Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan

(1)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT)

TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH)

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memproleh Gelar

Sarjana Hukum

Oleh: DARMA GIFSON

Nim : 010200132 Bagian Hukum Keperdatan

Program kekhususan : Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT)

TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH)

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memproleh Gelar

Sarjana Hukum Oleh: DARMA GIFSON

Nim : 010200132 Bagian Hukum Keperdatan

Program kekhususan : Hukum Ekonomi

Disetujui Oleh :

Ketua Program Kekhususan Hukum Ekonomi

Prof. DR. Bismar Nasution, SH, M.Hum

Nip : 131570455

Pembimbing I pembimbing II

Prof. DR. Bismar Nasution, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

DR. Sunarmi, SH, M.Hum Nip : 131570455 Nip : 131835566

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………. i

BAB I PENDAHULUAN……….……… 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah ……… 3

C. Tujuan dan Pemampaatan Penelitian ………. 4

D. Keaslian Penulisan……….. 5

E. Tinjauan Kepustakaan………. 6

F. Metode Penulisan ………... 9

G. Sistematika Penulisan……….. 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP-PRINSIP DALAM PERJANJIAN ASURANSI……….… 12

A. Pengertian Asuransi……….. 12

B. Perjanjian Asuransi……….. 15

C. Objek Asuransi………. 19

D. Premi Asuransi ……… 22

E. Polis Asuransi……… 26

F. Prinsip-prinsip Dalam Perjanjian Asuransi……… 30

BAB III TINJAUAN TENTANG ASURANSI TAKAFUL…………. 36


(4)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

B. Dasar Hukum……….. 40

C. Subjek dan Objek……… 43

D. Mekanisme Pengelolaan Dana……… 48

E. Sumber Biaya Oprasional……… 52

F. Pembagian Keuntungan……….. 55

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT) TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL DI KOTA MEDAN…….………. 58

A. Perjanjian Takaful……… 58

B. Tujuan Diikatnya Perjanjian………... 62

C. Hubungan antara Penanggung dengan Tertanggung………. 68

D. Analisis Terhadap Prinsip Keseimbangan(Indemniteit) terhadap asuransi kerugian pada asuransi takaful di kota medan… 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 76

Kesimpulan……… 76

Saran……….. 77 Daftar Pustaka


(5)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsif Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful ( Syariah)

Di Kota Medan

*)

Prof.Dr.Bismar Nasution SH.MHum

**) Dr.Sunarmi SH,MHum *** Abstrak ) Darma Gifson

Perkembangan usaha perasuransian di Indonesia telah menunjukan perkembangan yang pesat bahkan sejak sekitar tahun 1994 telah lahir usaha asuransi yang berbasis syariah yang di kenal dengan asuransi takaful. Hal ini disebut di latar belakangi oleh mayoritas penduduk Indonesia yang memelul agama Islam sehingga di perlukaan adanya suatu lembaga yang berlandaskan syariah Islam

Seiring dengan perkembangan perasuransian itu banyak pengusaha asuransi konvensional yang juga membuka devisi atau unit syariah. Asuransi syariah merupakan bentuk perjanjian (akad) dimana suatu perikatan asas dasar kesepakatan /persetujuan bersama antara sekumpulan orang untuk saling menjamin antara satu dengan yang lain dalam menghadapi kemungkinan suatu peristiwa dalam asuransi berbasis syariah ini. Penanggung (perusaan asuransi) sebagai pengelola dana yang berasal dari pembayaran premi yang di bayarkan oleh peserta asuransi syariah.

Di dalam asuransi takaful (syariah) di kenal adanya prinsif keseimbangan (indemniteit) yang merupakan salah satu karakteristik dari asuransi takaful (syariah), itu sendiri, sehingga dalam menjalankan usaha asuransi takaful terhindar dari unsur-unsur gharar, maisir dan riba

Ada terdapat mekanisme pengolaan dana pada asuransi syariah yang juga terkait dengan prinsif keseimbangan (indemniteit) tersebut, dan hal tersebur akan dibahas dalam skiripsi ini.

Dalam membahas masalah prinsif keseimbangan (indemniteit) pada perusahaan asuransi takaful penulis akan menggunakan metode penelitian kepustakaan (liberary research), kemudian menganalisis data-data yang telah dikumpulkan tersebut untuk memperoleh sebuah kesimpulan.data-data yang dianalisis adalah data-data yang relevan dan mendukung penulisan skiripsi ini yang terdiri dari teori hukum dan ekonomi dalam asuransi takaful. Data tersebut di dapat melalui berbagai sumber yang antara lain buku-buku, majalah, dan internet.

