perang petani TIGA novel CINA

TIGA: CINA
T’i t’ien hsing hao!
Mempersiapkan Jalan ke Surga!
Slogan pemberontakan dari Semua Orang Bersaudara,
Novel populer abad tiga belas dan merupakan
Favorit Mao Tse-tung
Meksiko pada tahun 1910 memiliki pupulasi 16,5 juta, Rusia di sekitar
pergantian abad terhitung 129 juta. Cina – masyarakat yang akan kita diskusikan
berikutnya – bagaimanapun, haruslah digambarkan pada suatu skala yang sangat
besar. Dari Peking ke perbatasan barat Cina kira-kira sejauh dari New York ke
Oregon. Bahkan pada tahun 1725 terhitung sekitar 265 juta orang; 430 juta di
tahun 1850; sekitar 600 juta di tahun 1950. Lebih jauh, ini merupakan peradaban
utama tertua: hanya satu dari masyarakat-masyarakat besar yang masih ada
melintasi permulaan antara adat-istiadat neolitik dan peradaban. Metode
budidayanya yang intensif, aliran air irigasinya yang besar dan kontrol banjirnya,
birokrasi terdidiknya dipilih oleh suatu rangkaian ujian terbuka, keadaan
kemajuan teknologinya, tradisi filsafatnya, dan kesenian bersarnya mengundang
kekaguman banyak pengunjung yang datang ke sana sari mana-mana. Bagi orangorang

Cina


sendiri,

adalah

Kerajaan

Tengah,

pusat

alam

semesta,

pemerintahannya ditopang oleh Amanat Surga. Diserbu berulangkali oleh para
barbarian di utara, menahan mereka selalu dan mengembalikan mereka ke orangorang Cina.
Sebuan besar terakhir ke Cina dari utara datang dari Manchu, anggota suku
Sinified Tungus dari perbatasan timur laut.
Pada tahun 1644 mereka memenangkan kontrol sepenuhnya atas Cina untuk
dinasti mereka, Ch’ing. Dinasti dan pasukannya menduduki posisi-posisi puncak

dalam urusan politik, dan memelihara suatu kekuasaan militer dan kediaman yang
terpisah. Tetapi mereka terlalu sedikit jumlahnya untuk mengatur suatu kerajaan
birokratik besar, dan karena itu dipaksa untuk mengandalkan – sebagaimana
banyak dinasti sebelumnya melakukan – pada administratur sekolahan yang telah
164

mengatur Cina sejak masa yang tak lagi diingat. Kelompok administratur
sekolahan ini merupakan pusat yang sangat diperlukan dari roda administrasi.
Mereka terdidik karena mereka memperoleh posisinya melalui partisipasi dalam
ujian-ujian yang berhasil dan mencapai derajat akademik. Mereka kaum gentry
(golongan kelas baik-baik) karena – seperti golongan sejenis di Inggris – mereka
merupakan suatu kelas sekitar satu juta orang yang dilengkapi kepemilikan
kantor-kantor politik formal dan banyak yang merupakan pemilik kekuasaan
sosial informal atas tanah. Negara Cina perlu mengisi sekitar 40.000 posisi
perkantoran, dari poros pusat negara sampai tingkat hakim distrik, dalam sekali.
Penghuni 40.000 posisi ini diambil dari sekelompok 125.000 orang yang sungguhsungguh tersedia atau yang masih calon pegawai kantoran. Namun jelas bahwa
suatu negeri yang sangat besar seperti Cina tak dapat diperintah dengan jumlah
pegawai yang sangat kecil: seorang hakim distrik melayani rata-rata sejumlah
200.000 orang. Di antara masa petani dan pegawai kantoran formal ada kelompok
gentry terdidik, pemilik kantor tak formal tapi diberkahi dengan kekuasaan sosial

yang besar. Mereka mengorganisir dan melayani pekerjaan umum yang
diperlukan untuk memelihara dan memperbaiki sistem-sistem irigasi dan kontrol
banjir yang diperlukan untuk menopang pertanian dan transportasi. Mereka
memelihara kanal-kanal dan jalan-jalan. Mereka melayani penyimpanan kelebihan
beras dan distribusinya di waktu yang diperlukan. Mereka menengahi perselisihan
lokal. Mereka memiliki suatu bagian terkemuka dalam pengorbanan keagamaan
lokal dan, melalui kontribusi mereka, memelihara kuil-kuil dan sekolah-sekolah
Konfusian lokal. Sebaliknya, mereka menerima privilege khusus. Mereka dapat
dibebaskan dari tobang; mereka dapat mengenakan akaian khusus; mereka diberi
hak untuk pergi disertai oleh para pembantu ketika mereka muncul di depan
umum; mereka memiliki hak istimewa yang khusus jika mereka muncul di
pengadilan. Untuk pelayanan mereka, lebih lanjut, mereka dapat menerima
kompensasi dari negara. Mereka mungkin tak memiliki salah satu dari 40.000
kantor; tetapi mereka akan menerima dana negara dalam semacam dasar
subkontrak informal. Dana negara, sebaliknya,masuk ke dalam pembayaran tanah,
yang disewakan pada paea petani. Sebagai tambahan dana negara dan penyewaan
165

pertanian, kelompok gentry ini juga menarik pemasukannya dari perdagangan dan
bisnis. Di atas semuanya, strata orang berstatus tinggi ini berjumlah, ada awal

abad kesembilan belas, sekitar satu juta individu; pada akhir abad mereka
berjumlah 1,5 juta. Bersama-sama dengan keluarganya, mereka barangkali terdiri
dari 7,5 juta atau 2 persen dari penduduk negeri (Michael, 194, 60).
Meskipun kepentingan gentry terdidik ini secara tegas dihubungkan pada
keberadaan negara, dan negara bersandar padanya untuk menyediakan anggotaanggota suatu birokrasi yang dapat dipercaya, pertarungan kekuasaan dan posisi di
antara beberapa segmen gentry dapat memancing pertikaian atau ketidakpuasan
individu atau wilayah setempat dari kekuasaan yang ada. Anggota-anggota gentry
yang lebih rendah tentu dalam suatu keadaan yang dirugikan dalam perebutan
kantor-kantor dan keuntungan jabatan. Banyak di antara mereka tak pernah
memperoleh akses ke dana negara yang dapat dipergunakan untuk menambah
penghasilan mereka. Yang lainnya tak pernah menerima kemewahan khusus dan
privilege legal. Beberapa bagian gentry terdidik ini melayani dinasti sebelumnya
dan juga tak akan atau tak dapat melayani tuan-tuan baru mereka.Pertambahan
populasi juga secara cepat memunculkan sejumlah calon, diambil dari keluargakeluarga golongan gentry yang tumbuh cepat, sementara jumlah perkantoran tetap
tak berubah. Akhirnya, di akhir abad kedelapan belas, negara ternyata secara
bertambah mau menjual gelar sekolahan pada orang-orang yang ingin membuat
suatu kontribusi pada peti simpanan negara; suatu gentry terdidik yang berbudi
tinggi yang telah memperoleh gelarnya melalui keberhasilan ujian yang bisa
mendapatkan diri sendiri melesat sebagai orang kaya baru. Dengan demikian di
sana ada, di bawah banyak dinasti, suatu populasi yang sangat besar gentry

