Studi Etnografi Semiotika Kartun Transpo
Daftar Isi
Literature on Indonesia’s Democratisation: Plenty of Empirical Details,
Lack of Theories
Ulla Fionna......................................................................................................... 203–211
How is Indonesia Possible?
Anton Novenanto ............................................................................................... 212–220
Memahami Teori Konstruksi Sosial
I. B. Putera Manuaba ......................................................................................... 221–230
The Construction of Cultural Identity in Local Television Station’s
Programs in Indonesia
Yuyun W.I Surya ................................................................................................ 231–235
Peran Benda Cagar Budaya dalam Proses Pembelajaran
Djoko Adi Prasetyo ............................................................................................ 236–244
Slang sebagai Simbol Replikasi Klas di Yogyakarta
Yusuf Ernawan ................................................................................................... 245–249
Studi Etnograi Semiotika: Angkutan Umum sebagai Gaya Hidup
Metropolitan dalam Kartun Benny Rachmadi
Roikan ................................................................................................................ 250–256
Metafora Budaya sebagai Pendekatan Manajemen
Siswanto ............................................................................................................. 257–263
Penerapan POLDA Jatim Standard Organisation (PJSO) 2006: Studi
Evaluasi
Yan Yan Cahyana ............................................................................................... 264–271
Acromiocristalis Populasi Pygmy Rampasasa (Kabupaten Manggarai,
Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Rusyad Adi Suriyanto, Janatin Hastuti, Neni Trilusiana Rahmawati,
Koeshardjono dan T. Jacob ................................................................................ 272–282
Studi Etnograi Semiotika: Angkutan Umum sebagai Gaya
Hidup Metropolitan dalam Kartun Benny Rachmadi
Roikan1
Departemen Antropolo�i, FISIP, Universitas Airlan��a
Abstract
Cartoon is part of art that represents cultural phenomenon. In the creative process cartoonist must have understanding
of the socio-cultiral conditionof the people. Benny Rachmadi is a cartoonist who has deep understanding of the people
around him so that some people regard him as an „antropologist par excellent“. This research aim to uncover the
meaning of cartoon in the “Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi” by Benny Rachmadi that has been used in analysing
the problems of public transport in the city-especially Jakarta-and its relation to the life style of metropolist people. The
method used in this study is semiotic ethnography, which uncover the meaning of a cultural phenomenonin a cartoon to
the actual people - the people who have relationship and fully enculturedby the text. The data were gathered by observing
the text (cartoon) and observing in the ield (Jakarta), and indepth interview. The data were analysed using Roland
Barthes’ Semiology and Casson’s taxonomy analysis. This result of this research is, irst, Benny Rachmadi created his
cartoon by stressing on descriptive visual details for explaining transportation problems of public transport in Jakarta.
Second, the public transport was not just a tool for moving from one place to another, but also had several meanings-the
media of social interaction, a tool for earning money, and the media for self actualisation. Third, the metropolist people
had high concern for time, along with their high mobility; so that the people who used the public transport regarded it
more for its function.
Key words: Cartoon, public transport, metropolist, life style.
Dunia perkartunan di Indonesia pada masa kini
lebih memperlihatkan ke-Indonesiaannya, baik
dari segi gambar maupun dari segi bahasa (Hidayat
dalam Sundari, ed., 2001: 211). Artinya, dalam
proses kreatif penciptaan karya, kartunis mencoba
untuk melihat sisi sosiokultural yang berlaku di
lingkungan tempat tinggalnya. Karena itulah,
pemahaman terhadap kebudayaan merupakan syarat
dalam proses berkartun. Seorang kartunis yang
kompetitif harus memenuhi persyaratan tertentu.
Setidaknya, ada tiga elemen yang harus dipenuhi,
yakni kompetisi di bidang teknis/artistik, kompetisi
di bidang pengamatan atau observasi, dan kompetisi
di bidang lelucon (Sudarmo, 2004: 63–64).
Kartunis lebih dari sekadar seorang tukang gambar
karena kartunis sejati harus mampu merumuskan dan
menyimpulkan apa yang dibuatnya. Khusus untuk
elemen kedua, seorang kartunis adalah orang yang
memiliki kemampuan dalam mengamati berbagai
fenomena dan masalah secara cermat dan akurat,
terutama menyangkut detail dan substansi.
Kartun dan Representasi Fenomena
Budaya
Bagi sebagian orang, membaca sebuah surat kabar,
terutama bagian editorial, rasanya kurang lengkap
jika tidak melihat karikatur yang berisi kritik
membangun terhadap berbagai permasalahan dalam
berbagai bidang kehidupan. Bagi pembaca surat
kabar atau majalah yang mempunyai selera humor
tinggi, atau hanya sekadar untuk mencari hiburan,
kartun humor menjadi pilihan yang menarik untuk
bisa tersenyum bahkan tertawa. Kartun mempunyai
peranan dalam media massa, sebab tidak sedikit
kartunis yang dibesarkan oleh sebuah surat kabar.
G.M. Sudarta merupakan kartunis besar Indonesia
spesialis kartun editorial dengan tokoh Om Pasikom
yang berperan besar dalam penciptaan opini publik
di harian Kompas. Kartunis Indonesia lain yang turut
dibesarkan oleh media massa antara lain Pramono,
Darminto S. Sudarmo, Dwi Koen, Gun-gun, Wahyu
Kokkang, Muslih Kokkang, Jango Pramartha, Jitet
K., dan lain sebagainya.
1
Korespondensi: Roikan, Departemen Antropolo�i, FISIP, Unair, Jl. Airlan��a 4–6 Surabaya 6��86. E-mail: samin_antro�[email protected]
250
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
251
Tabel 1.
Perbedaan Kartun, Komik, dan Karikatur
Aspek
Kartun
Komk
Karkatur
Definisi
Ilustrasi yan� menekankan
pada suatu momen, yan�
didominasi oleh humor, dan
berfun�si seba�ai hiburan
Ilustrasi yan� berbentuk cerita
ber�ambar den�an narasi
yan� cenderun� panjan�,
bahkan sampai bersambun�
dan berfun�si seba�ai hiburan
Ilustrasi yan� di�unakan seba�ai
media untuk men�un�kapkan
ketidaksenan�an pada sesuatu dan
berfun�si seba�ai media sindiran
Format
Ilustrasi dalam satu momen
atau lebih, dapat berupa
�ambar tanpa kata maupun
den�an balon kata atau
keteran�an di bawah panel
Ilustrasi den�an panel yan�
berurutan yan� dilen�kapi
den�an balon kata-kata dan
keteran�an di atas �ambar
Ilustrasi dalam bentuk �ambar tanpa
teks maupun den�an teks yan�
dalam pen��ambarannya men�alami
eksa�erasi dan deformasi bentuk asli
dari sebuah obyek
Penerbitan
Bersama den�an media
massa atau mandiri
Umumnya diterbitkan secara
mandiri
Bersama den�an media massa
Klasifikasi
Kartun humor dan editorial
Komik kartunal� dan ilustratif
Karikatur satir3 dan penyadaran
Tin�kat aktualisasi
terhadap ruan� dan
waktu
Kuran� diperhatikan
Kuran� diperhatikan
San�at diperhatikan
Stereotipe yan�
berkemban� dalam
masyarakat
Dian��ap seba�ai humor
murahan
Buku yan� hanya membuat
anak-anak menjadi malas
belajar
Humor yan� penuh hujatan
Kartun dalam seni rupa termasuk salah satu
bagian dari seni ilustrasi yang pada dasarnya hanya
bersifat menghibur karena lebih menekankan pada
gambar dan tema yang bersifat jenaka (The World
Book Encyclopedia dalam Intisari, Januari 1992).
Kartun sarat makna simbolik yang membutuhkan
interpretasi dari pembaca, bahkan tidak sedikit yang
bersifat multiinterpretatif. Deinisi kartun sendiri
adalah sebuah gambar yang bersifat representasi atau
simbolik; mengandung unsur sindiran, lelucon, atau
humor (Setiawan, 2002: 33).
Seorang antropolog, Dr. Mark Hobart, menyebut
kartun sebagai suatu bentuk seni yang berbeda,
mampu membuat situasi kompleks menjadi elemen
sederhana. Sebab, kartun adalah sarana yang mampu
mengubah cara memahami dunia dengan menekankan
aspek yang biasanya terkubur dalam hiruk pikuk
kita sehari-hari (Museum Pendet, 2004: 26). Kartun
yang baik tidak hanya sekadar menghibur, namun
mempunyai misi untuk merepresentasikan suatu
fenomena dan bersifat relektif.
Jenis kartun berdasarkan fungsinya dibagi
menjadi tiga, yakni kartun humor (gag cartoon),
kartun editorial atau politik (political cartoon), dan
kartun sosial (social cartoon) (Sudarmo, 2004: 63).
Versi lain mengklasiikasikan kartun menjadi dua
jenis, yakni kartun humor dan kartun editorial atau
kartun politik (http://en.wikipedia.org/wiki/comics).
Kartun humor adalah kartun yang mengangkat
humor-humor yang sudah dipahami secara umum
oleh masyarakat, bahkan tidak jarang digunakan
sebagai sindiran terhadap fenomena sehari-hari
yang terjadi di masyarakat. Karena itu, kartun jenis
ini agak mirip dengan kartun sosial, hanya bedanya
lebih fokus pada humor.