Dalam asuransi kerugian, pada dasarnya adalah mekanisme ganti rugi akibat terjadinya suatu musibah. Jaminan ini tertuang didalam polis. Mekanisme ganti rugi diatur dalam prinsip Indemnity , yaitu penanggung akan memberikan ganti rugi

*)

Dosen Pembimbing I **)

Dosen Pembimbing II ***)


(6)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung , seperti pada saat sebelum terjadinya pristiwa yang dijamin polis. Tertanggung tidak dimungkinkan untuk mendapat posisi keuangan yang lebih baik setelah mendapat penggantian dari perusahaan asuransi. Dalam defenisi ini, tercakup apa yang dimaksud dengan asuransi dibawah harga (underinsurance) asuransi diatas harga (overinsurance). Tertanggung tidak dimungkinkan untuk mendapat posisi keuangan yang lebih baik setelah mendapat penggantian dari perusahaan asuransi. Dalam defenisi ini, tercakup apa yang dimaksud dengan asuransi dibawah harga (underinsurance) asuransi diatas harga (overinsurance).

Dalam hal ini perusahaan hendaknya mengadakan suatu peninjauan tentang kerugian yang diderita tertanggung dalam hal ganti rugi yang diterimanya, sehingga para tertanggung tidak perlu membayar uang premi asuransi dibawah harga (underinsurance) ataupun asuransi diatas harga (overinsurance).


(7)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam aktifitas dan kegiatan hidup, manusia tidak terlepas dari suatu sifat yang paling mendasar dalam hidup ini bahwa dalam suatu kemungkinan baik atau buruk, menguntungkan atau merugikan dan senantiasa terjadi dan melekat pada aktifitas dan kegiatan hidup manusia. Keadaan yang demikian itu tidak dapat diperkirakan secara tepat kapan waktu akan terjadinya sehingga akan muncul suatu keadaan yang tidak pasti dan biasanya selalu dihindari. Keadaan itu disebut resiko, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa telah diberikan akal dan kemampuan untuk berfikir, usaha dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi risiko yang senantiasa mengikuti kehidupan manusia. Cara yang dilakukan adalah dengan mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang bersedia untuk menerima peralihan risiko itu. Pihak lain yang dimaksud adalah perusahan asuransi, hal ini dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk mengalihkan resiko itu sehingga yang mungkin akan dideritanya paling tidak diminimalisir. Dengan demikian perusahaan asuransi merupakan pihak yang bersedia mengambil alih dan menerima risiko dari pihak lain yang melakukan pembayaran sejumlah uang kepada perusahaan asuransi itu yang selanjutnya disebut dengan premi.


(8)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Seiring dengan perkembangn zaman, muncul perusahaan-perusahaan asuransi yang disamping sebagi pihak penerima resiko dan pihak lain juga berperan dalam penghimpunan dana masyarakat.

Di Indonesia, perkembangan asuransi juga semakin berkembang. Lahirnya perusahaan asuransi syariah didukung dengan besarnya jumlah penduduk yang beragama Islam yang membutuhkan suatu lembaga keuangan Islami sehingga setiap interaksi muamalah yang dilakukannya sesuai dengan syariah. Tentang resiko juga dikenal dalam asuransi syariah, karena pada dasarnya resiko itu selalu mengikuti kegiatan dan kehidupan manusia dan tidak ada manusia yang bisa menghindarkan dirinya dari risiko. Risiko bisa berbentuk suatu keadaan yang tidak pasti kapan akan terjadinya misalnya kematian, kecelakaan, kebakaran atau adanya musibah banjir dan gempa bumi.

Dalam asuransi syariah ini risiko kerugian akibat musibah wajib ditangung bersama (risk sharing). Risk sharing ini merupakan esensi dalam asuransi syariah. Dalam kontek asuransi syariah mekanismenya senantiasa terkait dengan kelompok. Hal ini berati bahwa musibah bukanlah permasalahan individu melainkan kelompok, sekalipun misalnya musibah itu hanya menimpa individu tertentu (particular risk)1

Dengan demikian asuransi syariah merupakan prinsip perjanjian asuransi berdasarkan hukum Islam antara perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi

)

. Sedangkan yang terjadi dalam asuransi konvensional pengelolaan risiko berupa transfer risiko dari pihak yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi.

1)

Muhbib Abdul Wahab, Asuransi Dalam Perspektif Al-Quran dan Hadist, (Jakarta : PBB UIN, 2003) halalaman 13


(9)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

dengan pihak lain, dalam menerima amanah dalam mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syariah.

