Materi Kuliah Pendidikan Agama Islam Tin

Materi Kuliah Pendidikan Agama
Islam Tingkat 1 Semester 1
Friday, January 25, 2013

Pendidikan Agama Islam
Dosen: Yth, Bapak Drs, Misbak.Sag,MSi
Materi Kuliah: Pendidikan Agama Islam BEM 101.2
RUANG LINGKUP AGAMA
1. MANUSIA DAN AGAMA
Manusia dan Agama adalah ikatan kehidupan yang penting untuk mengarungi kehidupan,dan dibagi
diantaranya:
a. Manusia dan alam semesta
b. Manusia menurut Agama Islam
c. Agama arti dan ruang lingkupnya
d. Hubungan manusia dan agama
2. AGAMA DAN AGAMA ISLAM
Agama adalah keyakinan suatu makhluk kepada Sang Penciptanya,dibagi diantaranya:
a. Arti dan ruang lingkup agama islam
b. Klasifikasi dalam agama islam
c. Agama Islam dan IPTEK
Sosialnya makhluk dengan binatang ada banyak persamaan,diantaranya yang membedakan yaitu:

a. Mengembangkannaluri
b. Etika
c. Peradaban
Agama itu suatu keyakinan manusia mencapai hidup yang benar menurut Zat Yang Maha Tinggi.
Unsur pokok dari agama itu yaitu:
a. Sistem oredo (keyakinin)
b. Sistem ritus (Peribadatan)
c. Sistem norma (tatakaidah)
Faktor dari agama itu adalah:
- adanya keyakinan
- adanya syariat (ibadah)
- adanya rosul (utusan)
- adanya kitab suci
Ada 3 Pilar dalam Islam yaitu:
a.
Akidah adalah ilmu tentang tauhid Keesaan Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Syariat adalah nilai dalam peribadatan.
c.
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan sehingga menimbulkan perbuatan.

Keyakinan/nilai keimanan harus all out atau kaffah “menyeluruh” ibarat akidah itu akar,syariat tangkai dan
daun dan sedangkan akhlak sendiri buah perbuatan tersebut.
Dalam 3 pilar islam haru diwujudkan dengan proses pelaksanaan dari akidah dan syariat lalu
menghasilkan akhlakul kharimah.
Unsur kebahagiaan bukanlah dinilai dengan materi tetapi hidup yang mempunyai tujuan bahagiah didunia

dan akhirat.
Pertanyaan:
Bagaimana caranya kalo kita banyak pekerjaan yang padat setiap hari biar tetap semangat..??? jawab..
lakukanlah dengan ikhlas semangat dan nikmatilah segala sesuatunya dengan cinta.
KLASIFIKASI AGAMA
Yaitu meliputi:
a.
Agama wahyu
b.
Agama budaya
AGAMA ISLAM DAN IPTEK
Agama islam adalah wahyu dari Allah yang lewat malaikatnya kepada rosul.
Ilmu pengetahuan adalah pikiran manusia yang hasil dari penyelidikkan dan analisis.
Sedangkan teknologi adalah suatu alat kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan

kepada Allah.
SUMBER AGAMA ISLAM
Terdiri dari:
a.
Al Qur’an
b.
Al Hadist
c.
Ijtihad
Janganlah jadi mahasiswa yang instan dan bermalas malasan dan siap untuk bersaing!
Pembahasan: AQIDAH
ْ yang berarti ikatan, at‘Aqidah ( ُ‫ )اَ ْلعَ ِقيْدَ ة‬menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu ( ‫)العَ ْق ُد‬
َ
tautsiiqu( ‫ْق‬
ُُ ‫ )الت ْو ِثي‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( ‫ ) ْالِحْ َكا ُم‬yang artinya
ُ ‫ )الرَ ب‬yang berarti mengikat dengan kuat.
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (ٍ‫ْط ِبقُوَ ة‬
[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada
keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ‫ ازوج ّل‬dengan

segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikatNya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa
yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman
kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti),
baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah
yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orangorang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69
Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah
telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu
senantiasa rnenempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan
qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah
satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