Humor merupakan salah satu teknik yang sering
digunakan oleh para kartunis untuk mengemas
visualisasi imajinasinya. Inti humor adalah kejutan
yang dapat membuat pembaca berspekulasi dan
menawarkan perspektif yang baru atau tidak biasa.
Kejutan adalah kenyataan yang “menyesatkan”,
sulit diduga, dan dapat menimbulkan ide segar bagi
pembaca. Selain itu, sifat dasar humor yang lain
adalah mengecoh, melanggar tabu, sesuatu yang tak
biasa, sesuatu yang tak masuk akal yang kontradiktif
dengan kenyataan, kejahilan, dan plesetan (Anwari,
1999: 6–7).
Sebagian masyarakat memandang kartun sama
dengan karikatur. Pada dasarnya karikatur adalah
bagian dari kartun, yakni sebagai salah satu jenis
kartun yang bersifat satir. Sebagian masyarakat
menganggap kartun adalah sama dengan komik.
Tabel 1 merupakan perbedaan antara kartun, komik,
dan karikatur:
Kartun, sebagaimana komik, merupakan
media yang multiguna. Sebab, keberadaan kartun
tidak hanya menyajikan hiburan dari humor yang
terkandung di dalamnya, tetapi mempunyai beragam
�
Komik kartunal adalah komik yan� dalam visualisasinya menekankan pada sisi humor dan �ambar yan� mempunyai karakter, bukan pada
ilustrasi yan� realis, namun lebih ber�aya kartun.
3
Visi yan� dibawa �ambar karikatur pada dasarnya adalah seba�ai sarana dalam men�kritik den�an sindiran yan� halus.
252
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
fungsi lain; (Ahmad, 2006: 14–25) di antaranya:
media hiburan yang murah meriah, media untuk
bercerita, media pendidikan, media untuk berekspresi
dan bereksploitasi, media releksi pemikiran, media
imperialisme modern, dan media propaganda.
Sebagai media untuk berekspresi dan
bereksploitasi, manusia pada dasarnya adalah
makhluk yang menyukai keindahan yang diwujudkan
dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah penyaluran
hasrat maupun manifestasi dari imajinasi maupun
tanggapan terhadap berbagai fenomena yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan seorang
kartunis untuk menertawakan selain mengecam,
dapat menjadi sarana pelepas kelelahan masyarakat,
sehingga kartun dapat menjadi salah satu alternatif
untuk melepaskan tekanan dari rasa khawatir.
Sebagai media releksi pemikiran: pandangan
dan kenyataan visual yang terjadi pada satu tempat
dan satu masa atau zaman yang diwakilinya. Kartun
dan subyektiitas merupakan hal yang kerap terjadi.
Seorang kartunis mempunyai kecenderungan untuk
membuat igur yang menyerupai dengan dirinya
sendiri, baik secara langsung maupun samara-samar.
Visualisasi diri secara langsung dapat dilihat dari
gambar Benny Rachmadi versi kartun. Visualisasi
diri secara samar diwujudkan dengan membuat tokoh
rekaan. Namun, ada beberapa ciri khas subyektif
yang dilekatkan pada tokoh tersebut, misalnya tokoh
Petruk karya Joni Hidayat, Si Mamat (kampung Boy)
karya Lat dan Panji Koming karya Dwi Koendoro.4
Figur yang dibuat oleh seorang kartunis adalah
ikonisitas dari obyek yang tidak jauh dari kartunis
itu sendiri, baik dirinya sendiri maupun orang lain
dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Sebagai media imperialisme modern: semakin
maraknya peredaran komik impor, terutama dari
Jepang (manga), membawa pengaruh terhadap pola
pikir para pembaca, khususnya generasi muda. Tema
yang diangkat dalam komik itu didominasi oleh
kebudayaan keseharian masyarakat Jepang. Komik
impor lain dari Amerika mapun Eropa berdampak
pula pada obsesi para pembaca untuk dapat menjadi
seperti apa yang ada dalam komik itu. Hal ini
berdampak pada munculnya gaya hidup ala Barat
yang dapat menggeser gaya hidup asal.
Sebagai media propaganda: keberadaan kartun
dapat menyebabkan kontroversi dalam masyarakat.
Salah satu contoh kasusnya adalah polemik pemuatan
kartun Nabi Muhammad di media Denmark,
Jyllandsposten, pada 2005.
Lagak Jakarta adalah seri cerita bergambar
(cergam) dalam bentuk komik yang bergaya
kartunal5 yang diterbitkan oleh Kepustakaan Popular
Gramedia (KPG). Cergam6 ini merupakan potret
dari keseharian masyarakat kota Jakarta, sebuah
kota metropolitan yang menjadi tempat bertemunya
berbagai masyarakat dengan latar belakang yang
bervariasi. Proses kreatif kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi karya Benny Rachmadi bukan
hanya berdasarkan dugaan atau khayalan belaka,
namun sumber seluruh ceritanya adalah kenyataan
tentang kehidupan sehari-hari masyarakat yang
dialami sendiri oleh Benny. Lagak Jakarta Edisi
Transportasi adalah salah satu edisi dari seri cergam
buatan Benny yang diterbitkan Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG) pada 1997. Edisi ini menyoroti
transportasi di kota Jakarta. yang menampilkan
fenomena keseharian angkutan umum, lengkap
dengan perilaku masyarakat pengguna dan awak dari
angkutan umum. Lagak Jakarta edisi Transportasi
merupakan edisi kedua setelah penerbitan Edisi
Trend dan Perilaku karya Muh. ”Mice” Misrad.
Benny merepresentasikan keseharian masyarakat
kota Jakarta melalui visualisasi peristiwa bersifat
simbolik, naratif, dan ikonik. Sifat simbolik dari
sebuah kartun adalah penerapan tanda-tanda yang
bersifat interpretatif atau multiinterpretatif yang
digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Fungsi
dari sebuah tanda adalah sebagai media bagi individu
dalam mendefinisikan dunia, mengekspresikan
perasaan-perasaan dan membuat penilaian yang
melibatkan pikiran, gagasan dan emosi dalam
menyikapi suatu fenomena budaya. Sifat naratif
kartun sebagaimana pada Seri Lagak Jakarta edisi
Transportasi menceritakan suatu peristiwa dengan
alur yang jelas dalam visualisasi gambar dalam panel
bersifat kartunal yang terpola dalam urutan tertentu.
Sifat ikonik kartun dapat dilihat pada salah satu tokoh
yang merupakan ikon dari Benny sendiri yang tidak
hanya sebagai subyek, namun menjadi obyek yang
4
Cara untuk melihat ciri subyektif yan� dilekatkan pada fi�ur rekaan dalam kartun adalah den�an membandin�kan fi�ur tersebut den�an ciri fisik
kartunis. Jika diamati den�an detail, kita dapat menemukan kesamaan antara fi�ur tersebut den�an ciri fisik kartunis. Misalnya, Si Mamat karya Lat
mempunyai pipi yan� sama tembem-nya den�an kartunis yan� menciptakannya.
�
Komik berdasarkan �aya visualisasi dibedakan menjadi komik kartunal dan komik ilustratif. Komik kartunal adalah komik yan� lebih
menekankan pada unsur humor den�an �aya �ambar yan� mirip �aya kartun, sedan�kan komik ilustratif lebih menekankan pada �aya �ambar dan
tema yan� lebih realis, bahkan berusaha men�hindari kesan humor.
6
Secara pribadi, Benny Rachmadi lebih suka jika Seri La�ak Jakarta disebut seba�ai esai kartun; karena selain berupa kumpulan �ambar
kartun, terdapat teks yan� menjadi pen�uat pesan yan� in�in disampaikan pada pembaca.
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
terlibat langsung dalam berbagai peristiwa. Sifat
ikonik pada kartun memperlihatkan kecenderungan
subyektiitas dari seorang kartunis dalam proses
kreatif pembuatan kartun.
Kompleksitas Angkutan Umum Kota
Jakarta
Jakarta dengan luas wilayah 655,7 km persegi dan
jumlah penduduk mencapai 9,7 juta jiwa memerlukan
sarana transportasi yang memadai untuk membantu
mobilitas masyarakat dari satu tempat ke tempat
lain dengan jarak yang bervariasi dan relatif saling
berjauhan. Saat ini, 13,5 juta penduduk Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) bekerja di
Jakarta. Tentu, kondisi itu menjadi beban tersendiri
bagi Jakarta. Pasalnya, di tengah kondisi demikian,
sub-urbanisasi yang kurang tertata dan terencana
telah memunculkan fenomena kemacetan di
setiap pintu masuk menuju Jakarta (http://kompas.
com/kompascetak/0406/19/Fokus/1092213.htm).
Tranportasi adalah perpindahan orang dan barang
dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi
perkotaan tidak hanya sekadar menyangkut masalah
pengangkutan manusia atau barang, tapi juga
mencakup sesuatu yang kompleks dalam berbagai
ranah kehidupan. Kebutuhan akan transportasi untuk
mendukung mobilitas seseorang membutuhkan
alat, yakni kendaraan. Kendaraan dibagi menjadi
kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan
umum yang biasa disebut dengan angkutan umum
mempunyai beragam pilihan dari ojek sampai bus
kota. Kendaraan pribadi meliputi motor dan mobil
yang model maupun jenisnya dapat disesuaikan
dengan selera dan keadaan finansial seseorang.