Dalam asuransi yang berbasis syariah dikenal adanya prinsip indemiteit atau prinsip keseimbangan, prinsip ini yang mendasari berlakunya hukum asuransi. Prinsip keseimbangan pada asuransi takaful ini merupakan suatu prinsip di mana dalam setiap risiko yang kemungkinan diderita ataupun dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, besarnya ganti kerugian yang diterima harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya, walaupun tak selamanya besar premi yang harus dibayarkan tak sebesar kerugian yang diderita tertanggung namun azas keseimbangan tak dapat di abaikan. Dengan kata lain dalam system asuransi takaful prisip Indemnitet merupakan salah satu prinsip yang sangat penting.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa prospek asuransi syariah di Indonesia akan semakin cerah dan menarik minat berbagai kalangan karena keunggulan asuransi syariah tidak hanya diukur dari prinsip dasar dan nilai-nilai Islami yang melandasi oprasionalnya, melainkan juga dinilai dari amal sosialnya yang berbasis pada semangat tolong menolongnya saling meringankan dan saling menjamin sesama nasabah 2

2)

Ibid, halaman 51

)

.

Karena prinsip keseimbangan atau Indemniteit yang terdapat pada asuransi takaful merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam asuransi syariah, maka hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui lebih jauh tentang prinsip keseimbangan pada perusahaan asuransi takaful di kota medan.


(10)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

B. Perumusan masalah

Adapun masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prisip Keseimbangan atau Indemniteit pada Asuransi Takaful di

kota medan?

2. Bagaimana bentuk perjanjian yang digunakan dalam asuransi takaful (syariah)?

3. Bagaiman hubungan antara Penanggung dengan Tertanggung pada asuransi takaful (syariah)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun Tujuan membahas masalah Prinsip Keseimbangan (indemniteit) pada perusahaan asuransi takaful (syariah) ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (indemniteit) pada perusahaan asuransi takaful (syariah) di Kota Medan

2. Untuk mengetahui bentuk perjanjian yang digunakan pada asuransi takaful (syariah)

3. Untuk mengetahui Hubungan antara Penanggung dengan Tertanggung pada asuransi takaful (syariah)

4. Memenuhi persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum.


(11)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan menimbulkan manfaat yang antara lain sebagi berikut:

1. Memperkaya Khazanah ruang lingkup pengetahuan tentang perasuransian syariah.

2. Dengan adanya penulisan ini dapat menambah pengetahuan khususnya terhadap prinsip keseimbangan (indemniteit) pada asuransi takaful (syariah) yang merupakan salah satu karakteristik dalam asuransi yang dikelola berdasarkan prinsip syariah.

3. Memperkaya dan menambah wawasan ilmiah, baik dalam tulisan ini maupun di bidang lainnya.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan dalam penulisan skripsi yang mengangkat hukum asuransi sebagai objek penulisan sebenarnya bukanlah hal yang baru lagi. Banyak pembahasan mengenai asuransi konvensional yang lebih dititik beratkan dalam masalah pembayaran klaim maupun pelaksanaan asuransi dalam pengangkutan , demikian juga halnya dalam asuransi syariah yang pembahasannya lebih dititik beratkan pada pembayaran klaim atau bagi hasil serta perbedaannya dengan asuransi konvensionaldan asuransi syariah. Sepanjang penghayatan penulis di perpustakaan fakultas Hukum USU Medan pembahasan tentang Prinsip keseimbangan Atau Indemniteit pada perusahaan asuransi syariah belum ada.


(12)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Oleh sebab itu, keaslian dari penulisan ini masih terjamin adanya dan dengan kata lain bukanlah merupakan suatu hasil ciplakan dari penulisan hasil karya orang lain. Namun demikian, dalam penulisan ini terdapat kutipan-kutipan dan pendapat orang lain yang mana hal tersebut dilakukan untuk mendukung fakta-fakta dalam penulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam kehidupan umat manusia senantisa diikuti dengan risiko yang merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya. Risiko tersebut dapat saja berupa kerugian kehilangan harta benda ataupun musibah-musibah lainnya. Sesuai dengan perkembangan peradapan manusia telah banyak cara-cara yang mereka gunakan dalam mengatasi risiko tersebut karena pada dasarnya risiko tidak dapat dihindari karena sebagai manusia wajib berusaha untuk memperkecil risiko. Jadi tujuan dari mengatasi risiko tersebut adalah untuk mengalihkan risiko tersebut kepada pihak yang bersedia menerima pengalihan tersebut yang selanjutnya disebut sebagai perusahaan asuransi.

Di dalam rumusan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asuransi yakni Undang-Undang No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian dalam Pasal 1 angka (1) :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung


(13)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

karena kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasrkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan”.

