BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Uraian Teoritis 2.1.1.Pengembangan Wilayah - Dampak Pembangunan Bandara Kuala Namu Terhadap Perkembangan Ekonomi Penduduk Sekitar Bandara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Uraian Teoritis

2.1.1.Pengembangan Wilayah

  Pengembangan diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis.

  Menurut Sandy (1992) pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangang yang berlaku.

  Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata,1992).

  Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu : wilayah yang objektif dan wilayah yang subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh para perencana dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilayah subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Hal ini dilakukan untuk untuk membuat klasifikasi, yang selanjutnya wilayah subjektif dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi.

  2. Wilayah fungsional, yaitu yang dibentuk berdasarkan atas adanya hubungan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang ada pada wilayah tersebut. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosial, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.

  Perkembangan pokok bahasan tentang pembangunan wilayah adalah merupakan perkembangan baru yang muncul pada dasawarsa 1950-an. Hal ini ditandai oleh kajian yang selama ini kurang memperhatikan aspek spatial. Dalam perkembangannya Misra (1997) mengungkapkan bahwa perencanaan dan pembangunan wilayah ditopang oleh empat pilar yaitu : aspek geografi, aspek ekonomi, teori lokasi dan perencanaan kota. ekonomi Pengembangan

  Teori geografi wilayah lokasi

  Perencanan kota

Gambar 2.1 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah

  Namun demikian empat pilar diatas belum mencakup aspek-aspek lainnya yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah seperti biogeofisik sosial dan lingkungan, maka perencanaan dan pembangunan wilayah akan di topang enam pilar (Budiharsono,2005) yaitu :

  Analisis kelembagaan Analisis

  Analisis biogeofisik ekonomi

  Pengembangan wilayah geografi Analisis sosial

  Analisis lokasi

Gambar 2.2 : Enam Aspek Pembangunan Wilayah

  Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan, maupun kualitasnya.

  Pandangan sebagian besar para ahli ilmu regional barat terutama di eropa lebih menitik beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat aspek utama yaitu : aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi.

  Aspek kelembagaan (institusional

  ) Aspek Aspek

  Regional sosial ekonomi development

  (social) (economy) Aspek ekologi

  (ecology)

Gambar 2.3 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah

2.1.2.Teori Pusat Pertumbuhan

  Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso dalam Sirojuzilam dan Mahali, 2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pengembangan wilayah dan perkotaan terpadu.

  Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefenisikan pusat pertumbuhan sebagai pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal. Menurut Rondinelli dan Unwin dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di Negara berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.

  Teori pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetasan ke bawah) dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor industry). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan0 dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimuulai dari level yang tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan pedesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan perusahaan- perusahaan besar.

  Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down

  

effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak

  terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain respon pertumbuhan di pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya melengkapi kepentingan hirarki kota (Mercado,2002).

2.1.3.Ekonomi Pembangunan

2.1.3.1.Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Pembangunan

  Menurut Mahyudi (2004), ekonomi pembangunan adalah suatu cabang dari ilmu ekonomi yang betujuan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi dan memperoleh cara penyelesaian dalam pembangunan ekonomi, terutama di negara-negara berkembang, agar pembangunan ekonomi menjadi lebih cepat dan harmonis. Pembangunan ekonomi ialah serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sukirno, 2006).

  Selain memerhatikan masalah efisiensi alokasi sumber daya produktif yang langka (atau tidak terpakai) serta kesinambungan pertumbuhan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan juga berbicara mengenai mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan, dalam sektor swasta maupun sektor publik. Semua mekanisme itu diperlukan demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup secara cepat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan (Todaro, 2006). Bank Dunia melalui World Development Report tahun 1991 menegaskan bahwa tantangan utama pembangunan ialah memperbaiki kualitas kehidupan.

