BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi IAIN Sumatera Utara Medan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Kinerja

  Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi. Kinerja dalam hal ini merupakan tanda keberhasilan organisasi dan orang-orang yang termasuk didalam organisasi tersebut.

  Untuk itu kinerja perlu dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif dengan cara menggunakan manajemen kinerja, dimana hal tersebut merupakan suatu cara mencegah kinerja yang buruk dan mampu menerapkan cara bekerjasama untuk meningkatkan kinerja. Selain itu, manajer perlu memperhatikan kinerja atasannya karena manajer tersebut sebagian bertanggung jawab kepada atasannya. Kinerja pegawai yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: (1) kuantitas dari hasil; (2) kualitas dari hasil; (3) ketepatan waktu dari hasil;(4) kehadiran, dan (5) kemampuan bekerja sama. Untuk meningkatkan upaya dan memotivasi karyawan, juga untuk meningkatkan tugas kinerja. Colquitt (2009) mendefinisikan kinerja sebagai berikut: bahwa kinerja merupakan perilaku kerja pegawai yang disumbangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa kinerja dinyatakan sukses jika tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.

  Robbins (2000) menyatakan bahwa kinerja merupakan tolok ukur keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sehingga Kinerja merupakan tolok ukur keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan dengan demikian kinerja seseorang akan tampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari, dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil kerjanya. Seseorang perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Orang yang bekerja cenderung akan dihadapkan pada hal-hal baru, sehingga dengan bekerja seseorang akan mendapatkan tambahan pengalaman, yang akan menambah kemajuan dalam hidupnya. Dari proses bekerja, dapat dilihat bagaimana kinerja seseorang tersebut.

  Colquitt (2009) bahwa secara umum kinerja dipengaruhi oleh komponen: mekanisme individual, karakteristik individu, mekanisme kelompok, dan mekanisme organisasi. Lebih lanjut Colquitt menggambarkan keterkaitan keempat komponen tersebut sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Diagram Kinerja Menurut Teori Colquitt

  Dari Gambar 2.1. di atas tampak jelas bahwa kinerja (job performance) dipengaruhi oleh kepuasan kerja (job satisfaction) dan motivasi (motivation).

  Dengan demikian dapat diartikan untuk meningkatkan kinerja seseorang dapat dilakukan melalui peningkatan faktor kepuasan kerja dan motivasi seseorang dalam bekerja di organisasinya. Neal dan Griffin (2001) bahwa kinerja dipengaruhi kemampuan, kepemimpinan, personality, sikap, dan rekan kerja melalui motivasi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang sangat ditentukan oleh factor kepuasan kerja dan motivasi. Dengan demikian tampak secara jelas bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang membentuk kinerja yang mengarah atau ingin mewujudkan tercapainya tujuan- tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Pengertian kinerja disini mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebagai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan untuk menunjang tugas yang dibebankan organisasi kepadanya, pengarahan tingkah laku tersebut dilakukan oleh organisasi melalui acuan kerja, berbentuk peraturan, deskripsi tugas pokok dan fungsi kerja, serta otoritas organisasi, agar tingkah lakunya terarah dan konsisten dengan tujuan organisasi, sehingga hasil kerja sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

  Dengan demikian kinerja pegawai dapat diukur melalui kualitas pekerjaan yang dihasilkan dan jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Dalam kehidupan sehari-hari kinerja seseorang biasanya didukung oleh dua hal yaitu: potensi yang berasal dari dalam diri seseorang dan penilaian gaya kepemimpinan atasan yang disenangi oleh karyawan. selanjutnya kinerja pegawai dapat dinilai dari dua sudut pandang, yaitu: efisiensi dan efektivitas kerja (Stoner, 1992).

  Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Hariandja (2005) mengemukakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang ataupun kelompok orang dalam suatu organisasi baik formal ataupun informal, publik ataupun swasta yang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

  Beberapa faktor tersebut lebih difokuskan pada individu yang terlibat di dalam organisasi dalam usaha pencapaian kinerja. Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) kuantitas pekerjaan; (2) kualitas pekerjaan; (3) pengetahuan kerja; (4) kerjasama tim; dan (5) kreativitas.

  Berdasarkan uraian di atas, maka sintesis kinerja pegawai adalah unjuk kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi dengan indikator: kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, pengetahuan kerja, kerjasama tim, kreativitas.

2.2. Budaya Organisasi

  Budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan norma informal yang mengontrol individu dan kelompok dalam organisasi berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan organisasi diluar organisasi. Budaya organisasi menurut Robbin (2009) adalah suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya yang membedakan organisasi itu, dari organisasi-organisasi lain. Terciptanya budaya di dalam organisasi banyak faktor yang menentukannya. Seperti yang disebutkan oleh Robbins (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi adalah: (1) inovasi dan pengambilan resiko; (2) perhatian terhadap detil; (3) orientasi hasil; (4) orientasi orang; (5) orientasi tim;(6) keagresifan; dan (7) kemantapan.