Pertama: Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada
Allah dan karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan
meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengimani
bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. dalam dzat, asma maupun

sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar
adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang
menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang
dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat
melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk
lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun
Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah
itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid
Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi,
maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat
Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat
jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau.
Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan
sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti

kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masingmasing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali
bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani
(Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126)
dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis
bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid,
ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar
(fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan
Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari
Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin.
Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya,

bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia
akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit
personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian.
Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti

firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para
Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa
yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai
dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut
tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah
meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti
perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah.
Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya
hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka
mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali
kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat
yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi
yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh
tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya :

"Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya,
menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program
televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan
seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun
dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak
mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut
diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita
yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah
SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan
Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah

teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik lakilaki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap individu muslim

sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasikonotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta
menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan
sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangankemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang sumbangsihsumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan meyakinkannya akan validitas
akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi dan dimensi
kehidupan dalam poin-poin berikut :
1. Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan yang terkadang
menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah
meyakinkannya bahwa ia mampu untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat
Allah dan ampunan-Nya
Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para penguasa zalim dan
membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu dengan
hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu tidak menimbulkan kekacauan.
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyembah fenomenafenomena alam di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar.
Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. Ia memberikan
kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka cakrawala pemikiran yang luas
baginya. Di samping itu, akidah juga membuka jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari

jeratan ruang lingkup indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk
merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta
menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.
Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap rahasia-rahasia sejarah
yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan merenungkan hikmah yang
tersembunyi di balik syariat guna mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya
untuk setiap masa dan tempat.

Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mengikat ilmu
pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu pengetahuan dari iman akan menimbulkan
akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk menyimpulkan
sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.
2. Dalam Sisi Sosial.
Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat masyarakat Jahiliah hanya
mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah, mereka relah
mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan manusia
akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan umum dengan cara
menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu.

Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu dengan cara-cara
berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa
berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota masyarakat, dari
tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin
menjadi hubungan yang berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan persaudaraan antar
manusia. Akidah telah berhasil merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda
masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan ini, mereka menjadi
sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain. Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil
merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
3. Dalam Sisi Kejiwaan.
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana sedang
menimpa.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan bencanabencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa
dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa
manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk mencari kesenangan dan ketentraman di
dunia ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di
dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti membuahkan
pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang adalah musibah yang menimpa
agama.
Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang dapat melumpuhkan
aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan bingung.

Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit baginya
untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah
secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit jiwa yang
berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan akibat-akibat sosial
dan politik yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimana telah
dijelaskan oleh Imam Ali a.s.
4. Dalam Sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan
prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar
wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil
rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa
tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan
manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembahasan: SYARIAH
Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya
untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan
Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya : Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)
(Quran surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah
tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab
yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka
ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Qur’an
Surat Al-Jatsiyah ayat : 18).
A. Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa
ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat
universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti
bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya

tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah
Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya
secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan,
kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.
B. Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang
terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
1. Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis,
peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan
mayit, dan lain-lain.
2. Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya dalam hal tukarmenukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja
sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan,
wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hubungan
berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian,
pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari
suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan,
zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa
(persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu
(toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati),
pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu),
dan lain-lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan
kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.

