Konsep Dasar dan Model Keperawatan Jiwa

(1)

KEPERAWATAN JIWA

KONSEP DASAR DAN MODEL KEPERAWATAN JIWA

Faisal Kholid Fahdi, M.Kep DISUSUN OLEH :

1. Khairun Nisa 9. Rinda Farlina 2. Fitri Ratnawati 10. Riki Sulindra 3. Audina Safitri 11. Faleria Novianti 4. M. reza Ramadhan 12. Annisa Rosalita 5. Bagus Febry Hariandi 13. Arief Widodo 6. Cici Novarianti 14. Khairunnisa

7. Tri Mutiara Dayani 15. Elsa Aurelia Suci Avilla 8. Ulfa Muzliyati 16. Tri Supartini

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA 2016


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang Konsep Dasar dan Model Keperawatan Jiwa ini.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur mata kuliah Keperawatan Jiwa Tahun Akademik 2016/2017 di Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak-pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :

1. Bapak Ns. Faisal Kholid Fahdi, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura,

2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura

3. Pihak yang membantu baik secara langsung maupun tak langsung.

Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan suatu manfaat bagi kita semua dan memilki nilai ilmu pengetahuan.

Pontianak, 15 September 2016


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

... 1

1.2 Rumusan Masalah

... 2

1.3 Tujuan Umum

... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep dasar keperawatan jiwa

... 3

2.1.1. Definisi

... 3

2.1.2. Peran Perawat Jiwa

... 6

2.1.3. Prinsip Keperawatan Jiwa

... 7

2.1.4. Perkembangan Keperawatan Jiwa

... 10

2.2. Model Konsep Keperawatan Jiwa

... 19


(4)

2.2.1. Model Psikoanalisa ... 19

2.2.2. Model Interpersonal

... 20

2.2.3. Model Sosial

... 21

2.2.4. Model Eksistensi

... 22

2.2.5. Model komunikasi

... 23

2.2.6. Model Perilaku

... 24

2.2.7. Model Medikal

... 24

2.2.8. Model Keperawatan

... 26

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

... 27

3.2 Penutup

... 28


(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap orang di dunia berusaha untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Berbagai upaya mereka lakukan untuk mencapainya. Dalam usaha pencapaian tersebut, manusia selalu dihadapkan pada berbagai pilihan yang terkadang bersifat kontroversial. Setiap pilihan yang diambil mengandung resiko. Tidak memilih pun adalah sebuah resiko. Kesalahan menentukan pilihan yang terbaik dalam hidup akan menimbulkan perasaan bersalah, penyesalan, dan kekecewaan pada individu. Pada akhirnya, ini akan menyebabkan gangguan jiwa/mental.

Penyakit-penyakit kejiwaan seperti sombong, benci, dendam, fanatisme, serakah, dan kikir disebabkan oleh bentuk kelebihan. Rasa takut, kecemasan, pesimisme, HDR, adalah kekurangan.

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama diberbagai negara maju, modern dan industri. Menurut penelitian WHO (World Health Organization), prevalensi gangguan jiwa adalah 100 jiwa/1000 penduduk. Data statistik yang dikemukakan oleh WHO (1990) menyebutkan bahwa setiap saat 2–3% dari penduduk di dunia berada dalam keadaan membutuhkan pertolongan serta pengobatan untuk suatu ganguan jiwa. Hasil riset WHO diperkirakan pada setiap saat, 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat (Rizki, 2012). Data yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Prevalensi gangguan jiwa tertinggri di Indonesia terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (24,3%), diikuti Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat (17,7%), NTB (10,9%), Simatera Selatan (9,2%) dan Jawa Tengah (6,8%). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2007), menujukkan bahwa


(6)

prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat tempat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Depkes RI, 2008).

Prevalensi gangguan jiwa di Kalimantan Barat khususnya yang ada di Rumah Sakit Khusus Provinsi Kalimantan Barat jumlah pasien yang berkunjung di ruang rawat jalan ialah, kasus baru mencapai 265 pasien dari periode Januari sampai dengan September. Sedangkan kasus lama berjumlahkan 8.659 dari periode Januari sampai dengan September. Prevalensi gangguan jiwa berat di Kalimantan Barat yaitu 0,7 % (Riskesdas, 2013).

Setelah mengetahui jumlah prevalensi yang ada di dunia, di Indonesia dan Kalimantan Barat maka sangat diperlukan adanya tenaga kesehatan jiwa yang diharapkan dapat membantu dalam mengatasi masalah kejiwaan salah satunya oleh perawat jiwa. Keperawatan Jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sasaran pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas (Stuart, 2007).

Dalam proses ini perawat mempunyai peran sebagai pendidik, narasumber, penasihat, pemimpin, ahli teknik, dan pengganti. Berdasarkan permasalahan diatas dan pentingnya peran perawat maka disusunlah makalah ini sebagai referensi untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keperawatan jiwa.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa konsep dasar keperawatan jiwa ? 2. Apa saja model keperawatan jiwa ? 1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan jiwa 2. Untuk mengetahui model keperawatan jiwa


(7)

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa

2.1.1 Definisi

2.1.1.1 Definisi Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966, adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut ANA keperawatan jiwa merupakan satu bidang spesialistik praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.

Menurut WHO kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencermikan kedewasaan kepribadiannya.

Kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stres yang serius (Rosdahi, 1999).

Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional, secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966).


(8)

Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan.

Kriteria sehat jiwa meliputi: a. Sikap positif terhadap diri sendiri

Individu dapat menerima dirinya secara utuh, menyadari adanya kelebihan dan kekurangan dalam diri dan menyikapi kekurangan atau kelemahan tersebut dengan baik.

b. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri

Individu mengalami perubahan kearah yang normal sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan dan dapat mengepresikan potensi dirinya.

c. Integrasi

Individu menyadari bahwa semua aspek yang dimilikinya adalah satu kesatuan yang utuh dan mampu bertahan terhadap stres dan dapat mengatasi

d. Persepsi sesuai dengan kenyataan

Pemahaman individu terhadap stimulus eksternal sesuai dengan kenyataan yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada informasi baru, dan memiliki empati terhadap perasaan dan sikap orang lain.

e. Otonomi

Individu dapat mengambil keputusan secara bertanggungjawab dan dapat mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa bergantung pada orang lain.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup askep konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian diri. Indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi.


(9)

1. Menurut American Nurses Association (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat. Fokusnya adalah penggunaan diri sendiri secara terapeutik, artinya perawat jiwa membutuhkan alat atau media untuk melakukan perawatan. Alat yang digunakan selain keterampilan teknik dan alat-alat klinik, yang terpenting adalah menggunakan dirinya sendiri (use self therapeutic). Sebagai contoh gerak tubuh (posture), mimik wajah (face expression), bahasa (language), tatapan mata (eye), pendengaran (listening), sentuhan (touching), nada suara (vocalization), dan sebagainya.

2. Menurut Depkes RI (1990)

Keperawatan jiwa adalah suatu bidang praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.

3. Menurut Klinton dan Nelson

Perawat jiwa berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik (physiologis needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan mencintai dan disayangi (belonging loving needs), kebutuhan harga diri (self esteem) dan kebutuhan aktualisasi (actualization needs). Klien gangguan jiwa umumnya mengalami gangguan selain fisiologis sebagai keluhan utama, tetapi selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi terganggu sebagai dampak terganggunya kebutuhan psikologis.


(10)

Perawat kesehatan jiwa secara kontinu memiliki peran penting dalam mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko, mengkaji respons pasien terhadap stres sepanjang rentang kehidupannya, dan dalam mengembangkan komunikasi yang terapeutik. Perawat bertanggungjawab secara kontinu dalam seluruh rentang kehidupan klien dari mulai fase anak sampai lansia yang dikenal dengan history live span. Peran lain yang sangat penting berdasarkan definisi di atas adalah mengidentifikasi pasien yang beresiko.

2.1.2 Peran Perawat Jiwa

Peplau mengidentifikasi 4 tahap dalam hubungan interpersonal yaitu sebagai berikut :

a. Orientasi : Fokus menentukan masalah

b. Identifikasi : Fokus respon pasien terhadap perawat c. Eksploitasi : Fokus meminta bantuan profesional d. Resolusi : Fokus mengakhiri hubungan interpesonal

Dalam proses ini perawat mempunyai peran sebagai pendidik, narasumber, penasihat, pemimpin, ahli teknik, dan pengganti. Peran perawat yang lain adalah sebagai berikut :

a. Berkerjasama dengan lembaga kesehatan mental b. Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan

c. Aktif melakukan penelitian

d. Memberikan pelayanan kepada klien diluar klinik e. Membantu pendidikan masyarakat

f. Sebagai pencipta lingkungan terapeutik

Mengembangkan situasi kehangatan, dapat saling menerima, aman, dan rileks.

g. Agen sosial (socializing agent)

Membantu proses partisipasi dalam kelompok h. Sebagai konselor

Mendengarkan keluhan yang diungkapkan pasien berpikir tentang permasalahannya dan memutuskan jalan yang terbaik sesuai dengan kemampuannya.


(11)

Memberi kesempatan pasien belajar segala sesuatu dari orang lain dan mendorongnya menjadi lebih berhasil dan menyenangkan dalam mengembangkan emosional pasien.

j. Mother Surrogete

Memberi bantuan kepada pasien yang tidak mampu menolong dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

k. Teknisi perawatan

Membantu pasien dalam aspek teknisi, seperti pemberian obat-obat yang direncanakan, memonitor, tanda-tanda vita, dan observasi perilaku pasien.

l. Terapis

Memberi bantuan mengembangkan penyembuhan sebatas kewenangan perawat.

2.1.3 Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat. Prinsip keperawatan jiwa berdasarkan pada paradigma kesehatan yang dibagi menjadi 4 komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan, keluarga dan masyarakat. Prinsip keperawatan jiwa berdasarkan pada paradigma kesehatan dibagi menjadi 4 komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

1. Manusia

 Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik

 Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting


(12)

 Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat

 Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri

 Setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan mencapai tujuan hidup

 Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan kemauan untuk mengejar tujuan

 Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang berbeda-beda.

