BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Tindak Tutur dalam Komik Detektif Conan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

  Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa

  2.1.1 Tindak Tutur

  Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan sangat penting di dalam pragmatik.Hal tersebut karena tindak tutur merupakan satuan analisis pragmatik.Pada tahun 1962, Austin dalam bukunya yang berjudul How to

  

do Things with Words mengatakan bahwa dalam mengujarkan sebuah kalimat

  tertentu dipandang sebagai melakukan tindakan (act), di samping mengucapkan kalimat tersebut. Austin membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu: lokusi, ilokusi, dan perlokusi, maka Searle (1979) dalam bukunya

  

Speech Acts Theory and Pragmatics , ia membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima

kategori yaitu: asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.

  2.1.2 Komik

  Komik adalah suatu be

  Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengadimuat dalam sendiri (http://id.wikipedia.org/wiki/Komik).

2.1.3 Sinopsis Komik Detektif Conan

   ketika mengawasi sebuah pemerasan.Ia kemudian diberi minum racun misterius yang baru selesai dikembangkan untuk membunuhnya. Namun, sebuah efek tersebut mengakibatkan tubuhnya mengecil seperti anak kecil berusia tujuh tahun setelah mereka meninggalkannya.

  Untuk menyembunyikan identitasnya dan untuk menginvestigasi keadaan sindikat tersebut, yang selanjutnya dikenal dengan namaOrganisasi Berbaju

  

Hitam atau mencari jejak sindikat tersebut, dia tinggal bersama dengan

  teman sejak kecilnya bernama merupakan seorang detektif swasta.Dia bersekolah di SD Teitan dan membentuk Meskipun tubuhnya mengecil, ia tetap memecahkan kasus. Biasanya ia menyelesaikan kasus-kasus tersebut dengan meniru suara Kogoro Mouri dengan alat yang diciptakan oleh tetangganya,

  Kogoro Mouri seorang detektif yang agak bodoh awalnya bingung pada kemampuan memecahkan kasusnya meningkat secara mendadak. Kemudian ia tidak heran karena ia senang ketenarannya semakin meningkat. Ran Mouri pernah beberapa kali mencurigai bahwa Conan adalah Shinichi. Namun, kecerdikan Conan membuat Ran pun percaya bahwa Conan bukanlah Shinichi.

  Selanjutnya dalam seri ini, tokoh utama lainnya,muncul. Ai adalah seorang mantan anggota Organisasi Hitam yang memiliki nama sandi "Sherry". Nama aslinya adalah Shiho Miyano.Dia seorang ilmuan yang Setelah kakaknya secara kejam dibunuh oleh anggota Organisasi Hitam, ia mencoba keluar dari organisasi itu namun ia ditangkap. Dia mencoba bunuh diri dengan menelan pil APTX 4869 namun ternyata tubuhnya mengecil, dan dia berhasil kabur dari organisasi tersebut.

  Dia kemudian bersekolah di SD Teitan dengan nama samaran "Ai Haibara". Dia mengetahui identitas asli Conan dan membantunya dalam perjuangan Conan untuk menjatuhkan Organisasi Hitam.Kemudian, Conan terlibat dengan(FBI), dan mereka berhasil menangkap seorang anggota Organisasi Hitam. Kir kemudian diketahui merupakan seorang agen CIA yang menyamar, dan berjanji akan memberi informasi tentang Organisasi Hitam kepada FBI. Mereka kemudian mengembalikan Kir ke organisasi tersebut. Kemudian, dia memberitahukan kepada FBI bahwa di Organisasi Hitam ada seorang anggota baru dengan nama sa

2.2 Landasan Teori

  Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan yang ada, baik di lapangan maupun kepustakaan. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

  2.2.1 Pragmatik

  Leech (dalam edisi terjemahan M. D. D. Oka, 1993:8) pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech “pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi”.