C. Sumber-Sumber Syariah
1. Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan UndangUndang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian terhadap
hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
3. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang
belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
D. Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan mendapat
pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
2. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat

dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lainlain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan tidak berdosa.
4. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu perbuatan;
apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok,
makan bau-bauan, dan lain-lain.
E. Ibadah Sebagai Bagian Dari Syariah
Syariah mengatur hidup manusia sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah.
Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang
tata caranya diatur sedemikian rupa oleh Syariah Islam. Esensi ibadah adalah penghambaan diri secara
total kepada Allah sebagai pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan manusia di hadapan
kemahakuasaan Allah. Dengan demikian salah satu bagian dari syariah adalah ibadah.
Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai
dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas hidup
manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyah ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (AdzDzariyat : 56).
Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang kuat maka syariah
dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Pembahasan: AKHLAK
Akhlak (Ar.: al-akhlak, jamak dari al-khulq = kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama). Tingkah laku yang
lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan. Kata akhlak dalam
pengertian ini disebut dalam Al-Quran dengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah SWT yang
merupakan konsiderans pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah [1]. Dijelaskan dalam Al-Quran
sebagai berikut :
(٦٨:٤ .‫والك لعلر حلق عطلم)المملع‬
Atrinya
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti yang agung (QS Al-Qalam,
68 :4) [2]”
Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli bahasa arab kontemporer asal
suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab
juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara
hubungan baik antar mereka.
Ulamah akhlak brbeda pendapat tentang apa kah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal
pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan
pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir.
Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum
jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil
pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah
SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan
ulamah. Ibnu maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif
tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi
tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa

nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada issyarat dalam AlQuran bahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Didalam Al-Qurandiuraikan bahwa iblis
menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia
tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat
kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.
Ukuran Baik dan Bururk. Ulama berbeda pendapat tentang ukuran baik dan buruk akhlak. Mereka terbagi
menjadi tiga golongan
Golongan pertama, Muktazilah (aliran teologi islam rasional dan liberal pada abad ke-8, didirikan oleh
wasil bin ata [80 H/699 M-131 H/748 M]), berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk akhlak adalah
esensinya. Untuk ini mereka membagi akhlak yang menuntut esensinya adalah buruk dan Allah SWT
pasti melarangnya, seperti besikap jujur dan adil. Ada akhlak yang menurut esensinya bisa baik dan
buruk, seperti membunuh.
Golongan kedua. Maturidiah (aliran yang didirikan oleh abu Abu Mansur Muhammad al-maturidi [w.
333H/944 M]) dan mashab *Hanafi, sependapatdengan golongan Muktazilah. Hanya saja mereka,
berbeda pendapat tentang tanggung jawab terhadap akhlak tersebut. Menurut mereka, akal tidak dapat
menetapkan kewajiban, yang menetapkan kewajiban adalah syarak. Manusia akan dimintai pertanggung
jawaban hanya atas dasar kesadaran etisnya yang diperoleh melalui syarak.
Golonga ketiga, Asy’ariyah (aliran yang didirikan oleh Abu Hasan Ali bin Ismailal-Asy-ari [260H/873 M324 H/935 M]) dan jumlah ulamah usul fikih, berpendapat bahwa baik dan buruk akhlak ditentukan olej
syarak. Apa yang diperintahkan adalah baik dan yang dilarangnya adalah baik dan apa yang dilrangnnya
adalah buru. Manusia akan dimintai pertanggung jawaban diperoleh melalui syarak.
Al-Quran meberi kebebasan kepada manusia untuk memilih bertingkah laku baik atau buruk sesuai
dengan kehendaknya. Atas dasar kehendak dan pilihannya itulah manusia dan diminta pertanggung
jawabannya diakherat atas segalah tingkah lakunya [3]. Allah SWT berfirman.
Artunya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka
berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang
tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
(Q.S Al Baqarah 2 : 286 [4])
Sumber Akhlak. Akhlak orang muslim merujuk pada dua sumber utama pada ajaran islam. Sumber
pertama diterangkan oleh *Aisyah binti Abu Bakar ketika ditanya para sahabat tentang akhlak Rasulullah
SAW Aisyah berkata adalah : “Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Quran”(H.R Ahmad bin Hanban).
Adapun sumber kedua adalah keteladanan yang dicontohkan oelh Rasulullah SAW kepada umatnya,
sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya.
Artinya :
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. : (Q.S AlAhzab. 33 : 21) [5].
Sasaran Ahlak. Dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia mencangkup tiga sasaran, yaitu
terhadap Allah SWT, terhadap bersama manusia, dab terhadap lingkungannya.
Akhlah terhadap Allah SWT. Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah SWT
bertitik tolak dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT yang memiliki
segalah sifat terpuji dan sempurna.