Dengan demikian, adanya pihak penanggung yang dalam hal ini adalah perusahaan asuransi maka risiko atas suatu peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat dialihkan kepadanya, sehingga dapat mminimalisir risiko yang dihadapinya. Dengan demikian konsep dalam asuransi konvensional adalah untuk mengurangi risiko individu atau institusi (lembaga) kepada perusahaan asuransi (penanggung) melalui suatu perjanjian (kontrak). Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan, dan penanggung berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagai mana yang diperjanjikan dalam perjanjian itu.

Dalam asuransi syariah sendiri, pengertian asuransi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun auransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan struktural antar peserta penyetor premi(penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klim(tertanggung)3

3)

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta :kencana, Edisi Pertama, 2004) Halaman 122.

)

. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.21?DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai ketentuan umum disebutkan:


(14)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

“asuransi syariah(ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha salin melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola penembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perjanjian) yang sesuai dengan syariah”.

Dalam konteks Islam mekanisme asuransi Islam (syariah) senantiasa terkait dengan kelompok. Hal ini berarti bahwa musibah bukanlah permasalahan individu, melainkan kelompok, sekalipun musibah itu hanya menimpa individu tertentu (particular risk)4

Konsep asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul risiko di antara nasabah/peserta (tertanggung). Sehingga antar satu dengan yang lainnya mempunyai penanggung atas risiko yang muncul, konsep saling tanggung risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masung mengeluarkan derma (dana kebajikan) diajukan untuk menanggung risiko. Asuransi syariah dalam pengertian ini sesuai dengan Al-Quran surah Al-Maa’idah ayat 2: “Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa. Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”

)

.

5

4)

Muhbid Abdul Wahab, Op.cit, halaman 13 5)

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General) Konsep dan Sistim Oprasional, (Jakarta : Gema Insani Press, Cetakan Pertama, 2004) Halaman 293-294.

)

. Dengan demikian proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling menanggung risiko). Dengan demikian tidak terjadi transfer risiko dari peserta ke perusahaan karena dalam prakteknya kontribusi (premi) yang dibayarkan oleh peserta tidak terjadi dengan apa yang disebut


(15)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

transfer of fund, status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta6

F. Metode Penulisan

)

. Dalam asuransi syariah, Profit (laba) yang diproleh dari hasil investasi, yang dilakukan melalui instrumen investasi yang dibenarkan secara syariah dilakukan juga ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang telah diperjanjikan. Hal ini merupakan karakter atau ciri khusus dalam praktek asuransi syariah yang inplementasinya dilakukan dalam rangka untuk menghindari praktek riba, gharar, dan maisir

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan, dipergunakan metode penelitian hukum Normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka(library research). Sebagai mana umumnya penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data skunder.

Methode studi pustaka adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi. Sumber-sumber antara lain dari buku-buku, artikel, koran, dan majalah dengan cara membaca, menafsirkan, membandingkan serta menerjemahkan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan atau Indemniteit dalam asuransi takaful (syariah)7

Dalam penulisan ini metode penulisan yang dipergunakan adalah metode penulisan deskriptif yang pembahasannya dimulai dari hal-hal yang umum sampai

)

.

6)

Ibid, halaman 303 7)

Soejono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : Penerbit UI Press, 1984) halaman 252


(16)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

pada hal-hal yang khusus, sebab materi penulisan ini menggambarkan tentang prinsip keseimbangan atau Indemniteit pada perusahaan asuransi syariah.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan yang erat satu sama lain karena pada dasarnya isi dari penulisan ini adalah merupakan satu kesatuan. Gambaran isi dari skripsi dari 5 (lima) bab dan beberapa sub bab sebagai berikut

BAB I : PANDAHULUAN

Bagian ini adalah pendahuluan dari konsep materi yang akan dibahas. Bagian ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP-PRINSIP DALAM

PERJANJIAN ASURANSI

Pada bagian ini di uraikan tinjauan teoritis terhadap prinsip-prinsip dalam perjanjian asuransi secara umum yang meliputi pengertian asuransi, perjanjian asuransi, objek asuransi, premi asuransi, polis asuransi dan prinsip-prinsip dalam perjanjian asuransi .


(17)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Pada bab ini menguraikan tinjauan teoritis terhadap asuransi syariah, dalam bagian ini meliputi, pengertian, dasar hukum, subjek dan objek, mekanisme pengelolaan dana, sumber biaya oprasional dan pembagian keuntungan

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP

KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT) TERHADAP ASURANSI

KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH) DI KOTA MEDAN

Dalam bab ini akan diuraikan lebih jauh tentang prinsip keseimbangan (indemniteit) pada perusahaan asuransi syariah dan pada bagian ini meliputi uraian tentang perjanjian takaful, tujuan diikatnya perjanjian hubungan antara penanggung dengan tertanggung dan analisis terhadap pelaksanaan prinsip keseimbangan (indemniteit) terhadap asuransi kerugian pada asuransi takaful (syariah) di kota Medan

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan sebelumnya.