  Menurut Sukirno kesejahteraan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

  a) Pendapatan perkapita

  b) Komposisi umur penduduk

  c) Pola pengeluaran masyarakat

  d) Komposisi pendapatan nasional

  e) Perbedaan masa lapang (leisure time) yang dinikmati masyarakat

  f) Keadaan pengangguran

  Todaro (1991) merumuskan tiga tujuan utama pembangunan, yatu : 1.

  Untuk meningkatkan ketersediaan dan memperluas penyebaran barang- barang kebutuhan pokok seperti bahan makanan, tempat tinggal, sarana kesehatan dan perlindungan bagi semua anggota masyarakat.

  2. Untuk meningkat taraf hidup yang meliputi selain pendapatan yang lebih tinggi ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak, sarana pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terrhadap pelestarian nilai- nilai budaya dan kemanusiaan. Semua itu tidak hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan material semata-mata melainkan juga untuk menciptakan martabat atau harga diri masing-masing pribadi dan bangsa yang bersangkutan secara keseluruhan.

  3. Untuk memperluas ragam pilihan ekonomi dan sosial bagi masing-masing pribadi maupun negara atau bangsa yang bersangkutan melalui suatu usaha untuk memerdekakan diri dari perbudakan dan ketergantungan pihak lain, tidak hanya dalam hubungan dengan Negara lain tetapi juga dalam kaitannya dengan kebodohan dan kepapaan manusiawi yang membelenggu kehidupan mereka.

  Dengan demikian, jelas bahwa prioritas pertama perpindahan dari suatu tingkat keterbelakangan yang ironis menuju suatu tingkat kehidupan yang disebut pembangunan seharusnya berarti suatu peningkatan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. (Todaro, 1995).

2.1.3.2.Aspek Sosial dalam Pembangunan

  Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi.

  Hubungan-hubungan yang saling terkait antara apa yang dinamakan faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi dianamakan sistem sosial. Termasuk dalam faktor-faktor nonekonomi adalah sikap masyarakat dan individu dalam memandang kehidupan (norma budaya), kerja, dan wewenang: struktur administrasi, hukum, dan birokrasi dalam sektor pemerintah, tingkat partisipasi rakyat dalam perumusan keputusan dan kegiatan pembangunan; serta keluwesan atau kekakuan stratifikasi ekonomi dan sosial (Todaro, 2006). Menurut Rachbini (2001) perubahan sosial yang sitemik pun amat diperlukan agar faktor-faktor manusia dan nonmanusia dapat diintegrasikan menuju self sustained growth yang diharapkan. Perubahan sosial juga merupakan usaha bagaimana mengagregasikan seluruh potensi masyarakat yang ada.

  Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an embangunan dikenal sebagai suatu upaya untuk mencapai target pertumbuhan GNP 6% setahun. Sedangkan pandangan yang dianggap sebagai keniscayaan untuk mempercepat proses pembangunan di sebuah wilayah seperti halnya pada suatu negara adalah dengan cara menempuh strategi industrialisasi. Industrialisasi dipandang sebagai satu- satunya jalan pintas untuk meretas nasib kemakmuran suatu negara secara lebih cepat. Bahkan paralelisme antara jalannya pembangunan dan strategi industrialisasi dapat dikatakan sebagai pemaknaan pembangunan yang identik dengan industrialisasi sehingga keduanya tidak terpisahkan. (Yustika, 2003).

  Namun sering dengan berjalannya waktu teori tersebut dianggap tidak releven lagi dengan kebutuhan pembangunan yang sebenarnya. Pada tahun 2000 perserikatan bangsa-bangsa (PBB) merumuskan delapan butir sasaran utama pembangunan yang kemudian dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs), antara lain : 1.

  Memberantas kemiskinan dan kelaparan secara eksterm, 2. Memberikan pendidikan dasar secara universal, 3. Mendukung persamaan gender dan pemberdayaan wanita, 4. Mengurangi tingkat mortalitas anak, 5. Meningkatkan kesehatan ibu, 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya, 7. Menjaga keseimbangan lingkungan, dan

8. Mengembangkan kerja sama global untuk pembangunan.

  Peran aspek nonekonomi dalam pembangunan juga ditegaskan oleh Schultz yang menyatakan bahwa masalah sumber daya manusia menempati posisi sentral dalam setiap perbincangan tentang pertumbuhan ekonomi, di samping tentunya masalah modal, teknologi dan sebagainya (Rachbini, 2001).

