Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulan

Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan
Cyber Gambling di Indonesia
JAUHARI DEWI KUSUMA
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar
E-mail: jauharidwikusuma@yahoo.com
ABSTRACT
The birth of the Internet change the paradigm of human communication in the
mix and do business. Internet changed the concept of distance and time are
drastically so as if the world becomes smaller and limitless. Thus the
importance of technology, until it seems today's society is very dependent on
technology, both for the positive and negative. Bring crime with a new
dimension, as a result of the abuse of the Internet. One of these cyber crime
gambling (internet gambling), players can instantly access at home, so there
is concern that increasing the level of problem gambling online gambling.
In connection with this matter, in this thesis raised two issues: first How the
policy formulation of criminal law in an effort to control gambling cyber crime
today and the second How the policy formulation of criminal law in cyber
crime prevention efforts gambling to come. The methodology used in this
study using a normative juridical approach is that by examining / analyzing
data in the form of secondary legal materials, especially of primary legal
materials and secondary legal materials, by understanding the law as a set of

rules or norms of positive in the regime law that regulates human life.
The results of analysis that can be used as a conclusion in this thesis on the
policy formulation of criminal law in cyber crime prevention efforts gambling
today. In general, positive Indonesian criminal law can be used to solve the
crime Cyber Gambling (gambling via the Internet), but there are deficiencies
in the positive legal regulations, namely the lack of qualifying offenses,
corporation serve as the subject of the crime but made no guidance about
where accountability koorporasi corporation not pay the fine. policy
formulation of criminal law in cyber crime prevention efforts gambling to come
is that as technological developments, legislation existing criminal law is less
relevant at the time to apply. This needs to be anticipated with the thoughts to
seek to overcome through the criminal law policy which focuses on aspects
of the formulation, namely the effort to design formulation of actions and
sanctions in accordance with the characteristics of cyber gambling.
Keywords: Penal Policy, Cyber Gambling, Criminal Law

I

PENDAHULUAN


1.2

Latar Belakang
Memang tidak bisa diingkari oleh siapapun, bahwa teknologi
itu dapat menjadi alat perubahan di tengah masyarakat. Demikian
pentingnya fungsi teknologi, hingga sepertinya masyarakat dewasa
ini sangat tergantung dengan teknologi, baik untuk hal-hal positif
maupun negatif. Memunculkan kejahatan dengan dimensi baru,
sebagai akibat dari penyalahgunaan internet. Seperti halnya di dunia
nyata, di dunia maya juga internet ternyata mengundang tangantangan kriminal dalam beraksi, baik untuk mencari keuntungan
materi maupun untuk sekedar melampiaskan keisengan. Hal ini
memunculkan fenomena khas yang sering disebut dengan dalam
bahasa asing sebagai cyber crime atau kejahatan di dunia maya
(Dhani, www.dhani.Singcat.com/internet/modul.php, akses tanggal
20 agustus 2010).
Munculnya kejahatan-kejahatan dengan dimensi baru
tersebut, yang merupakan dampak negatif dari perkembangan
masyarakat dan perkembangan IPTEK dewasa ini, perlu pula
ditanggulangi dengan berbagai upaya penanggulangan yang lebih
efektif, dalam hal ini salah satunya adalah penanggulangan dengan

sarana hukum pidana (Wisnubroto, 1999:9).
Berdasarkan uraian di atas maka dalam hal penanggulangan
cyber gambling diperlukan adanya kebijakan hukum pidana (penal
policy). Kebijakan ini dapat mengarah pada dua hal. Pertama,
kebijakan aplikatif yaitu bagaimana mengoperasionalisasikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Kedua,
kebijakan formulatif atau kebijakan
untuk
melakukan
pembaharuan hukum pidana (penal law reform), yaitu kebijakan
merumuskan peraturan perundang-undangan yang tepat untuk
menanggulangi Cyber gambling pada masa yang akan datang.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana dalam upaya
penanggulangan tindak pidana cyber gambling saat ini?
2. Bagaimanakah kebijakan formulasi hukum pidana dalam upaya
penanggulangan tindak pidana cyber gambling yang akan
datang?

II.