(18)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP-PRINSIP DALAM PERJANJIAN ASURANSI


(19)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

A. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa belanda, istikah asuransi disebut dengan”verzekering” dan “assurantie”. Sedangkan dalam bahasa Inggris istilah asuransi disebut dengan “insurance” dan “assurance”. Dalam bahasa Indonesia disebut dangan istilah asuransi atau petanggungan, namun dalam masyarakat yang lebih dikenal dari dua istilah tersebut adalah asuransi.

Pengertian asuransi menurut H.M.N. Purwosutjipto adalah:

“ perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup auransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenemen, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi” 8

Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa(kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap bulannya

)

.

9

8)

H.M.N. Purwo sutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 1996) halaman 10.

9)

M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Zajat, Pajak, Asuransi dan Lembaga keuangan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo, 1996) Halaman 57

)


(20)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam kamus asuransi disebut bahwa pengertian asuransi adalah perlindungan melalui konpensasi sejumlah uang atau pembayaran ganti rugi, yang disediakan berdasarkan kontrak tertulis antara dua pihak bila terjaidi hal-hal yang tidak diharapkan sesuai dengan perjanjian. Asuransi dengan demikian berarti pemindahan risiko yang telah menyebabkan salah satu pihak, atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu, bersepakat untuk mengganti kerugian yang dialami pihak lain bila sesuatu yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan terjadi. Pihak pertama disebut perusahaan asuransi, pihak ke dua disebut yang di asuransikan; kontrak yang disetujuai oleh kedua belah pihak disebut polis asuransi; pertimbangan pertanggungan atau kesediaan untuk menanggung risiko didasrkan atas pembayaran premi; harta milik atau kekayaan yang dijaminkan adalah risiko pertanggungan10

Jika diperhatikan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut dapatlah dikatakan bahwa unsur penting yang terdapat didalam rumusan pasal tersebut adanya ganti kerugian. Hal ini terlihat dari kalimat”…suatu kerugian,

)

.

Asuransi berdasarkan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai berikut:

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan ,menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena sesuatu peristiwa yang tidak tentu”.

10)


(21)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

kerusakan, kehilangan, keuntungan yang diharapkan…” dimana kesemua itu dapat dinilai dengan uang tidak disebutkan sehingga rumusan pasal tersebut hanya menyangkut bidang asuransi kerugian saja.

Pengertian yang lebih luas tentang Asuransi terdapat dalam Pasal 1 angka 1Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 yaitu :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2(dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, ysng timbul dari suatu pristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Apabila dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 ternyata lebih luas cakupannya karena tidak hanya meliputi bidang asuransi jiwa atau dengan kata lain rumusan pasal ini tidak hanya menyangkut harta kekayaan tetapi juga terdapat jiwa/raga manusia.

Dari beberapa pengertian tentang asuransi tersebut maka dapat dikatakan bahwa asuransi adalah merupakan suatu perjanjian antara 2(dua) belah pihak yakni penanggung dan tertanggung, dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggug dengan memberikan suatu ganti kerugian kepada tertanggung apabila


(22)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau belum dapat ditentukan waktu akan terjadinya, sedangkan tertanggung juga mengikatkan diri kepada penanggung dengan membayar sejumlah uang premi sebagai jaminan yang diberikan oleh penanggung.

Unsur-unsur yang terdapat dari pengertian asuransi tersebut adalah: a. Adanya suatu perjanjian

b. Pihak-pihak yang terkait yaitu penanggung dan tertanggung c. Pemberian ganti kerugian oleh penanggung

d. Pemberiaan uang premi dari tertanggung

e. Adanya suatu pristiwa yang belum tentu terjadi ataupun belum dapat ditentukan waktu akan terjadinya (onzeker voorval)

B. Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi (contract of indemnity) berlangsung antara dua pihak yang berkepentingan yaitu antara penanggung ( insurer, underwriter) dengan yang tertanggung (assured). Perjanjian asuransi dibuat di dalam suatu polis pertanggungan (insurance policy), dan hanya penanggung yang menandatangani polis tersebut (perjanjian unilateral), tetapi mengikat kedua belah pihak11

Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi

)

.