terdidik yang secara potensial bermusuhan pada suatu pemerintah yang menolak
menjaminkan mereka dan akan, di bawah keadaan yang terjadi, mendukung suatu
reaksi lokal atau regional melawan kekuasan pusat. Dalam suatu usaha yang
demikian mereka mungkin digabung oleh tuan tanah lokal ke dalam kekuasaan
pemilik lain yang tak termasuk gentry terdidik ini, tetapi yang memiliki kekuasaan
ekonomi dan sosial di desa. Hal ini dengan baik mungkin menjadi bahwa, pada
suatu waktu, lebih dari setengah dari seluruh kelompok gentry ini tak dihargai
166

oleh negara dan merupakan suatu potensi kuat untuk ketidakpuasan dan
kegelisahan. Pada saat yang sama, potensi ketidakpuasan demikian selalu lebih
memperhatikan distribusi tanah di dalam sistem negara, daripada ke arah usaha
merestrukturisasi negara yang demikian. Hanya ketika keadaan orang Cina
menjadi lemah secara serius oleh gangguan luar negeri di sebagian abad
kesembilan belas ketidaksepakatan mulai disebut dalam pertanyaan yang sangat
alami mengenai negara dan masyarakat Cina.
Seluruh jalan hidupnya, harapan dan sikapnya, ideologinya menempatkan
gentry dari sisa populasi yang lain, banyak merupakan kaum petani. Para petani
Cina, bagaimanapun, dibedakan secara signifikan dari para petani lain di dunia.
Pertama, aksesnya pada tanah diatur secara luas melalui konsep-konsep hak

pribadi atas kekayaan tanah yang dinyatakan dalam ungkapan moneter. Kedua, ia
secara potensial bergerak: memperoleh akses pada latihan menulis yang tepat, ia
atau anak laki-lakinya dapat terangkat ke dalam strata gentry terdidik melalui
sistem ujian. Ketiga, gentry dan petani secara terus-menerus terhubunga melalui
persaudaraan yang disebut klan atau tsu.
Sejak zaman Sung (1114-1234) kepemilikan pribadi atas tanah telah
menjadi bentuk dominan dalam masa tersebut di Cina. Negara, pada satu waktu
atau lainnya, menyediakan untuk kegunaannya sendiri tanah-tanah kerajaan untuk
menopang istana, tanah-tanah kaya untuk mendukung aristokrasi militer, tanahtanah untuk tujuan kolonisasi militer, tanah untuk mendukung kuil-kuil yang
melayani persembahan negara, dan tanah-tanah di tangan pemerintah provinsi dan
distrik. Pada awal abad kedelapan belas, tanah kerajaan dan pemerintah terhitung
27 persen dari jumlah keseluruhan, tanah kuil sampai 14 persen, tanah kolonisasi
militer 9 persen, sementara sisanya di tangan pemilik-pemilik ribadi, baik individu
atau korporasi klan (Institute of Pacific Relations, 1939, 2). Selama tahap akhir
pmerintahan Manchu, bagaimanapun, sektor pribadi tumbuh lebih besar sampai
terdiri sekitar 93 persen keseluruhan tanah (Buck, 1937, 193). Hak-hak atas tanah
pribadi bisa dijual atau dibeli; hak-hak untuk tanah bagian bawah dan permukaan
tanah dapat dipindahkan secara sendiri-sendiri. Hasilnya menjadikan banyak
petani Cina memiliki akses ada tanah melalui warisan atau melalui suatu gadai
167


dan sewa yang kompleks. Para tuan tanah dan pengelola dihubungkan, tidak
melalui serangkaian privilege dan ketidakmampuan turun-temurun, tetapi sebagai
“pesta-pesta untuk suatu kontrak bisnis” (Tawney, 1932, 63). Akhirnya, seorang
petani dapat, ditopang keuntungan finansial dan keadaan birokratik, memasukkan
anak-anak laki-lakinya ke dalam ujian-ujian kerajaan dan melihat mereka masuk
ke tingkat gentry terdidik.
Ketika seorang petani naik ke dalam gentry, bagaimanapun, ia telah
meninggalkan di belakangnya cara-cara petani dan mengambil gaya kehidupan
kelompok berstatus lebih tinggi. Di mana petani buta huruf dan bicara dalam
dialek lokal atau regional, gentry melek huruf, dihargai atau latihannya dalam
kaligrafi dan gara klasik (wen-hua) pengungkapan sastranya. Di mana petani
melihat nasi dan daging dengan jarang, dan menjalani kehidupan dalam gaya diet
jagung manis di selatan serta padi kasar di uatara, gentry makan nasi, ikan dan
unggas, sering dilayani menurut cara-cara makanan yang berpangalaman. Kaum
gentry mengenakan pakaian rumit, petani mengenakan suatu jaket berlapis dan
pantalon sederhana, seni grafis gentry yang khas diilhami kemampuan
kaligrafinya dengan semua pengekangan formal mereka; seni perani, di sisi lain,
“lebih memperhatikan orang-orang dan simbol-simbol, mendekati supernaturan
secara langsung dan tanpa kesadaran, serta menitikberatkan warna kasar dan tak

teratur” (Fried, 1952, 33). Dalam upacara leluhur, kaum petani terutama
memperhatikan pemujaan leluhur yang dekat dalam generasi ayah atau kakek;
dewa-dewa petani yang penting terdiri dari dewa-dewa yang mengontrol panen,
air, kesehatan dan penyakit. Gentry menjunjung tinggi norma-norma Konfusian
mengenai anak dalam mengadakan dan memberikan perhatian khusus untuk
menguraikan pemujaan leluhur, berhubungan dengan keturunan yang masih hidup
serta cabang-cabang klan. Keluarga gentry luas dan panjang, dengan banyak
keturunan dan keluarga mereka tinggal di bawah atap yang sama; keluarga petani
kecil dan jarang, termasuk lebih dari satu anggota hidup generasi orang tua.
Perkawinan, untuk gentry, merupakan suatu mekanisme utama untuk mobilisasi
sosial: perkawinan diatur secara hati-hati di antara keluarga; para peremuan
merupakan subjek untuk memutuskan wali laki-laki mereka; status tinggi
168

diperlihatkan oleh para wanita yang menundukkan kecacatan khusus, seperti
mengikat kaki, yang membatasi gerakan mereka diluar rumah. Perkawinan petani
untuk memperoleh pekerja yang kuat dan berkeinginan. Perkawinan ulang petani
mudah; gentry menghormati kesucian janda. Gentry terdidik memandang rendah
pada pengejaran status militer sebagai inferior bagi aktivitas mereka sendiri
sebagai orang yang bisa menulis. Kaum petani menyembah banyak dewa dengan

gelar militer dan tampak senang pada orang-orang keras, dengan pengetahuan
bahwa aktivitas militer eringkali merupakan kunci keberhasilan. Kenyataannya
bahwa petani Cina, jauh dari keberadaan anak pasifik Timur yang biasanya
digambarkan, memiliki suatu ketertarikan pada pahlawan-pahlawan militer,
khususnya yang berasal dari strata sosialnya sendiri. Pusat perhatian petani adalah
bandit sosial yang mengambil dari orang kaya untuk diberikan pada orang miskin.
Kecenderungan ini telah menemukan ekspresi sastranya dalam sebuah novel
populer yang secara luas dikenal di seluruh Cina, Shui Hu Chuan, atau Tepi Air,
yang diterjemahkan Pearl S. Buck ke dalam bahasa Inggris di bawah judul All
Men Are Brothers dan yang berisi 108 pahlawan buronan hukum yang dipegang
oleh pejabat-pejabat tak adil. Peristiwa perbanditan dan kekerasan petani secara
erat dihubungkan ke dalam keadaan masyarakat secara menyeluruh. Mereka
biasanya terjadi selama masa perpecahan ketika suatu dinasti kuat melemah dan
tak mampu mengatur urusan negara, dan rakyat mencari jalan keluar alternatif
pada kerusuhan umum. Selama periode disintegrasi demikian, seorang bandit
yang berhasil mengkonsolidasi kekuatannya mungkin menjadi seorang pesaing
bagi kekuasaan dinasti, kadang-kadang bahkan mendirikan suatu dinasti baru.
Raja Han pertama dan pendiri dinasti Han yang besar (202 SM-221 M) sendiri
merupakan seorang bandit demikian yang menjadi, dalam suatu peristiwa, kaisar
Cina dan memperoleh Amanat Surga.

