Analisa Terhadap Penerapan Prinsip mutual Cooperation Dalam Mekanisme Takaful (Asuransi Syariah).

(1)

(2)

(3)

ANALISA TERHADAP PENERAPAN PRINSIP “MUTUAL COOPERATION” DALAM MEKANISME TAKAFUL (ASURANSI SYARIAH) *

Oleh : Lastuti Abubakar Fakultas Hukum Unpad lastutiabubakar@unpad.ac.id

A. PENDAHULUAN

1. Perkembangan Takaful (Asuransi Syariah)1 sebagai bagian dari

institusi ekonomi di Indonesia.

Sejak terjadinya transformasi sistem ekonomi global dari sistem konvensional ke sistem ekonomi syariah akibat krisis ekonomi global, pertumbuhan industri Takaful (asuransi syariah) di tataran global menunjukkan trend positif. Tercatat, pada tahun 2012, jumlah perusahaan penyedia jasa Takaful (asuransi syariah) mencapai 179 perusahaan, termasuk perusahaan asuransi konvensional yang menyediakan divisi (windows) syariah dengan kontribusi dana sebesar US $ 12.4 Milyar, tidak termasuk Saudi Arabia dengan kontribusi sebesar US$ 7 Milyar. Sejalan dengan perkembangan trend global, industry Takaful di Indonesia pun memperlihatkan catatan yang meningkat dari waktu ke waktu. Bersama-sama dengan negara-negara yang masuk kategori” new fringe markets”,Indonesia bersama-sama dengan Brunai Darussalam dan Bangladesh, berkontribusi sebesar US$ 7 milyar.2

Dibandingkan dengan peranan institusi keuangan Islam lainnya seperti industri perbankan syariah atau penerbitan instrumen sukuk (Surat Berharga Syariah), Takaful di Indonesia baru menyumbang 3,3 persen dari seluruh pendapatan yang diperoleh dari institusi dan instrumen keuangan nasional . 3

* Tulisan ini di muat dalam buku Etty R. Agoes, Peran Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Rosda, Bandung 2013

1 Penulis menggunakan istilah Takaful atau Asuransi Syariah mengingat istilah asuransi syariah dibakukan dalam regulasi (SK Menkeu, Keputusan Bapepam LK dan Fatwa Dewan Syariah Nasional.),sementara itu, Takaful digunakan sebagai nama perusahaan yang bergerak di bidang asuransi syariah. Padanan yang banyak digunakan dalam literatur adalah Islamic insurance.

2M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic

Finance Summer School, Durham-UK,2013

3 Berdasarkan data, penerbitan instrument sukuk (surat berharga syariah) menyumbang 10 % dan perbankan syariah 4,2 % pada akhir tahun 2012. Dengan angka pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 6,3 -6,7 % pada tahun 2013, dan jumlah kelas menengah muslim yang juga diperkirakan naik, prospek dan peluang pengembangan institusi ekonomi dan keuangan Islam masih


(4)

Jumlah ini memang masih relatif kecil , namun di masa mendatang, Takaful berpeluang mengambil porsi lebih besar dalam aktivitas ekonomi di Indonesia, dengan beberapa alasan antara lain : penerimaan konsep syariah yang semakin baik di masyarakat; dukungan regulasi dan meningkatnya golongan ekonomi menengah.4

Lahirnya Takaful (asuransi syariah) di Indonesia ditandai dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan no: 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002 yang memberi peluang bagi asuransi konvensional untuk menjalankan asuransi syariah melalui 3 cara pendirian, yakni :

a. Konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke asuransi syariah;

b. Membentuk langsung lembaga asuransi syariah;

c. Membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah. Selain itu, pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia juga didorong oleh regulasi yang memberi kemudahan dari aspek permodalan , yang mensyaratkan modal minimum sebesar Rp.50 Milyar untuk pendirian perusahaan asuransi syariah. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan modal minimum bagi pendirian asuransi konvensional sebesar Rp.100 milyar. 5 Di

samping kemudahan untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah, Bapepam-LK sebagai otoritas Jasa Keuangan 6menerbitkan 2 peraturan yaitu Peraturan

No : PER-06/BL/20117 dan Peraturan No : PER-07/BL/2011 8 yang

merupakan amanat dari Pasal 4 Ayat (3), Pasal 25 Ayat (4), Pasal 40 Ayat (5), dan Pasal 45 Ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan prinsip Syariah. Ke dua peraturan ini bertujuan untuk memelihara tingkat sangat besar. Lihat Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di 2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012, hlm. 56

4 lihat Sharing. Outlook Keuangan Syariah Indonesia 2012, Edisi 60 Tahun VI Desember 2011, hlm.16.