Faktor finansial menjadi pertimbangan dalam
membuat keputusan untuk memiliki kendaraan
pribadi, mengingat tingginya biaya hidup di Jakarta
yang kerap tidak sebanding dengan besarnya
pendapatan. Kondisi ini membuat seseorang
harus berpikir beberapa kali untuk dapat memilki
kendaraan pribadi. Karena itu, salah satu cara yang
ditempuh agar tetap bisa mendukung mobiltas adalah
menggunakan angkutan umum.
Studi Taksonomi Mode Angkutan Umum
Kota Jakarta
Taksonomi merupakan pengelompokan suatu
fenomena yang disusun dengan memperlihatkan
hubungan antara bermacam-macam benda. Cara
ini dikenal dengan klasiikasi. Sistem klasiikasi
253
yang berlaku dalam masyarakat terjadi melalui
kognitivitas dengan bantuan distingsi dan oposisi
(Harland, 2006: 40). Artinya, dalam memandang
dunia sekitarnnya, setiap individu telah menerapkan
sejumlah unit konseptual yang terdiferensiasi dalam
klasiikasi-klasiikasi, kategori, dan konsep yang
dikembangkan dari pengalaman sensorik personal.
Kompleksitas angkutan umum kota Jakarta
terletak pada banyaknya variasi yang dapat
memberikan banyak pilihan bagi masyarakat
dalam menentukan mode angkutan umum.
Peneliti menganalisis klasifikasi mode angkutan
umum Jakarta berdasarkan Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi dengan cara mengaplikasikan
lima tingkat sistem klasiikasi etnobotani. Sistem
klasiikasi etnobotani merupakan penjabaran relasi
taksonomi yang terbentuk dari beberapa leksem yang
kerap dipakai dalam klasiikasi untuk tumbuhan dan
binatang. Sistem klasiikasi ini mempunyai lima
tingkat yang terbagi atas empat level di antarnya:
UB (unique beginner), lf (life form), g (generic),
s (spesiic) dan v (varietal) (Berlin dalam Casson,
1981: 80).
Berikut ini adalah bagan taksonomi mode
angkutan umum Jakarta berdasarkan kartun Lagak
Jakarta Edisi Transportasi karya Benny:
Bagan 1.
Taksonomi An�kutan Umum Kota Jakarta Versi La�ak Jakarta
Edisi Transportasi
Angkutan umum (UB)
Darat (lf)
Roda 2 (g)
Ojek (s)
Air (lf)
Roda 3 (g)
Bajaj (v)
Roda 4 (g)
Getek (v)
Bemo (v)
Ojek Motor (v) Ojek Onthel (v)
Taksi (v) Bus (v) Mikrolet (v) Omprengan
Ekonomi (v)
Patas AC (v) Metromini (v)
RMB (v)
Selain sebagai leksem, dalam pendekatan
etnobotani, angkutan umum masuk ke dalam unique
beginner (UB) yang terletak pada Level 0, level
teratas dalam hierarki taksonomi yang berfungsi
sebagai kepala takson yang bersifat politipe. Level 1
adalah life form (lf) yang memuat angkutan darat dan
254
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
angkutan air, termasuk ke dalam leksem primer dan
leksem sekunder. Level 2 adalah generic (g) bersifat
politipe yang memuat kendaraan roda dua, roda tiga,
dan roda empat. Level 2 pada bagan di atas mewakili
beberapa aspek dalam leksem, di antaranya roda dua
dan roda tiga termasuk dalam leksem primer simpel
bersifat monotipe yang memuat taksa terminal yakni
ojek motor, ojek onthel, bajaj, dan bemo. Roda
empat merupakan leksem primer kompleks yang
bersifat politipe yang bersifat produktif (leksem
primer kompleks produktif). Bagian dari angkutan
roda empat yang lain termasuk dalam leksem primer
kompleks tak produktif yang memuat taksi, bis,
mikrolet, dan omprengan.
Taksonomi dalam etnobotani yang lebih rinci
lagi adalah speciic (s), termasuk dalam level 3 yang
memuat ojek dan bus. Level ini bersifat politipe yang
memuat beberapa taksa untuk level 4 atau varietal.
Level 4 adalah varietal (v) yang termasuk ke dalam
leksem sekunder. Berdasarkan bagan di atas level 4
memuat ojek motor, ojek onthel, bajaj, bemo, taksi,
mikrolet, omprengan, bus ekonomi, bus patas AC,
metromini, bus tingkat (RMB), dan getek.
Makna Angkutan Umum dalam Kartun
Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi
Makna terkait dengan sistem simbol adalah pola-pola
interpretasi dan perspektif yang dimiliki bersama
yang terkandung dalam simbol-simbol. Selanjutnya,
melalui simbol-simbol itu manusia mengembangkan
dan mengomunikasikan pengetahuan serta bersikap
terhadap kehidupan mereka (Saifuddin, 2005: 320).
Obyek dari penelitian ini adalah kartun Seri Lagak
Jakarta edisi Transportasi karya Benny Rachmadi,
sedangkan subyek penelitian adalah pembuat dan
pembaca kartun. Unit analisis yang digunakan
adalah pemaknaan kartun oleh masyarakat (actual
people), yakni pembuat kartun (Benny Rachmadi)
dan pembaca atau apresiator (mahasiswa,
komikus, ilustrator, dan redaktur grais). Peneliti
mengembangkan penelitian dari etnograi teks yang
menggunakan media kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi karya Benny Rachmadi untuk
memahami karakteristik kehidupan sosial budaya
masyarakat kota Jakarta, artinya lebih menekankan
pada ranah kontekstual.
Etnograi semiotika merupakan sebuah metode
dalam pencarian makna yang melihat bagaimana
actual people membuat pemahaman dunia simbolik
yang melingkupi kebudayaannya, sebuah studi
untuk memahami dunia simbolik-simbolik dalam
kebudayaan masyarakat (Worth, 1977 dalam
Goenawan, 2004: 26–24). Peneliti menggunakan
penelitian yang berbasis etnograi teks yang kemudian
dikembangkan menjadi penelitian etnograi semiotika
untuk menggali berbagai pandangan, komentar, dan
ide terkait dengan kehidupan masyarakat kota Jakarta
dalam menggunakan transportasi. Pengungkapan
makna menggunakan model semiotika bertingkat
tiga Roland Barthes dengan tujuan untuk mencari
sign dan function of system of signiication. Peneliti
menggunakan tingkatan pertama dan kedua melalui
analisis penandaan.
Berikut ini adalah bagan aplikasi teori Signiikasi
Level Dua Roland Barthes untuk mengungkap makna
angkutan umum berdasarkan kartun seri Lagak
Jakarta edisi Transportasi karya Benny Rachmadi:
Bagan 2.
Aplikasi Pemaknaan An�kutan Umum den�an Teori Si�nifikasi
Level Dua Roland Barthes
1. Si�nifier
Tampilkan Visual kartun
seba�ai hasil karya
Benny Rachmadi
�. Si�nified
Deskripsi masalah
an�kutan umum kota
3. Meanin�
Kesatuan antara tampilan visual kartun seba�ai karya
Benny Rachmadi den�an deskripsi masalah an�kutan
umum kota Jakarta
I. Si�nifier
II. Si�nified
Kesatuan antara tampilan
An�kutan umum bukan
hanya sekadar alat
visual kartun seba�ai
berpindah tempat,
karya Benny Rachmadi
den�an deskripsi
namun mempunyai
masalah an�kutan umum
beberapa makna, di
antaranya seba�ai sarana
kota Jakarta
mobilitas, media interaksi
sosial, mata pencaharian,
dan media aktualisasi diri
Form
Concept
expresson
content
III. Keseluruhan sistem penandaan tentan� �aya hidup
masyarakat metropolitan berdasarkan penelusuran ranah
simbolik dan kontekstual dari kartun Seri La�ak Jakarta
edisi Transportasi
Filosoi angkutan umum bukan hanya sebatas
pengangkut penumpang, tapi juga sebagai alat
interaksi warga, terutama warga kota (http://
www.kompas.com/kompas-cetak/0406/19/
Fokus/1093801.htm). Interaksi sosial melibatkan
hubungan antara seseorang dengan individu atau
kelompok yang lain atau antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Peneliti mengkaji
interaksi dalam kartun Seri Lagak Jakarta edisi
Transportasi dalam tiga bentuk interaksi. Interaksi
dalam angkutan umum melibatkan beberapa pihak, di
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
antaranya sopir (awak) dengan penumpang maupun
penumpang dengan penumpang, dan interaksi antar
awak angkutan umum.
Angkutan umum sebagai mata pencaharian secara
umum dapat dilihat pada awak yang menggantungkan
hidupnya kepada hasil kerja yang berasal dari ongkos
yang dibayar oleh penumpang. Angkutan umum
ibarat sebuah ladang untuk menyambung hidup yang
terbuka bagi siapa saja, mulai dari pengamen, calo,
polisi cepek, pedagang asongan, pengemis, preman,
pencari sumbangan, sampai tukang copet. Makna
angkutan umum sebagai sarana dalam aktualisasi
diri ke dalam beberapa kajian, yakni masalah gengsi,
kreativitas yang dilakukan oleh awak angkutan
umum, dan iklan berjalan sebagai alternatif promosi
untuk sebuah produk.
Korelasi Angkutan Umum dengan Gaya
Hidup Metropolitan
Sebagai pusat pemerintahan dan bisnis dengan
prospek yang baik, Jakarta merupakan salah satu
tujuan orang dari luar kota untuk mengadu nasib, baik
dalam sektor formal maupun informal. Banyaknya
pendatang di Jakarta menyebabkan terjadinya
kehidupan bersama antar warga dari berbagai daerah
yang berbeda suku bangsa, ras, agama, dan bahasa
dalam satu wilayah.