Sementara gentry dan petani secara kultur berbeda, namun mereka berbagi
suatu bentuk organisasi sosial, kelompok persaudaraan korporat atau tsu, terdiri
dari anggota-anggota kedua kelas dalam satu unit sosial. Unit-unit persaudaraan
ini biasanya disebut klan dalam sastra. Anggota-anggota klan ini dihubungnkan
satu sama lain oleh garis keturunan ayah dari seorang nenek moyang umum;
169

wanita-wanita yang menikah menjadi anggota klan suami mereka. Di mana suatu
klan atau suatu bagian klan menjadi makmur, ia akan merayakan garis keturunan
dan keanggotaan umumnya dengan mendirikan sebuah kuil klan, di mana silsilah
klan disiman dan tablet-tablet nenek moyang dijaga. Di mana sebuah klan menjadi
besar, ia mungkin dipecah dalam bagian-bagian, masing-masing dengan kuil dan
perlengkapan keagamaannya sendiri. Bagaimanapun, ritual-ritual klan yang
diperlukan hanya dapat diadakan oleh seorang anggota gentry terdidik, dan kuilkuil demikian seringkali berlokasi di kota-kota di mana gentry yang lebih tinggi
menempati tempat tinggalnya. Banyak desa, didiami oleh bagian-bagian yang
lebih miskin dari klan demikian, kekurangan kuil-kuil klan mereka sendiri. Klanklan dapat juga sangat besar dalam ukuran. Beberapa mungkin terdiri hanya
empat keluarga, yang lain lebih dari seribu; kebanyakan terdiri dari dari empat
puluh dan tujuh puluh keluarga. Klan-klan di Cina selatan lebih besar dan lebih
penting dari wilayah utara, dan memenuhi fungsi-fungsi ekonomi penting, untuk
melayani tujuan seremonial dan sosial; mereka sering memiliki tanah dan

kekayaan lain serta satu desa keseluruhan mungkin masuk dalam satu klan. Di
utara, sebuah desa mungkin berisi beberapa klan yang lebih kecil, dan fungsi
mereka terutama lebih sosial dan seremonial daripada ke arah ekonomi. Kita akan
segera melihat beberapa alasan keragaman ini.
Semua anggota klanmenganggap dirinya sendiri terhubung sebagai
keturunan dari seorang nenek moyang umum, tetapi tak semua anggota memiliki
suara yang sama dalam urusan-urusan klan. Biasanya aktivitas-aktivitas klan
dikemudian oleh anggota-anggota dengan kekayaan terbesar, berpendidikan,
berpengaruh, dan berstatus. Sementara kelompok ini mungkin termasuk para
petani kaya, tugas-tugas membuat keputusan untuk kepentingan klan biasanya di
tangan gentry. Hal ini khususnya relevan di mana klan memiliki tanah. Tanah
tidak dikelola secara kolektif, tetapi diserahkan pada penyewa individual.
Sementara orang asing – bukan anggota suatu klan – mungkin dianggap sebagai
penyewa, anggota-anggota memiliki suatu klaim terlebih dahulu untuk alokasi
tanah, suatu privilege penting di wilayah-wilayah di mana suatu populasi yang
padat bersaing untuk sejumlah tanah yang ada. Anggota dan non anggota,
170

bagaimanapun, membayar jumlah yang sama yang diterima penyewa. Pemasukan
dari penyewaan tanah digunakan untuk membiayai ongkos pemeliharaan kuil-kuil
klan dan pekuburan, menanggung pesta makan tahunan klan, menyediakan biaya
sekolah untuk anak-anak klan yang berbakat, atau untuk pertahanan melawan para
bandit. Adakalanya, uang yang masuk dibagikan di antara seluruh anggota klan;
lebih sering, bagaimanapun, diinvestasikan kembali dalam tanah atau bisnis lain
yang dijalankan oleh eksekutif-eksekutif klan. Klan juga bertindak sebagai suatu
organisasi dalam mempertahankan anggota, sebuah instrumen dalam mendukung
klaim melawan klan-klan saingan atau pejabat-pejabat pemerintah. Kepentingan
anggota-anggota klan dengan demikian dapat berbeda secara mencolok. Anggotaanggota gentry suatu klan terutama berkepentingan dalam mempergunakan
struktur klan untuk membangun dan menambah kekuasaan mereka; mereka
merupakan agen-agen utama dalam menegakkan institusi. Ini menjamin mereka
suatu pelayanan efekti atas anggota lain kelas mereka dan dengan pemerintah.
Anggota-anggota petani, di sisi lain, berkepentingan terutama memperoleh akses
pada tanah yang jarang dan kemampuan mereka untuk meminta solidaritas klan
ketika mereka memerlukan solidaritas dan pengaruh. Pertemuan kepentingan ini
mungkin membawa gentry dan petani bersama-sama dalam melawan pemerasan
pemerintahan pusat atau kompetisi dari klan-klan saingan. Di waktu lain,
bagaimanapun, eksekutif gentry akan memperlakukan anggota-anggota petani
klan secarasederhana seperti para tuan tanah selalu memperlakukan para penyewa
mereka. Sering, lebih lanjut, aturan-aturan klan berisi ketetapan-ketetapan yang
membolehkan eksekutif klan untuk mengeluarkan anggota-anggota yang
dipertimbangkan

tak

diinginkan.

Aturan

ini

akan

menetapkan

bahwa

kesinambungan keanggotaan klan membutuhkan kontribusi finansial tertentu atau
kepemilikan pakaian seremonial tertentu. Mereka juga dapat menuntut pengusiran
anggota yang memberikan anak-anaknya untuk diadopsi atau menjual anak
perempuannya ke dalam kerja prostitusi. Ketentuan demikian, dengan asalusulnya, sangat diskriminatif melawan anggota-anggota klan yang lebih miskin
yang kekurangan kebutuhan alat untuk menjalankan pengeluaran seremonial atau