5 Lihat Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

6 Sejak diterbitkan Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan terhadap jasa keuangan berada di bawah OJK.

7SK Bapepam-LK ini mengatur tentang bentuk dan susunan laporan keuangan serta pengumuman laporan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah,

8 SK Bapepam-LK ini mengatur tentang pedoman perhitungan jumlah dana yang diperlukan untuk mengantisipasi risiko kerugian pengelolaan dana Tabarru’ dan perhitungan jumlah dana yang harus disediakan perusahaan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah.


(5)

kepatuhan perusahan pada prinsip transparansi, juga memberikan perlindungan maksimal bagi nasabah Takaful.

2. Beberapa permasalahan hukum dalam mekanisme Takaful (Asuransi syariah)

Sebagaimana halnya usaha asuransi pada umumnya, Takaful (asuransi syariah) merupakan institusi yang menawarkan jasa perlindungan bagi nasabahnya atas kerugian yang timbul akibat peristiwa atau kejadian di masa datang yang tidak dapat diketahui pada saat sekarang. Berbeda dengan asuransi konvensional, yang salah satu unsurnya adalah “adanya kejadian/peristiwa yang tidak pasti”, Takaful bertumpu pada prinsip syariah yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba/ interest), ketidakpastian (gharar/uncertainty) dan perjudian (maysir/gambling). 9 Mengacu pada larangan tersebut, menjadi pertanyaan apakah “kejadian /peristiwa yang tidak pasti “di masa mendatang yang memang melekat pada asuransi tersebut tidak bertentangan dengan salah satu prinsip syariah, yakni ketidakpastian (gharar). Persoalan patuh tidaknya takaful pada larangan gharar ini menjadi perdebatan dikalangan para “Muslim jurist “ namun terdapat kesepakatan bahwa gharar dapat ditoleransi dengan jenis akad yang digunakan dalam mekanisme takaful. 10 Oleh karena itu, akad (kontrak) yang menjadi dasar hubungan

hukum menjadi urgen dalam takaful.

Berbeda dengan kontrak dalam asuransi konvensional yang digolongkan ke dalam kontrak komersial, akad (perjanjian) yang menjadi dasar hubungan hukum antara para pihak dalam takaful (asuransi syariah) terdiri dari 2 jenis akad, yakni :

1. akad tabarru’ (non komersial) yang menjadi dasar bagi partisipan ketika mendonasikan sejumlah uang untuk dimasukkan ke dalam dana takaful.11

9 Lihat Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley &Sons, Ltd, England, 2007, hlm. 74. Lihat pua Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for Financial Studies no. 3, Singapura, 2008, hlm. 12.

10Lihat Aly Khorsid, Islamic Insurance, Routledge Curzon, London, 2004, hlm.40 dst.

11Dalam asuransi konvensional, dana ini adalah premi yang dibayar nasabah kepada perusahaan


(6)

2. Akad tijarah (komersial) yang menjadi dasar hubungan hukum antara partisipan (nasabah) dengan perusahan takaful sebagai pengelola dana takaful.

Akad tabarru (non komersial) yang digunakan dalam takaful menjadi landasan bahwa dana yang dimasukkan dalam takaful ditujukan untuk kebajikan atau menolong, bukanlah premi sebagaimana halnya asuransi konvensional, melainkan donasi dari para partisipan ke dalam dana takaful yang akan digunakan untuk menolong diantara sesama partisipan. Perusahaan takaful tidak diperkenankan menetapkan premi atau pendapatan yang bersifat tetap kepada partisipan (nasabah) sebagai keuntungan perusahaan.

Mengacu pada esensi takaful di atas, maka perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dengan takaful (asuransi syariah) adalah pada konsep yang terkandung dalam hubungan hukum yang mendasarinya. Pada asurasi konvensional, hubungan perusahaan asuransi dengan nasabah didasarkan pada hubungan timbal balik . Perusahaan asuransi baru akan membayar ganti rugi kepada nasabah atas kerugian yang telah ditentukan sebelumnya, setelah nasabah membayar premi kepada perusahaan asuransi.