 Setiap individu mempunyai hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusaan yang berhubungan dengan dirinya

 Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan

2. Lingkungan

 Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia, mencakup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan

 Perawat bertanggungjawab dalam memelihara tatanan pengobatan sebagai bagian dari lingkungan fisik dan sosial, yang berhubungan dengan lingkungan personal

 Terapi lingkungan dapat membantu perawat dalam menjaga pola pertahan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan pola interaksi yang sehat

 Perawat berperan sebagai fasilitator interaksi lingkungan kesehatan


(13)

 Sehat adalah simbol perkembangan kepribadian dan proses kehidupan manusia yang berlangsung terus menerus menuju kehidupan yang kreatif dan konstruktif

 Perilaku sehat adalah perilaku yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integrasi pengalaman yang berarti, misalnya pengalaman sakit

 Menurut rentang sehat-sakit atau rentang ansietas manusia sehat diartikan sebagai manusia yang tidak memiliki ansietas

 Intervensi keperawatan berfokus kepada proses membina dan mempertahankan hubungan salong percaya guna memenuhi kebutuhan klien. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu kebutuhan dasar manusia oleh karena itu setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatanyang sama dalam pelayanan kesehatan. 4. Keperawatan

Keperawatan merupakan satu bentuk pelayanan atau asuhan yang bersifat humanistik, profesional, dan holistik berdasarkan ilmu dan kiat, memiliki standar etik, serta dilandasi oleh profesionalisme yang mandiri dan kolaborasi. Konsep keperawatan adalah satu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau masyarakatdalam rentang sehat-sakit (A.Aziz, 2004). Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri sebagai alat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Strategi dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa adalah menggunakan diri secara terapeutik dan interaksi interpersonal dengan menyadari diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan sikap dan perilaku klien. Perawat memberikan


(14)

stimulus yang komunikatif pada klien dan membantu klien berespons secara adaptif menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya.

2.1.4 Perkembangan Keperawatan Jiwa

2.1.4.1 Perkembangan Keperawatan Di Dunia 1. Masa peradaban

Pada masa peradaban telah terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati gangguan jiwa. Hal ini di buktikan dengan di temukannya berbagai tengkorak yang di lobangi di Negara Peru. Di perkirakan tengkorak tersebut adalah tengkorak seorang penderita penyakit ayan atau seorang yang menunjukkan prilaku kekerasan, tindakan tersebut di harapkan dapat mengeluarkan roh jahat yang merasuki tubuh penderita. Pada masa peradaban kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu timbul karena masuknya roh nenek moyang ke dalam tubuh seseorang lalu menguasainya, merupakan sesuatu hal yang universal. Usaha pengobatan untuk mengusir roh-roh yang menjadi penyebab gangguan di perngaruhi oleh sistem megik-keagamaan ini dapat di pandang sebagai usaha untuk memakai pemikiran rasional. Pada zaman modern ini juga masih ditemukan banyak cara pengobatan pada penderita gangguan jiwa ataupun fisik dengan tujuan mengeluarkan roh penyebab gangguan jwa.

Di Mesir kira-kira pada tahun 1500 sebelum Masehi ditemukan tulisan tentang orang yang mengalami gangguan jiwa, sebagai berikut : “...hati menjadi berat dan tidak dapat mengingat lagi hari kemarin”. Dalam tahun-tahun berikutnya di sana didirikan beberapa kuil yang terkenal dengan nama “Kuil Satum”. Untuk merawat orang dengan gangguan jiwa.


(15)

Di Yunani, Hippocrates (460-357 SM), yang sekarang dianggap sebagai bapak Ilmu Kedokteran membantah anggapan bahwa penyakit ayan disebabkan oleh roh atau makhluk halus, akan tetapi karena adanya gangguan pada otak. Hippocrates juga menerangkan perubahan perilaku pada gangguan mental disebabkan oleh perubahan hormon dan cairan tubuh yang dapat menghasilkan panas, kering dan kelembaban. Galen yang menyatakan bahwa emosi atau kerusakan mental ada hubungannya dengan gangguan pada otak. Orang Yunani menggunakan kuil-kuil sebagai tempat perawatan sedangkan untuk tempat terapi pengobatan pasien dengan gangguan jiwa digunakan hawa segar, air murni sinar, matahari dan musik. Sebagai kegiatan alternatif penyembuhan klien disuruh bersepeda, jalan-jalan dan mendengarkan suara air terjun. Pada zaman Romawi juga dilakukan “pengeluaran darah” dan mandi air belerang.

Setelah jatuhnya kebudayaan yunani dan romaw ilmu kesehatan jiwa pada umumnya mengalami kemunduran. Penderita gangguan jiwa diikat, dikurung, dipikuli, dibiarkan kelaparan. Dan ada yang dimasukan kedalam nsebuah tong lalu digulingkan dari atas bukit. Bahkan adapula yang diceburkan kedalam sungai dari atas jembatan. Semua usaha ini dilakukan untuk mengusir roh jahat dari tubuh penderita.

Di negara arab, di pakai cara-cara yang lebih berprikemanusiaan. Terpengaruh oleh cara Yunansebelumnya, mereka memaakai tempat pemandian, gizi yang baik, obat-obatan, wangi-wangian, musik yang lembut, dan aktivitas rekreasi.

Di eropa abab ke-17 sampai abab ke-18 didirikan rumah perwatan untuk penderita gangguan jiwa yang dinamakan rumah amal (almshouse), rumah kontrak (contrac house), atau suaka duniawi (secularasylum). Tempat-tempat ini selain


(16)

dipakai sebaga penampungan penderita gangguan jiwa juga sebagai tempat pembuangan penjahat. Cara pengobatan yang digunakan pada masa itu dengan pengeluaran darah, penderita dipakaikan pakaian gila dan di cambuk.