  2.2.2 Aspek Situasi Tutur

  Pragmatik adalah ilmu yang sangat berkaitan dengan adanya situasi yang ditafsirkan. Inilah yang membedakan antara pragmatik dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti halnya semantik, yang dapat memperoleh makna tanpa harus menggunakan konteks atau situasi. Adapun pragmatik adalah ilmu yang memerlukan konteks atau situasi, karena tanpa adanya situasi maka kita tidak dapat menafsirkan maksud dari tuturan yang diujarkan.

  Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini Leech (dalam edisi terjemahan M.D.D. Oka, 1993: 19-20) membedakan fenomena ilmu pragmatik dengan ilmu lainnya, yaitu menggunakan salah satu dari beberapa aspek situasi ujar berikut ini.

  a.

  Yang menyapa (penutur) atau yang disapa (lawan tutur) Percakapan dilakukan oleh penutur dan mitra tutur yang berkomunikasi satu sama lain. Penutur mengujarkan tuturannya kepada lawan tutur, kemudian tuturan atau isi pesan yang terdapat dalam tuturan itu ditangkap oleh lawan tutur.Maka lawan tutur harus mampu menafsirkan maksud dari tuturan yang diujarkan oleh penutur.

  b.

  Konteks sebuah tuturan Konteks diartikan sebagai aspek yang bergayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks juga merupakan suatu pengetahuan membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan.

  c.

  Tujuan sebuah tuturan Sebuah tuturan memiliki tujuan tertentu untuk mendapatkan kesepakatan antara penutur dan lawan tutur. Hal tersebut tentu saja memerlukan latar belakang atau pengetahuan yang sama, yang dimiliki antara si penutur dan lawan tutur dengan menggunakan kerja sama antara penutur dengan lawan tutur untuk mencapai kesepakatan bersama. Tujuannya sendiri dapat berarti sebuah maksud, karena dalam ilmu pragmatik satu tuturan berarti mempunyai berbagai maksud, dan satu maksud dapat diujarkan melalui berbagai tuturan.

  d.

  Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak ujar Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan yang berkaitan dengan maksud ilokusi, yaitu saying something doing something.Dalam hal ini sebuah tuturan yang diujarkan oleh penutur menimbulkan suatu tindakan dari lawan tutur atau pendengar.Seperti dikatakan oleh Leech (dalam edisi terjemahan M. D. D. Oka, 1993:20) bahwa pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau performasi-performasi verbal yang terjadi dalam situasi dan waktu tertentu.

  e.

  Tuturan sebagai produk tindak verbal Produk tindak verbal sama halnya seperti tindakan atau kegiatan tindak ujar. Maka tuturan pun dapat digunakan dalam pengertian lain, yaitu

2.2.3 Tindak tutur

  Teori tindak tutur sendiri (speech acts) berawal dari ceramah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris yaitu John L. Austin, pada tahun 1955 di Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul How To Do Things With Word. Kemudian dikembangkan oleh Searle secara mantap dalam bukunya yang berjudul Speech Acts : An Easy in the Philosophy of

Language . Menurutnya, dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur.

  Interaksi lingual bukan hanya lambang, kata atau kalimat, melainkan lebih tepatnya bila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur.

  Dalam bukunya How To Do Things With Words, Austin membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi dua yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia. Sedangkan tindak tutur performatif adalah tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu, pemakai bahasa tidak dapat mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar tetapi sahih atau tidak.

  Berdasarkan ilmu pragmatik ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu: (1) lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi.

  Ketiga jenis tindak tutur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

  (1) Lokusi dari suatu ucapan adalah makna dasar dan referensi dari ucapan itu (Austin dalam Siregar, 1997: 38).

  Ilokusi dari suatu ucapan adalah daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai suatu perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan sebagainya (Austin dalam Siregar, 1997: 38). (3)

  Perlokusi dari suatu ucapan adalah hasil dari apa yang diucapkan pada pendengarnya (Austin dalam Siregar, 1997: 38).

