarakat Jepang karena menyerap tenaga kerja yang
begitu besar (Wang, 1994: 102). Perusahaan-perusahaan ini bekerjasama dengan
perusahaan di seluruh dunia dalam proses produksi komponen otomotif hingga
perakitan.

Namun,

yang

perlu

dicatat

adalah


bahwa

Jepang

tetap

memprioritaskan raw material dari keiretsu yang dimilikinya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak terjadinya Restorasi Meiji,
perkembangan ekonomi Jepang terus naik secara fantastis, meskipun sesekali terjadi
depresi ekonomi. Peranan para pengusaha besar pemilik modal dalam awal
pembangunan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Dalam usahanya melangkah ke

1

industrialisasi, pemerintah Meiji telah melakukan kerjasama dengan para pengusaha
yang memiliki modal untuk mendukung pembangunan ekonomi khususnya dan
bidang-bidang lain umumnya.
Suatu negara, jika ingin pembangunan ekonominya berhasil maka harus
memenuhi persyaratan-persyaratan antara lain adalah atas dasar kekuatan sendiri
dengan bertumpu pada kekuatan dan kemampuan perekonomian dalam negeri,

kemudian adanya perubahan structural, yaitu perubahan dari masyarakat pertanian
tradisional menjadi ekonomi industri modern, yang mencakup perubahan lembaga,
sikap sosial, dan motivasi serta adanya prasyarat sosial budaya yang menunjang
pembangunan. Sedangkan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi
adalah modal, di samping sumber daya alam dan manusia. (Wiratmo, 1992 : 7-8).
Dalam usahanya untuk mempercepat perkembangan ekonomi, maka Jepang
berusaha untuk melaksanakan perubahan-perubahan besar dalam sector ekonomi yang
didukung oleh perubahan dalam sektor pendidikan dan pemerintahan serta sosial.
Pemerintah Jepang pada masa Meiji telah berani mengambil resiko yang besar untuk
melakukan percepatan dalam ekonomi terutama pada masa peralihan, di mana terjadi
perombakan dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Melesatnya
sistem perekonomian Jepang juga tidak bisa dipisahkan dari sistem pendidikan yang
dikembangkannya (Wang, 1994: 103). Jepang menaruh perhatian khusus pada
pendidikan berbasis teknologi, dimana segala macam sekolah maupun universitas
yang berbasis teknik akan mendapat fasilitas lebih. Masyarakat Jepang dikenal
sebagai masyarakat yang rajin dan disiplin, hal ini juga turut menyumbang kemajuan
negara matahari terbit tersebut.
Untuk mendukung pembangunan ekonomi salah satu faktor yang berpengaruh
adalah adanya kebijakan pemerintah untuk memajukan tingkat pendidikan masyarakat
Jepang. Pemerintah mulai mengadakan pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh

rakyat selama empat tahun dan dibukanya berbagai macam dan tingkat sekolah hingga
tingkat universitas. Sedangkan sistem pendidikan yang digunakan disesuaikan dengan
sistem

pendidikan

Barat,

sehingga

memberikan

landasan

untuk

mengejar

ketertinggalan Jepang dalam ilmu dan teknologi. Salah satu langkah yang dilakukan
adlah mulai diadakannya penterjemahan berbagai buku ilmu ke dalam bahasa Jepang.

Dengan adanya kesempatan yang luas dalam pendidikan ini, maka hasil yang didapat
oleh para pemimpin Jepang adalah semakin meningkatnya mutu seluruh rakyat,

2

tumbuhnya kesetiaan kepada negara dan pemerintah, dan digerakkannya semangat
untuk mempu belajar, sehingga hal ini memperkuat partisipasi rakyat dalam
pelaksanaan modernisasi Jepang
Faktor pendidikan ini nantinya berpengaruh besar sekali kepada pertumbuhan
Jepang menjadi suatu negara modern dan kuat dalam bidang ekonomi. Dengan
pendidikan yang meluas akan tercipta tenaga manusia yang cakap dalam proses
produksi dalam jumlah besar (Suryohadiprojo, 1987: 29). Perluasan pendidikan akan
menciptakan