Sementara itu, hubungan para partisipan dalam takaful didasarkan pada konsep mutual cooperation (kerjasama untuk kebajikan). Selain mutual cooperation, prinsip yang mendasari aktivitas asuransi syariah adalah prinsip persaudaraan, saling bertanggung jawab, kemanusiaan, dan perlindungan. 12

Di sisi lain, perusahaan takaful yang akan mengelola dana takaful merupakan entitas bisnis yang juga bertujuan mencari keuntungan, sehingga perlu dikaji , selain akad tabarru, tentunya ada akad lain yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yang sifatnya digolongkan ke dalam akad tijarah (mu’awadah), yakni akad yang bertujuan komersial, dimana perusahaan tentu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang wajar. Berdasarkan prinsip syariah, keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan pengelola takaful dapat dihasilkan dari hasil pengelolaan dana takaful, yang ditentukan oleh model akad yang digunakan. Akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah memungkinkan pengelola takaful mendapatkan keuntungan berdasarkan profit loss sharing based atau prinsip bagi hasil, fee based income

12Lihat Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail, Essential Guide


(7)

(pendapatan berbasis komisi/fee). Berdasarkan paparan di atas, maka dalam tulisan ini akan dianalisisa mengenai 2 hal yakni : a. Bagaimana pemaknaan ketidakpastian (uncertainty) atas kejadian/peristiwa yang akan terjadi di masa datang dalam konteks Takaful?, b. Bagaimana implementasi prinsip mutual cooperation/mutual help dalam mekanisme Takaful ?

B. PEMBAHASAN

1. Dana Takaful merupakan donasi para nasabah berdasarkan akad

tabarru’ (non komersial)

Landasan hukum bagi aktivitas Takaful di Indonesia mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi. Berdasarkan Fatwa tersebut, yang dimaksud dengan Takaful/

ta’min atau tadhamun (asuransi syariah) adalah:

“ usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah.’

Sebagai perbandingan, berikut dikemukakan beberapa pengertian yang di berikan oleh organisasi yang secara internasional diakui menjadi acuan bagi negara-negara dalam mengatur praktik ekonomi syariah dan juga digunakan oleh Indonesia dalam merumuskan regulasi di bidang ekonomi syariah, yakni AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions), The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan International Association of Insurance Supervisors (IAIS).

AAOIFI’s Sharia Standard 26(2) 2007 :

Islamic insurance is an agreement between persons who exposed to risks to protect themselves against harms arising from the risks by paying

contributions on the basis of “ commitment to donate” (iltizam bi al tabarru’).

Following from that, the insurance fund established and is treated as a

separate legal entity (shaksiyyah i’tibariyyah) which has independent

financial liability. The fund will cover the compensation against harmst that befall any of participants due to the occurance of the insured risks (perils) in

accordance with the terms of the policy” (cetak tebal dari penulis)


(8)

Insurance Supervisors (IAIS) :

“takaful is the Islamic counterpart of conventional insurance, and exists in

both life (or”family”) and general forms. It is based on concepts of mutual

solidarity, and a typical Takaful undertaking will consist of a two tier structure that is a hybrid of a mutual and commercial form of company”.13 Mengacu pada beberapa pengertian Takaful (asuransi syariah) di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur –unsur dalam Takaful (asuransi syariah), adalah sebagai berikut :

1. Takaful bertujuan memberikan perlindungan kepada nasabah atau partisipan atas kerugian yang timbul di kemudian hari berdasarkan prinsip saling tolong menolong.

2. Dana takaful yang digunakan untuk mengganti kerugian berasal dari nasabah atau partisipan sebagai donasi atau voluntary contribution14 , yang

dikelola secara terpisah sebagai dana Takaful.

3. Akad yang mendasari hubungan hukum dalam takaful dapat berupa gabungan (hybrid) antara akad non-komersial (tabarru’) dan akad komersial (tijarah).

Permasalahan ada tidaknya unsur ketidakpastian (gharar) dalam takaful harus dilihat dari maknanya. Gharar adalah elemen “ketidakpastian (uncertainty) yang eksis dalam polis (kontrak) asuransi konvensional antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dan nasabah sebagai tertanggung, baik asuransi jiwa maupun asuransi umum. Berbeda dengan takaful yang bertumpu pada prinsip syariah, maka hubungan kontraktual harus memuat objek jelas dan tertentu.