171

dipaksa untuk mendorong pembatasan jumlah keluarga mereka di waktu yang
dibutuhkan.
Kita telah mengatakan bahwa klan merupakan suatu institusi yang lebih
penting di selatan Cina daripada di utara Cina. Ini disokong, sebagian, oleh
alasan-alasan sejarah: orang-orang cina menempati wilayah selatan pada periode
waktu yang lama: ini dimungkinkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh kelompokkelompok klan yang mendirikan desa-desa klan mereka sendiri. Di sini, juga,
Sung wilayah selatan mendukung suatu kebangkitan kembali Konfusian melawan
pengembara pastoral Ch’itan dan Jurchen, suatu usaha yang memasukkan
dukungan negara bagi pengembangan sejumlah cabang-cabang klan besar.
Kemudian, pertimbangan regional mulai berperan. Wilayah selatan sangat jauh
dari kursi kekuasaan pusat di Peking yang terdapat di utara: karena itu dasar
kekuasaan regional dan lokal kaum gentry, sebagaimana ditunjukkan oleh klan,
cenderung lebih kuat di sini daripada di utara. Akhirnya, harus diingat bahwa
kontak komersial dan masuknya pihak asing dimulai di selatan dan bahwa
terbukanya kesempatan untuk migrasi luar negeri membawa ratusan dari ribuan
orang Cina mencari masa depan mereka di Asia Tenggara dan menyeberangi
Pasifik. Kontak dengan perusahaan-perusahaan dan pemerintahan-pemerintahan
asing merangsang perkembangan klan-klan menjadi organisasi-organisasi
setengah bisnis, sementara pembayaran masif oleh Cina perantauan yang berharap
diakui dan diperingati di tanah kelahiran mereka menyediakan suatu sumbangan
besar kekayaan untuk dukungan seremonial dan pertunjukan klan. Sebagai
penerima pemasukan modal ini, banyak klan menjadi, sebagaimana Chen Hanseng mengatakan, seperti keperluan umum dengan sejumlah pemegang saham
tetapi dikontrol oleh sedikit orang yang menyediakan dan mengatur keuntungan
(dikutip dari Lang, 1946, 177). Seperti penyewaan tanah menjadi suatu sumber
yang penting bagi modal, dan modal terus secara bertambah ditanamkan dalam
suatu pelebaran pasar nasional dan internasional, defisit diciptakan oleh
pemerasan dari anggota klan yang lebih miskin yang mulai lebih banyak
menguntungkan dihubungkan dengan ketaatan berkelanjutan pada klan. Dengan
demikian tendensi atas konsolidasi tanah di tangan klan-klan juga menonjolkan
172

konflik internal di dalam klan antara yang kaya dan yang miskin. Demikianlah,
pada tahun 1924 sampai 1927, Kwangtung,
provinsi di mana sistem klan sangat lengkap, merupakan tempat
pemberontakan petani paling keras dan tempat persatuan-persatuan petani
terkuat, di mana penyatuan petani miskin dan menengak sebaik buruh-buruh
perkebunan klan yang berbeda dalam pertempuran umum melawan saudara
klan mereka dan musuh-musuh klan – tuan tanah kaya dan para pedagang
(Lang, 1946, 178).
Masih sosok lain masyarakat Cina di mana petani dan gentry berpartisipasi
adalah kelompok rahasia. Di pertengahan abad keempat belas masehi satu
organisasi jenis ini, Lotus Putih, mengangkat bendera pemberontakan melawan
dinasti Yüan yang didirikan oleh para penyerbu Mongol, Lotus Putih
mengawinkan seruan nasionalisnya dengan harapan-harapan mesianis suatu
Budha-Matreya baru, seorang juru selamat yang akan melayani dalam suatu
pemerintahan baru yang adil. Lotus Putih, sebaliknya, mendorong kemunculan
sejumlah kelompok lain yang serupa seperti Trigram Delapan, Nien, Pisau Besar,
Petinju, Masyarakat Kepercayaan, dan Lembing Merah. Kelompok besar lainnya,
Triad – terlibat dalam Pemberontakan Taiping pada pertengahan abad kesembilan
belas di mana kita akan lebih banyak bicarakan di bawah ini – menelurkan
organisasi serupa seperti Ko-lao-hui (Kelompok Tetua dan Leluhur), Pita Hijau,
Pisau Kecil. Semua kelompok ini – dan banyak yang lainnya – menarik anggota
mereka dari gentry yang tak puas, dari petani, khususnya dari petani yang dicabut
hak tinggalnya serta petani marginal, dan dari para pengrajin, pedagang kecil,
penyelundu, tentara yang didemobilisasi, serta para bandit. Diorganisasi secara
internal sepanjang garis hirarki yang keras, diperlengkapi dengan kode-kode dan
simbol-simbol rahasia yang dipelajari dalam prosedur-prosedur kompleks pada
permulaan, kelompok ini jadi merupakan “pembangkang” sesungguhnya dari
kekuasaan yang ada, dengan tatanan norma-norma dan sangsi-sangsi sosial
mereka sendiri. Secara politik mereka mengarahkan usaha mereka melawan
173

pemerintah pusat, terutama ketika pemerintahan di tangan penyerbu asing,
sebagaimana terjadi pada dinasti Mongol (1280-1368) dan terjadi lagi dengan
Manchu yang menggoyang dari tahun 1644 sampai 1712. Secara ideologis,
mereka cenderung anti-Konfusian dan mempergunakan elemen-elemen Taois dan
Budhis dalam simbol-simbol mereka. Beberapa kelompol, misalnya, menjalankan
suatu kepercayaan pada seorang Ibu Tua atau Bapak-Ibu Tua Yang Tak Pernah
Diciptakan, suatu supernatural penyatuan, menurut konsep Taois mengenai suatu
Langit Terdahulu, dalam eksistensi sebelum dunia menjadi terbagi ke dalam
elemen-elemen berlawanan yin dan yang. Orientasi Taois menganut bahwa suatu
masa keemasan di masa lalu memberi jalan kekacauan di masa sekarang.
Orientasi Budhis meramalkan kedatangan Budha-Budha mesianis. Apa yang
kedua orientasi ini miliki dalam wilayah umum adalah pertemuan tendensi mereka
untuk menganggap masa sekarang adalah suatu periode kerusuhan yang harus
dilalui. Ini membawa kelompok rahasia ke dalam oposisi langsung dengan
Konfusianisme yang disokong oleh negara yang berusaha menciptakan suatu
tatanan hirarki dunia hubungan sosial yang patut, dibangun di sekeliling poros
kesalehan anak. Banyak kelompok rahasia lebih lanjut merunjukkan tendensitendensi murtadz. Banyak dari mereka lebih kuat feminis-nya, berbeda dengan
pemikiran Konfusian yang menegaskan dominasi laki-laki yang di atas wanita yin:
kelompok rahasia cenderung setuju penyamaan status wanita. Mereka juga
mempergunakan bahawa percakapan, pai-hua, sebagai perlawanan pada bentukbentuk bahasa klasik wen-yen kaum gentry Konfusian. Banyak dari mereka juga
secara kuat, berpegang teguh pada tata susila; Lotus Putih, sebagai contoh,
melarang penggunaan alkohol, tembakau, dan opium. Kontribusi khusus
kelompok rahasia pada kehidupan politik di Cina, dikatakan Franz Michael,
adalah organisasi politik militan mereka. Mereka dibentuk seperti
persaudaraan kaum tersiksa dan yang tak memiliki suara atau kekuasaan
dalam struktur politik dan sosial yang ada. Mereka membentuk organisasiorganisasi politik bawah tanah, bersaing dan secara potensial bermusuhan
terhadap organisasi negara yang ada. Anggota mereka bersumpah saling
174