Kehidupan di Jakarta dapat diibaratkan sebagai
dua sisi mata uang. Di satu sisi menawarkan peluang
untuk menuju kehidupan yang lebih baik, namun di
sisi yang lain menawarkan kehidupan yang keras dan
penuh dengan persaingan. Berbagai permasalahan
yang menjadi ciri daerah urban yang harus dihadapi
oleh warga Jakarta di antaranya banjir, kejahatan,
kelangkaan fasilitas umum, penggusuran, dan
kemacetan. Kepadatan penduduk adalah masalah
umum perkotaan yang kerap terjadi di berbagai kota
khususnya kota besar, sebab kota menjadi tempat
banyak orang untuk mengadu nasib. Kehidupan
seperti ini menuntut setiap orang yang tinggal di kota
-terutama kota besar- untuk bekerja keras di tengah
persaingan yang ketat, sehingga kota besar identik
dengan aktivitas yang tinggi.
Mobilitas masyarakat yang tinggi dipengaruhi
juga oleh tingkat kepadatan penduduk Jakarta.
Hal itu menyebabkan banyak masyarakat yang
bekerja di Jakarta namun lebih memilih tinggal di
daerah pinggiran. Masyarakat Jakarta merupakan
masyarakat yang menghargai waktu, seiring dengan
mobilitasnya yang tinggi. Sikap menghargai waktu
seperti ini sejalan dengan ciri masyarakat industri
yang berpikir secara rasional.
255
Seiring dengan perkembangan zaman, sampai
dengan tahun 2007 Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menambah berbagai angkutan umum baru
di antaranya TransJakarta untuk busway, bajaj BBG
(Bahan Bakar Gas), kancil dan KM Kerapu untuk
waterway. Bajaj BBG adalah generasi baru bajaj
yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan
bahan bakar gas, sedangkan kancil adalah jenis
angkutan umum terbaru di Jakarta berupa kendaraan
roda empat dengan bentuk yang mungil. Keberadaan
TransJakarta dapat dijadikan sebagai indikator
keberhasilan kebijakan Pemprov Jakarta dalam
membenahi masalah transportasi perkotaan yang
kompleks. Peneliti melihat TransJakarta sebagai
sebuah simbol yang mengacu pada kebijakan dalam
transportasi yang bersifat modern atau modernisasi
angkutan umum.
Gaya hidup berkorelasi dengan kelas sosial
ekonomi serta menunjukkan citra seseorang. Salah
satu aspek yang terkait dengan hal itu adalah
pakaian (Sobur, 2006: 167–169). Pakaian identik
dengan penampilan luar seseorang, yang dapat
dijadikan sebagai indikator pencerminan cita rasa
dan kepribadian seseorang. Pakaian adalah elemen
dalam penampilan yang bersifat manipulatif, dapat
disesuaikan dengan selera maupun kebutuhan
individu yang bersangkutan. Sebagian kalangan
dalam masyarakat Jakarta merupakan masyarakat
yang sangat memperhatikan penampilan, mengingat
sebagai kota metropolitan Jakarta menawarkan
berbagai fasilitas yang selalu mengikuti
perkembangan zaman. Kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi menggambarkan gaya hidup
masyarakat Jakarta terutama yang berkaitan dengan
masyarakat pengguna angkutan umum. Masyarakat
yang lebih banyak mendapat perhatian adalah
golongan menengah ke bawah.
Gaya hidup menawarkan sebuah identitas yang
memuat identiikasi dalam pemilihan terhadap barang
atau aktivitas tertentu (Ajisatria, 2003: 109–110).
Angkutan umum yang bervariasi membuat banyak
pilihan bagi para penggunanya untuk menentukan
angkutan umum yang akan digunakan. Kelas sosial
mempunyai peranan dalam pemilihan menggunakan
jasa angkutan umum. Awak angkutan umum sebagai
produsen jasa angkutan umum menerapkan cara
dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat terhadap
angkutan umum dengan membuat armada yang
memilih segmen pasar tertentu. Contohnya pada
taksi, armada taksi menerapkan segmentasi yang
ditujukan bagi konsumennya yang disesuaikan
dengan tingkat ekonomi masyarakat.
256
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
Gaya hidup merupakan cara seseorang atau
kelompok yang digunakan dalam kehidupannya
yang dapat menunjukkan eksistensi dalam berbagai
aspek kehidupan, di antaranya relasi sosial,
konsumsi, hiburan, dan pakaian. Pola konsumsi
terhadap angkutan umum merupakan kebutuhan
masyarakat untuk berpindah tempat dari satu tempat
ke tempat lain. Berbagai faktor yang memengaruhi
pola konsumsi masyarakat Jakarta terhadap
angkutan umum terkait pemilihan jenis angkutan
yang digunakan, di antaranya tingkat ekonomi serta
situasi dan kondisi seseorang. Gaya hidup sering
dihubungkan dengan stratiikasi sosial yang terkait
dengan kelas sosial ekonomi dan merepresentasikan
citra seseorang (Sobur, 2006: 169). Angkutan
umun bagi sebagian orang bukan hanya sekadar
alat transportasi, namun dapat menunjukkan gengsi
seseorang.
Kartun Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi karya
Benny Rachmadi tidak hanya menghadirkan parodi
perilaku masyarakat Jakarta dalam menggunakan
jasa angkutan umum, namun dapat menjadi media
untuk merepresentasikan kehidupan masyarakat
kota Jakarta. Kartun ini memberikan representasi
terhadap fenomena kehidupan masyarakat kota
Jakarta sebagai masyarakat metropolitan.
Penelitian ini dapat menjadi dasar pemahaman
masalah transportasi yang berguna untuk
menyelesaikan permasalahan transportasi perkotaan
terkait dengan angkutan umum, yang lebih
difokuskan pada perilaku masyarakat pengguna
dan awak angkutan umum yang kurang disiplin.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
wacana dalam penelitian mengenai kartun khususnya
kartun Indonesia, selain dapat membangkitkan
kecintaan dan kebanggaan pada kartun dalam
negeri yang sampai sekarang belum sepenuhnya
mendapat pengakuan dan mendapat penghargaan
dari masyarakat. Terakhir, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan peluang dalam memperkaya
kajian dalam Antropologi sendiri, demi kemajuan
Antropologi sebagai salah satu ilmu yang oleh
sebagian masyarakat masih dipandang sebelah
mata. Keragaman kajian dalam Antropologi peneliti
harapkan dapat menarik minat pihak-pihak yang
sedang mendalami kajian Antropologi untuk selalu
mencari hal-hal baru yang dapat dijadikan kajian
penelitian untuk memperkaya khasanah Antropologi
Indonesia.
Daftar Pustaka
Ahmad, Haiz. (2006) Histeria! Komikita, Membedah
Komikita Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan.
Jakarta: Elek Media Komputindo.
Anwari. (1999) Indonesia Tertawa, Srimulat sebagai
sebuah Subkultur. Jakarta: LP3ES.
Ajisatria, Wisnu. (2003) Bersepeda sebagai Gaya Hidup
(Studi Kasus Empat Anggota Cycling Enthusias
Yogyakarta). Skripsi sarjana tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Jurusan Antropologi Budaya, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Casson, Ronald W. (1981) ‘Folk Classiication: Relativity
and Universality’ dalam R.W. Casson (ed) Language
Culture and Cognition: Anthropological Perspective.
New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Goenawan, Danny Martianus. (2004) Anak Muda
Indonesia Kontemporer (Sebuah Studi Etnografisemiotik pada Film AADC?). Skripsi sarjana tidak
diterbitkan. Surabaya: Jurusan Antropologi Sosial,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Airlangga.
Harland, Richard. (2006) Superstrukturalisme, Pengantar
Komprehensif kepada Semiotika, Stukturalisme, dan
Postrukturalisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Hidayat, R. Surtiati. (2001)
2001) ’Kartun Indonesia’ dalam I.H.
Sundari dan R. Hidayat (ed) Meretas Ranah Bahasa,
Semiotika dan Budaya. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
http://en.wikipedia.org/wiki/Comics
’Masuk Bui Gara-gara Kartun, usut asal’, Intisari, Januari
1992.
Museum Pendet. (2004) Pulau Kartun, Island of Cartoon,
20 tahun langkah I Brewok GunGun. Denpasar: Pendet
Press.
Santosa, Iwan. (2004) ”Jaguar dan Bajaj Berbagi Nestapa
di Jakarta”, Kompas, [Diakses Sabtu, 19 Juni 2007].
http://www.kompas.com/kompascetak/0406/19/
Fokus/1093801.htm.
Saifuddin, Ahmad Fedyani. (2005) Antropologi
Kontemporer, Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Setiawan, Moh. Nashir. (2002) Menakar Panji Koming,
Tafsiran Komik Karya Dwi Koendoro pada Masa
Reformasi Tahun 1998. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Sobur, Alex. (2006) Semiotika Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sudarmo,, Darminto. (2004) Anatomi Lelucon di Indonesia.
Jakarta:
a: Penerbit Buku Kompas.
Supriatna, Yayat.
ayat. (2004) ”Jakarta Memburu Mimpi Baru”,
Kompas, [Sabtu, 19 Juni 2007]. http://kompas.com/
kompas-cetak/0406/19/Fokus/1092213.htm.
Literature on Indonesia’s Democratisation: Plenty of Empirical Details,
Lack of Theories
Ulla Fionna......................................................................................................... 203–211
How is Indonesia Possible?
