Pembelajaran Fisika dengan Model Inkuiri

Pembelajaran Fisika dengan Model Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Keterampilan Proses Ilmiah Siswa Kelas XI IPA-4 SMAN 1 Denpasar.
Oleh
Ni Nyoman Yuniati

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era industrialisasi dan globalisasi banyak terjadi perubahan dalam kehidupan,
sehingga manusia ditantang untuk lebih memiliki kemampuan guna menghadapi perubahan
tesebut. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan satu langkah yang sangat penting
pada tahap pembangunan dewasa ini. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia
tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan terutama pendidikan sains, karena
disadari bahwa perkembangan teknologi berawal dari perkembangan sains.
Perubahan paradigma pembelajaran sudah lama dilakukan oleh negara-negara maju,
namun di Indonesia baru terlaksana setelah dikeluarkan Permen No. 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses. Perubahan paradigma tersebut adalah agar guru tidak mengajar tetapi
membelajarkan peserta didik. Pembelajaran tidak boleh monoton yaitu guru sebagai penyampai
materi dan siswa sebagai penerima. Pembelajaran harus beralih ke proses yang bersifat menggali
kreativitas siswa sebagai subjek pembelajaran. Guru harus lebih profesional dan tidak
menstransfer pengetahuan pada siswa.

Dengan cara yang disebutkan di atas, pembelajaran memerlukan suatu strategi yang
efektif. Pengajaran ditentukan oleh pemilihan strategi yang tepat dalam upaya mengembangkan
kreativitas, kemampuan, dan sikap inovatif peserta didik. Untuk itu, perlu dibina dan
dikembangkan kemampuan professional guru untuk mengelola pembelajaran dengan strategi
yang kaya variasi.
Kemampuan mengajar dan mendidik pada dasarnya adalah proses penambahan informasi
dan kemampuan baru. Keberhasilan proses pembelajaran banyak ditentukan oleh kemampuan
guru dalam mengelola proses tersebut. Ada banyak guru yang pintar tetapi lemah dalam
mentransfer pengetahuan dan pemahaman yang ada dalam dirinya. Proses pembelajaran tidak
akan berhasil dengan baik. Sebaliknya, aga guru yang kurang pintar tetapi dalam menyampaikan
dan mengelola pembelajaran lebih kreatif dan memahami cara penyampaiannya dan mampu
membuat proses pembelajaran berhasil dengan baik. Di antara keduanya tentu yang paling sesuai
adalah memiliki kemampuan profesionalisme keguruan dan mampu menyampaikan materi
dengan baik agartujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai.
Fisika merupakan salah satu cabang sains yang diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan
menengah. Pelaksanaan pembelajaran fisika dalam KTSP dituntut agar dilaksanakan secara
inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Selain itu, proses

pembelajaran fisika dalam KTSP lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah (BSNP:2006).
Mata pelajaran Fisika diajarkan dalam KTSP dengan tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut; (1)Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. (2)
Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan
orang lain. (3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan
dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan,
mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis. (4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah secara kualitatif dan kuantitatif.
(5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. (BSNP,2006)
Agar tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai, maka dalam proses
pembelajarannya menuntut agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran terutama melalui
kegiatan penemuan, sedangkan guru yang semula bertindak sebagai sumber belajar beralih
fungsi menjadi seorang fasilitator kegiatan pembelajaran yang berperan mengarahkan
(membimbing) siswa untuk memecahkan masalah- masalah yang dihadapi dalam belajar atau

menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari. Kompetensi guru sebagai agen
pembelajaran merupakan modal pokok bagi seorang guru dalam mengemban tugas
keprofesionalan. Menurut Undang-undang guru dan dosen, dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban: (1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (2)
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (3) bertindak objektif dan
tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran; (4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan (5) memelihara dan memupukpersatuan dan
kesatuanbangsa.
Dalam UU no. 14 tahun 2005 dijelaskan tentang prinsip-prinsip dasar yang harus
dijalankan oleh seorang yang memiliki profesi guru sebagai berikut:
a.

memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b.


memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia;

c.

memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;

d.

memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e.

memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f.

memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;


g.

memiliki kesempatan untuk mengembangkan
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h.

memiliki jaminan
keprofesionalan; dan

i.

memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

j.