membantu dalam kesusahan, memberi perlindungan pada para anggota yang
bersembunyi dari para pejabat, dan saling mendukung dalam konflik dengan
orang asing sebaik dengan pemerintah. Loyal terhadap persaudaraan
kelompok merupakan kewajiban pertama, tetapi di atas persaudaraan
anggota yang sama ada suatu hirarki pejabat kelompok yang akan
menjalankan otoritas dan disiplin mutlak. Kelompok-kelompok ini
merupakan perangkat rahasia dari semua cara untuk mempertahankan diri
mereka melawan tekanan negara dan pemimpin-pemimpin sosial yang
memiliki privilege. Mereka berkibar khususnya di desa-desa pedalaman dan
di antara petani tetapi seringkali termasuk di dalam keanggotaan mereka
juga gentry terdidik kelas rendah (1966, 13).
Kelompok-kelompok ini “oleh karena itu memberi suatu model di belakang suatu
organisasi pemberontakan yang akan disusun”. Dari sudut pandang ini, partai
Komunis dari abad kedua puluh tidak melanggar perngharapan tradisional, tetapi
tersambung rapi dengan suatu pola pendirian tuntutan ekonomi dan penyungkilan
politik. Lebih jauh, beberapa pemimpin Komunis – seperti Chu Teh, Ho Lung, Liu
Chih-tan –merupakan anggota kelompok rahasia demikian seperti Ko-lao dan
mempergunakan koneksi-koneksi kelompok rahasia dalam memajukan kaum
Komunis.
Statis dan dangkal, masyarakat Cina sungguh-sungguh tunduk untuk
mengulang pemberontakan dan mengakhiri disintegrasi yang diselesaikan oleh
lingkaran baru konsolidasi integrasi. Banyak dari pemberontakan yang terulang
meliputi pemberontakan petani. Seolah ia menyesuaikan diri pada suatu rangkaian
pola (Eberhard, 1965, 102-104). Selama tahap pertama suatu pemberontakan
demikian, sejumlah petani, dipaksa keluar rumah dan tempat tinggal untuk
sejumlah asalasan, akan mencari perlindungan di dalam hutan belantara. Menjadi
bandit-bandit, mereka akan merampok para pejalan dan tuan tanah kaya. Biasanya
mereka mengadakan kontak dengan desa tempat tinggal mereka dan menarik
pasokan berkelanjutan dari sana, sementara pada saat yang sama melindungi
penduduk desa melawan serbuan kelompok saingan.
175

Selama tahap kedua, kelompok ini akan memperpanjang radius kegiatannya,
dengan demikian melanggar batas wilayah operasi kelompok-kelompok lain.
Hasil konflik akan mengarah pada penghapusan unit-unit yang kurang terlihat,
dan mendirikan dominasi kelompok yang lebih kuat dan terorganisir lebih baik.
Ketika ini terjadi, para saingan tak akan lagi mengancam basis desa kelompok
bandit; ini membebaskan kelompok untuk aktivitas yang lebih lanjut.
Selama tahap ketiga, kelompok ini mulai menghadapi perlawanan dari para
tuan tanah yang dipaksa membayar tambahan upeti. Berusaha melawan, para tuan
tanah memanggil pemerintah dari kota terdekat. Para bandit karena itu menyerang
kota, mencoba memotong sumber bantuan kelompok tuan tanah. Jika pasukan
pemerintah berhasil mengendalikan para penyerang, kelompok bandit melarikan
diri ke daerah pedalaman, hanya untuk memecah di bawah pengaruh kekalahan.
Kemudian lingkaran akan mulai diperbaharui. Bagaimanapun pasukan pemerintah
dapat mencari alasan umum untuk menghadapi pemberontakan, sementara gentry
lokal yang tidak puas akan mencari kerjasama dengan pemberontak dalam
kepentingan terbaiknya sendiri melawan kekuasaan pusat negara. Sebagai sebuah
hasil, kota dikelilingi tekanan bandit, memberi para bandit suatu poros urban
untuk aktivitas-aktivitas lebih lanjut.
Selama tahap keempat, kelompok pemenang memperluas goncangannya
atas kota-kota, dan bersiap mempertahankan barang rampasan mereka melawan
pasukan pemerintah. Mencapai sukses selanjutnya, mereka memasuki aliansialiansi yang lebih erat dengan gentry terdidik daerah, karena ia memiliki
monopoli birokrasi dan kemampuan sosial yang diperlukan untuk adminstrasi
yang efisien. Para bandit pertama-tama mengambil bagi diri mereka sendiri
norma-norma gentry; kemudian mereka mengambil gentry sebagai diri mereka
sendiri. Dengan demikian pemimpin bandit pemenang menjadi seorang jenderal,
seorang adipati, atau seorang kaisar. Menyandarkan diri pada gentry terdidik
untuk dukungan berkelanjutan, ia menjadi, sebaliknya, sebuah pilar pemerintah
yang kokoh.
Sebuah contoh yang baik mengenai seorang bandit yang lolos melalui
lingkaran tahap keempat ini ialah pendiri dinasti Ming, Chu Yüan-chang. Cina
176

saat itu di tangan suatu dinasti Mongol, Yüan. Di akhir pertengahan abad empat
belas serangkaian bencana alam dan kegagalan politik menyebabkan kerusakan
irigasi dan fasilitas transportasi; pajak naik dengan cepat, sementara cadangan
makanan menjadi habis. Sederet kelompok dibentuk terutama di wilayah-wilayah
Honan, Anhwei utara, Kiangsu utara; mereka terasosiasi dengan kelompok Lotus
Putih, suatu organisasi rahasia yang mengumumkan bahwa “kekaisaran dalam
pemberontakan,

Budha-Matreya

dilahirkan

kembali,

suatu

pemerintahan

pencerahan akan muncul.” Kelompok-kelompok ini memperbesar goyangan
mereka melawan suatu pemerintahan yang tak menyatu, yang tak sanggup
membawa semua kekuasaannya untuk bertahan pada titik yang menentukan. Salah
satu dari rekruit bandit ini merupakan seorang anak yatim dari satu keluarga
petani yang menghabiskan sebagian hidupnya sebagai seorang biarawan
pengemis. Ia membawa sebuah kelomok pendukung daridesa tempat tinggalnya;
banyak dari mereka sanak famili atau anak adopsi (i-erh). Secara perlahan-lahan
ia menyisihkan kompetisi kelompok saingan: satu sumber kekuatannya terletak
dalam kemampuannya untuk mengkombinasi suatu seruan kuat anti-asing,
ditujukan melawan pemerintahan Mongol, dengan keluhan sosial dan motivasimotivasi religius yang telah mengembangkan pemberontakan. Ketika ia
menambah kekuasaannya melewati Anhwei dan Kiangsu, dengan Nankin sebagai
pusat kekuasaannya, ia secara terus bertambah menggunakan para penulis yang
diambil dari gentry terdidik wilayah. Pada tahun 1367, ia mengendalikan pewaris
terakhir dinasti Mongol kembali ke padang rumput utara dan menjadi kaisar Cina.
Keluarga-keluarga gentry yang mendukung dalam perjuangannya memperoleh
posisi gentry sebelumnya yang melayani penyerbu asing. Personel elit pemerintah
dengan demikian menjalani perubahan menyeluruh, sementara struktur sistem
sebagian besar tetap sama.
Gerakan dengan demikian dimulai sebagai pemberontakan petani yang
seringkali datang, jika berhasil, dimaksudkan untuk suatu konsentrasi kekuasaan
yang diperbaharui atas kemudi negara, mengijinkan masyarakat Cina untuk
menyatu kembali dan mengkonsolidasi diri sendiri. Pemerintah baru akan
menyokong gentry yang merupakan pengikutnya dengan mengakatnya ke posisi177

