ASAL MULA desa golo DUSUN BUTUH

Nama : Wahyu Sekar Sari
Kelas

: BSI B

NIM

: 13210141050

ASAL MULA DUSUN BUTUH
Nama Dongeng

:

Asal Mula Dusun Butuh

Kampung Pengambilan

:

Butuh RT 3/2, Pulutan Wonosari, Gunungkidul,Yogyakarta


Tanggal Pengambilan

:

12 April 2015

Cara Pengambilan

:

Wawancara

Nama

:

Mbah Wir Pawiro

Umur


:

88 tahun

Pekerjaan

:

Petani

Suku

:

Jawa

Bahasa yang dikuasai

:


Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia

Identitas Nara Sumber

Konon hiduplah seorang tokoh yang sangat dihormati, namanya Ki Ageng Butuh. Beliau
berasal dari daerah yang bernama Njulat. Beliau sering bertapa di suatu hutan tepatnya di bawah
rindangan dua pohon besar yang daunnya sangat lebat. Tempat itu juga digunakan sebagai rumah
karena sinar matahari tidak bisa menembus dedaunan sehingga terdapat suatu tempat yang teduh.
Ki Ageng Butuh kemudian menikah dengan Baron Sengkeder atau Loro Lembayung yang
merupakan Putri dari Ki Ageng Giring. Sebelum menikah, Ki Ageng Butuh pindah di suatu
wilayah dan merayakan upacara perkawinannya. Namun beliau menginginkan datangnya
gumpalan awan yang membawa hujan deras untuk menyambut kedatangan pengantin. Putri
Baron Sengkeder dengan kekuatannya menjelma menjadi awan yang gelap menggumpal dan

mengguyur wilayah tersebut dengan hujan deras. Pesta pernikahan berlangsung meriah dan
wilayah tersebut juga terhindar dari ketandusan.
Ki Ageng Butuh memiliki seekor anjing yang ukurannya sebesar anak sapid an sering
kali berlari-lari mengelilingi rumah teduh Ki Ageng Butuh di bawah pohon yang rindang tadi.
Apabila ada bencana ataupun malapetaka yang akan datang menyerang suatu daerah maka anjing

terssebut akan memberikan pertanda/ kode/ sinyal kepada masyarakat dengan menghentakhentakkan kakinya ketika berlari dan bersuara ketika mengelilingi rumah Ki Ageng Butuh.
Anehnya yang mendengar suara anjing ini adalah masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari
rumah Ki Ageng Butuh. Rumah Ki Ageng Giring dahulu bernama Njulat yang terpencil dan
berada di daerah sekitar Imogiri.
Ki Ageng Butuh adalah tokoh yang dermawan, senang membantu sesame, memberikan
bantuan-bantuan kepada masyarakat. Beliau sering bertapa di rumahnya untuk memperkuat
kekuatanya untuk menolong kepada kebaikan. Kemudian ketika Ki Ageng Giring meninggal
dunia, beliau dan istrinya Putri Baron Sengkeder dimakamkan berdampingan di suatu wilayah
yang disana terdapat dua pohon kokoh yang terbelah. Dipercayai juga, bahkan sampai sekarang
suara hentakan dan gonggongan anjing tersebut masih digunakan sebagai pedoman menolak
malapetaka. Pusaka yang tersimpan di kawasan ini berupa candi yng memiliki asca berupa orang
yang sedang bertapa di dalamnya. Belum lama ini candi tersebut dipugar dan dibudayakan oleh
Universitas Negeri Yogyakarta. Wilayah terbut sampai sekarang dinamakan, Butuh.