2. Masa Pertengahan

Di Perancis pada akhir revolusi abad ke-18 terjadi perubahan pada tempat penampungan penderita gangguan jiwa. Phillipe Pinel (1745-1826), seorang dokter Perancis membuka sebuah rumah sakit untuk seorang penderita jiwa atau mental dikota La Bicetre, Paris. Pinel memulai dengan tindakan kemanusiaan dan advokasi melalui observasi perilaku, riwayat perkembangan dan menggunakan komunikasi dengan penderita. Weyer, seorang psikiatrik Jerman menjelaskan kesehatan psikiatrik melalui kategori diagnostik.

3. Abad 18 dan 19

Benjamin Rush (1745-1813) yang sering disebut sebagai bapak ilmu Psikiatrik Amerika memperkenalkan cara pengobatan baru berdasarkan perlakuan secara moral (moral treatment), memberikan pelatihan di Rumah Sakit tersebut untuk membantu merawat pasien gangguan jiwa.

Pada tahun 1882 didirikan pendidikan keperawatan jiwa pertama di Mc Lan Hospital, Belmont, Massachusetts. Dan pada tahun 1890 siswa perawat menjadi staf keperawatan di Rumah sakit jiwa. Perawat diharapkan mengembangkan keterampilan dalam memberikan pengobatan melalui asuhan keperawatan. Pada abad ke-19 ini juga sudah dilakukan penyelidikan tentang penyebab gangguan jiwa dan jenis gangguan jiwa mulai diselidiki secara ilmiah. Martin Charcot (1925-1893) menjelaskan histeris dan mendemonstrasikan penyembuhan gangguan jiwa dengan hipnosa.


(17)

Pada periode abad 20, Clifford Beers pada tahun 1908 menerbitkan buku berjudul A mind that Fund itself (jiwa yang menemukan dirinya). Beers menulis bukunya berdasarkan pengalaman dan observasi selama 3 tahun sebagai pasien di rumah sakit jiwa. Hal tersebut merupakan awal gerakan kesehatan jiwa. Pada tahun 1855-1926 muncullah beberapa pelopor psikiatrik modern antara lain :

 Sigmound Freud : Menjelaskan tentang struktur kepribadian (id, ego, superego) dan topografi jiwa.

 Adolf Meyer : Menjelaskan tentang teori psikobiologi, gangguan jiwa dianggap sebagai reaksi.

 Eugen Bleuler : Menjelaskan tentang studi tentang skizofrenia.

 Karen Homey : Menjelaskan tentang pandangan holistik terhadap manusia, yaitu kesatuan yang berada di dalam lingkungan dengan interaksi yag terus-menerus.

Semua ilmu kedokteran yang menangani hal-hal somatic (badaniah), mental dan sosial berkembang menjadi ilmu kedokteran somatic, ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatan.

Pada tahun 1915 Linda Richards lulusan perawat pertama di AS dan sering disebut sebagai perawat psikiatrik pertama di Amerika Serikat, menganjurkan pelayanan yang sama terhadap pasien penyakit fisik. Dia menerangkan bahwa asuhan pada pasien penyakit jiwa memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi. Pengalaman praktik di rumah sakit jiwa memberikan kesempatan bagi siswa perawat untuk mempunyai kemampuan tersebut.


(18)

Tampak banyak kemajuan di National Committee dan ANA yang mempromosikan pendidikan kepada pasien dengan menerbitkan journal. Buku- buku tentang keperawatan jiwa mulai diterbitkan dan dewan National League Nursing mendiskusikan pendidikan diploma keperawatan psiaktrik (1915 – 1935) . adapun tujuan pendidikan adalah :

a. Mengajarkan kepada siswa tentang hubungan antara penyakit jiwa dan penyakit mental serta penerapannya dalam keperawatan kesehatan jiwa.

b. Mengajarkan kepada siswa tentang penyebab gangguan atau penyakit jiwa dan metode perawatan modern.

c. Mengajarkan kepada siswa perawat bagaimana mengkaji perilaku pasien sakit jiwa sehingga dapat mengetahui gejala-gejala awal.

d. Mengajarkan siswa perawat tentang pengaruh lingkungan dan gangguan mental

e. Mengajarkan siswa perawat agar dapat diandalkan dan mudah beradaptasi pada saat memberikan perawatan. Pengalaman klinik di rumah sakit jiwa merupakan bagian terpenting dari dasar pengalaman siswa perawat dan sudah distandarisasikan pada tahun 1937 dimana siswa siswa diberikan kesempatan untuk merawat pasien dengan berbagai macam tingkat gangguan mental termasuk penyakit organik. Pengalaman-pengalaman berdasarkan pada hidroterapi, okupasi, rekreasi dan terapi lainnya serta pendidikan pasien. Tindakan keperawatan termasuk kebersihan diri, eliminasi


(19)

yang sesuai dan nutrisi yang adekuat seperti pemberian relaksasi setelah mandi.

Pada tahun 1939 hampir semua sekolah perawatan memberikan pembelajaran keperawatan psikiatri untuk siswanya, tetapi belum dapat diakui sampai dengan tahun 1955. Pada tahun 1963 Gerakan Kesehatan Mental Masyarakat mendirikan pusat kesehatan masyarakat yang melayani :

a. Perawatan gawat darurat psikiatrik b. Hospitalisasi

c. Bagian hospitalisasi seperti pusat perawatan sehari-hari dan kelompok terapeutik

d. Post perawatan, termasuk pusat konseling.