tenaga-tenaga

ahli

di


bidang-bidang

yang

diperlukan untuk

pembangunan demi kemajuan ekonomi, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Baldwin, bahwa perluasan sistem pendidikan adalah penting khususnya di dalam
usaha untuk melengkapi ahli-ahli yang menkhususkan diri dalam teknik yang dapat
menciptakan teknologi baru, dan kemajuan teknologi ini merupakan kondisi yang
diperlukan untuk kemajuan ekonomi. (Baldwin, 1980: 19).
Data statistik tahun 1985 dari Japanese Life Today dan International Society
for Educational Information, Tokyo menyebutkan bahwa persentase siswa Jepang
yang melanjutkan ke SMA lebih kurang 94%, dan yang melanjutkan ke PT lebih
kurang 38%. Hal ini bila dibandingkan dengan kondisi yang sama dengan negara lain
di dunia, misalnya Prancis (24%), Inggris (20%), Jepang menempati urutan pertama
setelah Amerika Serikat (43%). Tingginya standar pendidikan Jepang di atas tidak
semata-mata muncul dengan sendirinya, namun yang perlu diungkap di sini adalah
ciri utama bangsa Jepang yaitu kehausan yang tak pernah puas akan pengetahuan.
Sebagai bangsa literal dan minat baca yang tinggi, wajar dan mengamini bila bangsa

Jepang maju dalam bidang pendidikan. Bukan hanya bacaan berupa buku ilmu
pengetahuan, teknologi, dan sastra saja yang menjadi bahan bacaan mereka, tetapi
koran pun masih menjadi bacaan wajib setiap hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk
terjun dalam kegiatan industri dan korporasi Jepang, seseorang harus menamatkan
pendidikan tingkat perguruan tinggi. Akan tetapi, tidak seperti di negara-negara barat,
masuk ke dalam dunia perusahaan di Jepang berarti memulai segalanya dari nol dan
promosi menjadi berpihak pada sistem senioritas. Jadi, penulis mempertanyakan
seberapa besar pendidikan dipandang mempengaruhi kinerja karyawan perusahaan
dan menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Selain itu
tulisan ini juga akan mengulas bagaimana pendidikan terkait langsung dengan
kegiatan korporasi Jepang.

3

2. ORIENTASI

SISTEM

PENDIDIKAN


JEPANG

DAN

REKRUITMEN

PERUSAHAAN
Dalam sistem pendidikan Jepang, kemampuan individual dan belajar secara
mandiri adalah hal yang sangat diutamakan. Bagi Jepang, pendidikan merupakan alat
yang sangat penting dan berpengaruh guna meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Pendidikan diharapkan menjadi sarana untuk mengembangkan
kemampuan dan watak individu di tengah peradaban bangsa.

Dalam masyarakat Jepang, ada semacam konsensus yang mengakar dalam
pola pikir masyarakat Jepang mengenai pentingnya sistem pendidikan untuk
menghasilkan SDM yang berkualitas tinggi dan pentingnya menetapkan standar tinggi
guna mencetak SDM yang kualitasnya terus meningkat.
Perusahaan-perusahaan di Jepang menjalankan praktik rekrutmen fresh
graduates melalui unit-unit pembimbing konseling sekolah. Oleh karenanya sekolahsekolah secara intens menjalin hubungan kerjasama dengan komunitas bisnis dalam
menyediakan penempatan kerja bagi siswa-siswanya. Melalui asistensi sekolah, siswa


4

yang ingin memperoleh pekerjaan pada umumnya mencari dan mengikuti serangkaian
ujian penerimaan kerja di beragam perusahaan di akhir tahun masa sekolah.
Sistem rekruitmen ini secara legal didukung oleh revisi Empoyment
Stabilization Law 1949, yang secara luas dijalankan pada tahun 1960 dan 1970,
dengan memberikan kesempatan kepada penyedia lapangan pekerjaan untuk memilih
sekolahyang ingin mereka kirimi formulir aplikasi dan informasi pekerjaan. Jika
perusahaan tidak puas dengan kualitas karyawaan dari sekolah tertentu, perusahaan
memiliki hak untuk berpindah pada sekolah lain. Oleh karenanya, antar sekolah dan
guru saling melalukan kompetisi dalam menjaga dan memperluas jaringan rekruitmen
dengan beragam perusahaan.
Dilansir dari situs online Jepang, menyatakan bahwa:
今春卒業予定の大学生の就職内定率は2月1日現在で前年同期比1・
2ポイント増の81・7%だったことが15日、厚生労働、文部科学
両省の調査で分かった。2年連続の上昇だが、2008年に発生した
リーマン・ショック前の80%台後半の水準には依然戻っていない。
Sumber: MSN Sankei
Survey yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan, ketenagakerjaan dan