Ketidakpastian yang terkandung dalam asuransi konvensional dapat dilihat dari “nilai ganti rugi” dan “kapan saat ganti rugi dibayarkan”, yang tidak dapat ditentukan pada saat kontrak dibuat. Sebagai contoh, dalam asuransi konvensional, pemegang polis setuju membayar premi pada perusahaan asuransi, dan sebagai imbalannya perusahaan asuransi menjamin untuk membayar ganti rugi apabila terjadi kehilangan atau bencana. Ketidakpastian juga dapat dilihat dari fakta bahwa pemegang polis tidak pernah mengetahui cara, sumber dan jumlah uang yang akan dibayarkan oleh

13International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision of Takaful (Islamic

Insurance), Agustus, 2006, hlm.4.

14lihat Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006,


(9)

perusahaan asuransi. Kontrak semacam inilah yang lantas dianggap memenuhi larangan gharar berdasarkan prinsip syariah.

Mengacu pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Takaful, maka terdapat perbedaan dalam pemaknaan ketidakpastian (uncertanty/gharar). Dalam asuransi konvensional, nasabah akan membayar premi dan perusahaan akan memberi polis yang berisi janji bahwa apabila nasabah mengalami kejadian tertentu , perusahaan akan mengganti kerugian. Dengan kata lain, apabila peristiwa tidak terjadi, maka nasabah akan kehilangan sejumlah uang dan tidak mendapatkan apa-apa, sementara perusahaan akan diuntungkan sebesar premi yang disetor. Disini makna ketidakpastian adalah atas sejumlah uang (premi) yang diharapkan mendatangkan keuntungan dan digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Sementara itu, dalam Takaful dana yang diserahkan oleh para partisipan merupakan donasi yang akan dikelola sebagai dana takaful untuk menolong partisipan lain yang mengalami kerugian akibat risiko atau bahaya yang dialami. Disini, donasi diberikan tanpa digantungkan pada prestasi pihak lainnya. Oleh karenanya , akad yang mendasari donasi sejumlah uang dari partisipan kepada pengelola takaful haruslah akad

tabarru’, seperti akad hibah. Dengan demikian, praktik Takaful harus

berpegang pada prinsip bahwa jenis akad yang digunakan adalah akad untuk kebajikan diantara sesama partisipan bukan untuk tujuan komersial dan tidak dapat digolongkan dalam kontrak komersial.15 Berdasarkan hal ini,

larangan “ketidakpastian (gharar) menjadi hilang dan dapat ditolerir. Para pakar ekonomi Islam mengakui Takaful yang berbasis pada voluntary contribution dan bertumpu pada prinsip kerjasama saling tolong menolong (mutual cooperation) tidak memiliki motif keuntungan (profit motive) diantara sesama partisipan, sehingga dapat diterima berdasarkan hukum Islam.16

2. Implementasi Mutual Cooperation atau Kerjasama dalam Kebajikan dalam mekanisme Takaful.

15Mahmoud A El Gamal, op.cit, hlm. 149.

16 Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008, hlm. 19.


(10)

Salah satu prinsip yang inherent dalam mekanisme takaful adalah apa yang disebut mutual help atau mutual cooperation.17 Penulis mencoba mencari

padanan yang tepat untuk memaknai konsep ini dari sudut pandang hukum di Indonesia. Beberapa literatur tentang Islamic insurance menyandingkan mutual cooperation ini dengan phrasa “ toward righteousness”, yang maknanya dapat berarti kerjasama untuk tujuan kebajikan.18 Dalam konteks

hukum Indonesia, konsep ini dikenal dalam hukum adat dengan istilah tolong menolong. Tolong menolong dalam masyarakat adat Indonesia merupakan perwujudan dari sifat communal dimana manusia baru merasakan dirinya sebagai manusia apabila berada dalam kebersamaan. Contoh konkrit dari sifat tolong menolong ini misalnya pranata subak19 di Bali.

Implementasi prinsip mutual cooperation dalam arti kerjasama untuk tujuan kebajikan ini menjelma dalam akad yang wajib digunakan dalam mekanisme takaful , yakni akad tabarru’, yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan secara komersial. Berdasarkan akad tabarru ini maka diantara para partisipan terjadi hubungan saling menolong, saling bertanggung jawab dan saling melindungi.serta tercipta persaudaraan dalam menghadapi kerugian atau bencana yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam praktik takaful saat ini, dana takaful yang berasal dari para partisipan tersebut dikelola oleh pihak lain sebagai pengelola dana takaful, untuk kepentingan para partisipan. Pihak inilah yang disamakan dengan perusahaan asuransi dalam sistem asuransi konvensional. Permasalahan hukumnya adalah sebagai entitas bisnis, pengelola takaful menjalankan kegiatan usaha yang mempunyai motif untuk mendapatkan keuntungan, yang berdasarkan prinsip syariah tidak boleh berasal dari riba dan gharar. Oleh karena itu, sejalan dengan prinsip mutual cooperation, maka akad-akad yang mendasari hubungan antara para partisipan dengan pengelola takaful adalah akad yang dapat memberi keuntungan namun bukan riba. Berdasarkan prinsip syariah, maka dapat digunakan akad tijarah