Kemampuan mengajar dan mendidik pada dasarnya adalah proses penambahan
informasi dan kemampuan baru.


perlindungan

hukum

dalam

keprofesionalan
melaksanakan

secara
tugas

Keberhasilan proses pembelajaran banyak ditentukan oleh kemampuan guru dalam
mengelola proses tersebut. Ada banyak guru yang pintar tetapi lemah dalam mentransfer
pengetahuan dan pemahaman yang ada dalam dirinya. Proses pembelajaran tidak akan berhasil
dengan baik. Sebaliknya, agar guru yang kurang pintar tetapi dalam menyampaikan dan
mengelola pembelajaran lebih kreatif dan memahami cara penyampaiannya dan mampu
membuat proses pembelajaran berhasil dengan baik. Di antara keduanya tentu yang paling sesuai
adalah memiliki kemampuan profesionalisme keguruan dan mampu menyampaikan materi
dengan baik agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai.

Hal-hal tersebut merupakan cermin ideal tentang dunia pendidikan yang diharapkan atau
lebih tegasnya lagi merpuakan harapan-harapan yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja.
Terkait dengan proses pembelajaran yang berlangsung di SMA Negeri 1 Denpasar dari hasil
pengumpulan data awal ketika proses pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan praktikum di
kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Denpasar, diperoleh bahwa keterampilan proses ilmiah yang
dimiliki siswa kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Denpasar masih rendah. Hal ini dibuktikan dari
masih banyak siswa yang belum bisa menyusun hipotesis dengan tepat dari hasil pengamatan
gejala yang disajikan, siswa masih kesulitan dalam mengoperasikan alat-alat praktikum seperti
bangku optik, kesulitan dalam mengidentifikasi variabel, salah dalam melakukan kegiatan
praktikum karena tidak mengikuti langkah kerja yang telah tersedia di LKS, kesulitan dalam
menganalisis data, serta masih banyak siswa yang kesulitan dalam menarik kesimpulan dari
kegiatan praktikum. Untuk itu perlu sekali suatu upaya untuk meningkatkan keterampilan proses
ilmiah siswa kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Denpasar. Salah satu upaya untuk meningkatkan
keterampilan proses ilmiah siswa kelas XI IPA-4 SMA Negeri 1 Denpasar adalah melalui
penerapan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing.
Menurut Joyce (Laksmi:2007), inkuiri merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan oleh J.Richard Suchman yang bertujuan untuk membelajarkan siswa tentang
suatu proses untuk menginvestigasi dan menjelaskan fenomena yang tidak biasa. Senada dengan
pendapat Joyce, Tobing (1981:1) menyatakan bahwa model inkuiri bertujuan untuk membantu
siswa menyusun fakta, membentuk konsep, dan menghasilkan penjelasan atau teori yang

menerangkan fenomena yang sedang diselidiki.
Melalui model inkuiri terbimbing, siswa akan diperkenalkan dan dilatih dengan
seperangkat prosedur yang biasa dilakukan oleh para ahli dalam mengorganisasikan pengetahuan
sampai menghasilkan prinsip yang menjelaskan sebab akibat. Prosedur yang dimaksud antara
lain mengidentifikasi variabel yang ada pada suatu gejala/objek, menggali informasi yang ada
pada suatu objek sebanyak-banyaknya melalui pengajuan pertanyaan, membuat hipotesis dan
menguji hipotesis dengan cara mengumpulkan data, kemudian menganalisisnya melalui kegiatan

praktikum, menarik kesimpulan dengan menganalisis data dari informasi yang diperoleh selama
melakukan praktikum, dan tahap terakhir yaitu menganalisis proses inkuiri. Melalui serangkaian
kegiatan tersebut, sangat dimungkinkan keterampilan proses ilmiah siswa akan meningkat.
Namun apapun yang menjadi latar belakang permasalahan, apabila hal ini dibiarkan
berlarut tentu berakibat tidak baik bagi kelangsungan pendidikan peserta didik dan bagi
perkembangan mutu pendidikan di SMA Negeri 1 Denpasar. Dari pihak guru jarang mengajak
siswa melakukan pengamatan atau praktikum untuk materi yang sedang dipelajari saat itu secara
nyata/kongkrit. Sebagai gantinya guru melakukan demonstrasi di depan kelas. Demonstrasi
dilakukan karena guru memiliki pertimbangan bahwa kegiatan demonstrasi tidak menghabiskan
waktu yang banyak dan dapat menyelesaikan materi dengan cepat. Penerapan pembelajaran
seperti ini akan mengakibatkan siswa kurang mampu melakukan praktikum, sehingga
kemampuan siswa seperti melakukan pengamatan, merumuskan hipotesis, menggunakan alat,