a.
Mensucikan Allah SWT dan memuji-nya.
b.
Bertaqwa (berserah diri) kepada Allah SWT setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu.
c.
Berbaik sangka kepada Allah SWT
Akhlak Terhadap Sesama Manusia
a.
Akhlak terhadap Oran Tua diantaranya sebagai berikut :
1.
Memelihara keridaan orang tua
2.
Berbakti kepada orang tua
3.
Memelihara etika pergaulan kepada orang tua
b.
Akhlak terhadap kaum kerabat. Akhlak yang paling utama terhadap kaum kerabat ialah
mengadakan hubungan silaturahmi dan berbuat ihsan (baik) terhadap mereka, seperti mencintai mereka
serta turut merasakan suka dan duka mereka. Diatara ayat-ayat yang berbicara tentang akhlak ini ialah
surah an-Nisa (4) ayat 1 dan 36, surah ar-ra’d (13) ayat 25, surah al-israh (17) ayat 26, dan surah
Muhammad (47) ayat 22. Diantara hadist Nabi SAW yang berbicara tentang akhlak ini ialah “Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhirmaka hendaklah ia mengadakana hubungan silaturrahmi” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
c.
Akhlak terhadap tantangan. Diantara akhlak seseorang terhadap tantangannya ialah sebagai
berikut.
1.
Tidak menyakiti tetangganya. Baik dengan perbuatan maupun denga perkataan
2.
Berbuat ihsan (kebaikan) kepada tentangga diataranya ialah melakukan *takziah ketika
tetangganya mendapatkan musibah, melakukan *tahnia ketika tetanggany mendapat kegembiraan,
menjenguknya ketika sakit, menolongnya ketika dimintai tolong.
Ahklah terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah sesuatu yang berada
disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda yang tak bernyawa.
Akhlak yang dianjurkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber daru fungsi manusia sebagai khalifah.
Khalifah menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai tujuannya. Mahluk-mahluk itu adalah umat
seperti manusia juga. Al-Quran menggambarkan : “dan tiada binatangbinatang yang ada dibumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S.
6:38). Oleh sebab itu menurut Al-Qurtubi, makluk-mahluk itu tidak boleh diperlukan secara aniayah [6].
Allah SWT menciptakan Ala mini dengan tujuan yang benar, sesuai dengan firman-Nya. (Q.S. Al-Ahqaaf.
46:3) [7].
$tB $oYø)n=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tBur !$yJßgoYøŠt/ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 9@y_r&ur ‘wK|¡•B 4 tûïÏ
%©!$#ur (#rãxÿx. !$£Jtã (#râ‘É‹Ré& tbqàÊ̍÷èãB ÇÌÈ
Artinya :
Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan)
yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang
diperingatkan kepada mereka.
M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam memanfaatkan alam manusia tidak hanya dituntut untuk
tidak bersikap angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, tetapi juga dituntut untuk memperhatikan
apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah SWT, pemilik ala mini. Manusia ditutntu tidak hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri atau kelompok saja tetapi juga kemaslahatan semua pihak. Dengan
demikian, manusia diperintahkan bukan untuk mencari kemenagan, tetapi keselarasan dengan alam.
Kitab Tentang Akhlak. Disamping petunjuk tentang akhlak dalam bentuk perbuatan seperti dikemukakan
diatas, didalam islam terdapat juga petunjuk untuk memiliki perangai seperti sabar, ramah, ikhlas,
pemaaf, jujur,dan kasih sayan, serta petunjuk untuk menghindari perangai yang buruk sepertipemarah,
pendendam, dan berdusta.
Pembahasan tentang petunjuk-petunjuk tersebut banyak dimuat dalam kitab tasawuf dan akhlak antara
lain sebagai berikut.
1.
Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah (risalah karya Qusyairi). Karya Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazin bin

Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyairi (376 H/986 M-465 H/1074 M). kitab ini membahas
antara lain tingkah laku, prinsif dan sifat sufi, serta kode etika para pelajar.
2.
Ihya Ulum Ad-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), karya Imam al-gazali. Kitab yang terdiri atas
4 jilid ini dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama mengupas masalah ibadah dengan segala rahasianya.
Bagian kedua membahas masalah adat dan muamalah. Bagian ketiga menyajikan hal-hal yang dapat
merusak diri, termasuk akhlak-akhlak tercela. Bagian keempat menguraikan hal-hal yang menyelamatkan
manusia dalam berbagai kerusakan, termasuk akhlak terpuji.
3.
Al-Azkar (Zikir-zikir), karya imam an-Nawawi, kitab ini berkumpulan hadist dan doa tentang aktivitas
sehari-hari, latihan rohani, etika umum, dan lain-lain yang mempererat hubungan manusia dengan Tuhan
dan sesamanya.
4.
Al-Akhlaq al-Islamiyyah wa Ususuha (Akhlak Islamdan dasar-dasarnya). Karya Ayekh Abdurrahman
Hasan Habnakah al-Maidani (ahli ilmu akhlak konteporer asal Suriah). Materinya antara lain dasarnya
akhlak yang digalidari Al-Quran dan hadis petunjuk praktis penerapan akhlak, dan pendidikan akhlak
[8].
B. Pendidikan Islam
Pendidikan islamadalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian yang sesuai dengan
ajaran islam atau suatu upaya dengan ajaran islam memiliki nilai-nilai islam serta bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai islam.
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan keperibadian tentunya
pendidikan islam memerlukan landasan kerja untuk member arah bagi programnya sebab dengan
adanya dasar juga berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang akan diciptakan sebagai pegangan
lengah pelaksanaan dan sebagai jalur langkah menentukan arah usaha sersebut.
Urutan prioritas pendidikan islam dalam upayah pembentukan kepribadian muslim, sebagaimana di
ilustrasikan berturut-turut dalam al-quran surat Lugman mulai ayat 3 dan seterusnya adalah [9].
1.
Pendidikan keimanan kepada Allah SWT
Artinya :
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (Luqman ayat 13) [10].
Pendidikan yang pertama dan utama untuk dilakukan adalah pembentuka keyakinan kepada Allah yang
diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian.
2.
Pendidikan Akhlaqul Karimah
Sejalan dengan usaha membentuk dasar keyakinan atau keimanan maka diperlukan juga usaha
membentuk akhlak yang mulia. Berakhlak yang mulia adalah merupakan modal bagi setiap orang dalam
menghadapi pergaulan antar sesamanya.
Akhlak termasuk diantara makana yang terpenting dalam hidup ini tingkatnya berada sesudah keimanan
atau kepercayaan kepada Allah, Malaikatnya, Rasul-rasulnya, hari akhir yang terkandang hasyar, hisab,
balasan akhirat dan qada dan qadar Allah. Apabila beriman kepada Allah dan beribadah kepadanya
pertama-tama berkaitan rapat antar hubungan hamba dan Tuhannya, maka akhlak pertama sekali
berkaitan dengan hubungan Muamalah Manusia dan orang-orang lain, baik secara individu maupun
kolektif. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia
dengan manusia yang lainnya, tetapi melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segalah
yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini malah melampawi itu yaitu mengatur hubungan antar
hamba denga Tuhannya [11].
Artinya :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri. (Luqman 18) [12].
Selanjutnya, tentang pendidikan (Pendidikan Islam) Al-Quran, antra lain berbicara mengenai :