posisi pejabat, sementara itu mencabut gentry oposisi dari jabatan dan
kepemilikan tanah. Seringkali suatu periode penggulingan demikian disertai oleh
distibusi tanah yang luas diambil dari musuh-musuh rejim – distibursi
mengumpulkan kemenangan dukungan segmen luas para petani dan gentry lokal
untuk pemerintah baru. Dengan sntralisasi baru birokrasi pemerintah dan efisiensi
yang lebih besar dalam perpajakan, juga menjadi mungkin untuk mengkonsolidasi
dan memerluas sistem hidrolis besar di mana pertanian Cina menggantungkan diri
untuk pasokannya, dngan demikian juga menambah kualitas produksi dan
produktivitas tanah teririgasi. Namun ekspansi sistem cenderung menghasilkan
kekuatan berlawanan. Pemilik kekuasaan lokal bertambah dan memperbesar
kekuasaan mereka: pajak yang membiayai pemerinthan pusat dialihkan sekali lagi
ke dalam tangan-tangan perorangan; sistem hidrolis menderita dan jatuh ke dalam
keruntuhan yang terus bertambah, pemilikan tanah menjadi semakin memusat.
Pemerasan semakin berat pada petani lokal. Gentry yang tak puas dan tak lagi
dipercaya menjadi lebih vokal dalam ketidakpuasan mereka. Pemberontakan
sporadis akan menjadi endemis sampai sebuah pemberontak utama menghasilkan
seorang pemimpin baru yang akan muncul di atas dukungan petani untuk
memimpin suatu pengembalian pemerintahan dan sentralisasi. Dalam sejarah Cina
sejumlah dinasti muncul dan jatuh, di mana kemunculan dan kejatuhan mereka
didorong oleh penyebab internal. Pada abad kesembilan belas, bagaimanapun, ada
dutambahkan penyebab internal ini dengan tekanan berat pengaruh luar negeri
yang secara serempak melemahkan kemampuan dinasti terakhir untuk melawan
disintegrasi

dan

membuatnya

lebih

sulit

bagi

negara

untuk

berhasil

mengembalikan kekuasaan sosial dan kepaduan pernyataan-pernyataannya
sendiri.
Para pedagang Eropa dan para misionaris – Portugis, Spanyol, Belanda dan
Inggris – telah lama ke Timur berdagang mencari sutera, rempah-rempah, teh, dan
porselin, serta telah mencoba memperkenalkan beberapa varian agama Kristen
mereka. Namun, sebelum kemunculan abad kesembilan belas, mereka telah
menerima struktur politik dan agama Kekaisaran Cina, dan bahkan memandang
budaya Cina dalam suatu rasa kekaguman dan harapan. Setelah pergantian abad,
178

bagaimanapun, perdagangan Inggris berkeentingan untuk mulai menggunakan
desakan yang lebih besar pada pemerintah Cina untuk melepaskan monopolinya
atas perdagangan dan mengijinkan impor opium serta tekstil secara bebas.
Demikianlah yang disebut Perang Candu (1839-1842) pecah di mana Cina
melawan impor luar negeri. Perjanjian yang berhasil menurunkan rintangan
pengenalan opium dalam skala yang luas, mengurangi tarif impor barang-barang,
dan membuka sejumlah perjanjian pelabuhan-pelabuhan untuk orang asing. Ini
juga mendesak pemerintah untuk membayar kerugian pada Inggris karena
peperangan, yang pertama dari serangkaian pembayaran demikian akhirnya
menjatuhkan kekayaan Cina. Suatu konsekuensi terdekat pembukaan Cina pada
perdagangan asing adalah aliran yang sangat deras dari perak Cina yang
dibutuhkan untuk membayar impor. Sebagai suatu hasil pengeluaran perak,
keseimbangan internal perak atas tembaga – mata uang yang dipergunakan untuk
transaksi lokal – berubah dari 1:2 menjadi 1:3. Ini merugikan petani yang
pembayaran pajak dan sewanya dilakukan dengan perak, tetapi hanya menerima
tembaga untuk produk mereka yang laku.
Pembukaan perjanjian pelabuhan membuat Cina sebagai sebuah satelit
dunia industri. Apakah perkembangan industri mengambil tempat setelahnya
merupakan pemusatan yang luad di dalam atau di sekitar perjanjian pelabuhan,
disokong oleh investasi asing dan dilindungi orang tentara asing. Perjanjian
pelabuhan menjadi benteng yang sebenarnya dari kepentingan asing di dalam
Cina. Tidak hanya apakah orang-orang asing subjek atas hukum mereka sendiri,
dan karena itu bebas dari pelarangan hukum Cina, tetapi orang Cina yang
memiliki perjanjian legal dengan orang asing diadili di bawah undang-undang
asing juga. Kekalahan dan akibat gangguan orang-orang asing melukai prestis
dinasti Manchu dan kapasitasnya untuk mempertahankan genggaman di dalam
negeri. Ketika ia dilemahkan secara internal, ia juga didorong untuk
menyandarkan diri lebih jauh pada kekuasaan luar yang sekarang memiliki suatu
kepentingan menentukan dalam menggalang pertahanan internalnya sebagai suatu
instrumen yang dapat diandalkan untuk bekerja di pedalaman. Mereka mencari
suatu pemerintah “yang cukup lemah untuk menerima perintah dan kontrol dari
179

luar negeri, tetapi cukup kuat menerima perintah dan menjalankan kontrol secara
domestik” (Lattimore dan Lattimore, 1944, 104).
Pada saat yang sama, sikap misionaris pada orang-orang Cina mulai berubah
juga, khususnya dengan kemunculan misionaris Inggris non-kompromi pertama di
Cina, Robert Morrison. Di mana utusan Kristen awal melihat orang Cina dengan
suatu rasa kekeluargaan dan kekaguman, ada satu tendensi sekarang melihat
mereka sebagai kafir yang akan menghentikan suatu budaya kurang sempurna dan
inferior alam menyokong suatu konstruksi pola Barat Protestan. Perjanjianperjanjian yang melegalkan impor opium juga memberi hak bebas bagi misionaris
Eropa untuk melaksanakan pengajarannya. Dalam kata-kata ahlis sejarah Inggris
Joshua Rowntree (905, 242), opium dan Gospel “datang bersama, menyebar
bersama, berperang bersama, dan akhirnya dilegalisasi bersama-sama”. Kadangkadang dikatakan bahwa agama Kristen memiliki pengaruh kecil dalam
masyarakat Cina karena norma-normanya ternyata bertentangan dengan pola
keluarga Cinda dan bentuk-bentuk perayaan leluhurnya. Namun ia memiliki
pengaruh jangka pendek dan jangka panjang. Pengaruh jangka pendek jelas dalam
sinkretisme agama dalam Pemberontakan Taiping, di mana akan kita bicarakan
lebih lanjut kemudian. Pemimpin Taiping menganggap dirinya sendiri sebagai
seorang adik Yesus Kristus dan mempergunakan injil sebagai sebuah kitab suci.
Gerakan ini cukup Kristen menyebabkan gereja-gereja mengirim para investigator
untuk mengetahui apakah pendapat ini cukup serupa dengan Kristen ortodoks
untuk disetujui memperoleh bantuan Barat. Laporan investigasi adalah negatif –
ada desakan untuk berspekulasi apa yang terjadi jika para misionaris terlibat telah
menjadi kurang fundamental atau apakah ini merupakan keputusan gereja secara
umum. Memang pada tahun 1937 ada sekitar tiga juta Cina Katolik, direktur
terutama dari kelas bawah, dan setengah juta beralih ke Protestan, terutama yang
berasal-usul kelas menengah dan atas. Namun benar bahwa pengaruh usaha
Kristen kurang mengubah daripada transformasi gagasan-gagasan dan teknikteknik Barat. Robert Elegant mengatakan mengenai hal ini (1963, 86):