mengumpulkan data, mengidentifikasi variabel, membuat kesimpulan dan kegiatan lain yang
dapat mengembangkan keterampilan proses ilmiah yang ada pada diri siswa tidak tampak.
Permasalahan yang terjadi di kelas XI IPA 4 merupakan tugas dan tanggung jawab guru
selaku pendidik dan pengajar untuk mencari solusi terbaik dalam memecahkan masalah tersebut.
Hal itu dilakukan demi menjaga agar kualitas pembelajaran yang dilaksanakan mampu
memberikan sumbangan yang berarti dan bermakna bagi peserta didik dan umumnya juga bagi
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal tersebutlah yang menjadi dasar bahwa
Penelitian Tindakan Kelas ini perlu diupayakan. Peneliti berkeinginan untuk menerapkannya
dalam pembelajaran sebagai solusi dalam mengatasi masalah prestasi belajar Fisika siswa kelas
XI IPA 4 semester 2 di SMA Negeri 1 Denpasar Tahun pelajaran 2012 2013 dengan judul ”
Pembelajaran Fisika dengan Model Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses Ilmiah Siswa Kelas XI IPA-4 SMAN 1 Denpasar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana keterampilan proses ilmiah siswa kelas XI IPA -4 SMA Negeri 1 Denpasar
setelah diterapkan pembelajaran fisika dengan model inkuiri terbimbing?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
keterampilan proses ilmiah siswa kelas XI IPA -4 SMA Negeri 1 Denpasar tahun
ajaran 2012/2013 dengan penerapan pembelajaran fisika model inkuiri terbimbing.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui kegiatan penilitian ini adalah.

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengajar untuk meningkatkan
proses ilmiah siswa dalam pembelajaran fisika dengan penerapan pembelajaran model Latihan
Inkuiri.
2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk menerapkan model yang lain.
3. Bagi siswa, Penerapan model latiahan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses ilmiah.
E. Penjelasan istilah
Terdapat beberapa istilah yang penting dalam penelitian ini, antara lain:
1. Latihan inkuiri (Inquiry Training Models) adalah salah satu model pembelajaran yang memiliki
langkah-langkah konfrontasi dengan masalah, pengumpulan data-verifikasi, pengumpulan dataeksperimentasi, merumuskan penjelasan, dan yang terakhir adalah menganalisis proses inkuiri .
2. Keterampilan proses ilmiah adalah keterampilan yang dimiliki oleh siswa yang merupakan
bagian dari studi sains dan terdiri dari seperangkat komponen, yaitu keterampilan dalam
melakukan kegiatan mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, merumuskan
hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan membuat kesimpulan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Latihan Inkuiri (Inquiry Training Model )
Model latihan inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang dikembangkan oleh

J.Richard Suchman. Model latihan inkuiri bertujuan untuk membantu siswa menyusun fakta,
membentuk konsep, dan kemudian menghasilkan penjelasan atau teori yang menerangkan
fenomena yang sedang diselidiki. Latihan inkuiri merupakan model pembelajaran yang
melatih siswa untuk belajar berangkat dari fakta menuju teori (Handayanto, 2003:72).
Berdasarkan model latihan inkuiri para siswa akan dilatih untuk menjadi ilmuan, karena
dalam proses pembelajarannya siswa diperkenalkan dengan seperangkat prosedur yang
biasa dilakukan oleh para ahli dalam mengorganisasikan pengetahuan sampai
menghasilkan prinsip yang menjelaskan sebab akibat (Tobing, 1981:1).
Menurut Joyce et al (dalam Laksmi:2007) Model latihan inkuiri dirancang untuk melatih
siswa dalam suatu penelitian ilmiah sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan
mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh kembangkan kemampuan

intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti, kemampuan berargumentasi dan
kemampuan mengembangkan teori. Selain itu, model latihan inkuiri juga dirancang agar
siswa dapat langsung mengontrol sendiri pembelajarannya (Suchman dalam Laksmi:2007).
Jadi, penerapan model latihan inkuiri dalam proses pembelajaran benar-benar melibatkan
siswa untuk aktif berfikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya, sedangkan
guru hanya berperan sebagai fasilitator yang bertugas menyediakan kondisi belajar,
mengatur proses belajar, mengatur kegiatan belajar mengajar dan membantu dalam
mengevaluasi kemajuan siswa.
Langkah- langkah (sintaks) model pembelajaran latihan inkuiri sebagai berikut.
1. Menghadapkan pada masalah.
Guru memulai proses pembelajaran dengan menjelaskan prosedurprosedur inkuiri kemudian menyajikan kejadian ganjil.
2. Tahap pengumpulan data-verifikasi.
Menguji keadaan dan kondisi dari objek, menguji bagaimana terjadinya kejadian dari situasi
masalah.
3. Pengumpulan data-eksperimentasi.
Memisahkan variabel-variabel yang relevan, berhipotesis ( menguji hubungan kausalitas).
4. Mengorganisasi, merumuskan penjelasan.
Merumuskan hukum-hukum atau penejelasan-penjelasan.
5. Menganalasis proses inkuiri.
Setelah keempat tahap latihan inkuiri telah dilaksanakan, guru dan siswa bersama-sama
merefleksi/menganalisis strategi inkuiri yang telah dilakukan dan mengembangkannya
menjadi lebih efektif.
B. Keterampilan Proses Ilmiah
Seseorang dalam melakukan kegiatan dengan menggunakan metode ilmiah perlu
memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode ilmiah. Hal tersebut antara
lain berupa tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang peneliti, yaitu merumuskan
masalah yang diteliti, menyusun hipotesis, menguji hipotesisnya dengan melakukan