Metode Penelitian
Mengingat permasalahan dalam penelitian yang difokuskan
pada kebijakan Formulatif, khususnya yang menyangkut Kebijakan
Hukum Pidana dalam Menanggulangi Cyber Gambling di Indonesia
maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis
normative yang bertumpu pada data sekunder. Namun untuk lebih
menunjang penelitian ini dilakukan juga pendekatan komparatif.
Pendekatan terhadap hukum dengan menggunakan metode
normative digunakan dengan cara mengidentifikasikan
dan
mengonsepsikan hukum sebagai norma kaidah, peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada suatu kekuasaan negara
tertentu yang berdaulat. Penelitian terhadap hukum dengan
pendekatan demikian merupakan penelitian hukum yang normatif
atau penelitian yang normatif atau penelitian hukum doctrinal (Hartono,
1994:142).
Pendekatan yuridis komparatif dilakukan untuk memberikan
gambaran bagi kebijakan formulasi hukum pidana yang sebaiknya
dirumuskan. Dalam perbandingan hukum beberapa negara diperlukan

dalam usaha-usaha pembaharuan Hukum Pidana khususnya KUHP.

III

PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan
Tindak Pidana Cyber Gambling Saat Ini
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP)
a) Sistem Perumusan Tindak Pidana Perjudian Dalam KUHP
Perumusan tindak pidana perjudian dalam KUHP yang dapat
digunakan terhadap tindak pidana cyber gamblng, terdapat pada pasal
303 KUHP
Perbuatan yang dianggap sebagai bentuk tindak pidana
kesusilaan dalam hal perjudian adalah menggunakan kesempatan main
judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 bis.
Menurut Chazawi ( 2005: 158-159) dalam rumusan kejahatan
Pasal 303 KUHP, ada lima macam kejahatan mengenai hal
perjudian (hazardspel), dimuat dalam ayat (1):
1) butir 1 ada dua macam kejahatan;

2) butir 2 ada dua macam kejahatan; dan

3) butir 3 ada satu macam kejahatan.
Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan
pidana, dan ayat (3) menerangkan tentang pengertian permainan
judi yang dimaksudkan oleh ayat (1).
Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut diatas
mengandung unsur tanpa izin. Tanpa unsur tanpa izin inilah
melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima
macam kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tiadanya unsur
tanpa izin, atau jika ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak
memberi izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi
bersifat melawan hukum atau hapus sifat melawan hukumnya oleh
karena itu tidak dipidana.
b) Sistem Pertanggungjawaban Pidana Dalam KUHP Kaitannya
Dengan Tindak Pidana Perjudian Dalam Internet
Sistem rumusan pertanggungjawaban pidana berkaitan erat
dengan subjek tindak pidana. Dalam pandangan KUHP, yang
dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia
sebagai oknum (Prodjodikoro, 1986:55). Hal ini sesuai dengan

Pasal 59 KUHP, dimana badan hukum/korporasi bukan menjadi
subjek pertanggungjawaban pidana.
c) Sistem Perumusan Pidana dan Pemidanaan Dalam KUHP
Kaitannya Dengan Tindak Pidana Perjudian Dalam Internet
Sistem perumusan sanksi pidana mengenai kejahatan
perjudian kaitannya dengan cyber gambling dalam KUHP adalah
sistem alternatif dan perumusan pidana pokok secara tunggal.
Perumusan jenis sanksi pidana (strafsoort) dalam tindak
pidana perjudian kaitannya dengan cyber gambling dalam KUHP
terdiri atas pidana penjara dan pidana denda.

2) Di Luar KUHP
a) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektonik.
a.1) Sistem Perumusan Tindak Pidana Dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber
Gambling

Ketentuan pidana Undang-Undang Republik Indonesia

No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
terkait dengan cyber gambling yaitu sebagai berikut:
Pasal 45 ayat (1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Analisis Pasal
Pengertian setiap orang di sini, selain ditafsirkan
sebagai individu juga badan hukum yang berbadan hukum
sesuai ketentuan perundang-undangan. Misalnya PT, Yayasan
Koperasi, dan sebagainya. Pengertian dengan sengaja dan
tanpa hak, dapat ditafsirkan sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang dan tindakan melalaikan
yang diancam pidana. Adapun perbuatan yang dianggap
mengandung sifat ketidakadilan dan berdasarkan sifatnya,
yang patut dilarang dan diancam dengan pidana oleh undangundang adalah mendistribusikan, dan atau mentransmisikan,
dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik,
dan/atau dokumen elektronik, yang dapat menganggu sifat