Anton Novenanto ............................................................................................... 212–220
Memahami Teori Konstruksi Sosial
I. B. Putera Manuaba ......................................................................................... 221–230
The Construction of Cultural Identity in Local Television Station’s
Programs in Indonesia
Yuyun W.I Surya ................................................................................................ 231–235
Peran Benda Cagar Budaya dalam Proses Pembelajaran
Djoko Adi Prasetyo ............................................................................................ 236–244
Slang sebagai Simbol Replikasi Klas di Yogyakarta
Yusuf Ernawan ................................................................................................... 245–249
Studi Etnograi Semiotika: Angkutan Umum sebagai Gaya Hidup
Metropolitan dalam Kartun Benny Rachmadi
Roikan ................................................................................................................ 250–256
Metafora Budaya sebagai Pendekatan Manajemen
Siswanto ............................................................................................................. 257–263
Penerapan POLDA Jatim Standard Organisation (PJSO) 2006: Studi
Evaluasi
Yan Yan Cahyana ............................................................................................... 264–271
Acromiocristalis Populasi Pygmy Rampasasa (Kabupaten Manggarai,
Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Rusyad Adi Suriyanto, Janatin Hastuti, Neni Trilusiana Rahmawati,
Koeshardjono dan T. Jacob ................................................................................ 272–282
Studi Etnograi Semiotika: Angkutan Umum sebagai Gaya
Hidup Metropolitan dalam Kartun Benny Rachmadi
Roikan1
Departemen Antropolo�i, FISIP, Universitas Airlan��a
Abstract
Cartoon is part of art that represents cultural phenomenon. In the creative process cartoonist must have understanding
of the socio-cultiral conditionof the people. Benny Rachmadi is a cartoonist who has deep understanding of the people
around him so that some people regard him as an „antropologist par excellent“. This research aim to uncover the
meaning of cartoon in the “Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi” by Benny Rachmadi that has been used in analysing
the problems of public transport in the city-especially Jakarta-and its relation to the life style of metropolist people. The
method used in this study is semiotic ethnography, which uncover the meaning of a cultural phenomenonin a cartoon to
the actual people - the people who have relationship and fully enculturedby the text. The data were gathered by observing
the text (cartoon) and observing in the ield (Jakarta), and indepth interview. The data were analysed using Roland
Barthes’ Semiology and Casson’s taxonomy analysis. This result of this research is, irst, Benny Rachmadi created his
cartoon by stressing on descriptive visual details for explaining transportation problems of public transport in Jakarta.
Second, the public transport was not just a tool for moving from one place to another, but also had several meanings-the
media of social interaction, a tool for earning money, and the media for self actualisation. Third, the metropolist people
had high concern for time, along with their high mobility; so that the people who used the public transport regarded it
more for its function.
Key words: Cartoon, public transport, metropolist, life style.
Dunia perkartunan di Indonesia pada masa kini
lebih memperlihatkan ke-Indonesiaannya, baik
dari segi gambar maupun dari segi bahasa (Hidayat
dalam Sundari, ed., 2001: 211). Artinya, dalam
proses kreatif penciptaan karya, kartunis mencoba
untuk melihat sisi sosiokultural yang berlaku di
lingkungan tempat tinggalnya. Karena itulah,
pemahaman terhadap kebudayaan merupakan syarat
dalam proses berkartun. Seorang kartunis yang
kompetitif harus memenuhi persyaratan tertentu.
Setidaknya, ada tiga elemen yang harus dipenuhi,
yakni kompetisi di bidang teknis/artistik, kompetisi
di bidang pengamatan atau observasi, dan kompetisi
di bidang lelucon (Sudarmo, 2004: 63–64).
Kartunis lebih dari sekadar seorang tukang gambar
karena kartunis sejati harus mampu merumuskan dan
menyimpulkan apa yang dibuatnya. Khusus untuk
elemen kedua, seorang kartunis adalah orang yang
memiliki kemampuan dalam mengamati berbagai
fenomena dan masalah secara cermat dan akurat,
terutama menyangkut detail dan substansi.
Kartun dan Representasi Fenomena
Budaya
Bagi sebagian orang, membaca sebuah surat kabar,
terutama bagian editorial, rasanya kurang lengkap
jika tidak melihat karikatur yang berisi kritik
membangun terhadap berbagai permasalahan dalam
berbagai bidang kehidupan. Bagi pembaca surat
kabar atau majalah yang mempunyai selera humor
tinggi, atau hanya sekadar untuk mencari hiburan,
kartun humor menjadi pilihan yang menarik untuk
bisa tersenyum bahkan tertawa. Kartun mempunyai
peranan dalam media massa, sebab tidak sedikit
kartunis yang dibesarkan oleh sebuah surat kabar.
G.M. Sudarta merupakan kartunis besar Indonesia
spesialis kartun editorial dengan tokoh Om Pasikom
yang berperan besar dalam penciptaan opini publik
di harian Kompas. Kartunis Indonesia lain yang turut
dibesarkan oleh media massa antara lain Pramono,
Darminto S. Sudarmo, Dwi Koen, Gun-gun, Wahyu
Kokkang, Muslih Kokkang, Jango Pramartha, Jitet
K., dan lain sebagainya.
1
Korespondensi: Roikan, Departemen Antropolo�i, FISIP, Unair, Jl. Airlan��a 4–6 Surabaya 6��86. E-mail: samin_antro�[email protected]
250
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
251
Tabel 1.
Perbedaan Kartun, Komik, dan Karikatur
Aspek
Kartun
Komk
Karkatur
Definisi
Ilustrasi yan� menekankan
pada suatu momen, yan�
didominasi oleh humor, dan
berfun�si seba�ai hiburan
Ilustrasi yan� berbentuk cerita
ber�ambar den�an narasi
yan� cenderun� panjan�,
bahkan sampai bersambun�
dan berfun�si seba�ai hiburan
Ilustrasi yan� di�unakan seba�ai
media untuk men�un�kapkan
ketidaksenan�an pada sesuatu dan
berfun�si seba�ai media sindiran
Format
Ilustrasi dalam satu momen
atau lebih, dapat berupa
�ambar tanpa kata maupun
den�an balon kata atau
keteran�an di bawah panel
Ilustrasi den�an panel yan�
berurutan yan� dilen�kapi
den�an balon kata-kata dan
keteran�an di atas �ambar
Ilustrasi dalam bentuk �ambar tanpa
teks maupun den�an teks yan�
dalam pen��ambarannya men�alami
eksa�erasi dan deformasi bentuk asli
dari sebuah obyek
Penerbitan
Bersama den�an media
massa atau mandiri
Umumnya diterbitkan secara
mandiri
Bersama den�an media massa
Klasifikasi
Kartun humor dan editorial
Komik kartunal� dan ilustratif
Karikatur satir3 dan penyadaran
Tin�kat aktualisasi
terhadap ruan� dan
waktu
Kuran� diperhatikan
Kuran� diperhatikan
San�at diperhatikan
Stereotipe yan�
berkemban� dalam
masyarakat
Dian��ap seba�ai humor
murahan
Buku yan� hanya membuat
anak-anak menjadi malas
belajar
Humor yan� penuh hujatan
Kartun dalam seni rupa termasuk salah satu
bagian dari seni ilustrasi yang pada dasarnya hanya
bersifat menghibur karena lebih menekankan pada
gambar dan tema yang bersifat jenaka (The World
Book Encyclopedia dalam Intisari, Januari 1992).
Kartun sarat makna simbolik yang membutuhkan
interpretasi dari pembaca, bahkan tidak sedikit yang
bersifat multiinterpretatif. Deinisi kartun sendiri
adalah sebuah gambar yang bersifat representasi atau
simbolik; mengandung unsur sindiran, lelucon, atau
humor (Setiawan, 2002: 33).
Seorang antropolog, Dr. Mark Hobart, menyebut
kartun sebagai suatu bentuk seni yang berbeda,
mampu membuat situasi kompleks menjadi elemen
sederhana. Sebab, kartun adalah sarana yang mampu
mengubah cara memahami dunia dengan menekankan
aspek yang biasanya terkubur dalam hiruk pikuk
kita sehari-hari (Museum Pendet, 2004: 26). Kartun
yang baik tidak hanya sekadar menghibur, namun
mempunyai misi untuk merepresentasikan suatu
fenomena dan bersifat relektif.
Jenis kartun berdasarkan fungsinya dibagi
menjadi tiga, yakni kartun humor (gag cartoon),
kartun editorial atau politik (political cartoon), dan
kartun sosial (social cartoon) (Sudarmo, 2004: 63).
Versi lain mengklasiikasikan kartun menjadi dua
jenis, yakni kartun humor dan kartun editorial atau
kartun politik (http://en.wikipedia.org/wiki/comics).
Kartun humor adalah kartun yang mengangkat
humor-humor yang sudah dipahami secara umum
oleh masyarakat, bahkan tidak jarang digunakan
sebagai sindiran terhadap fenomena sehari-hari
yang terjadi di masyarakat. Karena itu, kartun jenis
ini agak mirip dengan kartun sosial, hanya bedanya
lebih fokus pada humor.
Humor merupakan salah satu teknik yang sering
digunakan oleh para kartunis untuk mengemas
visualisasi imajinasinya. Inti humor adalah kejutan
yang dapat membuat pembaca berspekulasi dan
menawarkan perspektif yang baru atau tidak biasa.