karakteristik sejarah dan medan pendidikan.
1.
Karakteristik Pendidikan Islam
Pendidikan islam bukannya hanya pendidikan akhlak aqiqah dan ibadah saja, melaikan lebih luas,
yakni :
a.
Pendidikan Islam mencakup seluruh aspek manusia
b.
Pendidikan Islam mencakup kepentingan hidup dunia dan akhirat.
c.
Pendidikan Islam berlangsung terus-menerus sejak masih dalam kandungan ibu sampai masuk
liang lahat, setiap orang selalu terlebit dalam proses pendidikan baik sebagai terdidik maupun pendidik.
d.
Sistem Pendidikan islam menuju keselarasan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Segi-segi
pendidikan islam diatas pada satu perinsip :
Al-Quran dan pendidikan islam mempelihara dan memperhatikan Fitnah Manusia, pada islam sengaja
direncanakan oleh Allah intik selaras, relevan dan sesuai dengan fitnah tersebut. Sehingga dikatakan
bahwa fungsi pendidikan menurut Al-Quran adalah : usaha dan upaya manusiakan manusia. Dan oleh
karena itu fitnah manusia itu selalu cendrung kepada Al-Haq atau Al-Islam, maka pendidikan menurut AlQuran adalah menuju terbentuknya pribadi Muslim Paripurna. (Ali Khalil Abu Al-Ainain, 1980 : 147-148)
2.
Sasaran Pendidikan Islam
Dari segi salah satu esensi penting pendidikan yakni pertumbuhan dan perkembangan, maka sasaran
pendidikan merupakan persoalan asasi dan menyangkut masalah ini dan nilai Qurani terdiri atas dua
tingkat :
a.
Nilai-nilai Rohaniah, berupa “Imam” (Tauhid), yakni merupakan motivasi dasar dari seluruh aktivasi
manusia, melahirkan keikhlasan.
b.
Nilai-nilai pengabdian (Ubudiyah) terdiri dari nilai-nilai moral (Akhlak), nilai individu , nilai-nilai social
(Masyarakat)
3.
Medan Pendidikan Islam
Menurut ajaran Islam, medan pendidikan adalah :
a.
Pendidikan Jasmani
b.
Pendidikan Rasio
c.
Pendidikan Aqidah
d.
Pendidikan moral (Akhlak)
e.
Pendidikan Kreatifitas
f.
Pendidikan Seni
g.
Pendidikan Sosial
Islam menilai Pendidikan Jasmani sebagai cukup penting karena jasmani manusia ikut member adil
dalam upaya penuaian, tugas hidup manusia pendidikan rasio, tidak hanya bermaksud agar manusia
maupun berfikir saja, melainkan lebih dari, dengan kemampuan berfikir manusia akan lebih baik dalam
mengenal dan selanjutnya mengabdikan dirinya kepada khaliqnya arah pendidikan kreatifitas adalah agar
manusia mampu mengajarkan akhlak kepada dirinya sendirinya. Sedangkan pendidikan (Terbentuknya
manusia pengabdi yang Shalih), juga dalam rangka pencapaian sasaran pendidikan sosial amat penting
artinya bagi penuaian tugas ibadah dalam dimensi sosial [13].
Adapun tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai
akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (Al-karimah1979).
Misi islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai akhlak Al-Karimah. (AlSyaibany, 1979)
Dan tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang terkandung dalam tugas kenabian, yang
diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam pernyataan beliau : “sesungguhnya aku diutus
adalah untuk membimbing mausia mencapai akhlak yang mulia” (Al-Hadist) faktor kemulian akhlak dalam
pendidikan islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang menurut
pandangan islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang
sejahtera dudunia dan kehidupan akherat.