eksperimen atau penelitian, menganalisis data hasil eksperimen dan yang terakhir
pengambilan kesimpulan atas suatu hal yang diteliti.
Seorang peneliti dalam merumuskan masalah harus melakukan pengamatan,
observasi dan menganalisa data hasil observasi yang dilakukan pada objek penelitian,
sedangkan hipotesis disusun berdasarkan masalah-masalah yang diajukan. Pengujian
kebenaran hipotesis dapat dilakukan dengan eksperimen atau penelitian. Jenis penelitian
yang dilakukan tergantung dari perumusan masalah yang diajukan. Teknik analisa data
hasil penelitian tergantung dari jenis penelitian yang dilakukan, apakah penelitian yang
dilakukan menghasilkan data numerik atau data deskriptif. Pengambilan kesimpulan
didasarkan hasil analisa data yang dilakukan, apakah hasil analisa data sesuai dengan
hipotesis atau tidak, jika sesuai maka penelitian yang dilakukan bisa dikatakan berhasil.
Penerapan metode ilmiah di atas melibatkan berbagai keterampilan yang sering
dinamakan dengan keterampilan proses. Karena pentingnya keterampilan proses untuk
mendapatkan hasil yang baik, maka para peneliti harus memiliki keterampilan-keterampilan
tersebut, yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, melakukan eksperimen,
mengolah data, dan mengambil hasil kesimpulan serta hal-hal penting yang lain.
Keterampilan proses dapat diartikan sebagai keterampilan yang diperoleh dari
latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi (Holil,2008). Kemampuankemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan
menjadi suatu keterampilan.
Menurut Semiawan (dalam Cholifah,1989:19), yang dimaksud keterampilan proses
adalah menyangkut keterampilan-keterampilan, antara lain: (1) mengobservasi, (2)
membuat hipotesis, (3) merencanakan eksperimen, (4) mengendalikan variabel, (5)
menginterpretasi data, (6) menyusun kesimpulan, (7) memprediksi, (8) menerapkan, (9)
mengkomunikasikan.Sembilan keterampilan itu dijabarkan lagi menjadi sejumlah
keterampilan spesifik seperti berikut.
1. Mengamati

Melihat. mendengar, merasa,meraba, mencicipi, mengecap, menyimak, mengukur, dan
membaca.
2. Mengklasifikasikan
Mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan, mengkontraskan, mencari
dasar penggolongan.
3. Menginterprestasikan
Menaksir, memberi arti, memproposisikan, mencari hubungan ruang/waktu, menemukan
pola, menarik kesimpulan, menggeneralisasi.
4. Meramalkan
Mengantisipasi (berdasarkan kecenderungan, pola atau hubungan antar data atau
informasi).
5. Menerapkan
Menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai atau keterampilan
dalam situasi lainnya), menghitung, menentukan variabel, menghubungkan konsep,
merumuskan pertanyaan penelitian, menyusun hipotesis dan membuat model.
6. Merencanakan
Menentukan masalah/obyek yang akan diteliti, menentukan tujuan penelitian, menentukan
sumber data/informasi, menentukan cara analisis, menentukan langkah-langkah
pengumpulan data/informasi, menentukan alat,bahan dan sumber kepustakaan,
menentukan cara melakukan penelitian.
7. Mengkomunikasikan
Berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, bertanya, merenungkan, mengarang,me
meragakan, mengungkapkan/melaporkan (dalam bentuk lisan,tulisan, gambar, gerak atau
tampilan).
(Nur,2003:13-15)
Bila rincian keterampilan-keterampilan proses diatas diperhatikan dengan seksama,
maka proses atau keterampilan proses itu memang benar merupakan perangkat
keterampilan kompleks yang digunakan ilmuan dalam mengembang-kan ilmu. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah kondisi awal siswa, kondisi guru, kondisi lingkungan, sarana dan