11)


(23)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUHD. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut ada 4(empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu:

1. Kesepakatan

Tertanggung dan Penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi, kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi :

a. benda yang menjadi objek asuransi b. pengalihan risiko dan pembayaran premi c. evenemen dan ganti kerugian

d. syarat sah khusus asuransi

e. dibuat secara tertulis yang disebut dengan polis

Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui perantara12

2. Kewenangan Berbuat (Authority)

)

.

Kedua pihak tertanggung dan penanggung wewenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua

12)

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1999) Halaman 51-52


(24)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

pihak telah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian, dan pemegang kuasa yang sah. Kewenagan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. 3. Objek Tertentu (Fixed Object)

Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia.

4. Kausa yang Halal (legal cause)

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.13

13)

Ibid, halaman 54

)

.

1. Syarat-syarat Batalnya Asuransi

Seorang tidak dibenarkan menurut hukum untuk menutup pertanggungan kedua dalam hal pertanggungan sesuatu benda yang bendanya itu –itu juga untuk waktu yang sama dan untuk bahaya yang sama. Pasal 252 KUHD, menyatakan: Tidak boleh diadakan pertanggungan yang kedua untuk waktu dan bahaya yang sama tehadap barang yang sudah dipertanggungkan untuk nilai yang penuh, dengan sanksi pertanggungan ke dua batal.

Hal-hal lainnya yang dapat menjadikan batalnya pertanggungan dalam arti si penanggung tidak perlu mengganti kerugian. Selain pasal diatas terdapat juga dalam Pasal-pasal berikut:


(25)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

a. Pasal 249 KUHD, jika barang yang dipertanggungkannya mengalami kecacatan atau kerusakan padahal barang mana masih tetap ada dalam tanggung jawab tertanggung.

b. Pasal 250 KUHD, jika tertanggung tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang diasuransikan. Artinya barang tersebut teryata merupakan barang yang telah diabaikan oleh Tertanggung

c. Pasal 251 KUHD, karena tertanggung memberikan keterangan-keterngan yang tidak benar/salah sehingga terdapat kesimpang siuran antara apa yang tertulis dengan apa yang senyatanya, hal seperti ini dianggap akan merugikan perusahaan asuransi.

d. Pasal 254 KUHD, meyimpang dari ketentuan undang-undang atau tegas merupakan hal atau barang yang dilarang oleh pemerintah.

Demikian pula ganti rugi tidak akan diberikan perusahaan asuransi apabila terbukti seperti Pasal 276 KUHD, yaitu karena kesalahan sendiri, jelasnya apabila terbukti bahwa kecelakaan atau peristiwa yang timbul itu adalah karena kesengajaan tertanggung seperti misalnya dalam asuransi kebakaran tertanggung sengaja membakar rumah karena harapan ganti rugi yang diperkirakan lebih besar dari harga rumah itu bakal dibayar oleh sipenanggung14

14)

CS.T. kansil dan S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002) Halaman 183

)

. 2.Terjadinya perjanjian asuransi


(26)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dengan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik timbul saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 ayat(1) KUHD. Asuransi tersebut harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut dengan polis ( Pasal 255 KUHD. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi (Pasal 258 ayat (1) KUHD.

b.Pembuktian terjadi kesepakatan

Untuk membuktikan telah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Undang-undang mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang disebut polis. Tetapi apabila polis belum di buat, pembuktian dilakukan dengan catatan, nota, surat perhitungan, telegram dan sebagainya. Surat-surat ini disebut permulaan bukti tertulis (the beginning of writing evidence). Apabila permulaan bukti tertulis ini sudah ada, barulah dapat digunakan alat bukti biasa yang diatur dalam Hukum Acara Perdata.

c.Pembuktian syarat/janji Khusus asuransi

Apabila terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung sudah dapat dibuktikan, kemudian timbul perselisihan tentang syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus asuransi, maka yang demikian ini boleh dibuktikan dengan menggunakan segala alat bukti. Tetapi pembuktian syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus asuransi yang menurut undang-undang diancam batal jika tidak dimuat dalam polis” harus dibuktikan secara tertulis (Pasal 258 ayat (2) KUHD).15

15)


(27)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Yang dimaksud dengan syarat-syarat khusus dalam Pasal 258 KUHD adalah mengenai esensi perjanjian asuransi yang telah dibuat itu, terutama mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan penaggung16

a) Dapat dinilai dengan sejumlah uang (op geld waardeerbaar )

)

.

C. Objek Asuransi

Objek adalah kebalikan dari subjek. Kalau subjek dalam satu perjanjian adalah anasir yang bertindak, yang aktif maka objek dalam suatu perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlakukan oleh subjek itu berupa suatu hal yang penting dalam tujuan yang dimaksudkan dengan membentuk suatu perjanjian.