ketidakadilan tersebut.
Perbuatan di atas, dapat mengandung unsur delik
bilamana delik yang timbul merupakan delik yang dianggap
telah sepenuhnya terlaksana, dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang. Dengan demikian, delik ini termasuk
delik formil atau delik dengan perumusan formil, yakni unsur
perbuatan
yang
berupa
mendistribusikan
dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Dalam
pasal ini, tidak perlu dibuktikan akibat dari perbuatan
mendistribusikan
dan/atau
mentransmisikan
dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik. Yang penting bahwa secara formal

informasi
elektronik dan
dokumen
elektronik telah
mengandung muatan-muatan yang dilarang oleh undangundang.
a.2)

Pertanggungjawaban Pidana dalam Undang-Undang
Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik
Kaitannya Dengan Tindak
Pidana Cyber Gambling
Perumusan tindak pidana dalam UU ITE selalu diawali
dengan kata-kata ”setiap orang” yang menunjukkan kepada
pengertian orang. Namun dalam Pasal 1 sub 21 UU ITE
ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan ”orang” adalah
orang, perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga
negara asing, maupun badan hukum.

a.3)Sistem Perumusan Pidana Dan Pemidanaan dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik Kaitannya Dengan Tindak Pidana
Cyber Gambling
Sistem perumusan sanksi pidana dalam Undangundang ITE adalah alternatif kumulatif. Hal ini bisa dilihat
dalam perumusannya yang menggunakan kata “…dan/atau”.
Jenis-jenis sanksi pidana (strafsoort) dalam Undang-undang
ITE ini ada dua jenis yaitu pidana penjara dan denda.
b) Undang-Undang Nomor
Telekomunikasi

36

Tahun

1999

Tentang

b.1)Sistem Perumusan Tindak Pidana Dalam Undang-undang
Telemomunikasi Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber
Gambling
Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 36
tahun 1999 tentang Telekomunikasi diatur dalam Bab VII, dari
Pasal 47 sampai dengan Pasal 57.
Perbuatan-perbuatan yang dikriminalisasi dalam
Undang-undang Telekomunikasi apabila dicermati lebih terfokus
pada jaringan telekomunikasi, alat dan penggunaannya.
Sementara untuk substansi dari objek telekomunikasi, yaitu isi
atau muatan informasi yang dikirim atau diterima hanya sebatas
tentang informasi dalam keadaan darurat dan kerahasiaan
informasi saja. Meskipun ada larangan untuk penyebaran
informasi yang isinya bertentangan dengan hukum dan normanorma yang hidup dimasyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal
21, namun ketentuan ini tidak dipidana dan hanya dikenakan
sanksi administrasi berupa pencabutan izin yang sebelumnya telah
diberikan peringatan tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 45
dan Pasal 46. Padahal ”kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan, atau ketertiban umum” merupakan kepentingan hukum

masyarakat luas yang harus dilindungi oleh hukum. Oleh karena
itu seyogyanya Pasal 21 harus dimasukkan perumusan Pasal 45
dan Pasal 46.
b.2)

Sistem Perumusan Pertanggungjawaban Pidana Dalam
Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telemomunikasi Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber
Gambling

Subjek tindak pidana dalam Undang-Undang Telekomunikasi
adalah orang dan korporasi dalam hal ini yang dimaksud dengan
korporasi adalah penyelenggara jasa telekomunikasi.
b.3)

Sistem Perumusan Pidana Dan Pemidanaan Dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telemomunikasi Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber
Gambling

Sistem perumusan sanksi pidana disusun secara alternatif
kumulatif, mengingat bentuk perumusannya adalah “…dan/ atau…”.
Kecuali dalam Pasal 53 ayat (2,) sanksi pidana berupa pidana penjara
diancamkan secara tunggal, karena mengakibatkan matinya
seseorang.
3.2 Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan
Tindak Pidana Cyber Gambling Yang Akan Datang
1) Dalam RUU KUHP Tahun 2008
a Sistem Perumusan Tindak Pidana Dalam RUU KUHP 2008
Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber Gambling
Pengelompokkan perjudian sebagai salah satu bentuk
delik kesusilaan masih diteruskan dan dipertahankan oleh konseptor
KUHP. Pengaturan mengenai Tindak Pidana Kesusilaan dalam RUU
KUHP Tahun 2008 tersebut ada dalam Bab XVI. Adapun rumusan
tindak pidana perjudian sebagai mana diatur dalam Pasal 504 dan 505
dalam RUU KUHP.
Sebagaimana diketahui bahwa modus operandi cyber gambling
tersebut berbentuk data elektronik dan proses pengiriman maupun
transaksi perjudian juga dilakukan secara elektrik, seperti melalui
pengiriman e-mail dan pembayarannya dengan transfer kerekening
bank tertentu melalui ATM dan kartu kredit.