Kejutan adalah kenyataan yang “menyesatkan”,
sulit diduga, dan dapat menimbulkan ide segar bagi
pembaca. Selain itu, sifat dasar humor yang lain
adalah mengecoh, melanggar tabu, sesuatu yang tak
biasa, sesuatu yang tak masuk akal yang kontradiktif
dengan kenyataan, kejahilan, dan plesetan (Anwari,
1999: 6–7).
Sebagian masyarakat memandang kartun sama
dengan karikatur. Pada dasarnya karikatur adalah
bagian dari kartun, yakni sebagai salah satu jenis
kartun yang bersifat satir. Sebagian masyarakat
menganggap kartun adalah sama dengan komik.
Tabel 1 merupakan perbedaan antara kartun, komik,
dan karikatur:
Kartun, sebagaimana komik, merupakan
media yang multiguna. Sebab, keberadaan kartun
tidak hanya menyajikan hiburan dari humor yang
terkandung di dalamnya, tetapi mempunyai beragam
�
Komik kartunal adalah komik yan� dalam visualisasinya menekankan pada sisi humor dan �ambar yan� mempunyai karakter, bukan pada
ilustrasi yan� realis, namun lebih ber�aya kartun.
3
Visi yan� dibawa �ambar karikatur pada dasarnya adalah seba�ai sarana dalam men�kritik den�an sindiran yan� halus.
252
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
fungsi lain; (Ahmad, 2006: 14–25) di antaranya:
media hiburan yang murah meriah, media untuk
bercerita, media pendidikan, media untuk berekspresi
dan bereksploitasi, media releksi pemikiran, media
imperialisme modern, dan media propaganda.
Sebagai media untuk berekspresi dan
bereksploitasi, manusia pada dasarnya adalah
makhluk yang menyukai keindahan yang diwujudkan
dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah penyaluran
hasrat maupun manifestasi dari imajinasi maupun
tanggapan terhadap berbagai fenomena yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan seorang
kartunis untuk menertawakan selain mengecam,
dapat menjadi sarana pelepas kelelahan masyarakat,
sehingga kartun dapat menjadi salah satu alternatif
untuk melepaskan tekanan dari rasa khawatir.
Sebagai media releksi pemikiran: pandangan
dan kenyataan visual yang terjadi pada satu tempat
dan satu masa atau zaman yang diwakilinya. Kartun
dan subyektiitas merupakan hal yang kerap terjadi.
Seorang kartunis mempunyai kecenderungan untuk
membuat igur yang menyerupai dengan dirinya
sendiri, baik secara langsung maupun samara-samar.
Visualisasi diri secara langsung dapat dilihat dari
gambar Benny Rachmadi versi kartun. Visualisasi
diri secara samar diwujudkan dengan membuat tokoh
rekaan. Namun, ada beberapa ciri khas subyektif
yang dilekatkan pada tokoh tersebut, misalnya tokoh
Petruk karya Joni Hidayat, Si Mamat (kampung Boy)
karya Lat dan Panji Koming karya Dwi Koendoro.4
Figur yang dibuat oleh seorang kartunis adalah
ikonisitas dari obyek yang tidak jauh dari kartunis
itu sendiri, baik dirinya sendiri maupun orang lain
dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Sebagai media imperialisme modern: semakin
maraknya peredaran komik impor, terutama dari
Jepang (manga), membawa pengaruh terhadap pola
pikir para pembaca, khususnya generasi muda. Tema
yang diangkat dalam komik itu didominasi oleh
kebudayaan keseharian masyarakat Jepang. Komik
impor lain dari Amerika mapun Eropa berdampak
pula pada obsesi para pembaca untuk dapat menjadi
seperti apa yang ada dalam komik itu. Hal ini
berdampak pada munculnya gaya hidup ala Barat
yang dapat menggeser gaya hidup asal.
Sebagai media propaganda: keberadaan kartun
dapat menyebabkan kontroversi dalam masyarakat.
Salah satu contoh kasusnya adalah polemik pemuatan
kartun Nabi Muhammad di media Denmark,
Jyllandsposten, pada 2005.
Lagak Jakarta adalah seri cerita bergambar
(cergam) dalam bentuk komik yang bergaya
kartunal5 yang diterbitkan oleh Kepustakaan Popular
Gramedia (KPG). Cergam6 ini merupakan potret
dari keseharian masyarakat kota Jakarta, sebuah
kota metropolitan yang menjadi tempat bertemunya
berbagai masyarakat dengan latar belakang yang
bervariasi. Proses kreatif kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi karya Benny Rachmadi bukan
hanya berdasarkan dugaan atau khayalan belaka,
namun sumber seluruh ceritanya adalah kenyataan
tentang kehidupan sehari-hari masyarakat yang
dialami sendiri oleh Benny. Lagak Jakarta Edisi
Transportasi adalah salah satu edisi dari seri cergam
buatan Benny yang diterbitkan Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG) pada 1997. Edisi ini menyoroti
transportasi di kota Jakarta. yang menampilkan
fenomena keseharian angkutan umum, lengkap
dengan perilaku masyarakat pengguna dan awak dari
angkutan umum. Lagak Jakarta edisi Transportasi
merupakan edisi kedua setelah penerbitan Edisi
Trend dan Perilaku karya Muh. ”Mice” Misrad.
Benny merepresentasikan keseharian masyarakat
kota Jakarta melalui visualisasi peristiwa bersifat
simbolik, naratif, dan ikonik. Sifat simbolik dari
sebuah kartun adalah penerapan tanda-tanda yang
bersifat interpretatif atau multiinterpretatif yang
digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Fungsi
dari sebuah tanda adalah sebagai media bagi individu
dalam mendefinisikan dunia, mengekspresikan
perasaan-perasaan dan membuat penilaian yang
melibatkan pikiran, gagasan dan emosi dalam
menyikapi suatu fenomena budaya. Sifat naratif
kartun sebagaimana pada Seri Lagak Jakarta edisi
Transportasi menceritakan suatu peristiwa dengan
alur yang jelas dalam visualisasi gambar dalam panel
bersifat kartunal yang terpola dalam urutan tertentu.
Sifat ikonik kartun dapat dilihat pada salah satu tokoh
yang merupakan ikon dari Benny sendiri yang tidak
hanya sebagai subyek, namun menjadi obyek yang
4
Cara untuk melihat ciri subyektif yan� dilekatkan pada fi�ur rekaan dalam kartun adalah den�an membandin�kan fi�ur tersebut den�an ciri fisik
kartunis. Jika diamati den�an detail, kita dapat menemukan kesamaan antara fi�ur tersebut den�an ciri fisik kartunis. Misalnya, Si Mamat karya Lat
mempunyai pipi yan� sama tembem-nya den�an kartunis yan� menciptakannya.
�
Komik berdasarkan �aya visualisasi dibedakan menjadi komik kartunal dan komik ilustratif. Komik kartunal adalah komik yan� lebih
menekankan pada unsur humor den�an �aya �ambar yan� mirip �aya kartun, sedan�kan komik ilustratif lebih menekankan pada �aya �ambar dan
tema yan� lebih realis, bahkan berusaha men�hindari kesan humor.
6
Secara pribadi, Benny Rachmadi lebih suka jika Seri La�ak Jakarta disebut seba�ai esai kartun; karena selain berupa kumpulan �ambar
kartun, terdapat teks yan� menjadi pen�uat pesan yan� in�in disampaikan pada pembaca.
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
terlibat langsung dalam berbagai peristiwa. Sifat
ikonik pada kartun memperlihatkan kecenderungan
subyektiitas dari seorang kartunis dalam proses
kreatif pembuatan kartun.
Kompleksitas Angkutan Umum Kota
Jakarta
Jakarta dengan luas wilayah 655,7 km persegi dan
jumlah penduduk mencapai 9,7 juta jiwa memerlukan
sarana transportasi yang memadai untuk membantu
mobilitas masyarakat dari satu tempat ke tempat
lain dengan jarak yang bervariasi dan relatif saling
berjauhan. Saat ini, 13,5 juta penduduk Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) bekerja di
Jakarta. Tentu, kondisi itu menjadi beban tersendiri
bagi Jakarta. Pasalnya, di tengah kondisi demikian,
sub-urbanisasi yang kurang tertata dan terencana
telah memunculkan fenomena kemacetan di
setiap pintu masuk menuju Jakarta (http://kompas.
com/kompascetak/0406/19/Fokus/1092213.htm).
Tranportasi adalah perpindahan orang dan barang
dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi
perkotaan tidak hanya sekadar menyangkut masalah
pengangkutan manusia atau barang, tapi juga
mencakup sesuatu yang kompleks dalam berbagai
ranah kehidupan. Kebutuhan akan transportasi untuk
mendukung mobilitas seseorang membutuhkan
alat, yakni kendaraan. Kendaraan dibagi menjadi
kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan
umum yang biasa disebut dengan angkutan umum
mempunyai beragam pilihan dari ojek sampai bus
kota. Kendaraan pribadi meliputi motor dan mobil
yang model maupun jenisnya dapat disesuaikan
dengan selera dan keadaan finansial seseorang.
Faktor finansial menjadi pertimbangan dalam
membuat keputusan untuk memiliki kendaraan
pribadi, mengingat tingginya biaya hidup di Jakarta
yang kerap tidak sebanding dengan besarnya
pendapatan. Kondisi ini membuat seseorang
harus berpikir beberapa kali untuk dapat memilki
kendaraan pribadi. Karena itu, salah satu cara yang
ditempuh agar tetap bisa mendukung mobiltas adalah
menggunakan angkutan umum.