Diijinkannya pasien untuk hidup dimasyarakat dianggap sebagai tindakan yang positif, namun begitu banyak juga ditemukan pasien yang tidak mempunyai tempat tinggal. Gerakan Kesehatan Mental Masyarakat mempunyai peranan penting dalam Pelayanan kesehatan mental.

Pada tahun 2000, keperawatan jiwa mulai menjadi bagian klinik khusus. Perawat berperan sebagai manajer dan koordinator kegiatan dengan melaksanakan perawatan terapeutik sesuai dengan model dasar medis. Dengan studi lanjutan dan pengalaman praktik klinik di bidang perawatan psikiatrik, para ahli spesialis dan praktisi, perawat mendapat pengetahuan yang banyak dalam perawatan dan pencegahan gangguan psikiatrik.


(20)

2.1.4.2 Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia

Masalah kesehatan yang merupakan masalah fisik, mental dan sosial menjadi tantangan, bukan hanya dokter, perawat akan tetapi juga masyarakat pada umumnya. Di Indonesia sejak dahulu telah mengenal gangguan jiwa yang digambarkan dalam cerita Mahabaratadan Ramayana terdapat Srikandi Edan, Gatutkaca Gandrung, dan perilaku Lesmono mirip seorang perempuan.

Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada zaman dulu belum diketahui dengan jelas. Tindakan terhadap penderita gangguan jiwa seperti warisan nenek moyang yang turun temurun. Penderita dibuang ke hutan penderita dipasung, diikat atau dirantai bila penderita dianggap membahayakan orang lain dan lingkungan. Bila tidak membahayakan penderita dibiarkan berkeliaran dan menjadi tontonan ataupun objek lelucon bahkan ada yang menganggap orang sakti atau linuwih.

Pada zaman kolonial sebelum ada rumah sakit jiwa para penderita gangguan jiwa ditampung dirumah sakit umum sipil atau rumah sakit militer di Jakarta, Semarang dan Surabaya, pasien yang ditampung pada umumnya merupakan pasien jiwa berat (psikosa). Namun rumah sakit tersebut lama-lama tidak cukup untuk menampung penderita sehingga pada tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus penderita jiwa di Pulau Jawa dan Madura.

Rumah sakit jiwa yang pertama kali dibangun adalah rumah sakit jiwa Bogor pada tanggal 1 Juli 1882 kemudian rumah sakit jiwa Lawang (1902), rumah sakit jiwa Magelang 1923, dan rumah sakit jiwa Sabang (1927). Namun rumah sakit jiwa Sabang hancur waktu pengebomansekutu dalam perang dunia kedua. Rumah sakit jiwa dibangun jauh dari lingkungan masyarakat, dengan alasan untuk menghindari cap atau stigma


(21)

yang tidak baik dari masyarakat. Cara pengobatan yang dulu sering dipakai di rumah sakit jiwa ialah isolasi dan penjagaan (Custodial Care), suntikan obat penenang, terapi mandi dan pasien dijemur dipanas matahari.

Sejak tahun 1910 pasien diberi kebebasan tidak ada penjagaan yang terlalu ketat. Pada tahun 1930 sudah diterapkan terapi kerja seperti menggarap tanah, membersihkan alat makan, dan membersihkan lantai. Semua rumah sakit jiwa dan fasilitas lain dibangun dan dibiayai pemerintah Hindia Belanda. Pada perang Dunia ke 2 dan penjajahan Jepang, ilmu kesehatan jiwa tidak berkembang,. Semua fasilitas tidak terawat, dirusak dan dihancurkan Jepang.

Setelah merdeka merupakan awal perkembangan keperawatan jiwa. Pada tahun 1947 dibentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa namun belum bekerja dengan baik karena revolusi fisik masih berlangsung. Pada tahun 1966 Jawatan Urusan Penyakit Jiwa diganti nama menjadi Direktorat Kesehatan Jiwa dipimpin oleh seorang Direktur Kesehatan Jiwa. Direktur Kesehatan Jiwa pertama kali dipimpin oleh Marzuki Mahdi.

Perkembangan sejarah kesehatan jiwa yang lain penting setelah indonesia merdeka yaitu :

a. Undang-Undang kesehatan jiwa no 3 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah.

b. Didirikan BKR-PPJ (Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa).

c. Pembinaan suatu sistem pelaporan diolah dengan komputer sejak 1971.


(22)

e. Integrasi kesehatan jiwa dalam pelayanan kesehatan di puskesmas.

Pihak swasta juga mulai memikirkan masalah kesehatan jiwa, ini terbukti dengan didirikannya sanatorium-sanatorium jiwa diberbagai tempat, seperti rumah sakit “ St Carolus di Jakarta dan Rumah Sakit Gunung Muria di Minahasa dan didirikan pusat kesehatan jiwa masyarakat di Jakarta dan Surabaya.

Mulai tahun 2000 keperawatan jiwa di Indonesia mulai bergerak maju. Hal ini ditandai dengan penanganan perawatan mandiri pada keperawatan jiwa, dengan ditetapkannya standar penanganan pada pasien gangguan jiwa dengan 4 besar masalah yang ditemukan. Pada tahun 2002 diperkenalkan bangsal perawatan percontohan pada pasien jiwa atau dikenal dengan Model Pelayanan Keperawatan Profesional Pemula ( MPKPP). Dengan adanya MPKPP ini perawatan dan penanganan pasien lebih terstruktur dan tingkat kesembuhan meningkat.