  Hofstede (1986) mengemukakan bahwa budaya organisasi mempunyai lima ciri-ciri pokok yaitu: (a) budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang integral dan saling terkait, (b) budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari organisasi yang bersangkutan, (c) budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal yang dipelajari oleh para antropolog, seperti ritual, simbol, ceritera, dan ketokohan, (d) budaya organisasi dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa budaya organisasi lahir dari consensus bersama dari sekelompok orang yang mendirikan organisasi tersebut, dan (e) budaya organisasi sulit diubah.

  Sutrisno (2010) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Kotter dan Heskett (1992) menyatakan budaya mempunyai kekuatan yang penuh, berpengaruh pada individu dan kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja.

  Berdasarkan uraian di atas, maka sintesis budaya organisasi adalah keyakinan dasar yang dianut pegawai terhadap nilai-nilai yang dikembangkan untuk mengatasi masalah, yang mengontrol perilaku anggota organisasi dengan indikator: inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detil, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, dan kemantapan.

2.3. Kepemimpinan

  Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah diobservasi, tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk dipahami”. Richard (1988) kemudian mempermudah pemahaman dengan mendefinisikan kepemimpinan sebagai “sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya”.

  Kepemimpinan adalah suatu konsep dan proses yang berhubungan dengan setiap kelompok. Kepemimpinan sebagai suatu pedoman, kelangsungan, pembelajaran serta pemberian motivasi untuk mencapai tujuan dan prestasi. Sedangkan gaya kepemimpinan adalah suatu gabungan yang berbeda antara tugas dan hubungan perilaku yang biasa digunakan untuk mempengaruhi pribadi atau kelompok untuk mencapai tujuan. Adapun jenis- jenis gaya kepimpinan menurut di dalam Richard L. Daft (1988) yaitu:

1. Pendekatan Trait (Sifat)

  Pribadi tersebut lebih dikenal sebagai orang hebat (great person). Teori ini menegaskan gagasan bahwa beberapa pribadi dilahirkan memiliki sifat-sifat tertentu yang secara alamiah menjadikan mereka seorang pemimpin. Teori ini mencoba untuk membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin dengan pribadi yang bukan seorang pemimpin.

  Kemudian penelitian kepemimpinan memusatkan perhatian pada ciri pribadi pemimpin, yang dikenal dengan trait theory. Trait pada dasarnya menjadi motivasi bagi pemimpin. Trait atau sifat yang penting antara lain; mendorong atau ambisi, kejujuran dan integritas, motivasi kepemimpinan, percaya diri, kemampuan kognitif, pengetahuan bisnis, kreativitas dan fleksibilitas.

2. Pendekatan Perilaku (Behavior)

  Pendekatan awal terhadap penelitan perilaku pemimpin dihubungkan dengan trait atau teori sifat, yaitu tetap menekankan pada hal yang diyakini merupakan perbedaan

  theory

  dasar pada pola perilaku pemimpin yang berasal dari kepribadian dan pandangan hidup pribadi. Daft (1988) mengungkapkan gaya kepemimpinan berdasarkan gabungan dua dimensi, yaitu: Pertama, seberapa jauh pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan (otokratis-demokratis). Kedua, seberapa jauh pemimpin mengarahkan kegiatan bawahan dan memberi tahu bagaimana cara melaksanakan pekerjaan mereka (direktif-permisif). Dengan demikian terdapat empat gaya (perilaku) kepemimpinan, yaitu: (a) Otokratis-

  

direktif , mengambil keputusan sendiri, dengan ketat mengawasi bawahan, (b) Otokratis-

permisif , mengambil keputusan sendiri, tetapi memberi kebebasan kepada bawahan untuk

  melaksanakan pekerjaannya, (c) Demokratis-direktif , mengambil keputusan secara partisipatif, tetapi mengawasi bawahan secara ketat, dan (d) Demokratis-permisif, mengambil keputusan secara partisipatif, dan memberi kebebasan kepada bawahan untuk melaksanakan pekerjaannya.

  3. Pendekatan Situasional

  Pendekatan situasional disebut juga dengan pendekatan contingency yang didasarkan pada pendapat bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung sejumlah faktor. Tidak ada kepemimpinan yang efektif untuk semua situasi atau keadaan. Menurut teori Fiedler terdapat 3 kriteria situasi yaitu hubungan antara pimpinan dan karyawan, tugas kelompok dan kekuasaan. Fiedler percaya bahwa kunci kesuksesan seorang pemimpin terletak pada gaya kepemimpinannya.

  4. Pendekatan Transaksional

  Pada organisasi modern gaya kepemimpinan yang banyak diterapkan adalah pendekatan kepemimpinan transaksional. Gaya kepemimpinan ini didasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan pengikut. Kedua pihak saling bebas (independent) dan memiliki tujuan, kebutuhan serta kepentingan sendiri. Seringkali tujuan dan kebutuhan kedua pihak saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik antara pemimpin (manajemen perusahaan) dengan bawahan (pegawai).