17Terdapat prinsip dasar lain dalam takaful yaitu mutual responsibility (saling bertanggung jawab),

dan mutual protection ( saling melindungi). Lihat Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor, hlm.438.

18Lihat Mahmoud A El Gamal, Op.cit,hlm.150. Bandingkan dengan Aly Khorsid, Islamic Insuranse-

A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004,hlm. 66 dst.

19Subak adalah sistem irigasi di masyarakat Bali, yang diakui sebagai warisan budaya dunia ( world


(11)

yaitu akad yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan ( for profit transaction ). Akad jenis ini lah yang banyak mendominasi aktivitas ekonomi, termasuk dalam pengelolaan dana takaful oleh perusahaan takaful. Dalam praktik takaful di dunia saat ini, terdapat beberapa model akad dalam pengelolaan dana takaful, dan yang paling dominan adalah Wakala Model dan Mudaraba Model20. Ke dua model tersebut bertumpu pada kewajiban pengelola takaful untuk mengelola dana takaful yang diserahkan para nasabah berdasarkan akad tabarru. Perbedaan diantara ke dua akad tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Wakala Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan akad wakalah ; berdasarkan model ini, para partisipan menunjuk perusahaan takaful untuk mengelola dana takaful. Pengelola takaful akan berindak sebagai agen atau wakil dari para partisispan, baik untuk aktifitas “asuransi” nya maupun “investasi dana takaful nya”. Dimaksudkan dengan aktifitas investasi disini bahwa dana takaful yang dikelola dapat diinvestasikan pada produk-produk syariah, sehingga dana takaful dapat menjamin seluruh kerugian yang diderita para partisipan. Berdasarkan kedudukannya sebagai wakil atau agen, pengelola takaful akan menerima fee atau komisi. Keuntungan ini diperkenankan berdasarkan prinsip syariah karena merupakan keuntungan berbasis komisi (fee based income).

2. Mudharaba Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan menggunakan akad mudharabah. Berdasarkan akad mudharabah , pengelola takaful selain akan membayarkan kerugian yang diderita para partisipan, juga akan mengelola dana takaful dengan menginvestasikan dana pada produk-produk syariah dan tetap patuh pada prudential principle sesuai regulasi. Selanjutnya, pengelola takaful akan membagi keuntungan yang diperoleh kepada partisipan berdasarkan akad mudharabah yang sudah disepakati. Berdasarkan model ini, pengelola takaful akan memperoleh keuntungan


(12)

berdasarkan prinsip bagi hasil (profit sharing based), yang juga diperkenankan secara syariah.

Selain ke dua model di atas, masih banyak jenis akad yang dapat digunakan dan dikembangkan dalam pengelolaan dana takaful seperti akad ji’ alah dan wadiah yad damanah, atau gabungan dari dua atau lebih akad-akad tersebut. Akad ji’ alah pada dasarnya mirip dengan wakalah, namun pengelola takaful memperoleh fee berdasarkan atau terikat pada hasil atau output pekerjaan pengelola takaful. Pengelolaan dana takaful berdasarkan akad wadi’ah yad damanah, merupakan kombisi dari 2 akad, yaitu wadi’ah (penyimpanan/custody) dan daman (menjamin). Sebagai pihak yang menyimpan dan menjamin, pengelola takaful dapat menggunakan dana untuk tujuan investasi., namun pengelola menanggung risiko kerugian dana. Dalam praktik, pengelola takaful dapat membagi bagian keuntungan sebagai hibah kepada partisipan. 21

Berdasarkan akad-akad yang digunakan dalam model pengelolaan dana takaful, dapat dilihat bahwa mekanisme takaful atau asuransi syariah memenuhi prinsip-prinsip syariah ( sharia compliance). Selain itu, melalui model pengelolaan dana takaful, prinsip mutual cooperation yang menjadi prinsip dasar dalam mekanisme takaful dapat diimplementasikan secara baik.

