Teori belajar yang melandasi pembelajara

Nama: Faizal Febrian Ramadhani
NIM: 1200393
Mata Kuliah: Pembelajaran Berbasis Komputer (PBK)
Jenis Tugas: Resume
Dosen Pengampu: Dr.Cepi Riyana

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, terukur,
serta dapat dinilai secara konkrit. Perubahan perilaku yang dihasilkan adalah perubahan yang
terjadi melalui suatu rangsangan (stimulus) yang diberikan, kemudian pihak yang diberi
rangsangan memberikan tanggapan (respon), sehingga proses pembelajaran dalam teori
belajar ini sangat mekanistik, karena segala sesuatunya telah ditentukan melalui stimulus atau
rangsangan yang ada.
Stimulus atau rangsangan dapat dianalogikan sebagai lingkungan belajar peserta didik, baik
yang bersifat internal maupun eksternal, sedangkan respon atau tanggapan, adalah suatu
dampak dari rangsangan yang diberikan
Berarti belajar dapat diartikan memiliki keterkaitan antara rangsangan yang diberikan, relatif
berjalan selaras dengan respon yang dihasilkan.
Beberapa hal yang penting diketahui tentang karakteristik dari Teori Behavioristik ini sendiri:
1. Mementingkan faktor lingkungan.

2. Menekankan pada faktor bagian.
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis.
5. Mementingkan masa lalu.

Terdapat beberapa teori yang sejalan dengan teori belajar behaviorisme ini, beberapa
diantaranya adalah:
1. Teori Koneksionisme (Edward Lee Thorndike: 1874-1949)
Menurut Thorndike belajar tidak lepas dari pemberian rangsangan (stimulus), kemudian
muncul tanggapan (respon) yang dihasilkan. Memang tidak mudah untuk menciptakan
asosiasi antara stimulus dan respons, Thorndike mengatakan untuk mencapai respon yang
tepat maka diperlukan proses mencoba dan gagal terlebih dahulu, maka dikenallah bentuk
dasar dari proses belajar adalah trial and error atau selecting and connecting learning.
Thorndike melakukan percobaan pada seokor kucing yang berada di kandang, kemudian di
luar kandang diletakkan makanan yang diibaratkan sebagai stimulus, kucing melakukan
segala cara untuk dapat keluar dari kandang dan mendapatkan makanan yang terletak di luar
kandang, kemudian secara tidak sengaja kucing menyentuh kenop pembuka pintu kandang,
dan kucing mendapatkan makanannya, percobaan ini diulang beberapa kali, sampai pada
percobaan ke 10 sampai percobaan ke 12, kucing telah mampu dengan sengaja membuka
pintu kandang dengan menyentuh kenop pembuka pintu.

Dari percobaan di atas, maka ditemukan hukum-hukum belajar berikut:
 Hukum kepuasan (law of readiness): Semakin siap kita menerima perubahan tingkah
laku, maka pelaksanaan tingkah laku yang kita kerjakan, akan menghasilkan kepuasan
bagi diri kita. Prinsip pertama dari koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Sebagai contoh, seorang anak yang gemar menjahit, akan menekuni dan
mengasah kemampuan menjahitnya, sehingga timbul prestasi dan kepuasan dalam
diri.
Terdapat beberapa persoalan dalam hukum kepuasan ini, diantaranya adalah:
Jika kita sudah merasa puas akan apa yang telah kita kerjakan, maka kita cenderung
tidak akan mengerjakan pekerjaan yang lain.
Jika kita memiliki kecenderungan untuk bertindak tetapi tidak melakukan tindakan
itu, maka akan timbul rasa tidak puas dalam diri kita, sehingga kita memilih untuk
melakukan tindakan lain untuk meminimalisir rasa ketidak puasan dalam diri kita.

Jika kita tidak memiliki inisiatif untuk melakukan suatu tindakan, namun pada
kenyataannya kita melakukan tindakan itu, maka akan timbul rasa tidak puas,
sehingga kita cenderung mencari kegiatan lain untuk mengurangi rasa tidak puas yang
ada.
 Hukum latihan (law of exercise): Semakin sering kita berlatih akan menguatkan

kemampuan yang ada atau yang kita miliki. Semakin sering kita mengulai suatu hal
yang kita ketahui, akan semakin lama hal tersebut ada dipikiran kita dan akan semakin
kita kuasai, sehingga hal terpenting untuk penguasaan dan penguatan adalah latihan,
ketika latihan ini kita hentikan, perlahan kemampuan kita yang telah dikuasai akan
melemah dengan sendirinya.
 Hukum akibat (law of effect): Suatu stimulus yang diterima kemudian di respon akan
memberikan hasil, hasil dari respon yang dihasilkan dipandang sebagai akibat, jika
akibat yang dihasilkan mengesankan maka kita tidak akan ragu untuk kembali
mengulainginya,

namun

jika

sebaliknya,

maka

kita


cenderung

untuk

meninggalkannya.
Seiring berjalannya waktu Thordike kemudian melakukan revisi terhadap beberapa hukum
yang dikemukakannya diantaranya sebagai berikut:
 Hukum latihan ditinggalkan, karena dianggap tidak relevan, pengulangan saja
dianggap tidak cukup, dan penurunan intensitas pengulangan, belum tentu
melemahkan kemampuan.
 Revisi pada hukum akibat, Thorndike berpandangan bahwa yang berdampak positif
adalah pemberian hadiah sebagai akibat, sedangkan hukuman cenderung tidak
memberikan dampak apa-apa.
 Kesesuaian adalah syarat utama stimulus dan respons, bukan dengan adanya
kedekatan.
 Suatu perbuatan baik cenderung merambat pada tindakan yang lain.
Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum tambahan, diantaranya adalah:
 Hukum sikap (attitude): Perilaku belajar tidak hanya dipengaruhi oleh stimulus dan
respons semata, namun juga terdapat faktor lain, yaitu keadaan kognitif, afektif, dan
psikomotornya.