Dua sasaran pokok yang akan oleh pendidikan islam tadi, kebahagian dunia dan kesejahteraan akhir,
memuat sisi-sisi penting. Dan bagian ini dipandang sebagai nilai lebih dari pendidikan islam disbanding
dengan pendidikan non islam. Nilai lebih tersebut terlihat bahwa pendidikan islam dirancang agar dapat
merangkum tujuan hidup manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan yang pada hakikatnya tunduk pada
hakikat penciptaanya.
1.
Tujuan Pendidikan islam itu bersifat fitnah yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan
dengan fitnah kejadiannya.
2.
Tujuan pendidikan islam menentang dua dimensi yaitu tujuan akhir bagi keselamatan hidup didunia
dan diakhirat.
Prof. Mohammad athiyan Al-Brosyi dalam kejadiannya tentang pendidikan islam telah menyimpulkan 5
(Lima) tujuan yang asasi bagian pendidikan islam yang diuraikan dalam “At-Tarbiyah Al-Islamiyah WaFalsafatuha”. Yaitu :
1.
Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
2.
Persiapan untuk kehidupan dunia dan diakhirat [14].
Dalam kaitannya dengan evaluasi pendidikan islam telah menggariskan tolak ukur yang serasi dengan
tujuan pendidikan. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing manusia agar hidup selamat didunia
maupun tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan hidup akhirat nanti. Kedua tujuan tersebut menyatu
dalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak yang mulia terlihat dalam
penampilan sikap pengabdiannya kepada Allah SWT dan kepada lingkungannya bauk kepada sesama
manusia, maupun terhadap kepada alam sekitarnya. Oleh karena itu dalam pendidikan islam evaluasi
lebih ditekankan pada penguasa sikap (aspek efektif) ketimbang pengetahuan (aspek kognitif).
Akhlak yang diharapkan dapat dibentuk melalui pendidikan islam, nilai-nilai akhlak sebagai bagian yang
seharusnya dijadikan landasan bagian sistem pendidikan islam, hingga dalam pelaksanaan seseorang
muslim maupun menempatkan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi dan untuk memakmurkan
kehidupan di bumi dan menghindarkan segala bentuk perbuatan yang mengarah kepada kerusakan [15].
C. Akhlak Dalam Pandangan Islam
Untuk menyempurnakan rangkaian pembahasan ini, ada satu topik penting yang banyak dibicarakan
orang dan pengaruhnya cukup besar dalam kehidupan masyarakat ataupun individu. Topik tersebut
adalah tentang akhlak dalam pandangan islam.
Seperti telah diketahui agama islam mengatur hubungan manusia dengan penciptanya hubungan
manusia dengan dirinya serta hubungan manusia dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan
penciptanya dalam masalah akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya diatur dengan hukum
akhlak, makanan dan minuman, serta pakaian, selain itu hubungan manusia dengan sesamanya, diatur
dengan hukum muamalah dan uqubat.
Islam telah memecahkan persoalan hidup manusia secara menyeluruh dengan menitik beratkan
perhatian kepada umat manusia serta integal, tidak terbagi-bagi dengan demikian, kita melihat islam
menjelaskan persoalan dengan metode yang sama yaitu membangun semua solusi persoalan tersebut
diatas dasar akidah, yaitu asas rohani tentang kesadaran manusia akan hubungan dengan Allah
kemudian dijadikan asa peradapan islam asas syarat islam dan asas negara.
Masyarakat tegak dengan peraturan-peraturan hidup serta dipengaruhi oleh perasaan dan pemikiran
yang merupakan kebiasaan umum, hasil dari pemahaman hidup yang dapat menggerakan masyarakat.
Karena itu, yang menggerakkan masyarakat.bukanlah akhlak melainkan peraturan-peraturan yang
diterapkan ditengah masyarakat, pemikiran-pemikiran dan perasaan yang ada pada masyarakat [16].

Pembahasan: KEADILAN, KEPEMIMPINAN DAN KERUKUNAN
Ketiga istilah diatas berkaitan satu sama lain, ia bisa berhubungan dengan politik, kemasyarakatan dan
agama. Dalam hal ini, sesuai dengan pembidangan, peninjauan bahasan tentu banyak berorientasi pada
agama.