Dalam hal ini objek dari asuran pada asuransi adalah semua kepentingan yang:

b)Dapat takhluk pada macam-macam bahasa (aan gevaaronderheving) dan c) Tidak dikecualikan oleh undang-undang17

Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi (Object Of Insurance). Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu berwujud, misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal. Benda asuransi selalu diancam oleh bahaya atau peristiwa yang terjadinya itu tidak pasti. Oleh karena itu, benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya.

)

1. benda asuransi

16)

Ibid. Halaman 55. 17)

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Diindonesia, (Jakarta : Penerbit C.V.Pembimbing, 1958) Halaman 42


(28)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Pada benda asuransi melekat hak subjektif yang tidak berwujud. Karena benda asuransi dapat rusak, hilang, nusnah, atau berkurang nilainya, maka hak subjektif juga dapat rusak, hilang, musnah atau berkurang nilainya. Dalam literature hukum asuransi, hak subjektif ini disebut kepentingan (Interest). Kepentingan ini dapat menjadi objek asuransi. Dengan demikian, objek asuransi itu dapat berupa:

a. Benda asuransi yang sifatnya berwajud.

b. Kepentingan, yaitu hak subjektif yang melekat pada benda asuransi yang sifatnya tidak berwujud.

Benda asuransi adalah harta kekayaan, karena kepentingan itu melekat dari benda asuransi, maka kepentingan juga adalah harta kekayaan. Sebagai harta kekayaan kepentingan memiliki unsur-unsur bersifat ekonomi. BerdasarkanPasal 268 KUHD dapat diketahui kreteria kepentingan, yaitu kepentingan harus:

a. ada pada setiap asuransi ( Pasal 250 KUHD). b. Dapat dinilai dengan uang.

c. Dapat diancam oleh bahaya

d. Tidak dikecualikan oleh undang-undang

Tidak dikecualikan oleh undang-undang artinya tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertipan umum/ kesusilaan18

Objek asuransi yang telah diuraikan ini baru meliputi objek asuransi kerugian. Selain itu ada juga Objek asuransi jumlah, misalnya pada asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan. Objek asuransi jumlah bukan benda, melainkan jiwa atau raga

)

.

18)


(29)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

manusia yang terancam pristiwa yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Objek asuransi jumlah tidak dapat dinilai dengan uang tetapi sejumlah uang dapat dijadikan ukuran pembayaran santunan jika terjadi peristiwa yang menjadi sebab kematian atau kecelakaan. Penetapan jumlah uang sebagai santunan hanya bersifat praktis karena diperjanjikan antara tertanggung dan penanggun, atau ditetapkan oleh undang-undang.

Dalam setiap asuransi, kepentingan itu harus ada. Jika tidak ada kepentingan atas benda yang di asuransikan, penanggung tidak diwajibkan membayar klaim ganti kerugian. Ini berarti jika tidak ada kepentingan, tidak pula ada asuransi. Jika terjadi pristiwa yang menimbulkan kerugian, tidak ada klaim ganti kerugian bagi tertanggung yang tidak berkepentingan. Jadi, kepentingan itu merupakan syarat mutlak dalam setiap asuransi.

Bagaimana dengan asuransi jumlah yang objek asuransinya tidak dapat dinilai dengan uang? Apa yang dijadikan ukuran untuk menentukan jumlah asuransi, jumlah premi yang dibayar olah penanggung jika terjadi peristiwa penyebab kematian atau kecelakaan? Sejumlah uang selalu dijadikan ukuran yang dianggap pantas/layak/patut menurut berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa, misalnya kematian lebih berat daripada kecelakaan biasa, cacat seumur hidup lebih berat daripada cacat yang dapat disembuhkan19

19)

Ibid, Halaman 87-88

)

.


(30)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut pengertian umum premi adalah sesuatu yang diberikan sebagai haidah atau derm, atau sesuatu yang dibayarkan extra sebagai pendorong atau perancang, atau sesuatu pembayaran tambahan diatas pembayaran normal.

Dalam skope asuransi, premi merupakan :

1. Imbalan jasa atas jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung(asuransi kerugian).

2. Imbalan jasa atas jaminan perlindungaan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang (benefit) terhadap resiko hari tua maupun resiko kematian20

Premi adalah hal yang penting dalam asuransi, karena merupakan kewajiban pokok yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Dalam hubungan hukum asuransi, penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung dan tertanggung membayar sejumlah premi sebagi imbalannya, apabila premi tidak dibayar , asurnsi dapat dibatalkan atau setidak-tidaknya asuransi tidak jalan.