Kesejahteraan, kementrian pendidikan, budaya, olahraga, sains dan teknologi
menunjukkan bahwa rasio tawaran kerja pada siswa yang lulus dari perguruan tinggi
sejumlah 81,7% dengan kenaikan 1,2% dari tahun sebelumnya. Ini juga merupakan
peningkatan pada tahun kedua setelah Lehman shock dan masih dalam kisaran
prosentase 80%.
Selain itu, dengan pendidikan, Jepang berupaya untuk meminimalisir tingkat
pengangguran yang meningkat jumlahnya. Kreativitas lulusan-lulusan pendidikan
tinggi Jepang adalah kader-kader yang diharapkan dapat diakui secara internasional
dan dapat diserap dalam dunia industri Jepang yang nantinya akan terus memberikan
dampak terhadap perbaikan ekonomi negara. Contohnya, keberhasilan dalam bidang
otomotif; Suzuki, Honda, Toyota, yang selalu mampu mengembangkan inovasi baru
dari produknya dalam kurun waktu singkat.
Selain menyerap tenaga kerja yang berasal dari level pendidikan tinggi dari
universitas universitas ternama demi mengurangi angka pengangguran, keahlian

5

lulusan universitas diharapkan bisa diasah lagi kemampuannya menjadi tenaga-tenaga
ahli yang mampu mengembangkan riset-riset terbaru secara terus menerus.
3. INTERRELASI SISTEM PENDIDIKAN JEPANG YANG MEMPENGARUHI
KINERJA INDIVIDU DI PERUSAHAAN JEPANG
Sistem pendidikan Jepang menjadi dasar bagi performa kerja dan karir seorang
individu di Jepang. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan itu sendiri akan terkait
dengan banyak hal dalam aktifitas perusahaan seperti promosi jabatan, sistem
karyawan tetap, pembentukan individu itu sendiri mematuhi konsep ‘whole man’
yang dibutuhkan dalam harmonisasi kinerja perusahaan, dan lain-lain.
Interrelasi sistem pendidikan Jepang dengan performa kerja individu dapat
dilihat dalam bagan di bawah ini:

3.1 The Equitable Meritocracy
Meskipun tujuan utama dari pendidikan dasar di Jepang adalah
mempromosikan perubahan sosial yang egaliter, rupanya hal ini hanya berlaku
pada individu-individu yang memiliki kualifikasi saja. Kebijakan pemerintah dan
keluarga Jepang yang sangat menaruh perhatian besar terhadap kesuksesan anak

6

di sekolah, ujian nasional, dan lain-lain membuat pelajar pelajar Jepang sangat
berambisi untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya di sekolah dan universitas
bonafid.
Universitas Tokyo adalah salah satu universitas yang terpandang di
Jepang. Oleh karenanya, banyak persepsi yang menilai bahwa generasi-generasi
yang bisa membawa perubahan ekonomi dan sosial berasal dari universitas ini
atau universitas yang level kualitasnya setara dengan Universitas Tokyo.
Tidak hanya perguruan tinggi, memilih sekolah menengah pun menjadi hal
yang sangat krusial di Jepang. Pada dasarnya, anak-anak sudah harus
mendapatkan pendidikan yang baik sejak taman kanak-kanak. Lulusan taman
kanak-kanak yang memiliki prestise bagus, anak diterima di sekolah dasar yang
berkualitas baik, lulusan sekolah dasar yang bagus akan diterima di sekolah
menengah yang top, lalu bisa diterima di universitas bonafid hingga akhirnya
mendapat pekerjaan dengan mudah di perusahaan-perusahaan kelas dunia.
Dalam

jenjang

pendidikan

tinggi,

peringkat

universitas

menentukan prestige dan reputasi terhadap sertifikasi dan posisi dalam hirarki
dunia kerja. Perusahaan besar dan lembaga pemerintahan memiliki kultur untuk
mempromosikan jabatan pegawai berdasar atas asal lulusan universitas. Kondisi
inilah yang mendorong kandidat untuk menentukan masa depan pendidikan lebih
berdasar atas nama universitas diabandingkan dengan kualitas disiplin atau
ketertarikan dalam disiplin tertentu.
3.2 Permanent Employment
Seorang pekerja yang masuk dalam perusahaan melalui universitas akan
diperiksa dengan sangat detail, mulai dari riwayat pendidikan, latar belakang,
keluarga, kesehatan dan banyak tes pemeriksaan yang lain. permanen employment
atau lifetie employment merupakan hal yang umum di sebuah perusahaan besar,
karena itulah mereka membutuhkan detail informasi dari seorang pekerja.
Karena pekerja akan diberdayakan seumur hidupnya, perusahaanperusahaan besar sangat berhati-hati dalam memilih dan menyeleksi calon
pekerjanya, termasuk memperhatikan dengan sangat teliti riwayat pendidikannya
dan di sekolah mana saja seorang calon karyawan pernah menempuh pendidikan.