Studi Taksonomi Mode Angkutan Umum
Kota Jakarta
Taksonomi merupakan pengelompokan suatu
fenomena yang disusun dengan memperlihatkan
hubungan antara bermacam-macam benda. Cara
ini dikenal dengan klasiikasi. Sistem klasiikasi
253
yang berlaku dalam masyarakat terjadi melalui
kognitivitas dengan bantuan distingsi dan oposisi
(Harland, 2006: 40). Artinya, dalam memandang
dunia sekitarnnya, setiap individu telah menerapkan
sejumlah unit konseptual yang terdiferensiasi dalam
klasiikasi-klasiikasi, kategori, dan konsep yang
dikembangkan dari pengalaman sensorik personal.
Kompleksitas angkutan umum kota Jakarta
terletak pada banyaknya variasi yang dapat
memberikan banyak pilihan bagi masyarakat
dalam menentukan mode angkutan umum.
Peneliti menganalisis klasifikasi mode angkutan
umum Jakarta berdasarkan Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi dengan cara mengaplikasikan
lima tingkat sistem klasiikasi etnobotani. Sistem
klasiikasi etnobotani merupakan penjabaran relasi
taksonomi yang terbentuk dari beberapa leksem yang
kerap dipakai dalam klasiikasi untuk tumbuhan dan
binatang. Sistem klasiikasi ini mempunyai lima
tingkat yang terbagi atas empat level di antarnya:
UB (unique beginner), lf (life form), g (generic),
s (spesiic) dan v (varietal) (Berlin dalam Casson,
1981: 80).
Berikut ini adalah bagan taksonomi mode
angkutan umum Jakarta berdasarkan kartun Lagak
Jakarta Edisi Transportasi karya Benny:
Bagan 1.
Taksonomi An�kutan Umum Kota Jakarta Versi La�ak Jakarta
Edisi Transportasi
Angkutan umum (UB)
Darat (lf)
Roda 2 (g)
Ojek (s)
Air (lf)
Roda 3 (g)
Bajaj (v)
Roda 4 (g)
Getek (v)
Bemo (v)
Ojek Motor (v) Ojek Onthel (v)
Taksi (v) Bus (v) Mikrolet (v) Omprengan
Ekonomi (v)
Patas AC (v) Metromini (v)
RMB (v)
Selain sebagai leksem, dalam pendekatan
etnobotani, angkutan umum masuk ke dalam unique
beginner (UB) yang terletak pada Level 0, level
teratas dalam hierarki taksonomi yang berfungsi
sebagai kepala takson yang bersifat politipe. Level 1
adalah life form (lf) yang memuat angkutan darat dan
254
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
angkutan air, termasuk ke dalam leksem primer dan
leksem sekunder. Level 2 adalah generic (g) bersifat
politipe yang memuat kendaraan roda dua, roda tiga,
dan roda empat. Level 2 pada bagan di atas mewakili
beberapa aspek dalam leksem, di antaranya roda dua
dan roda tiga termasuk dalam leksem primer simpel
bersifat monotipe yang memuat taksa terminal yakni
ojek motor, ojek onthel, bajaj, dan bemo. Roda
empat merupakan leksem primer kompleks yang
bersifat politipe yang bersifat produktif (leksem
primer kompleks produktif). Bagian dari angkutan
roda empat yang lain termasuk dalam leksem primer
kompleks tak produktif yang memuat taksi, bis,
mikrolet, dan omprengan.
Taksonomi dalam etnobotani yang lebih rinci
lagi adalah speciic (s), termasuk dalam level 3 yang
memuat ojek dan bus. Level ini bersifat politipe yang
memuat beberapa taksa untuk level 4 atau varietal.
Level 4 adalah varietal (v) yang termasuk ke dalam
leksem sekunder. Berdasarkan bagan di atas level 4
memuat ojek motor, ojek onthel, bajaj, bemo, taksi,
mikrolet, omprengan, bus ekonomi, bus patas AC,
metromini, bus tingkat (RMB), dan getek.
Makna Angkutan Umum dalam Kartun
Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi
Makna terkait dengan sistem simbol adalah pola-pola
interpretasi dan perspektif yang dimiliki bersama
yang terkandung dalam simbol-simbol. Selanjutnya,
melalui simbol-simbol itu manusia mengembangkan
dan mengomunikasikan pengetahuan serta bersikap
terhadap kehidupan mereka (Saifuddin, 2005: 320).
Obyek dari penelitian ini adalah kartun Seri Lagak
Jakarta edisi Transportasi karya Benny Rachmadi,
sedangkan subyek penelitian adalah pembuat dan
pembaca kartun. Unit analisis yang digunakan
adalah pemaknaan kartun oleh masyarakat (actual
people), yakni pembuat kartun (Benny Rachmadi)
dan pembaca atau apresiator (mahasiswa,
komikus, ilustrator, dan redaktur grais). Peneliti
mengembangkan penelitian dari etnograi teks yang
menggunakan media kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi karya Benny Rachmadi untuk
memahami karakteristik kehidupan sosial budaya
masyarakat kota Jakarta, artinya lebih menekankan
pada ranah kontekstual.
Etnograi semiotika merupakan sebuah metode
dalam pencarian makna yang melihat bagaimana
actual people membuat pemahaman dunia simbolik
yang melingkupi kebudayaannya, sebuah studi
untuk memahami dunia simbolik-simbolik dalam
kebudayaan masyarakat (Worth, 1977 dalam
Goenawan, 2004: 26–24). Peneliti menggunakan
penelitian yang berbasis etnograi teks yang kemudian
dikembangkan menjadi penelitian etnograi semiotika
untuk menggali berbagai pandangan, komentar, dan
ide terkait dengan kehidupan masyarakat kota Jakarta
dalam menggunakan transportasi. Pengungkapan
makna menggunakan model semiotika bertingkat
tiga Roland Barthes dengan tujuan untuk mencari
sign dan function of system of signiication. Peneliti
menggunakan tingkatan pertama dan kedua melalui
analisis penandaan.
Berikut ini adalah bagan aplikasi teori Signiikasi
Level Dua Roland Barthes untuk mengungkap makna
angkutan umum berdasarkan kartun seri Lagak
Jakarta edisi Transportasi karya Benny Rachmadi:
Bagan 2.
Aplikasi Pemaknaan An�kutan Umum den�an Teori Si�nifikasi
Level Dua Roland Barthes
1. Si�nifier
Tampilkan Visual kartun
seba�ai hasil karya
Benny Rachmadi
�. Si�nified
Deskripsi masalah
an�kutan umum kota
3. Meanin�
Kesatuan antara tampilan visual kartun seba�ai karya
Benny Rachmadi den�an deskripsi masalah an�kutan
umum kota Jakarta
I. Si�nifier
II. Si�nified
Kesatuan antara tampilan
An�kutan umum bukan
hanya sekadar alat
visual kartun seba�ai
berpindah tempat,
karya Benny Rachmadi
den�an deskripsi
namun mempunyai
masalah an�kutan umum
beberapa makna, di
antaranya seba�ai sarana
kota Jakarta
mobilitas, media interaksi
sosial, mata pencaharian,
dan media aktualisasi diri
Form
Concept
expresson
content
III. Keseluruhan sistem penandaan tentan� �aya hidup
masyarakat metropolitan berdasarkan penelusuran ranah
simbolik dan kontekstual dari kartun Seri La�ak Jakarta
edisi Transportasi
Filosoi angkutan umum bukan hanya sebatas
pengangkut penumpang, tapi juga sebagai alat
interaksi warga, terutama warga kota (http://
www.kompas.com/kompas-cetak/0406/19/
Fokus/1093801.htm). Interaksi sosial melibatkan
hubungan antara seseorang dengan individu atau
kelompok yang lain atau antara satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Peneliti mengkaji
interaksi dalam kartun Seri Lagak Jakarta edisi
Transportasi dalam tiga bentuk interaksi. Interaksi
dalam angkutan umum melibatkan beberapa pihak, di
Roikan: Studi Etno�rafi Semiotika
antaranya sopir (awak) dengan penumpang maupun
penumpang dengan penumpang, dan interaksi antar
awak angkutan umum.
Angkutan umum sebagai mata pencaharian secara
umum dapat dilihat pada awak yang menggantungkan
hidupnya kepada hasil kerja yang berasal dari ongkos
yang dibayar oleh penumpang. Angkutan umum
ibarat sebuah ladang untuk menyambung hidup yang
terbuka bagi siapa saja, mulai dari pengamen, calo,
polisi cepek, pedagang asongan, pengemis, preman,
pencari sumbangan, sampai tukang copet. Makna
angkutan umum sebagai sarana dalam aktualisasi
diri ke dalam beberapa kajian, yakni masalah gengsi,
kreativitas yang dilakukan oleh awak angkutan
umum, dan iklan berjalan sebagai alternatif promosi
untuk sebuah produk.
Korelasi Angkutan Umum dengan Gaya
Hidup Metropolitan
Sebagai pusat pemerintahan dan bisnis dengan
prospek yang baik, Jakarta merupakan salah satu
tujuan orang dari luar kota untuk mengadu nasib, baik
dalam sektor formal maupun informal. Banyaknya
pendatang di Jakarta menyebabkan terjadinya
kehidupan bersama antar warga dari berbagai daerah
yang berbeda suku bangsa, ras, agama, dan bahasa
dalam satu wilayah.