prasarana, materi pembelajaran, ketersediaan waktu dan lain sebagainya. Kondisi siswa
yang menyebabkan ketidakmungkinan pelaksanaan pelatihan semua aspek keterampilan
proses ialah kondisi keterampilan yang sudah dimiliki siswa, motivasi, usia siswa, kondisi
perekonomian siswa dan lain sebagainya. Kondisi guru yang mempengaruhi adalah
pengetahuan yang dimiliki oleh guru pasti terbatas, motivasi dalam membelajarkan siswa,
kondisi psikologis dari guru itu sendiri dan lain sebagainya. Pelaksanaan keterampilan
proses juga harus memperhatikan lingkungan sekitar, apakah keterampilan proses yang
dilatihkan sesuai dengan kondisi lingkungan tersebut atau ataukah tidak.
Hal yang terpenting dalam pelaksanaan keterampilan proses ialah sarana dan
prasarana yang ada. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang mendukung tidak mungkin
pelatihan keterampilan proses akan berjalan dengan lancar. Pelatihan keterampilan proses
juga harus memperhatikan materi pelajaran yang diajarkan, karena tidak semua materi
pelajaran memerlukan kajian secara ilmiah dan mendetail untuk mempelajarinya. Selain itu
waktu yang terbatas dalam proses pembelajaran juga dapat menjadi kendala dalam
pelaksanaan pelatihan keterampilan proses.
Menurut Amin (1987:12) Proses ilmiah adalah proses yang biasanya diikuti oleh
ilmuan dalam memecahkan suatu permasalahan, Sedangkan menurut Semiawan (dalam
Cholifah, 2007:18), menyatakan bahwa proses ilmiah merupakan suatu proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan faktafakta, membangun konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap
ilmiah sendiri. Berdasarkan pendapat diatas, diperoleh bahwa keterampilan proses ilmiah
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa yang merupakan bagian dari studi sains
dan terdiri dari seperangkat komponen, yaitu keterampilan dalam melakukan kegiatan
mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, merumuskan hipotesis,
mengidentivikasi variabel, dan membuat kesimpulan. Seperangkat keterampilan ini
merupakan seperangkat keterampilan yang biasa digunakan ilmuan dalam melakukan
penyelidikan ilmiah.
Menurut W.Gulo (dalam Sudarman:2008) proses ilmiah terdiri dari:
1) melakukan pengamatan,

2) mengumpulkan dan mengorganisasikan data,
3) mengidentifikasikan variable,
4) merumuskan dan menguji hipotesis,
5) mengambil kesimpulan.
C. Penerapan Inquiry Training Model untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Ilmiah
Siswa
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006). Salah satu
tujuan dari pembelajaran fisika adalah mengembangkan keterampilan proses siswa
seperti : mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan
dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan
hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Tujuan pembelajaran ini akan tercapai dengan
baik jika dalam proses pembelajaran digunakan model pembelajaran yang tepat oleh guru.
Model pembelajaran yang diterapkan haruslah berpusat pada siswa dan berorientasi pada
penemuan, penyelidikan, pemecahan masalah dengan menggunakan atau sambil
mengembangkan keterampilan proses. Peran guru adalah sebagai katalisator, pembimbing,
pengamat dan evaluator.
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran serta menitikberatkan pada kegiatan siswa pada proses penemuan adalah
model latihan inkuiri. Menurut Joyce et al(dalam Laksmi:2007), model latihan inkuiri
dirancang untuk melatih siswa dalam suatu penelitian ilmiah, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan dan mengembangkan rasa ingin tahu dalam diri siswa, menumbuh
kembangkan kemampuan intelektual dalam berfikir induktif, kemampuan meneliti,
kemampuan berargumentasi dan kemampuan mengembangkan teori. Selain itu, model
latihan inkuiri juga dirancang agar siswa dapat langsung mengontrol sendiri

pembelajarannya (Suchman dalam Laksmi:2007). Jadi, penerapan model latihan inkuiri
dalam proses pembelajaran benar-benar melibatkan siswa untuk aktif berfikir dan
menemukan pengertian yang ingin diketahuinya, sedangkan guru hanya berperan sebagai
fasilitator yang bertugas menyediakan kondisi yang seperti biasanya, mengatur prosesnya,
mengatur kegiatan belajar mengajar dan membantu siswa dalam mengevaluasi
kemajuannya.
Berdasarkan tujuan dari pembelajaran dengan latihan inkuiri tersebut diatas, maka
model pembelajaran latihan inkuiri dianggap sangat tepat diterapkan di kelas X-4 SMAN 5
Denpasar sebagai alternatif pemecahan masalah rendahnya keterampilan proses ilmiah
siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik serta
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahan pada konteks khusus yang
alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:6). Penelitian ini
memenuhi karakteristik penelitian kualitatif yaitu (1) penelitian pada latar alamiah, (2)
manusia sebagai instrumen, (3) menggunakan metode pengamatan, wawancara, atau
penelaahan dokumen, (4) analisis data secara induktif, (5) lebih mementingkan proses
daripada hasil, (6) desain bersifat sementara, (7) deskriptif, dan (8) adanya batas yang
ditentukan oleh fokus (Moleong, 2006:8-11).
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau
sering disingkat PTK. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh
guru dengan tujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan kualitas atau hasil
pembelajaran di kelas (Muhardjito:2005). Menurut Sugyanto(dalam Ahmad, 2006:23),
penelitian tindakan kelas merupakan riset terapan yang dilaksanakan di tingkat kelas untuk