 Hukum aktivitas berat sebelah (Prepotency of elements): Kita cenederung memiliki
seleksi respon atau hanya merspon stimulus tertentu saja.
 Hukum reaksi bervariasi (multiple respons): Sebelum memilih respon yang tepat kita
melakukan proses trial an error.
 Hukum respons by analogy: Kita dapat menghubungkan situasi yang belum dialami
dengan situasi yang pernah dialami, sehingga terjadi perpindahan unsur ke situasi
baru.
 Hukum perpindahan asosiasi( Associative shifting): Peralihan dari situasi yang telah
dikenal dan situasi yang belum dikenal berjalan perlahan dan bertahap.
2. Ivan Petrovich Pavlov
Pavlov melakukan proses yang dinamakan classic contioning (pengkondisian atau
persyaratan klasik), Pavlov melibatkan anjing dalam percobaannya karena menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia, meski manusia memiliki kelebihan yang
tidak dimiliki oleh binatang, dengan memberikan stimulus asli dan stimulus netral,
sehingga diharapkan akan muncul respon yang diinginkan.
Percobaan ini terpengaruh dari aliran bahaviorisme, yang berasumsi gejala kejiwaan
seseorang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkannnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran,
peranan maupun bicara melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana

baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Pavlov melakukan percobaan operasi leher pada anjing, pertama anjing diperlihatkan
makanan, maka dengan sendirinya air liurnya akan keluar, kemudian sebelum
diperlihatkan makanan, anjing diperlihatkan sinar merah, maka air liur akan tetap keluar,
jika hal ini terus dilakukan secara kontinyu, maka dengan sinar merah saja anjing akan
mengeluarkan air liurnya. Makanan adalah rangsangan wajar, sementara sinar merah
adalah rangsangan buatan.
Ternyata hal tersebut dapat diterapkan pada manusia, dan tanpa sadar sebenarnya kita
sudah terlatih untuk merespon beberapa hal, ketika kita mendengar bel yang
diperdengarkan 1 kali disekolah maka tanpa menunggu aba-aba kita akan segera masuk
ke kelas, sementara bel 2 kali adalah tanda istirahat, dan bel 3 kali adalah tanda kelas

selesai, tanpa kita sadari kita sudah terlatih dan memberikan respon yang selaras dengan
stimulus yang diberikan.
3. Burrhus Frederich Skinner (1904-1990)
Skinner dikenal dengan model instruksi langsung, Skinner mengemukakan teori operant
conditioning, dalam teori ini seseorang dianggap mampu untuk mengendalikan tingkah laku
individu lain melalui tindakan penguatan yang bijaksana. Secara garis besar Skinner mencoba
menerangkan tentang konsep reward ant punishment sebagai penguatan dalam proses belajar,
penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu penguatan positif dan juga penguatan negatif,

penguatan positif terjadi bila peserta didik mengerjakan tindakan sesuai instruksi, maka akan
mendapat imbalin, sementara penguatan negatif adalah tindakan untuk menunda pemberian
imabalan atau memberikan hukuman, terhadap tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan
instruksi yang diberikan.
Skinner kemudian mengemukakan beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut:
 Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
bebar diberi penguat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
 Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
 Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
 Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
 Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio reinforcer.
 Dalam pembelajaran digunakan shaping (pemberian imbalan sesuai dengan
peningkatan perilaku yang diperlihatkan)
4. Robert Gagne (1916-2002)
Gagne menekankan pada pembelajaran yang sistematis, dalam artian belajar dimulai dari hal
yang palin sederhana menuju hal yang lebih kompleks. Gagne mengemukakan teori
conditioning learning yang banyak diterapkan dalam training pilot di Amerika


5. Albert Bandura
Psikolog berkebangsaan Kanada ini memunculkan eksperimen yang diberi nama Bobo doll,
yaitu suatu eksperimen yang melihat perilaku anak kecil yang melakukan proses identifikasi
maupun imitasi terhadap orang dewasa.
6. Aplikasi Teori Belajar Behavioristik
Guru tidak mendominasi pembelajaran, guru hanya memberi instruksi singkat yang dibarengi
dengan contoh konkret dari penjabaran materi yang dijelaskan oleh guru maupun melibatkan
peserta didik di dalam proses simulasi.
Bahan pembelajaran disusun secara sistematis dan hierarkinya berdasarkan tingkat kesulitan,
dari mulai yang mudah ke arah materi pembelajaran yang kompleks.
Diperlukan kejelian dari pengajar dalam memilih teori belajar, karena tidak setiap teori
belajar tepat digunakan di setiap mata pelajaran, paradigma yang mengatakan bahwa teori
belajar behavioristik terkesan ortodoks dan usang serta menjadikan peserta didik pasif, salah
satu alasannya mungkin karena ketidak jelian pengajar menempatkan teori dalam praktik
kerja di kelas.
Hasil yang diharapkan dari teori belajar ini adalah perilaku yang diinginkan, dalam artian
perilaku yang sesuai dengan tujuan pemberian stimulus.
Evaluasi dari teori belajar ini ditekankan pada perilaku yang nampak.
Penerapan teori ini sesuai karakteristiknya lebih tepat digunakan untuk mata pelajaran yang

banyak menekankan pada penguasaan materi berbasis instruksi.