7

Pada umumnya, perusahaan besar hanya akan tertarik pada calon karyawan yang
berasal dari sekolah atau universitas yang terpandang.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin bonafid dan semakin tinggi prestise
institusi pendidikan tempat calon karyawan belajar, maka semakin besar
kemungkinan calon karyawan ini akan dipekerjakan.
3.3 Promotion Practice
Senioritas merupakan faktor primer dalam skema promosi dari sebagian
besar perusahaan Jepang. Hasibuan (2000) menyatakan bahwa pengalaman kerja
dipandang sebagai senioritas, dimana pertimbangan untuk promosi didasarkan
pada pengalaman kerja seseorang atau orang yang terlama bekerja dalam
perusahaan, akan mendapat prioritas utama dalam tindakan promosi. Akan tetapi,
hal ini dapat menyebabkan melemahnya tingkat persaingan antar karyawan,
karena karyawan yang masih baru dianggap tidak dihargai dan tidak mendapat
kesempatan berkembang secara karir dengan potensi yang dimilikinya, ini akan
berdampak kepada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Namun saat ini, alasan
senioritas masih dijadikan sebagai kriteria promosi jabatan dalam suatu
perusahaan, selain akan mengurangi terjadinya kecemburuan sosial juga
berhubungan dengan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Dengan masa kerja
yang lebih lama, seseorang diharapkan memiliki tingkat kompetensi yang lebih
tinggi dan ide – ide yang lebih banyak. Menurut Simamora (2004), salah satu
alasan mengapa senioritas dijadikan sebagai kriteria untuk promosi karena adanya
korelasi antara senioritas dan produktivitas. Sampai pada titik tertentu, para
karyawan pada umumnya menjadi lebih kompeten dalam pekerjaannya, seiring
dengan banyaknya pengalaman yang dimiliki.
Studi mengenai perusahaan Jepang menemukan adanya korelasi yang
cukup dekat antara ranking dan senioritas dan pendidikan. Alasannya dapat
dimengerti, bahwa pencapaian prestasi yang tinggi membutuhkan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah, dan kemampuan itu biasanya berkembang seiring
dengan seorang karyawan menuai pengalaman kerja lalu menjalani proses
menjadi senior yang membimbing juniornya.
3.4 Konsep The Whole Man

8

Di Jepang, konsep ‘whole man’ berarti tipikal orang yang berkembang
secara harmonis, orang yang well-rounded dalam dimensi fisikal, intelektual,
spiritual, dan teknikal dalam kepribadiannya serta dalam konteks pengetahuannya.
Harus diakui bahwa meskipun moral training merupakan bagian dari kurikulum,
rutinitas institusi pendidikan itu sendiri lah yang digunakan sebagai alat dalam
pendidikan moral. Para pengajar biasa menanamkan bahwa perilaku di kelas harus
menunjukkan rasa hormat terhadap sesama/teman sebaya dan menunjukkan
betapa berharganya eksistensi teman sekelas. Sebagian besar aktivitas sekolah di
Jepang memiliki tujuan yang sama; menanamkan rasa kebersamaan, pentingnya
kebersihan, dan konsep kolektivisme.
Orang Jepang, sejak sekolah dibiasakan mengerjakan sesuatu bersama
sama dan berkomunikasi dalam situasi berunding untuk merasakan adanya sebuah
community of interest. Hal tersebut sangat bermanfaat saat mereka bekerja nanti.
Di perusahaan, segala macam bentuk pekerjaan biasanya dikerjakan dan
diselesaikan dalam tim sehingga kemampuan berdiskusi dan memecahkan
masalah menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu perusahaan
mengandalkan sekolah-sekolah yang berkualitas baik sebagai partnet merekrut
lulusan-lulusan