C. SIMPULAN

1. Larangan gharar (ketidakpastian/uncertainty) dalam praktik pengelolaan dana takaful dalam mekanisme takaful harus dimaknai secara baik dengan melihat mekanisme akad yang digunakan baik diantara para pastisipan maupun antara partisipan dan pengelola dana takaful. Penggunaan akad tabarru’ pada saat para partisipan mendonasikan dana untuk dimasukkan dalam dana takaful dipandang sebagai cara untuk meniadakan unsur gharar. Berdasarkan akad tabarru’ para partisipan sebenarnya menanggung kerugian diantara mereka dengan menggunakan dana mereka sendiri berdasarkan prinsip saling menolong, saling bertanggung jawa dan saliung melindungi.


(13)

2. Prinsip mutual cooperation (kerjasama dalam kebajikan atau tolong menolong) dalam mekanisme takaful tidak dapat dilepaskan dari penggunaan akad tabarru pada saat partisipan mendonasikan sejumlah dana ke dalam dana takaful. Namun demkian, prinsip ini tidak menghalangi pengelola dana takaful atau perusahaan asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan berdasarkan akad tijarah(komersial) dengan menggunakan model-model akad, antara lain akad wakalah dan mudharabah. Keuntungan yang diperoleh tetap patuh pada prinsip syariah yaitu tidak berasal dari riba, melainkan berasal dari aktivitas pengelolaan dan investasi dana takaful melalui fee based income dan profit sharing.

D. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

Aly Khorsid, Islamic Insuranse- A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004.

Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail, Essential Guide To Takaful (Islamic Insurance), Centre For Reseacrh and Training, Kuala Lumpur, 2008

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley &Sons, Ltd, England, 2007,

Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006

Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for Financial Studies no. 3, Singapura, 2008

Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor,

Peraturan perundang-undangan

Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan prinsip Syariah. Peraturan Bapepam LK No : PER-06/BL/2011

Peraturan No : PER-07/BL/2011

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi.

AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions),

The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan International Association of Insurance Supervisors (IAIS).


(14)

Jurnal, majalah ,dll

International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision of Takaful (Islamic Insurance), Agustus, 2006

Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di 2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012

M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic Finance Summer School, Durham-UK,2013

Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008

Sharing. Outlook Keuangan Syariah Indonesia 2012, Edisi 60 Tahun VI Desember 2011


(1)

perusahaan asuransi. Kontrak semacam inilah yang lantas dianggap memenuhi larangan gharar berdasarkan prinsip syariah.

Mengacu pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Takaful, maka terdapat perbedaan dalam pemaknaan ketidakpastian (uncertanty/gharar). Dalam asuransi konvensional, nasabah akan membayar premi dan perusahaan akan memberi polis yang berisi janji bahwa apabila nasabah mengalami kejadian tertentu , perusahaan akan mengganti kerugian. Dengan kata lain, apabila peristiwa tidak terjadi, maka nasabah akan kehilangan sejumlah uang dan tidak mendapatkan apa-apa, sementara perusahaan akan diuntungkan sebesar premi yang disetor. Disini makna ketidakpastian adalah atas sejumlah uang (premi) yang diharapkan mendatangkan keuntungan dan digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Sementara itu, dalam Takaful dana yang diserahkan oleh para partisipan merupakan donasi yang akan dikelola sebagai dana takaful untuk menolong partisipan lain yang mengalami kerugian akibat risiko atau bahaya yang dialami. Disini, donasi diberikan tanpa digantungkan pada prestasi pihak lainnya. Oleh karenanya , akad yang mendasari donasi sejumlah uang dari partisipan kepada pengelola takaful haruslah akad

tabarru’, seperti akad hibah. Dengan demikian, praktik Takaful harus berpegang pada prinsip bahwa jenis akad yang digunakan adalah akad untuk kebajikan diantara sesama partisipan bukan untuk tujuan komersial dan tidak dapat digolongkan dalam kontrak komersial.15 Berdasarkan hal ini,

larangan “ketidakpastian (gharar) menjadi hilang dan dapat ditolerir. Para pakar ekonomi Islam mengakui Takaful yang berbasis pada voluntary contribution dan bertumpu pada prinsip kerjasama saling tolong menolong (mutual cooperation) tidak memiliki motif keuntungan (profit motive) diantara sesama partisipan, sehingga dapat diterima berdasarkan hukum Islam.16

2. Implementasi Mutual Cooperation atau Kerjasama dalam Kebajikan dalam mekanisme Takaful.

15Mahmoud A El Gamal, op.cit, hlm. 149.