  Apabila Austin membagi tuturan berdasarkan jenisnya menjadi tiga jenis, yaitu tuturan lokusi, ilokusi, dan perlokusi, maka Searle (dalam Tarigan, 1990: 47-48) mengembangkan berdasarkan kategorinya menjadi lima. Ia membagi tindak ilokusi menjadi lima kategori berikut ini.

  (1) Asertif

  Tindak tutur asertif melibatkan penutur pada kebenaran proposisi yang diekspresikan. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini, misalnya: menyatakan, memberitahukan, menyarankan, membanggakan, mengeluh, menuntut, melaporkan.

  (2) Direktif

  Tindak tutur direktif merupakan usaha si penutur untuk meminta si pendengar melakukan sesuatu. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini, misalnya: memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasihatkan.

  (3) Komisif

  Tindak tutur komisif melibatkan penutur pada beberapa tindakan yang akan datang. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini, (4)

  Ekspresif Tindak tutur ekspresif mempunyai fungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan, atau memberitahukan sikap psikologis penutur. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini, misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. (5)

  Deklaratif (Leach dalam edisi terjemahan M. D. D. Oka, 1993:328-329 mengatakan deklarasi) Tuturan deklarasi mengungkapkan adanya kesesuaian antara isi proposisional dengan realitas.Isi pernyataan dari tuturan deklarasi ini dilakukan oleh seseorang yang mempunyai wewenang khusus dalam lembaga tertentu.Contoh klasik adalah hakim yang menjatuhkan hukuman, pendeta yang membabtis anak-anak, orang yang terkemuka yang menamai kapal dan sebagainya. Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini, misalnya: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membabtis, memberi nama, menamai, mengucilkan, mengangkat, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis, dan sebagainya.

2.2.4 Konteks

  Dell Hymes (dalam Chaer, 1995: 62), seorang pakar sosiolinguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah: P (= Participants) E (= Ends: purpose and goal) A (= Act sequence) K (= Key: tone or spirit of act) I (= Instrumentalities) N (= Norms of interactions and interpretation) G (= Genres)

  Setting and scene . Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat

  tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, dan situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi.Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

  Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan bisa

  pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim atau penerima pesan. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi sebagai pengkotbah di mesjid, kothib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran.Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya seorang anak akan menggunakan ragam bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau

  Ends , merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.Peristiwa tutur yang

  terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan kasus perkara.Namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.Dalam peristiwa tutur di ruang kuliah, dosen yang cantik itu berusaha untuk menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya.Namun, barang kali di antara para mahasiswa itu ada yang datang hanya untuk memandang wajah dosen yang cantik itu.

  Act sequence , mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran

  ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam perkuliahan umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda.Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

  Key , mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan

  disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

  Instrumentalities , mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

  lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register. dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

  Genre , mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

  Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2005:1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2005: 912). Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk ditinjau dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut.

  Maharani (2007) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur .Ia membahas tentang jenis-jenis tindak tutur

  Percakapan Dalam Komik Asterix

  percakapan berdasarkan teori J.L. Austin yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi serta analisis pasangan berdampingan yang terdapat dalam percakapan komik

  Asterix seri ke-20.

  Farida Malau (2009) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Dalam

  

Seri Cerita Kenangan Agenteuil Hidup Memisahkan Diri Karya NH.Dini. Ia

  membahas tentang jenis-jenis tindaktutur berdasarkan teori Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur dalam Seri Cerita Argenteuil tutur saja yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif dan tindak tutur deklaratif sedangkan tindak tutur ekspresif tidak ada ditemukan.

  Nelly Yani (2006) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi

  

Dalam Wacana Komik di Majalah Annida. Ia membahas tentang tindak tutur

  ilokusi berdasarkan pendapat Searle, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur deklaratif dan tindak tutur ekspresif.

  Dari beberapa penelitian terdahulu di atas, dapat diketahui bahwa penelitian Tindak Tutur dalam Komik Detektif Conanbelum pernah diteliti.Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian khususnya jenis tindak tutur dan kategori tindak tutur.