180

Pendirian misi Kristen yang luas di Cina merupakan satu usaha yang sangat
berhasil di mana satu budaya mempengaruhi budaya lainnya. Jika beberapa
misionaris menghasilkan beberapa orang Kristen, mereka memberi harapan
banyak orang skeptis; jika mereka tidak menegakkan moralitas Kristen,
menimbulkan ketidakpuasan; jika mereka tidak mengubah pikiran orang
berkontemplasi mengenai kekekalan atau membangunkan hasrat pencerahan
spiritual, mereka menciptakan pengetahuan tentang keuntungan material
yang dinikmati bangsa-bangsa Kristen.
Struktur masyarakat Cina terus diperlemah oleh serangkaian perang yang
dibawa oleh kekuatan besar: perang Anglo-Prancis melawan Cina pada tahun
1860-1861; aneksasi daerah yang sekarang disebut Vietnam oleh Prancis; perang
Jepang melawan Cina tahun 1894-1895; dan perang Rusia-Jepang tahun 19041905 yang berperang di atas bumi Cina. Tetapi juga ada dua pemberontakan
internal utama – di antara sejumlah pemberontakan yang lebih kecil – yang
merusak dan mengkoyak struktur dari dalam: Pemberontakan Taiping (18501865) dan Pemberontakan Nien (1852-1868). Pemberontakan-pemberontakan ini
penting tak hanya di dalam konteks sejarah mereka, tetapi karena mereka ternyata
menjadi pengulangan-pengulangan peristiwa yang lebih besar, revolusi Komunis
berbasis petani di abad kedua puluh. Mereka memperlihatkan beberapa tema
organisasional dan ideologikal yang datang pada diri mereka satu abad kemudian.
Bagaimanapun, banyak pemimpin Komunis muncul di waktu ketika kenangan
atas gerakan-gerakan ini masih hijau. Chu Teh, misalnya, di masa mudanya
mendengar cerita mengenai Taiping dari seorang penenun pengembara yang ambil
bagian dalam gerakan (Smedley, 1956, 22-29).
Pemberontakan Taiping dimulai di selatan, di provinsi Kwangtung dan
Kwangsi, suatu unit alami yang ditandai dari Cina yang lain oleh sebuah rantai
pegunungan dan menghadap ke arah kota pelabuhan Canton. Di Canton lah para
pedagang asing menjejakkan kaki pertama kali di bumi Cina, dan melalui Canton
lah para pengaruh asing mendorong tujuannya mendesak masuk setelah
pembukaan Cina bagi pedagang asing. Wilayah ini secara etnik dan pekerjaan
181

sangat heterogen. Ditinggali -–terpisah dari Cina – sejumlah kelompok minoritas
Cina dan afiliasi non-Cina. Minoritas terbesar adalah Hakka yang dipandang
rendah, bangsa Cina yang datang belakangan ke wilayah itu dibedakan dengan
Cina Han yang telah ada sejak lama. Adat istiadat dan dialek mereka berbeda dari
Han sampai hari ini, ketika jumlah mereka sekitar dua puluh juta. Mereka juga
terdiri dari tiga wilayah suku – Miao, Yao dan Lolo – yang pernah banyak
menempati bagian Cina bagian utara dan didorong kembali ke tanah marginal
serta pegunungan oleh orang-orang Cina yang kemudian. Mereka juga mendirikan
kelompok-kelompok pekerjaan dengan karakteristik khusus dan organisasi
profesional di bawah para pemimpin mereka sendiri, yang melayani keluhankeluhan umum. Di antara mereka ada manusia perahu yang melayani pelayaran
kanal, merugi karena transportasi asing di sepanjang pantai; para bajak yang
memiliki aktivitas menguntungkan di lautan dalam telah dikurangi oleh angkatan
laut asing; penyelundup garam yang sibuk mengelak monopoli garam pemerintah
dengan menyadap wilayah produksi garam Kwangtung dan Kwangsi bagi mereka
sendiri; para penambang; dan pembakar arang. Wilayah ini mempersiapkan
pasukan untuk tentara-tentara Taiping. Pemimpin Taiing, Hung Hsiu-ch’üan
(1814-1864) merupakan seorang petani Hakka miskin Kwangtung. Keluarganya
telah mengorbankan diri untuk membayar studinya yang membuatnya menjadi
seorang guru sekolah, tetapi ia gagal pada ujian yang akan membawa dia
memasuki birokrasi. Sebuah brosur misionaris Protestan membantunya sebagai
katalis dalam merancang dirinya di atas sebuah karir alternatif sebagai pemimpin
religius. Dalam pandangannya, ia kemudian melihat dirinya sebagai adil laki-laki
Yesus Kristus dan karena itu menjadi anak Tuhan yang kedua, dipilih untuk
menghancurkan iblis di bumi dalam rangka menciptakan sebuah Kerajaan Tuhan
baru. Ia juga menerima dua bulan latihan dalam suatu misi Amerika di Canton di
bawah perwalian fundamentalis Pendeta Issachar Roberts dari Sumner County,
Tennesse. Injil memperoleh tempatnya di antara kitab-kitab suci agama baru.
Gerakan menyebar dengan cepat meliputi delapan provinsi selatan Sungai
Yangtze; distribusi geografinya ditandai serupa dengan wilayah di mana para
Komunis pertama kali memantapkan diri mereka setalah Perang Dunia I (McColl,
182

1964; Laai Yi-faai, Franz Michael dan John Sherman, 1962). Sebelum akhirnya ia
dilumpuhkan oleh pasukan pemerintah dengan kekalahan diperkirakan mencapai
dua puluh juta orang, membentuk gerakan dalam tatanan yang menyeluruh yang
terus berproses membentuk disintegrasi negara Cina dari dalam, sebagaimana
pelanggaran negeri asing menyebabkan disintegrasi negara dari luar.
Pemberontakan Taiping berakhir dalam kekalahan, namun ia menciptakan
suatu kesan kuat di benak rakyat Cina. Tujuan gerakan yang diumumkan memiliki
suatu lingkaran modern yang kuat sampai seratus tahun setelah peristiwa berdarah
pemberontakan. Mereka yang pertama, sejak pembukaan Cina oleh Barat, yang
mengumumkan beberapa tema yang kemudian diambil dan dikembangkan oleh
para Komunis Cina. Ini seharusnya tidak mengejutkan, karena itu, para Komunis
yang sekarang menulis Taiping nampak sebagai nenek moyang dan pelopor
gerakan sekarang.
Apa yang dimaksud sosok “modern” Taiping ini? Pertama, mereka
memimpikan suatu tatanan sosial yang berjalan dalam aturan gentry Cina. Para
kaum Taiping, kata Franz Michael, “mencoba memerkenalkan suatu tatanan
monis di mana negara akan menjadi seperti itu seluruhnya” (966, 7). Mengganti
pembagian masyarakat tradisional ke dalam gentry terdidik, petani, dan militer,
petani, prajurit, dan administrator. Setelah masyarakat diorganisir ke dalam sel-sel
petani-prajurit yang terdiri dari dua puluh lima keluarga, kemudian mereka
dikomandani seorang sersan. Setiap keluarga akan menerima tanah untuk bekerja
tetapi bukan untuk dimiliki. Setiap hasil lebih di atas hitungan keperluan keluarga
akan dibawa ke suatu lumbung umum yang diawasi oleh si sersan. Empat sel, atau
seratus keluarga, dikomandani oleh seorang letnan; lima keletnanan atak
berbentuk sebuah kekaptenan, lima kekaptenan merupakan satu kekolonelan, dan
lima kolonel adalah satu kejenderalan. Setiap jabatan militer pada orang dan saat
yang sama merupakan jabatan administrasi, hakim, dan pengendali keamanan.
Seorang sersan, misalnya, tak hanya kepala sebuah unit militer terdiri dari dua
puluh lima keluarga prajurit-petani dan administrator lumbung mereka; ia juga
akan memimpin pada pelayanan akhir minggu dan seremoni sehari-hari. Setiap
masalah yang tak dapat ia selesaikan akan disampaikan pada rantai komando
183