16 Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008, hlm. 19.


(2)

Salah satu prinsip yang inherent dalam mekanisme takaful adalah apa yang disebut mutual help atau mutual cooperation.17 Penulis mencoba mencari

padanan yang tepat untuk memaknai konsep ini dari sudut pandang hukum di Indonesia. Beberapa literatur tentang Islamic insurance menyandingkan

mutual cooperation ini dengan phrasa “ toward righteousness”, yang maknanya dapat berarti kerjasama untuk tujuan kebajikan.18 Dalam konteks

hukum Indonesia, konsep ini dikenal dalam hukum adat dengan istilah tolong menolong. Tolong menolong dalam masyarakat adat Indonesia merupakan perwujudan dari sifat communal dimana manusia baru merasakan dirinya sebagai manusia apabila berada dalam kebersamaan. Contoh konkrit dari sifat tolong menolong ini misalnya pranata subak19 di Bali.

Implementasi prinsip mutual cooperation dalam arti kerjasama untuk tujuan kebajikan ini menjelma dalam akad yang wajib digunakan dalam mekanisme takaful , yakni akad tabarru’, yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan secara komersial. Berdasarkan akad tabarru ini maka diantara para partisipan terjadi hubungan saling menolong, saling bertanggung jawab dan saling melindungi.serta tercipta persaudaraan dalam menghadapi kerugian atau bencana yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam praktik takaful saat ini, dana takaful yang berasal dari para partisipan tersebut dikelola oleh pihak lain sebagai pengelola dana takaful, untuk kepentingan para partisipan. Pihak inilah yang disamakan dengan perusahaan asuransi dalam sistem asuransi konvensional. Permasalahan hukumnya adalah sebagai entitas bisnis, pengelola takaful menjalankan kegiatan usaha yang mempunyai motif untuk mendapatkan keuntungan, yang berdasarkan prinsip syariah tidak boleh berasal dari riba dan gharar. Oleh karena itu, sejalan dengan prinsip mutual

cooperation, maka akad-akad yang mendasari hubungan antara para partisipan dengan pengelola takaful adalah akad yang dapat memberi keuntungan namun bukan riba. Berdasarkan prinsip syariah, maka dapat digunakan akad tijarah

17Terdapat prinsip dasar lain dalam takaful yaitu mutual responsibility (saling bertanggung jawab), dan mutual protection ( saling melindungi). Lihat Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor, hlm.438.

18Lihat Mahmoud A El Gamal, Op.cit,hlm.150. Bandingkan dengan Aly Khorsid, Islamic Insuranse- A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004,hlm. 66 dst.

19Subak adalah sistem irigasi di masyarakat Bali, yang diakui sebagai warisan budaya dunia ( world heritage) oleh Unesco.


(3)

yaitu akad yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan ( for profit transaction ). Akad jenis ini lah yang banyak mendominasi aktivitas ekonomi, termasuk dalam pengelolaan dana takaful oleh perusahaan takaful. Dalam praktik takaful di dunia saat ini, terdapat beberapa model akad dalam pengelolaan dana takaful, dan yang paling dominan adalah Wakala Model dan

Mudaraba Model20. Ke dua model tersebut bertumpu pada kewajiban pengelola takaful untuk mengelola dana takaful yang diserahkan para nasabah berdasarkan akad tabarru. Perbedaan diantara ke dua akad tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Wakala Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan akad wakalah ; berdasarkan model ini, para partisipan menunjuk perusahaan takaful untuk mengelola dana takaful. Pengelola takaful akan berindak sebagai agen atau wakil dari para partisispan, baik untuk aktifitas “asuransi” nya maupun “investasi dana takaful nya”.

Dimaksudkan dengan aktifitas investasi disini bahwa dana takaful yang dikelola dapat diinvestasikan pada produk-produk syariah, sehingga dana takaful dapat menjamin seluruh kerugian yang diderita para partisipan. Berdasarkan kedudukannya sebagai wakil atau agen, pengelola takaful akan menerima fee atau komisi. Keuntungan ini diperkenankan berdasarkan prinsip syariah karena merupakan keuntungan berbasis komisi (fee based income).