Adanya berbagai bencana di Indonesia telah menggugah bidang kesehatan terutama bidang keperawatan jiwa untuk lebih meningkatkan kontribusi dalam pemulihan kondisi masyarakat yang mengalami gangguan psikologis hebat. Di daerah pasca bencana dan pasca konflik, keperawatan jiwa telah mencanangkan sebuah program rehabilitasi yaitu Community mental health nursing( CMHN). Di Nangroe Aceh Darusalam, Poso, NTB, program ini telah berjalan meskipun masih dalam tahap basic. Pada organisasi profesi, keperawatan jiwa telah mempunyai wadah organisasi yang disepakati berdasarkan hasil kongres Himpunan Perawat Kesehatan Jiwa di Indonesia I di Magelang awal Desember 2006 dengan nama ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia.


(23)

Keperawatan jiwa terus berupaya mengembangkan diri dengan diadakannya Konferensi Nasional( Konasi) setiap tahunnya. Konas jiwa pertama kali diselenggarakan di Bandung, kemudian Yogyakarta dan Semarang. Keputusan yang ditetapkan pada Konas diantaranya adalah adanya 10 msalah besar pada keperawatan jiwa dan penggunaan diagnosa tunggal pada rumusan masalah keperawatan jiwa.

2.2. Model Konsep Keperawatan Jiwa 2.2.1 Model Psikoanalisa

1. Konsep

Model ini yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmund Freud yang meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan pada perkembangan pada masa anak. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala yang nampak merupakan simbol dari konflik (Purwaningsih, 2009).

Pada model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa terjadi pada seseorang apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, dan agama (super ego/das uber ich) akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation behavioral) (Kusumawati, 2011).

2. Proses Terapi:

 memakan waktu yang lama

 menggunakan teknik asosiasi bebas dan analisis mimpi: menginterprestasikan perilaku, menggunakan transfrens untuk memperbaiki masa lalu, mengidentifikasi area masalah.

3. Peran Pasien dan Terapis:


(24)

 Terapis :Mengupayakan perkembangan transferens, menginterpretasikan pikiran dan mimpi pasien dalam kaitannya dengan konflik (Purwaningsih, 2009).

2.2.2 Model Interpersonal 1. Konsep

Model ini diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan. Sebagai tambahan peplau mengembangkan teori interpersonal keperawatan. Teori ini meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal. Menurut Sulivan individu memandang orang lain sesuai dengan apa yang ada pada dirinya, maksudnya kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup proses interpersonal perawat klien dan masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit atau adanya ancaman seperti mengalami konflik saat berhubungan dengan orang lain atau interpersonal, ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang disekitarnya (Purwaningsih, 2009; Kusumawati, 2011).

Dalam proses interpersonal perawat klien memiliki 4 tahap :

 Orientasi

Perawat klien melakukan kontrak awal untuk pengumpulan data

 Identifikasi

Perawat memfasilitasi ekspresi perasaan klien dan melaksanakan askep

 Eksplorasi

Perawat memberi gambaran kondisi klien.

 Resolusi

Perawat memandirikan klien 2. Proses Terapi :

 Mengeksplorasi proses perkembangan

 Mengoreksi pengalaman interpersonal

 Reduksi

 Mengembangkan hubungansaling percaya 3. Peran Pasien dan Terapis :


(25)

 Terapis : menjalin hubungan akrab dengan pasien dengan menggunakan empati dan menggunakan hubungan sebagai suatu pengalaman interpersonal korektif (Purwaningsih, 2009).

2.2.3 Model Sosial 1. Konsep

Menurut Caplain dan Szasz, situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Teori ini mengemukakan pandangan sosial terhadap perilaku bahwa faktor sosial dan lingkungan menciptakan stress yang menyebabkan ansietas yang akan menimbulkan gejala perilaku menyimpang (Purwaningsih, 2009). Akumulasi stresor pada lingkungan yang mencetus stress seperti : bising, macet, tuntutan persalinan kerja, harga barang yang mahal, persaingan kemewahan, iklim yang panas atau dingin, ancaman penyakit, polusi serta sampah. Stresor dari lingkungan diperparah dengan adanya stresor dari hubungan sosial seperti atasan yang galak, tetangga yang buruk atau anak yang nakal (Kusumawati, 2011).

2. Proses Terapi:

 Pencegahan primer

 Manipulasi Lingkungan

 Intervensi Krisis

3. Peran Pasien dan Terapis a. Pasien

Secara aktif menyampaikan masalahnya dan b

b. Terapis

 Menggali sistem sosial pasien

 Membantu pasien menggali sumber yang tersedia

 Menciptakan sumber baru (Purwaningsih, 2009). 2.2.4 Model Eksistensi

1. Konsep

Menurut Ellis dan Rogers, teori ini mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungannya. Keasingan diri dari lingkungan dapat terjadi karena hambatan pada diri individu. Individu merasa putus


(26)

asa, sedih, sepi, kurangnya kesadaran diri yang mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain. Klien sudah kehilangan/tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang memberi arti pada eksistensinya (Purwaningsih, 2009).

2. Proses Terapi

 Rational emotive therapy

konfrontasi digunakan unntuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Klien didorong menerima dirinya sebagai mana adanya bukan karena apa yang dilakukan.