mendapatkan solusi dari permasalahan spesifik di kelas atau untuk mengujicobakan hal-hal
yang baru dalam pembelajaran dengan cara mengidentifikasi masalah, menyusun rencana
tindakan, melaksanakan tindakan, mengambil data, dan menganalisis data.
B. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Denpasar yang terletak di Jl. Kamboja No 4
Denpasar. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas XI-4 yang berjumlah 37 siswa,
terdiri dari 11 putra dan 26 putri.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester Genap tahun ajaran 2013/2014, yaitu
pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014. Jadwal penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
C. Data dan sumber data
Data dalam penelitian ini adalah keterampilan proses ilmiah siswa kelas XI-4 SMA
Negeri 1 Denpasar. Sumber data dalam penelitian ini adalah perilaku siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
D. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, antara lain:
1. Format Observasi Pembelajaran
Format observasi digunakan untuk memperoleh data keterlaksanaan pembelajaran
model latihan inkuiri.Format observasi ini berisi semua kegiatan yang dilakukan oleh guru
selama proses pembelajaran berlangsung. Format disajikan dalam Lampiran 4.
2. Format Penilaian keterampilan proses ilmiah siswa
Format penilaian ini digunakan untuk memperoleh data keterampilan proses ilmiah siswa
kelas XI-4 selama pelaksanaan tindakan (melakukan Pengamatan, mengumpulkan dan
mengorganisasikan data, mengidentifikasikan variable,merumuskan dan menguji hipotesis,
dan mengambil kesimpulan). Format penilaian keterampilan proses ilmiah siswa ini dapat
dilihat pada Lampiran
3. Format catatan lapangan

Format catatan lapangan digunakan untuk mencatat segala hal yang berhubungan dengan
kegiatan pembelajaran yang tidak tercantum dalam format penilaian keterampilan proses
ilmiah siswa. Format catatan lapangan dapat dilihat pada Lampiran
4. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS digunakan untuk memandu siswa dalam melaksanakan praktikum dan melatih
keterampilan proses ilmiah siswa. LKS disajikan dalam Lampiran 4a dan 4b.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
teknik Observasi, wawancaradan Dokumentasi.
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini terdiri dari observsi awal dan observasi selama
pelaksanaan tindakan. Observasi awal dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal
sebelum dilaksanakan tindakan, yaitu dengan mengadakan pengamatan ke dalam kelas
dan observasi di laboraturium fisika. Keadaan awal keterampilan proses ilmiah siswa diukur
berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung sebelum dilaksanakan
tindakan, sedangkan observasi selama pelaksanaan tindakan merupakan pengamatan
peneliti terhadap kegiatan pembelajaran selama penerapan model latihan inkuiri, yang
hasilnya dapat diketahui dari pencapaian indikator-indikator keterampilan proses ilmiah
yang sudah dikembangkan.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah hasil observasi selama pelaksanaan
tindakan (rubrik penilaian keterampilan proses ilmiah), catatan lapangan, skenario
pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS), nilai ulangan dan foto-foto.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan
perbaikan-perbaikan yang ingin dicapai melalui tahap refleksi. Selanjutnya untuk
memperoleh informasi awal mengenai pemahan konsep fisika siswa dilakukan observasi
awal berupa tes diagnostik. Prosedur-prosedur tindakan kelas antara lain:
1. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan mengumpulkan data penelitian adalah sebagai berikut.

a. Melakuakan observasi awal untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran, laboraturium,
sarana dan prasarana lain yang mendukung sebelum dilakukan tindakan.
b. Berdiskusi dengan dosen pembimbing mengenai pokok bahasan yag akan dipilih untuk
menerapkan pembelajaran model latihan inkuiri.
c. Menentukan jadwal penelitian.
d. Menyusun rencana pembelajaran (RPP) sesuai tahap-tahap model latihan inkuiri untuk
materi yang akan dibahas, berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
e. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan materi yang akan dibahas.
f. Menyusun instrumen penelitian tentang keterampilan proses ilmiah yang disesuaikan
dengan tahap-tahap pembelajaran dengan model latihan inkuiri.
g. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan selama penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
dua siklus penelitian, yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing dari siklus baik siklus I
maupun siklus II terdiri dari beberapa tahapan, yaitu 1) perencanaan (planning), 2)
pelaksanaan tindakan (acting), 3) observasi (observing), dan 4) refleksi (reflection). Berikut
disajikan gambaran pelaksanaan siklus penelitian tindakan kelas yang dilakukan.