Kehidupan di Jakarta dapat diibaratkan sebagai
dua sisi mata uang. Di satu sisi menawarkan peluang
untuk menuju kehidupan yang lebih baik, namun di
sisi yang lain menawarkan kehidupan yang keras dan
penuh dengan persaingan. Berbagai permasalahan
yang menjadi ciri daerah urban yang harus dihadapi
oleh warga Jakarta di antaranya banjir, kejahatan,
kelangkaan fasilitas umum, penggusuran, dan
kemacetan. Kepadatan penduduk adalah masalah
umum perkotaan yang kerap terjadi di berbagai kota
khususnya kota besar, sebab kota menjadi tempat
banyak orang untuk mengadu nasib. Kehidupan
seperti ini menuntut setiap orang yang tinggal di kota
-terutama kota besar- untuk bekerja keras di tengah
persaingan yang ketat, sehingga kota besar identik
dengan aktivitas yang tinggi.
Mobilitas masyarakat yang tinggi dipengaruhi
juga oleh tingkat kepadatan penduduk Jakarta.
Hal itu menyebabkan banyak masyarakat yang
bekerja di Jakarta namun lebih memilih tinggal di
daerah pinggiran. Masyarakat Jakarta merupakan
masyarakat yang menghargai waktu, seiring dengan
mobilitasnya yang tinggi. Sikap menghargai waktu
seperti ini sejalan dengan ciri masyarakat industri
yang berpikir secara rasional.
255
Seiring dengan perkembangan zaman, sampai
dengan tahun 2007 Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menambah berbagai angkutan umum baru
di antaranya TransJakarta untuk busway, bajaj BBG
(Bahan Bakar Gas), kancil dan KM Kerapu untuk
waterway. Bajaj BBG adalah generasi baru bajaj
yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan
bahan bakar gas, sedangkan kancil adalah jenis
angkutan umum terbaru di Jakarta berupa kendaraan
roda empat dengan bentuk yang mungil. Keberadaan
TransJakarta dapat dijadikan sebagai indikator
keberhasilan kebijakan Pemprov Jakarta dalam
membenahi masalah transportasi perkotaan yang
kompleks. Peneliti melihat TransJakarta sebagai
sebuah simbol yang mengacu pada kebijakan dalam
transportasi yang bersifat modern atau modernisasi
angkutan umum.
Gaya hidup berkorelasi dengan kelas sosial
ekonomi serta menunjukkan citra seseorang. Salah
satu aspek yang terkait dengan hal itu adalah
pakaian (Sobur, 2006: 167–169). Pakaian identik
dengan penampilan luar seseorang, yang dapat
dijadikan sebagai indikator pencerminan cita rasa
dan kepribadian seseorang. Pakaian adalah elemen
dalam penampilan yang bersifat manipulatif, dapat
disesuaikan dengan selera maupun kebutuhan
individu yang bersangkutan. Sebagian kalangan
dalam masyarakat Jakarta merupakan masyarakat
yang sangat memperhatikan penampilan, mengingat
sebagai kota metropolitan Jakarta menawarkan
berbagai fasilitas yang selalu mengikuti
perkembangan zaman. Kartun Seri Lagak Jakarta
edisi Transportasi menggambarkan gaya hidup
masyarakat Jakarta terutama yang berkaitan dengan
masyarakat pengguna angkutan umum. Masyarakat
yang lebih banyak mendapat perhatian adalah
golongan menengah ke bawah.
Gaya hidup menawarkan sebuah identitas yang
memuat identiikasi dalam pemilihan terhadap barang
atau aktivitas tertentu (Ajisatria, 2003: 109–110).
Angkutan umum yang bervariasi membuat banyak
pilihan bagi para penggunanya untuk menentukan
angkutan umum yang akan digunakan. Kelas sosial
mempunyai peranan dalam pemilihan menggunakan
jasa angkutan umum. Awak angkutan umum sebagai
produsen jasa angkutan umum menerapkan cara
dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat terhadap
angkutan umum dengan membuat armada yang
memilih segmen pasar tertentu. Contohnya pada
taksi, armada taksi menerapkan segmentasi yang
ditujukan bagi konsumennya yang disesuaikan
dengan tingkat ekonomi masyarakat.
256
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th. XXI. No. 3, Juli–September ���8, ���–��6
Gaya hidup merupakan cara seseorang atau
kelompok yang digunakan dalam kehidupannya
yang dapat menunjukkan eksistensi dalam berbagai
aspek kehidupan, di antaranya relasi sosial,
konsumsi, hiburan, dan pakaian. Pola konsumsi
terhadap angkutan umum merupakan kebutuhan
masyarakat untuk berpindah tempat dari satu tempat
ke tempat lain. Berbagai faktor yang memengaruhi
pola konsumsi masyarakat Jakarta terhadap
angkutan umum terkait pemilihan jenis angkutan
yang digunakan, di antaranya tingkat ekonomi serta
situasi dan kondisi seseorang. Gaya hidup sering
dihubungkan dengan stratiikasi sosial yang terkait
dengan kelas sosial ekonomi dan merepresentasikan
citra seseorang (Sobur, 2006: 169). Angkutan
umun bagi sebagian orang bukan hanya sekadar
alat transportasi, namun dapat menunjukkan gengsi
seseorang.
Kartun Seri Lagak Jakarta Edisi Transportasi karya
Benny Rachmadi tidak hanya menghadirkan parodi
perilaku masyarakat Jakarta dalam menggunakan
jasa angkutan umum, namun dapat menjadi media
untuk merepresentasikan kehidupan masyarakat
kota Jakarta. Kartun ini memberikan representasi
terhadap fenomena kehidupan masyarakat kota
Jakarta sebagai masyarakat metropolitan.
Penelitian ini dapat menjadi dasar pemahaman
masalah transportasi yang berguna untuk
menyelesaikan permasalahan transportasi perkotaan
terkait dengan angkutan umum, yang lebih
difokuskan pada perilaku masyarakat pengguna
dan awak angkutan umum yang kurang disiplin.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
wacana dalam penelitian mengenai kartun khususnya
kartun Indonesia, selain dapat membangkitkan
kecintaan dan kebanggaan pada kartun dalam
negeri yang sampai sekarang belum sepenuhnya
mendapat pengakuan dan mendapat penghargaan
dari masyarakat. Terakhir, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan peluang dalam memperkaya
kajian dalam Antropologi sendiri, demi kemajuan
Antropologi sebagai salah satu ilmu yang oleh
sebagian masyarakat masih dipandang sebelah
mata. Keragaman kajian dalam Antropologi peneliti
harapkan dapat menarik minat pihak-pihak yang
sedang mendalami kajian Antropologi untuk selalu
mencari hal-hal baru yang dapat dijadikan kajian
penelitian untuk memperkaya khasanah Antropologi
Indonesia.
Daftar Pustaka
Ahmad, Haiz. (2006) Histeria! Komikita, Membedah
Komikita Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan.
Jakarta: Elek Media Komputindo.
Anwari. (1999) Indonesia Tertawa, Srimulat sebagai
sebuah Subkultur. Jakarta: LP3ES.
Ajisatria, Wisnu. (2003) Bersepeda sebagai Gaya Hidup
(Studi Kasus Empat Anggota Cycling Enthusias
Yogyakarta). Skripsi sarjana tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Jurusan Antropologi Budaya, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Casson, Ronald W. (1981) ‘Folk Classiication: Relativity
and Universality’ dalam R.W. Casson (ed) Language
Culture and Cognition: Anthropological Perspective.
New York: Macmillan Publishing Co. Inc.
Goenawan, Danny Martianus. (2004) Anak Muda
Indonesia Kontemporer (Sebuah Studi Etnografisemiotik pada Film AADC?). Skripsi sarjana tidak
diterbitkan. Surabaya: Jurusan Antropologi Sosial,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Airlangga.
Harland, Richard. (2006) Superstrukturalisme, Pengantar
Komprehensif kepada Semiotika, Stukturalisme, dan
Postrukturalisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Hidayat, R. Surtiati. (2001)
2001) ’Kartun Indonesia’ dalam I.H.
Sundari dan R. Hidayat (ed) Meretas Ranah Bahasa,
Semiotika dan Budaya. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
http://en.wikipedia.org/wiki/Comics
’Masuk Bui Gara-gara Kartun, usut asal’, Intisari, Januari
1992.
Museum Pendet. (2004) Pulau Kartun, Island of Cartoon,
20 tahun langkah I Brewok GunGun. Denpasar: Pendet
Press.
Santosa, Iwan. (2004) ”Jaguar dan Bajaj Berbagi Nestapa
di Jakarta”, Kompas, [Diakses Sabtu, 19 Juni 2007].
http://www.kompas.com/kompascetak/0406/19/
Fokus/1093801.htm.
Saifuddin, Ahmad Fedyani. (2005) Antropologi
Kontemporer, Suatu Pengantar Kritis Mengenai
Paradigma. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Setiawan, Moh. Nashir. (2002) Menakar Panji Koming,
Tafsiran Komik Karya Dwi Koendoro pada Masa
Reformasi Tahun 1998. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Sobur, Alex. (2006) Semiotika Komunikasi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sudarmo,, Darminto. (2004) Anatomi Lelucon di Indonesia.
Jakarta:
a: Penerbit Buku Kompas.
Supriatna, Yayat.
ayat. (2004) ”Jakarta Memburu Mimpi Baru”,
Kompas, [Sabtu, 19 Juni 2007]. http://kompas.com/
kompas-cetak/0406/19/Fokus/1092213.htm.