 Terapi Logo

Terapi orientasi masa depan. Individu meneliti arti dari kehidupan, karena tanpa arti berarti eksis. Tujuannya agar individu sadar akan tanggung jawabnya.

 Terapi Realistis

Klien dibantu untuk menyadari target kehidupannya, dan cara untuk mencapainya. Klien disadarkan akan alternatif yang tersedia.

3. Peran Pasien Perawat a. Pasien:

Bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan serta dalam suatu pengalaman berarti untuk mempelajari tentang diri yang sebenarnya.

b. Terapis

 Membantu pasien untuk mengenali diri

 Mengklarifikasi realita dari suatu situasi

 Mengenali pasien tentang perasaan tulus

 Memperluas kesadaran diri pasien (Purwaningsih, 2009). 2.2.5. Model Komunikasi

1. Konsep

Teori ini menyatakan bahwa gangguan perilaku terjadi apabila pesan tidak dikomunikasikan dengan jelas. Bahasa dapat digunakan merusak makna, pesan dapat pula tersampaikan mungkin tidak selaras.


(27)

Fase komunikasi ada 4 yaitu : pra interaksi, orientasi, kerja, terminasi.

2. Proses terapi

 memberi umpan balik dan klarifikasi masalah

 memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.

 memberi alternatif kolektif untuk komunikasi yang tidak efektif

 melakukan analisa proses interaksi 3. Peran pasien terapis

 Pasien : memperhatikan pola komunikasi, bermain peran, bekerja untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri, memvalidasi peran dari orang lain.

 Terapis : menginterpretasikan pola komunikasi kepada pasien dan mengajarkan prinsip komunikasi yang baik (Purwaningsih, 2009).

2.2.6. Model Perilaku 1. Konsep

Dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner. Teori ini menyakini bahwa perubahan perilaku akan mengubah kognitif dan afektif

2. Proses terapi

 desenlisasi/pengalihan

 teknik relaksasi

 asertif training

 reforcemen/memberikan penghargaan

 self regulation/mengamati perilaku klien : set standar keterampilan, seft observasi, self evaluasi, self reinforcemen. 3. Peran pasien dan terapis

a. Pasien

 mempraktikkan tehnik perilaku yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah

 penggalakan latihan b. Terapis

 mengajarkan kepada klien tentang pendekatan perilaku

 membantu mengembangkan hirarki perilaku

 menguatkan perilaku yang diinginkan(Purwaningsih, 2009). 2.2.7 Model Medikal

1. Konsep

Menurut Meyer dan Kraeplin, penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan SSP. Dicurigai bahwa depresi dan skizoprenia


(28)

dipengaruhi oleh transmisi impuls neural serta gangguan sinap yaitu masalah biokimia. Faktor sosial dan lingkungan diperhitungkan sebagai faktor pencetus.

2. Proses terapi

 pengobatan : jangka panjang, jangka pendek

 terapi supportif

 insightoriented terapy yaitu belajar metode mengatasi stressor 3. Peran pasien dan terapis

a. Pasien :

Mempraktekkan regimen terapi dan melaporkan efek terapi b. terapis :

 menggunakan kombinasi terapi somatic dan interpersonal

 Menegakkan diagnosa penyakit PPDGJ

 Menentukan pendekatan terapeutik(Purwaningsih, 2009). Inti Model Medical

↓ MEDIKAL

↓ PENYEBAB

↓ PENYAKIT

MASALAH KESEHATAN ↓


(29)

2.2.8. Model Keperawatan 1. Konsep

Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial dengan model pendekatan berdasarkan teori sistem, teori perkembangan, teori interaksi, pendekatan holistik, teori keperawatan.

Fokus pada :

 Rentang sehat sakit

 Teori dasar keperawatan

 Tindakan keperawatan

 Hasil tindakan 2. Proses terapi

 Proses keperawatan

 Terapi keperawatan : terapi modalitas 3. Peran pasien dan terapis

 Pasien :Mengemukakan masalah

 Terapis :Memfasilitasi dan membantu menyelesaikan (Purwaningsih, 2009).

Inti Model Medical 1 KEPERAWATAN

VULNELBILITI


(30)

↓ RESIKO

RESPON MANUSIA

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup askep konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian diri. Indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi. Agar mendapat jiwa yang sehat maka dibutuhkan peran perawat jiwa sebagai upaya dalam menanggulangi permasalahan mengenai kejiwaan seseorang. Dalam hal ini, perawat berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik (physiologis needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan mencintai dan disayangi (belonging loving needs), kebutuhan harga diri (self esteem) dan kebutuhan aktualisasi (actualization needs).

Saat ini keperawatan jiwa sangat berkembang dari masa peradaban sampai sekarang. Terbukti, pada masa peradaban telah terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati gangguan jiwa. Pada akhir revolusi abad ke-18 seorang dokter Perancis membuka sebuah rumah sakit untuk seorang penderita jiwa atau mental dikota La Bicetre, Paris. Kemudian pada abad 18-19 Benjamin Rush (1745-1813) yang sering disebut sebagai bapak ilmu Psikiatrik Amerika memperkenalkan cara pengobatan baru berdasarkan perlakuan secara moral (moral treatment), memberikan pelatihan di Rumah Sakit tersebut untuk membantu merawat pasien gangguan jiwa.