2. Mudharaba Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan menggunakan akad mudharabah. Berdasarkan akad mudharabah , pengelola takaful selain akan membayarkan kerugian yang diderita para partisipan, juga akan mengelola dana takaful dengan menginvestasikan dana pada produk-produk syariah dan tetap patuh pada prudential principle sesuai regulasi. Selanjutnya, pengelola

takaful akan membagi keuntungan yang diperoleh kepada partisipan berdasarkan akad mudharabah yang sudah disepakati. Berdasarkan model ini, pengelola takaful akan memperoleh keuntungan

20Iqbal Asaria, op.cit, hlm 8-9.


(4)

berdasarkan prinsip bagi hasil (profit sharing based), yang juga diperkenankan secara syariah.

Selain ke dua model di atas, masih banyak jenis akad yang dapat digunakan dan dikembangkan dalam pengelolaan dana takaful seperti akad ji’ alah dan wadiah yad damanah, atau gabungan dari dua atau lebih akad-akad tersebut. Akad ji’ alah pada dasarnya mirip dengan wakalah,

namun pengelola takaful memperoleh fee berdasarkan atau terikat pada hasil atau output pekerjaan pengelola takaful. Pengelolaan dana takaful

berdasarkan akad wadi’ahyad damanah, merupakan kombisi dari 2 akad, yaitu wadi’ah (penyimpanan/custody) dan daman (menjamin). Sebagai pihak yang menyimpan dan menjamin, pengelola takaful dapat menggunakan dana untuk tujuan investasi., namun pengelola menanggung risiko kerugian dana. Dalam praktik, pengelola takaful dapat membagi bagian keuntungan sebagai hibah kepada partisipan. 21

Berdasarkan akad-akad yang digunakan dalam model pengelolaan dana

takaful, dapat dilihat bahwa mekanisme takaful atau asuransi syariah memenuhi prinsip-prinsip syariah ( sharia compliance). Selain itu, melalui model pengelolaan dana takaful, prinsip mutual cooperation yang menjadi prinsip dasar dalam mekanisme takaful dapat diimplementasikan secara baik.

C. SIMPULAN

1. Larangan gharar (ketidakpastian/uncertainty) dalam praktik pengelolaan dana takaful dalam mekanisme takaful harus dimaknai secara baik dengan melihat mekanisme akad yang digunakan baik diantara para pastisipan maupun antara partisipan dan pengelola dana takaful. Penggunaan akad

tabarru’ pada saat para partisipan mendonasikan dana untuk dimasukkan dalam dana takaful dipandang sebagai cara untuk meniadakan unsur

gharar. Berdasarkan akad tabarru’ para partisipan sebenarnya menanggung kerugian diantara mereka dengan menggunakan dana mereka sendiri berdasarkan prinsip saling menolong, saling bertanggung jawa dan saliung melindungi.


(5)

2. Prinsip mutual cooperation (kerjasama dalam kebajikan atau tolong menolong) dalam mekanisme takaful tidak dapat dilepaskan dari penggunaan akad tabarru pada saat partisipan mendonasikan sejumlah dana ke dalam dana takaful. Namun demkian, prinsip ini tidak menghalangi pengelola dana takaful atau perusahaan asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan berdasarkan akad tijarah(komersial) dengan menggunakan model-model akad, antara lain akad wakalah dan

mudharabah. Keuntungan yang diperoleh tetap patuh pada prinsip syariah yaitu tidak berasal dari riba, melainkan berasal dari aktivitas pengelolaan dan investasi dana takaful melalui fee based income dan profit sharing.

D. DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Aly Khorsid, Islamic Insuranse- A Modern Approach to Islamic Banking,

Routledge Curzon, London, 2004.

Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail, Essential Guide To Takaful (Islamic Insurance), Centre For Reseacrh and Training, Kuala Lumpur, 2008

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley &Sons, Ltd, England, 2007,

Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006

Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for Financial Studies no. 3, Singapura, 2008

Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor,

Peraturan perundang-undangan

Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan prinsip Syariah. Peraturan Bapepam LK No : PER-06/BL/2011

Peraturan No : PER-07/BL/2011

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi.

AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions),

The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan International Association of Insurance Supervisors (IAIS).


(6)

Jurnal, majalah ,dll

International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision of Takaful (Islamic Insurance), Agustus, 2006

Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di 2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012

M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic Finance Summer School, Durham-UK,2013

Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008

Sharing. Outlook Keuangan Syariah Indonesia 2012, Edisi 60 Tahun VI Desember 2011