  Pembangunan memiliki dimensi yang lebih luas dibandingkan upaya pengejaran pertumbuhan ekonomi semata. Selain sebagai pertumbuhan ekonomi plus perubahan-perubahan sosial, pembangunan bisa juga diartikan sebagai pertumbuhan nilai-nilai etika yang menekankan pada perubahan kualitas dalam seluruh aspek kemasyarakatan, kelompok, dan individu. Lebih jauh lagi Rachbini berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan materi merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nilai dan peradaban manusia. Demikianlah faktor sosial ekonomi memainkan peran pentingnya dalam pembangunan.

2.2.Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan Alex Sander (2010) yang berjudul Pengaruh Pembangunan Bandara Kuala Namu Terhadap Okupasi Penduduk Sekitar Bandara menghasilkan bahwa adanya pergeseran okupasi dan bertambahnya pekerjaan informal lainnya. Dan hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa petani yang lebih benyak bergeser pekerjaan ke sektor informal lainnya. Adapun pekerjaan yang paling banyak bertambah dari pengaruh pembangunan bandara kuala namu adalah buruh bangunan, mocok-mocok dan pedagang.

  DR.Hadi Supratika,MM (2011) juga melakukan penelitian dengan judul Analisis Implementasi Dampak Pembangunan Bandara Internasional Lombok ditinjau dari Administrasi Pembangunan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk pembngunan bandara Internasional Lombok (BIL) perlu memperhatikan hal-hal antara lain: menegakkan hukum yang berlaku, memperbaiki SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan, solusi pendekatan keimanan dan ketakwaan, melakukan pembangunan yang bersifat green field dan percaya akan kemampuan bangsa sendiri. Karena nilainya lebih dari 10 % maka penilaian data juggment harus diperbaiki untuk meminimalisir dampak negatif yang muncul sehingga tercipta sutau pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu peran semua pihak untuk mencapai suatu keseimbangan, sangat penting untuk perspektif ke depannya. Tetapi berdasarkan hasil analisis suatu permasalahan yang muncul dampak positif dari segi ekonomi memang sangat tinggi tapi ada hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu segi ekosistem, lingkungan dan kesehatan. Dampak yang ditimbulkan pembangunan bandara BIL ternyata berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat lombok terutama yang terkait indikator-indikator mikro ekonomi.

  Kedua penelitian diatas baik yang dilakukan Alex Sander maupun DR.Hadi Supratika,MM sama-sama memfokuskan perhatian pada perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat setempat dengan adanya pembangunan bandara kuala namu. Begitu juga dengan penelitian ini akan membahas dampak positif dan negatif dari pembangunan bandara kuala namu baik dari segi ekonomi, sosial dan infrastruktur. Oleh karenanya penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap atas penelitian terdahulu, sehingga dampak dari pembangunan bandara tersebut lebih terlihat dengan jelas apa dampak yang ditimbulkannya terutama dari segi perkembangan ekonomi masyarakat sekitar bandara apakah memberikan kontribusi atau sebaliknya.

2.3.Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut : ekonomi Bandara dampak infrastruktur

  Perkembangan kuala namu ekonomi sosial

  Dengan adanya pembangunan Bandara Kuala Namu tentunya akan memberikan dampak bagi masyarakat sekitar baik positif maupun negatif.

  Tentunya dampak tersebut akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar bandara tersebut. Terutama yang berkaitan dengan tingkat pendapatan, lapangan kerja, pembangunan sosial dan juga keamanan bagi masyarakat. tentunya Inilah yang diharapakan dari pemerintah atas efek dari pembangunan itu sendiri tentunya akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.