Masalah Kesehatan di Indonesia masalah

Masalah Kesehatan di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan

ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu
investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah
satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undangundang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari
status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian
ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup.
Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran

hidup (2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334
(1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan
hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur
harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2
tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah
menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004).
Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi
yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan
bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan
Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu.
Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah
perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.
Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55
tahun, dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria.

Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan
mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, Infeksi Saluran Pernafasan Atas
(ISPA), gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi,
penyakit saluran cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan
infeksi nafas kronik. Selain itu Indonesia juga menghadapi ”emerging

diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya,
SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases”
seperti malaria dan TBC.
Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan
perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang
diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah
didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di
seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan
Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar
tersebut

terdapat

di

semua


kecamatan,

namun

pemerataan

dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini
belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait
dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
adalah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun
sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat berjalan
dengan optimal.
Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang
mencakup 220 obat. Penggunaan obat generik dan obat tradisional
cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional
telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian

alat-alat kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat
dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau
dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu Obat Asli Indonesia (OAI) belum
sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki
sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan

telah dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat
tradisional, kosmetika, produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan
penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia
mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang
diperlukan.

Permasalahan

besar

tentang

SDM


adalah

inefisiensi

dan

inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan. Walaupun rasio
SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari target Indonesia
Sehat 2010 dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan produksi SDM
kesehatan dari institusi pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk
dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter spesialis 5.2,
Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000 penduduk.
Dalam

aspek

manajemen

pembangunan


kesehatan,

dengan

diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah
kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan
kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem
informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta
struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan
membahas permasalahan :
1)

Bagaimana gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di


Indonesia saat ini ?
2)

Bagaimana strategi paradigma kesehatan dan konsep baru tentang

makna sehat ?
3)

Bagaimana mengetahui sasaran dan strategi utama pembangunan

kesehatan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia

Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan

penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh
dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan
protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan
vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia
sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan
imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh
karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya
manusia Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai
macam transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi,
transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah
menciptakan beban ganda (double burden) masalah kesehatan.
1.

Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan

hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah
bayi dan BALITA tetap menggantung.
2.


Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit

menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang
meningkat dengan drastis.
3.

Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi

4.

Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku

lebih.
tradisional menjadi modern yang cenderung membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit,
tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan
terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga
merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan gangguan
kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah

selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar
ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di
antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu,
dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya
sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang
perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan.

Dengan adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan
suatu perubahan paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa
permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan
antara lain :
1.

Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara

nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi
disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan
antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.
2.


Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.

3.

Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh

masyarakat adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang
bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia
menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4.

Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

masih rendah.
5.

Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.

6.

Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih

dan sehat.
7.

Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.

8.

Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya

kondisi kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum
dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9.

Lemahnya dukungan peraturan perundang-undangan,

kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, penilaian hasil penelitian
produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat
asli Indonesia, dan sistem informasi.
B.

Strategi Paradigma Kesehatan

Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran manusia
terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun
dari penelitian.
Dalam perkembangan kebijaksanaan pembangunan kesehatan maka
memasuki era reformasi untuk Indonesia baru telah terjadi perubahan pola
pikir dan konsep dasar strategis pembangunan kesehatan dalam bentuk

paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung
menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya
pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani
masalah kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali
prioritas dan penekanan program dalam upaya meningkatkan kesehatan
penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan
kesinambungan pembangunan.
Indonesia menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus
berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu
re-orientasi dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang
sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi mendasar yang perlu dilakukan
adalah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada
penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban
penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar
masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi dalam
pembangunan.

C.

Konsep Baru Tentang Makna Sehat

Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita
tentang nilai, peran penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan.
Dimulai pada zaman keemasan Yunani bahwa sehat itu sebagai virtue,
sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak
bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah filosofi Cartesian yang
berorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa
seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental
dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah
ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah.
Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara
seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian
definisi sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU

kesehatan RI No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup produktif
sosial dan ekonomi.
Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Kanada yang
mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat untuk
hidup sehari-hari secara produktif.
1.

Paradigma Baru Kesehatan

Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta
memiliki makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia
tahun 1994 dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan
kesehatan masyarakat baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif
yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep dan
metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.
Setelah deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan
Saitama (1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap
beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain
disebabkan oleh :
a.

Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan kematian yang

semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan
kecelakaan.
b.

Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana.

c. Makin jelasnya pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan penduduk.
Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya
secara jelas mengatakan bahwa “status kesehatan penduduk bukanlah hasil
pelayanan medis semata-mata”. Akan tetapi faktor-faktor lain seperti
lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan terhadap status
kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan
tentang determinan kesehatan tersebut, tidak diikuti dengan perubahan
kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti membuat
peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang
kesehatan No. 23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya
promotif dan preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN.

2.

Upaya Kesehatan

Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit
dalam jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program
kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan
yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih “efektif” yaitu
program kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan
(Health Development Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan
yang diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II.
Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
a.

Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas

untuk 20-25 tahun mendatang.
b.

Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada.

c.

Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-

preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.
d.

Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

e.

Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi

kesehatannya secara penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak
sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit.
f.

Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak,

dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.
g.

Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan

serta perlindungan masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk
(melalui perubahan perilaku)
h.

Penggerakan peran serta masyarakat.

i.

Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup

dan bekerja secara sehat.
j.

Pendekatan multi sektor dan inter disipliner.

k.

Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada

kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.

Upaya kesehatan seperti tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.
3.

Kebijakan Kesehatan Baru

Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya
promotif-preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif
diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani
kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang menitikberatkan
pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit.
Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru perlu
didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara
berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa dating harus mampu
menciptakan dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif
sehingga obsesi upaya kesehatan harus dapat mengantarkan setiap
penduduk memiliki status kesehatan yang cukup.
4.

Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma

Perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa
dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan karena pengorganisasian upaya
kesehatan yang ada, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, adalah
merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka
untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi
pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif
dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana
yang ada sekarang perlu dilakukan penyesuaian atau bahkan reformasi
termasuk reformasi kegiatan dan program di pusat penyuluhan kesehatan.
5.

Indikator Kesehatan

Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah
indikator positif, bukan hanya indikator negatif (sakit, mati) yang dewasa ini
masih dipakai. WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan
penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut :
a.

Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang

b.

Mengukur kemampuan fisik

c.

Penilaian atas kesehatan sendiri

d.

Indeks massa tubuh

6.

Tenaga Kesehatan

Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang
menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan
upaya kesehatan dan pembinaan bangsa yang sehat memerlukan
pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap
masyarakat secara kolektif dan tidak individual.
Tenaga kesehatan harus mampu mengajak, memotivasi dan
memberdayakan masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral,
mampu mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif,
mampu menjadi pemimpin, pelopor, pembinaan dan teladan hidup sehat.
7.

Pemberdayaan Masyarakat

Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting
adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk dapat
tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan
memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
8.

Kesehatan dan Komitmen Politik

Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu
untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa
ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak
banyak berperan terhadap pembangunan sosial ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sektor kesehatan lebih
merupakan sektor konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia
sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan
dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan
meningkat.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan
yang memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu,
direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan
pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan
masyarakat, oleh tenaga kesehatan profesional bersama masyarakat yang
partisipatif.
Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan
masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian
(dengan memakai indikator negatif), tetapi lebih ditekankan pada
pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indikator Positif). Nilai
indikator positif ini diperoleh sebagai dampak dari upaya kesehatan promotif
yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan professional dan didukung
besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan
masyarakat dititik beratkan pada :
1.

Promosi kesehatan, peningkatan vitalitas penduduk yang tidak sakit

(85%) agar lebih tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan
vitamin.
2.

Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.

3.

Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan

serta perlindungan masyarakat terhadap pengaruh buruk (melalui
perubahan perilaku).
4.

Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui

pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan strategi pembangunan kesehatan untuk semua
sehat di tahun 2010, dimana mengarah kepada mempertahankan kondisi
sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan
preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya
penanganan orang-orang sakit.
B.
1.

Saran
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2.

Komitmen dan kerjasama antara negara berkembang dengan negara

maju.

3.

Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan karena merupakan salah

satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk
dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di Indonesia.
4.

Peningkatan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dengan semua

pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang
administrasi pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.
5.

Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap sekarang ini harus

diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan
bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.
Diposkan 9th January oleh Negriku Indonesiaku