untuk jawaban penyelesaian di tingkat yang lebih tinggi. Hasil yang baik akan
dibalas dengan promosi, hasil yang buruk dibalas oleh demosi atau hukuman
kapital. Lebih jauh, para Taiping mengarahkan serangan mereka tak hanya
melawan gentry terdidik tetapi juga pada ideologi mereka, Konfusianisme,
sebagai agama suatu kelas para musuh; di tempatnya mereka akan melembagakan
visi mereka sendiri mengenai Kerajaan Langit sebagai agama seluruh Cina. Untuk
monisme yang mengilhami visi mereka mengenai suatu masyarakat politik bari,
mereka bersekutu dengan monisme ideologikal. “Hal ini membuat para Taiping
tak hanya melawan pemerintah tetapi melawan pembela keberadaan tatanan sosial
itu sendiri, gentry, dan semua yang percaya pada sistem Konfusian” (Michael,
1966, 7).
Ini sangat mirip bahwa Taiping tak menciptakan suatu masyarakat monis
ideal dan kebijakan seluruh cita-cita, tetapi membawa dari sumber inspirasi lama
untuk konsep-konsep mereka apa yang merupakan tatanan sosial yang disukai. Ini
sepenuhnya disepakati (Shih, 1967, 253-268) bahwa mereka menggunakan Chouli, suatu dokumen kuno yang diakui ditulis oleh Pangeran Chou, perdana menteri
Wu Wang, yang menaklukan dinasti Shang pada abad kedua belas SM. Pangeran
Chou menggambarkan suatu negara feodal yang terorganisir ketat di mana para
baron akan bersetia pada para viscount, para viscount bersetia pada para earl, para
earl bersetia pada para marquis, para marquis bersetia pada para pangeran, dan
para pangeran bersetia pada Anak Langit. Lima kelas pengikut ini berhubungan
dengan lima kelas pejabat yang diimpikan Taiping. Di dasar piramida ini adalah
kaum petani, mengorganisir di sekitar unit-unit pertanian sebanyak sembilan
perkebunan, salah satunya merupakan milik umum, sementara delapan
sekelilingnya milik pribadi. Para petani mengerjakan kebun umum tersebut,
sebaik di tanah mereka sendiri. Kemiripan rencana Taiping menggugah rasa ingin
tahu. Meskipun begitu, harus diperhatikan bahwa Pangeran Chou juga mengakui
bahwa lima macam kelas ini masing-masing akan dilayani oleh lima macam
gentry: menteri, pejabat tinggi, orang terdidik tinggi, terdidik menengah, dan
terdidik rendah. lebih jauh, semua posisi bersifat turun-temurun. Sebagai
tambahan, akan tampak bahwa para petani tidak memikul senjata. Namun ini
184

mungkin diduga bahwa ada suatu tradisi emikiran politik yang mengambil
kebiasaannya dari prinsip-prinsip dasar, prinsip-prinsip yang dengan jelas berbeda
dan berlawanan dengan konsep-konsep kemudian dari suatu masyarakat Oriental
yang diatur oleh suatu gentry terdidik yang tidak turun-temurun. Tentunya benar
bahwa dalam suatu tradisi sastra yang bersandar dengan berat pada naskah-naskah
klasik, setiap orang berharap mencapai suatu titik intelektual yang harus
memperkuatnya

dengan

naskah-naskah

demikian.

Juga

mengangumkan

sebagaimana ditulis bahwa Chou-li juga dibantu oleh Wang An-Shih (1021-1086
SM), pembentuk “Perjanjian Baru” dinasti Sing. Wang An-Shih seorang yang
percaya pada sistem ladang delapan perkebunan pribadi dan satu perkebunan
umum. Namun ketika ia menghadapi oposisi restorasinya, ia kurang
memfokuskan diri pada reformasi agraria lebih daripada suatu pengembangan
institusi lumbung umum yang akan disuplai dari kaum petani dan, sebaliknya,
memberi pinjaman pasokan pada mereka di saat yang dibutuhkan. Pada saat yang
sama, ia juga memprakarsai rencana-rencana militer yang membuat setiap petani
secara berkesinambungan menjadi seorang prajurit. Dalam perlawanan pengunaan
prajurit bayaran, ang An-Shih “akan mencoba melatih prajurit sipil demikian,
secara perlahan-lahan menempatkan tentara kerajaan dengan mereka, dan
mengembalikan cara lama suatu pasukan petani” (Miyazaki, 1963, 87). Ia lebih
lanjut menyerang tradisi-tradisi sastra gentry, dan membela suatu sitem
spesialisasi teknik, dan dengan demikian menyelrang justifikasi ideologikal
gentru terdidik itu sendiri. Reformasi ini gagal, tetapi tak tampak berbeda bahwa
konsep-konsep sistem perladangan, lumbung umum, petani-prajurit, dan hirarki
kelas-kelas para pemimpin yang secara berkelanjutan mengisi fungsi-fungsi yang
tetap hidup dalam tradisi ideologikal Cina secara lebih luas.
Taiping memiliki sejumlah sosok lain yang membuat mereka menjadi para
elopor kaum revolusioner abad kedua puluh. Mereka mengakui persamaan wanita,
termasuk akses pada tingkat-tingkat kepemimpinan: ada prajurit-prajurit wanita
dalam pasukan Taiping. Ada dektrit melarang pengikatan kaki, prostitusi, dan
penjualan kaum wanita. Perkawinan didasari pada acara bersama di antara
pasangan, tidak atas arahan keuangan antara keluarga sebagaimana di masa lalu;
185

ikatan jadi monogami. Semua ukuran ini diarahkan melawan gentry dengan aturan
perkawinan sebagai tujuan mobilitas sosial, menggunakan ikatan kaki wanita
sebagai sebuah tanda status sosial, penjualan gundik, pernyataan tegas dominasi
laki-laki atas wanita. Taiping juga mendukung penggunaan bahasa populer
sebagai perlawanan bentuk bahasa sastra. Mereka membela pengenalan suatu
kalender bergaya Barat modern. Opium, tembakau, dan alkohol dilarang.
Akhirnya, gerakan merupakan ikonoklastik yang teguh, tak hanya menghancurkan
tablet-tablet leluhur