1. Masalah Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil, dalam istilah / ta’rif bahasa Arab, “Wadh’u syai’in fi mahalliha“. Artinya
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Artinya keadilan adalah suatu sikap dan tindakan proporsional.
Keadilan suatu nilai yang selalu didambakan dan sekaligus diperjuangkan kehadirannya. Keadilan harus
dijabarkan dalam semua keadaan. Sebab keadilan adalah kebajikan utama ummat manusia yang
keberadaannya mutlak diperlukan sepanjang sejarah.
Agama Islam adalah agama yang menegakkan keadilan, keadilan yang tidak pandang bulu, siapa yang
bersalah dihukum, yang berjasa diberi imbalan, tangan mencencang, bahu memikul, tiba di mata tidak
dipicingkan, tiba di perut tidak dikempiskan dan seterusnya.
Masalah keadilan ini Allah berfirman dalam Al Qur’an ayat 8 surah Al-Maidah :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman ! Hendaklah kamu menjadi pembela bagi Allah, menjadi
saksi dengan keadilan, janganlah kebencian kamu kepada suatu kaum menyebabkan kamu menyimpang
dari keadilan, berlaku adillah kamu, itulah lebih dekat kepada taqwa, dan takutlah kamu kepada Allah,
bahwasanya Allah membalasi apa-apa yang kamu perbuat“.
Dan di dalam hadits Rasul Allah Shallallahu alaihi wasallam : “Al-adlu hasanun walakin fil umaraa’i
ahsanu, as-sakhoo’u hasanun walakin fil ghinaa’i ahsanu, al-wara’u hasanun walakin fil ‘ulamaa’i ahsanu,
ash-shobru hasanun walakin fil fuqoroo’i ahsanu, at-taubatu hasanun walakin fis syababi ahsanu, alhayaa’u hasanun walakin fin-nisaa’i ahsanu“.
Artinya : “Keadilan itu baik, tetapi lebih lagi pada para pemimpin. Kedermawanan itu baik, tetapi ia lebih
baik lagi pada orang-orang kaya, wara’ itu baik, tetapi ia lebih baik lagi pada para ulama, shabar itu baik,
tetapi ia lebih lagi pada orang-orang faqir. Taubat itu baik, tetapi ia lebih baik lagi pada para pemuda,
malu itu baik, tetapi lebih baik lagi pada para perempuan” (HR. Dailami).
Sesuai petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits diatas, maka keadilan hendaklah ditegakkan. Rasa keadilan
adalah situasi naluriyah yang tumbuh pada diri manusia. Perjuangan menegakkan keadilan berakar pada
fitrah manusia dan karenanya menjadi kepedulian setiap orang. Dari itu pula dapat dikatakan semua orbit
perjuangan manusia adalah perjuangan menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Konsekuensinya
situasi kemanusiaan tidak boleh berpihak kepada ketidakadilan. Hukuman yang keras akan ditimpakan
kepada manusia yang berpihak kepada orang-orang yang dzalim.
Firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al Qur’an surah Hud
ayat 113 :
Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang menyebabkan kamu
disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah,
kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan“.
Lawan daripada keadilan adalah kezaliman. Islam memandang kedzaliman sebagai kemungkaran yang
akan menghancurkan tata kehidupan. Jagat politik akan terus menerus diwarnai kesewenangan,
kediktatoran dan penindasan yang diidentikkan dengan kerusakan. Kehidupan sosial diwarnai kerusakan,
kekejaman dan krisis sosial.
Kita tidak boleh terjebak ke dalam bentuk tindakan kezaliman, bahkan setiap individu harus terlibat dalam
merespon seruan untuk melawan kezaliman, apapun bentuknya. Legalitas perlawanan terhadap
kezaliman tersebut begitu jelas dan pasti sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam “Afdholul jihaadi kalimatu adlin (wa fi riwayatin kalimatu haq) ‘imda sulthoonin jaairin“.
Artinya : “Seutama-utama jihad adalah mengatakan yang haq kepada penguasa yang zalim” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Majah dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu anhu).
Tegaknya keadilan bukan hanya untuk kepentingan generasi sekarang tetapi melainkan untuk lintas
generasi. Dalam sebuah masyarakat yang menjunjung keadilan, setiap manusia dapat terbebas dari
segala bentuk tirani dan akan membuahkan kesejahteraan sejati.
D