  5. Pendekatan Transformasional

  Pengembangan faktor-faktor kepemimpinan transformasional telah dikembangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bass. Ia mengidentifikasikan lima faktor (tiga yang pertama berlaku pada transformasional dan dua faktor yang terakhir berlaku pada kepemimpinan transaksional). Faktor-faktor tersebut adalah: (a) karisma, (b) perhatian pribadi, (c) rangsangan intelektual, (d) pujian terbuka, dan (e) inspirasi.

  Pemimpin transformasional dapat menggunakan kekuasaan dan wewenangnya untuk mengganti suasana lingkungan sosial dan psikologis secara radikal, melakukan perubahan, membuang yang lama dan menggantikannya dengan yang baru.

6. Pendekatan Kepemimpinan Karismatik

  Max Weber (1947) memberi perhatian pada pendekatan kepemimpinan karismatik, yang menurutnya kepemimpinan karismatik memiliki kapasitas untuk mengubah sistem sosial yang ada, berdasarkan persepsi pengikut yang percaya bahwa pemimpin ditakdirkan memiliki kemampuan istimewa. Pemimpin karismatik akan muncul jika terjadi krisis sosial dengan visi yang radikal dan menjanjikan solusi terhadap krisis.

  Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerja sama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Wahyudi (2009) mengemukakan bahwa seorang pemimpin yang harus memiliki: keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual.

  Berdasarkan uraian di atas, maka sintesis kepemimpinan adalah seluruh tindakan pegawai sesuai jenjangnya dalam mempengaruhi, mengawasi, dan mengarahkan bawahannya sebagai pribadi atau kelompok dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dengan indikator: keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, dan keterampilan konseptual.

2.4. Motivasi Kerja Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan.

  Berdasarkan kata tersebut, maka dapat dikembangkan lebih banyak definisi atau pengertian tentang motivasi. Ada 3 aspek motivasi yang dapat diidentifikasi menurut (Richand, 1987), Pertama, motivasi menggambarkan sebuah kekuatan energi yang menggerakkan seseorang atau menyebabkan mereka berperilaku dalam kegiatan tertentu. Kedua, gerakan ini langsung bertujuan pada suatu hal yaitu motivasi yang mempunyai orientasi tujuan yang kuat (strong objectives ). Ketiga, membantu mempertahankan semangat kerja sepanjang waktu.

  Aspek motivasi yang diharapkan menjadi faktor berharga pada sistem perspektif kerja bertujuan untuk memahami perilaku manusia pada situasi kerja, sehingga aspek tersebut mengetahui faktor yang paling penting dan berhubungan dengan perilaku pribadi, situasi serta lingkungan kerja, yang selanjutnya dengan menyadari adanya dorongan kerja, maka sangat membantu untuk memperkuat posisi kerja.

  Berdasarkan uraian di atas, maka sintesis motivasi kerja adalah dorongan dalam diri pegawai untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan indikator: berusaha berani menghadapi risiko kerja, keinginan mengatasi masalah yang timbul dalam pekerjaan, dorongan untuk berhasil dalam pekerjaan, keinginan untuk bekerja dengan baik, dan berusaha untuk diakui hasil kerjanya.

2.5. Penelitian Terdahulu

  Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kinerja pegawai. Hasil penelitian Sriwidodo dan Bangun (2007) meneliti tentang pengaruh kepemimpinan, kepercayaan, dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Dari hasil penelitian diperoleh: adanya pengaruh positif dari kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 0,370. Darna (2010) tentang Pengaruh Penilaian Kinerja Terhadap Motivasi Berprestasi dan Kinerja Karyawan. Dari hasil penelitian diperoleh pengaruh yang diberikan motivasi berprestasi terhadap kinerja karyawan adalah sebesar 20,60%. Soedjono (2005) tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi dan kepuasan kerja karyawan pada terminal penumpang umum di Surabaya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa: budaya organisasi memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan sebesar 0,756. Budaya organisasi memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja sebesar

  0,748. Sopiah (2008) tentang budaya organisasi, komitmen organisasional pimpinan dan pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Bank. Dari hasil penelitiannya diperoleh: Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 0,562. Koesmono (2005) tentang pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja karyawan pada subsektor industri pengolahan kayu skala menengah di Jawa Timur. Dari hasil penelitian diperoleh: (a) pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,506; (b) pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja sebesar 0,387; dan (c) pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja sebesar 0,267. Widodo (2011) tentang pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru. Dari hasil penelitian diperoleh: (a) terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja sebesar 0,808; dan (b) terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja sebesar 0,754. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: terdapat pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kinerja.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

10 176 168

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi IAIN Sumatera Utara Medan

5 84 173

Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Etos Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan

0 65 87

Pengaruh Kompensasi, Budaya Organisasi, terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai

0 1 12

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Gaya Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

1 32 12

Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

0 0 38

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Kerja Karyawan (Studi Pada Hotel Rudang Berastagi)

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Dan Motivasikinerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

0 1 23

1. Bacalah pertanyaan angket di bawah ini dengan sebaik-baiknya 2. Untuk mengisi angket di bawah ini, beri tanda centang () yang paling sesuai - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Administrasi IAIN Sumate

0 0 90