PLAN
REVISED PLAN
Reflekct
Observe
Act

Reflektif
Observe
Act

Gambar 1. Siklus Model Kemmis dan Taggart
(Sumber: Kemmis dan Taggart, 1988 dalam wiriatmadja, 2006: 66)
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini meliputi:
a. Siklus I
1) Perencanaan I
Mengidentifikasi masalah berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran fisika di
kelas XI-4 SMA N 1 Denpasar dan hasil wawancara dengan siswa tentang kesulitan dalam
menguasai konsep fisika dan metode pembelajaran yang dipakai sebelumnya.
Merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan identifikasi masalah yaitu
penerapan model latihan inkuiri.
Menentukan materi pembelajaran. Materi yang digunakan pada siklus I yaitu pokok
bahasan suhu dan kalor dengan sub pokok bahasan kalor
menyusun instrumen pembelajaran berupa RPP dan lembar kerja siswa (LKS) yang
berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
menyusun instrumen penelitian yang meliputi pedoman observasi pembelajaran dan
pedoman observasi keterampilan prroses ilmiah siswa, catatan lapangan, serta rekaman
data.
2) Tindakan I
Tindakan yang dilakukan merupakan pelaksanaan perencanaan tindakan. Pelaksana
tindakan adalah peneliti sendiri. Tindakan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
penerapan pembelajaran model latihan inkuiri. Langkah- langkah (sintaks) model
pembelajaran latihan inkuiri sebagai berikut. Menghadapkan pada masalah, tahap
pengumpulan data-verifikasi, Pengumpulan data-eksperimentasi, mengorganisasi,
merumuskan penjelasan, merumuskan hukum-hukum atau penejelasan-penjelasan, dan
menganalasis proses inkuiri.
3) Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secermat mungkin mengenai keterampilan proses ilmiah
siswayang terdiri dari keterampilan mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi
data, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, dan membuat kesimpulan.

Membuat catatan lapangan mengenai penerapan pembelajaran model latihan inkuiri dan
segala sesuatu yang terjadi di luar hal yang tercantum dalam format observasi.
4) Refleksi I
Tahapan refleksi I dilakukan untuk membahas pelaksanaan tindakan pembelajaran
sebelumnya. Tahapan ini meliputi pelaksanaan perencanaan I, keterlaksanaan RPP,
keefektifan LKS, pemberian tindakan pada kelas serta hal-hal yang perlu dikembangkan
pada siklus berikutnya. Refleksi ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai faktor
pendukung, penghambat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan siklus I.
b. Siklus II
1) Perencanaan II
Perencanaan yang dilakukan pada siklus ini menggunakan hasil refleksi pada
siklus I.Perencanaan yang dilakukan pada tahapan ini untuk memperbaiki
penerapan tindakan kelas pada pelaksanaan siklus I. Perencanaan yang
dilakuakn antara lain.
Menentukan materi pembelajaran. Materi yang digunakan pada siklus II yaitu pokok
bahasan listrik dinamis dengan sub pokok bahasan rangkaian listrik seri paralel
menyusun instrumen pembelajaran berupa RPP yang berdasarkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).
menyusun instrumen penelitian yang meliputi pedoman observasi pembelajaran, pedoman
observasi keterampilan prroses ilmiah siswa, catatan lapangan, soal postes serta rekaman
data.
Mengidentifikasi kekurangan pada siklus I yaitu tujuan yang belum tercapai pada saat
refleksi.
Merencanakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan identifikasi hasil refleksi I
Menyusun instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan II (berupa rancangan
pembelajaran, alat evluasi, media pembelajaran, pedoman observasi dan perekaman
proses pembelajaran).
2) Tindakan II

Guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan perangkat yang telah disusun
sebelunya seperti RPP,LKS. Pada akhir siklus dilakukan postes untuk mengukur tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
Peneliti selaku guru melakukan observasi dan dibantu oleh guru fisika observer yang lain
3) Observasi II
Selama pelaksanaan tindakan II, diikuti pelaksanaan observasi keterampilan proses ilmiah
siswa yang dipandu dengan rubrik penilaian keterampilan proses ilmiah siswa, dengan
melakukan observasi pada siklus II ini akan diperoleh besarnya skor keterampilan proses
ilmiah siswa yang dicapai pada siklus II, yang selanjutnya akan diketahui apakah ada
peningkatan keterampilan proses ilmiah siswa setelah diberi tindakan berupa pembelajaran
model latihan inkuiri pada siklus II dengan keterampilan proses ilmiah siswa pada siklus I.
4) Refleksi II
Refleksi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan II terhadap
pemecahan masalah. Hasil Refleksi II menggambarkan segala kegiatan penelitian pada
siklus II. Pengguna data dapat mengetahui kondisi nyata dilapangan dengan mempelajari
hasil refleksi ini.
Pada akhir kegiatan dari siklus I dan siklus II, dilakukan analisis hasil secara keseluruhan
untuk membuat kesimpulan, mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kegiatan penelitian
yang dilakukan. Siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I, siklus ini merupakan
perbaikan dari tindakan pada siklus I. Perbaikan pada siklus II dilakukan setelah melakukan
Refleksi I dan perencanaan II. Tindakan II dikatakan keberhasilan Apabila keterampilan
proses ilmiah siswa pada tindakan II mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tindakan I.
G. Teknik Analisa Data
Analisi data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu (1) reduksi data, (2) display
data, (3) penarikan kesimpulan, verifikasi data, dan refleksi.
1. Reduksi Data
Mereduksi data dilakukan setelah semua data yang telah diperoleh dari hasil
observasi, dandokumentasi yang telah ditulis dalam lembar rekaman data yang sudah

disiapkan. Data keterampilan poses ilmiah siswa selama proses pemebelajaran merupakan
data mentah. Data tersebut keemudian disingkat, direduksi dan disusun secara sistematis,
sehingga data yang diperoleh dalam kondisi yang mudah dimengerti dan dikenali.
2. Penyajian Data
Displai data merupakan tahapan analisis data yang berusaha mendeskripsikan
temuan penelitian. Temuan penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan format
rekaman data.
3. Penarikan Kesimpulan, Verifikasi, dan Refleksi
Berdasrkan displai data, ditarik suatu kesimpulan, sehingga didapatkan
temuan. Temuan ini kemudian diverifikasi atau dilakukan pengecekan keabsahan temuan
data. Berdasarkan temuan tersebut, selanjutnya dilakuakn pemaknaan (refleksi) sehingga
diperoleh kesimpulan akhir. Hasil dari kesimpulan akhir tersebut, dipakai sebagai bahan
untuk menyusun tindakan selanjutnya.
Dalam menganalisis keterampilan proses ilmiah siswa digunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif dengan persentase. Menurut arikunto (2000:246), perumusan
persentase sebagai berikut.
P =  100 %
Dengan P = persentase keterampilan proses ilmiah siswa
X = skor keterampilan proses ilmmiah yang dicapai siswa
Y = skor maksimum/ideal kemampuan berpikir kritis siswa
Sebagai pedoman dalam penarikan kesimpulan dari hasil analisis data, ditetapkan
kriteria yang juga mengacu pada pendapat arikunto (2000:352) dengan
kriteria yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kriteria keberhasilan Keterampilan Proses Ilmiah

No Persentase keberhasilan (%) Taraf Keberhasilan
1. 92 – 100 sangat baik
2. 75 – 91 baik
3. 50 – 74 cukup baik
4. 25 – 49 kurang baik
5. 0 – 24 sangat kurang
H. Pengecekan keabsahan data

Kegiatan ini digunakan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian seteliti mungkin
sehingga nantinya hasil peenelitian dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan. Dalam
penelitian ini, teknik pengecekan keabsahan data yang digunakan sesuai dengan pendapat
Moleong (2006:327-331) meliputi.
1. Perpanjangan Keikut Sertaan
Keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikut sertaan
tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan waktu yang cukup
lama yakni memerlukan perpanjangan keikut sertaan penelliti. Perpanjangan keikut sertaan
peneliti memungkinkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. Perpanjangan
keikutsertaan juga menuntut peneliti untuk terjun ke lokasi dalam waktu yang cukup lama
guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data
(Moleong,2006: 328). Perpanjangan keikut sertaan yang dilakuakn peneliti adalah dua
siklus untuk memperdalam pengujian pembelajaran model latihan ikuiri dalam
meningkatkan keterampilan proses ilmiah siswa.
2. Ketekunan/ Keajegan Pengamat
Peneliti melakukn pengamatan secara rinci, teliti, dan secermat mungkin terhadap
faktor yang berkaitan dengan keterampilan proses ilmiah siswa. Kedudukan peneliti
sebagai instrrumen pengumpul data sangat memerlukan ketekunan dalam melakukan
pengamatan sejak awal sampai penelitian berakhir agar diperoleh data yang utuh, lengkap,
kompleks, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data yang telah diperoleeh (Moleong,2006:330). Teknik triangulasi yang dgunakan dalam
penelitian ini adalah teknik triagulasi sumber, yang dilaksanakan dengan membandingkan
data hasil pengamatan dan catatan lapangan.
foto-foto kegiatan penelitian