(31)

Keperawatan jiwa mengenalkan beberapa model keperawaran yaitu model psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, model interpersonal yang diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan, model sosial yang dikemukakan oleh Caplain dan Szasz , model eksistensi yang dikemukakan oleh Ellis dan Rogers, model komunikasi , model perilaku dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner, model medical yang dikemukakan oleh Meyer dan Kraeplin, dan model keperawatan.

3.2. Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

A.Price Sylvia. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC: Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gray, Huon H., dkk. 2003. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing. Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.


(1)

Fase komunikasi ada 4 yaitu : pra interaksi, orientasi, kerja, terminasi.

2. Proses terapi

 memberi umpan balik dan klarifikasi masalah  memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.

 memberi alternatif kolektif untuk komunikasi yang tidak efektif  melakukan analisa proses interaksi

3. Peran pasien terapis

 Pasien : memperhatikan pola komunikasi, bermain peran, bekerja untuk mengklarifikasi komunikasinya sendiri, memvalidasi peran dari orang lain.

 Terapis : menginterpretasikan pola komunikasi kepada pasien dan mengajarkan prinsip komunikasi yang baik (Purwaningsih, 2009).

2.2.6. Model Perilaku 1. Konsep

Dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner. Teori ini menyakini bahwa perubahan perilaku akan mengubah kognitif dan afektif

2. Proses terapi

 desenlisasi/pengalihan  teknik relaksasi  asertif training

 reforcemen/memberikan penghargaan

 self regulation/mengamati perilaku klien : set standar keterampilan, seft observasi, self evaluasi, self reinforcemen. 3. Peran pasien dan terapis

a. Pasien

 mempraktikkan tehnik perilaku yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah

 penggalakan latihan b. Terapis

 mengajarkan kepada klien tentang pendekatan perilaku  membantu mengembangkan hirarki perilaku

 menguatkan perilaku yang diinginkan(Purwaningsih, 2009). 2.2.7 Model Medikal

1. Konsep


(2)

dipengaruhi oleh transmisi impuls neural serta gangguan sinap yaitu masalah biokimia. Faktor sosial dan lingkungan diperhitungkan sebagai faktor pencetus.

2. Proses terapi

 pengobatan : jangka panjang, jangka pendek  terapi supportif

 insightoriented terapy yaitu belajar metode mengatasi stressor 3. Peran pasien dan terapis

a. Pasien :

Mempraktekkan regimen terapi dan melaporkan efek terapi b. terapis :

 menggunakan kombinasi terapi somatic dan interpersonal  Menegakkan diagnosa penyakit PPDGJ

 Menentukan pendekatan terapeutik(Purwaningsih, 2009). Inti Model Medical

↓ MEDIKAL

↓ PENYEBAB

↓ PENYAKIT

MASALAH KESEHATAN ↓


(3)

2.2.8. Model Keperawatan 1. Konsep

Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial dengan model pendekatan berdasarkan teori sistem, teori perkembangan, teori interaksi, pendekatan holistik, teori keperawatan.

Fokus pada :  Rentang sehat sakit  Teori dasar keperawatan  Tindakan keperawatan  Hasil tindakan

2. Proses terapi

 Proses keperawatan

 Terapi keperawatan : terapi modalitas 3. Peran pasien dan terapis

 Pasien :Mengemukakan masalah

 Terapis :Memfasilitasi dan membantu menyelesaikan (Purwaningsih, 2009).

Inti Model Medical 1 KEPERAWATAN

VULNELBILITI


(4)

↓ RESIKO

RESPON MANUSIA

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu penilaian diri tentang perasaan mencakup askep konsep diri, kebugaran dan kemampuan pengendalian diri. Indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang minimal adalah individu tidak merasa tertekan atau depresi. Agar mendapat jiwa yang sehat maka dibutuhkan peran perawat jiwa sebagai upaya dalam menanggulangi permasalahan mengenai kejiwaan seseorang. Dalam hal ini, perawat berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik (physiologis needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan mencintai dan disayangi (belonging loving needs), kebutuhan harga diri (self esteem) dan kebutuhan aktualisasi (actualization needs).

Saat ini keperawatan jiwa sangat berkembang dari masa peradaban sampai sekarang. Terbukti, pada masa peradaban telah terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati gangguan jiwa. Pada akhir revolusi abad ke-18 seorang dokter Perancis membuka sebuah rumah sakit untuk seorang penderita jiwa atau mental dikota La Bicetre, Paris. Kemudian pada abad 18-19 Benjamin Rush (1745-1813) yang sering disebut sebagai bapak ilmu Psikiatrik Amerika memperkenalkan cara pengobatan baru berdasarkan perlakuan secara moral (moral treatment), memberikan pelatihan di Rumah Sakit tersebut untuk membantu merawat pasien gangguan jiwa.


(5)

Keperawatan jiwa mengenalkan beberapa model keperawaran yaitu model psikoanalisa yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, model interpersonal yang diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan, model sosial yang dikemukakan oleh Caplain dan Szasz , model eksistensi yang dikemukakan oleh Ellis dan Rogers, model komunikasi , model perilaku dikembangkan oleh H.J Eysenk, J. Wolpe dan B.F Skiner, model medical yang dikemukakan oleh Meyer dan Kraeplin, dan model keperawatan.

3.2. Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A.Price Sylvia. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC: Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gray, Huon H., dkk. 2003. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing. Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.