b Sistem Perumusan Pertanggungjawaban Pidana Dalam
Konsep KUHP 2008 Kaitannya Dengan Tindak Pidana Cyber
Gambling
Bertolak
dari
pokok
pemikiran
keseimbangan
monodualistik, RUU KUHP masih tetap mempertahankan asas
kesalahan (asas culpabilitas) merupakan pasangan dari asas
legalitas yang harus dirumuskan secara eksplisit dalam undangundang. Oleh karena itu ditegaskan dalam RUU KUHP (Pasal
37), bahwa asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas
yang sangat fundamental dalam mempertanggungjawabkan
pembuat yang telah melakukan tindak pidana”.
c Sistem Perumusan Sanksi, Jenis Sanksi, Lamanya Pidana
Serta Pedoman Pemidanaan dalam RUU KUHP 2008
Jenis pidana yang diancamkan dalam RUU KUHP dalam
kaitannya dengan tindak pidana cyber gambling yaitu pidana
penjara dan pidana denda,
Selain itu diatur juga pidana
tambahan yang dapat dijatuhkan meskipun tidak tercantum dalam
perumusan tindak pidana, yaitu pencabutan hak bagi korporasi
(Pasal 67 ayat (3) RUU KUHP 2008).

IV.

PENUTUP
4.1Kesimpulan
1. Kebijakan Formulasi
Hukum Pidana Dalam Upaya
Penanggulangan Tindak Pidana Cyber Gambling Saat Ini
bahwa Tindak pidana cyber Gambling (perjudian lewat
internet). pada hakekatnya merupakan jenis kejahatan
konvensional, namun seiring perkembangan teknologi,
kejahatan tersebut dilakukan dengan sarana internet.
Secara umum peraturan hukum pidana positif Indonesia
dapat digunakan untuk mengatasi tindak pidana cyber
Gambling (perjudian lewat internet), namun ada kekurangan
dalam peraturan hukum positif tersebut, yaitu tidak adanya
kualifikasi delik, korporasi dijadikan sebagai subyek tindak
pidana
tetapi
tidak
dibuat
pedoman
tentang
pertanggungjawaban korporasi apabila korporasi tidak
membayar denda.

2. Kebijakan Formulasi
Hukum Pidana Dalam Upaya
Penanggulangan Tindak Pidana Cyber Gambling Yang Akan
Datang bahwa dari segi formulasinya seyogyanya perlu ada
konektifitas antara Sistem induk hukum pidana, yaitu KUHP
dengan undang-undang di luar KUHP, artinya perlu
dilakukan perubahan terhadap sistem induk KUHP
Indonesia yang berlaku, agar sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia saat ini. Untuk itu RUU KUHP
secepatnya perlu disyahkan.
2. Saran
1. Sehubungan dengan penal reform, maka seyogyanya perlu
secepatnya mengesahkan/melegitimasi RUU KUHP 2008.
Agar sistem induk dalam hukum pidana tersebut dapat
sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia saat
ini.
2. Berdasarkan
kajian
perbandingan
hukum
(yuridis
komparatif) tindak pidana cyber gambling dari beberapa
negara di dunia dapat dijadikan pedoman dalam perubahan
dan penyusunan delik-delik baru terhadap kebijakan
kriminalisasi tindak pidana Cyber gambling pada masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Nawawi Barda. 2006, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian
Cyber Crime di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers.
Chazawi, Adam. 2005.Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta. Raja
Grafindo.
Hartono, Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum Normatif pada akhir abad 20,
Bandung, Alumni
Mansur, Arief Dikdik M. Arief dan Gultom Elistaris, Cyber Law Aspek Hukum
Teknologi dan Informasi, 2005, Bandung: Refika Aditama.
Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,
Bandung: Eresco
Wisnubroto, Al. 1999. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Komputer, Yogyakarta : Universitas Atma Yogyakarta.