yang

memiliki

kemampuan

memecahkan

masalah,

dan

mengembangkan kepribadian dengan baik. Kemampuan-kemampuan yang
terdapat dalam ‘whole man’ tersebut sangat dibutuhkan dalam kinerja,
pengembangan dan kemajuan perusahaan.
3.5 Scholastic Rigor
Pada poin ini, seorang karyawan harus menguasai ketrampilan membaca
yang baik, menulis kalimat efektif, terampil dalam perhitungan yang matematis
dan mampu bekerja dengan seluruh komponen angka, desimal, pecahan dan
prosentase. Karyawan harus mampu bekerja secara mandiri maupun kolaboratid,
melakukan penelitian, analisa, mencatat, mengelola informasi dan mensintesis
permasalahan dengan apa yang telah dia pelajari sebelumnya di universitas atau
sekolah.
Keterampilan tersebut sangat penting untuk pekerjaan dan perkembangan
perusahaan. Karena itulah keterampilan tersebut telah ditanamkan di sekolah
dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh kementrian pendidikan. Selain itu,

9

faktanya, banyak sekali pelajar Jepang yang mengincar universitas bonafid, tidak
hanya untuk menimba ilmu yang berguna untuk karirnya nanti, melainkan juga
membiasakan diri dengan perilaku kerja. Universitas universitas yang terpandang
dengan sistem pendidikan yang baik, memiliki aturan yang ketat, batas absensi,
waktu libur yang pendek dan kehidupan yang sibuk.
Dari situlah pelajar merasa menemukan kesamaan perkuliahan yang ketat
dengan kehidupan karyawan perusahaan yang harus terbiasa disiplin. Jadi
kehidupan di instansi pendidikan sendiri sifatnya mendorong pelajar untuk
tertindak dengan ilmiah dan teliti sebagai calon karyawan yang memiliki dedikasi
tinggi pada perusahaan.
4. Kesimpulan
Tampak dengan jelas bahwa di Jepang, pendidikan merupakan hal yang sangat
penting. Kemampuan seorang pelajar untuk masuk ke universitas ternama merupakan
inti dari kesuksesan dalam karirnya di perusahaan maupun di area pemerintahan.
Adanya ujian dan tes di sekolah dan tes masuk ke perusahaan/dunia kerja
mengindikasikan maksud yang kuat untuk menganugerahkan jabatan yang baik bagi
individu yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mumpuni.
Di Jepang, pengetahuan diasumsikan sebagai kunci untuk memecahkan
masalah dan mengambil keputusan sehingga pengetahuan dan keterampilan menjadi
sangat penting bagi dunia kerja. Dalam mencapai cita-cita berupa hasil kerja yang
sempurna, bangsa Jepang menyandarkan keberhasilan kerja pada budaya kerja.
Norma dan nilai yang baik dijadikan rujukan dalam melakukan kerja. Sebaliknya
norma dan nilai yang buruk dijadikan standar untuk dihindari dalam pelaksanaan
kerja.
Perusahaan Jepang sangat menyadari bahwa produk yang unggul harus
diawali dengan budaya kerja yang terencana, konsisten dilakukan dan melibatkan
seluruh level pekerja. Setiap pekerjaan dituntut untuk melakukan pebaikan dan
pengembangan

kerja

secara

berkesinambungan.

Sekecil

apapun,

pengembangan/improvement di tempat kerja harus dilakukan. Tentu saja ada apresiasi
yang harus diberikan oleh peusahaan kepada misalnya seperti promosi jabatan dan
lain-lain.

10

Banyak sekali pencapaian dalam dunia korporasi Jepang yang diraih atas nilainilai dan pengetahuan yang dapat ditemukan dalam sistem pendidikan yang
kompetitif. Penetapan standar yang tinggi dalam sistem penerimaan karyawan baru
merupakan salah satu bukti bahwa Jepang menerapkan kerja keras yang diiringi oleh
pendidikan yang baik dari universitas dan sekolah.
5. DAFTAR REFERENSI
Cumming, William K. 1980. Education and Equality in Japan. Princeton, N.J.,
Princeton University Press.
Hasibuan, Malayu SP, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Marsh, Robert M. Mannari, Hiroshi. 1976. Modernization and the Japanese Factory.
Princeton, N.J., Princeton University Press.
Saski, Naoto. 1981. Management and Industrial Structure in Japan. London:
Pergamon Press, Ltd.
Suryohadiprojo, S. 1987. Belajar dari Jepang (Manusia dan Masyarakat Jepang dalam
Perjuangan Hidup). Depok: Universitas Indonesia Press
Wang, James C. F., 1994, "Comparative Asian Politics: Powers, Policy and Change",
New Jersey: Prentice Hall
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Pembangunan: Ikhtisar Teori, Masalah dan
Kebijakan. Yogyakarta : Media Widya Mandala.

11