Sebagai perjanjian timbal-balik, asuransi bersifat konsensual, artinya sejak terjadi kesepakatan timbulah kewajiban tertanggung membayar membayar premi telah terpenuhi. Dengan kata lain, risiko atas benda beralih kepada penanggung sejak premi dibayar oleh tertanggung. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa ada tidaknya asuransi ditentukan oleh pembayaran premi. premi merupakan kunci perjanjian asuransi.

)

.

20)


(31)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009 1. Manfaat dari premi

Premi merupakan masalah pokok dalam asuransi, bagi penanggung, premi sangat penting karena dengan premi yang dikumpulkannya dari banyak tertanggung dalam waktu yang relatif lama sehingga terkumpul dana yang besar, maka penanggung akan mampu:

a. Mengembalikan tertanggung pada posisinya semula seperti halnya sebelum kerugian menimpanya atau

b. Menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan sedemikian rupa sehingga ia mampu berdiri di tempat semula seperti keadaan sebelum kerugian menimpanya.

Premi-premi yang relatif kecil dikumpulkan oleh penanggung dari banyak tertanggung hingga terkumpul dana besar. Dan bila ada tertanggung ditimpa oleh suatu peristiwa sehingga menderita kerugian, maka untuk menutupi kerugian ini diambilkan dari dana yang terkumpul tadi.21

Dalam asuransi yang diadakan untuk jangka waktu tertentu, premi dibayar lebih dahulu pada saat asuransi diadakan. Sedangkan dalam asuransi yang diadakan untuk satu perjalanan, premi dapat dibayar pada saat bahaya sudah mulai berjalan, misalnya pada kapal yang sudah akan berangkat (Pasal 603 KUHD). Tetapi ada asuransi yang diadakan untuk jangka waktu panjang, misalnya asuransi jiwa, pembayaran premi dapat dilakukan secara priodik, yaitu setiap awal bulan. Pada asuransi yang demikian ini, jika pada suatu priode tertentu premi belum dibayar

21)


(32)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

asuransi berhenti. Setelah premi priode yang tertunggak itu dibayar asuransi berjalan lagi. Jika premi tidak dibayar mengakibatkan asuransi itu batal.

Untuk mencegah terjadinya pembatalan asuransi karena premi tidak dibayar biasanya pihak-pihak mencantumkan klausula dalam polis yang menyatakan” premi harus dibayar dimuka (pada waaktu yang telah ditentukan)”. Jika premi tidak dibayar pada waktu yang telah ditentukan, asuransi tidak berjalan. Jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, penanggung tidak berkewajiban membayar klaim kepada tertanggung22

1. jumlah persentase dari jumlah yang diasuransikan.

)

.

Penetapan tingkat premi asuransi harus didasarkan pada perhitungan analisis risiko yang sehat, besarnya jumlah premi yang harus dibayarkan oleh tertanggung ditentukan berdasarkan penilaian risiko yang dipikul penangguang. Dalam prakteknya penetapan besarnya jumlah premi itu diperjanjikan oleh tertanggung dan penanggung secara layak dan dicantumkan didalam polis. Besarnya jumlah premi dihitung demikian rupa, sehingga dengan penerima premi dari beberapa tertangguang, penagguang berkemampuan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung yang terkena peristiwa yang menimbulkan kerugian.

Dalam jumlah premi yang harus dibayar olah tertanggung juga termasuk biaya yang berkenaan dengan pengadaan asuransi itu. Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah:

22)


(33)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

2. jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penangguang, misalnya biaya materai, biaya polis.

3. kurtase untuk pialang jika asuransi diadakan melalui pialang 4. keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.

2. Premi dasar

Premi yang dibebankan kepada tertanggung ketika pengeluaran polis adalah premi yang dihitung berdasarkan:

1. Data dan keterangan yang diberitahukan oleh tertanggung kepada penanggung ketika pertama menutup asuransi

2. Luasnya risiko yang dijamin oleh penanggung sebagai mana yang dikehendaki oleh tertanggung.

Premi dasar inilah yang dicantumkan pada polis dan pada umumnya tidak berubah selama data dan keterangan dan luasnya jaminan tidak berubah23

23)

Ibid, halaman 223

)

3. Premi tambahan

Ada kalanya data dan keterangan yang disampaikan oleh tertanggung kepada penanggung ketika menutup asuransi atas suatu interest tidak selalu sama dengan keadaan yang sebenarnya, hal yang demikian mungkin karena ketika asuransi ditutup mungkin tertanggung belum menerima data dan keterangan yang lengkap atas interest itu, mungkin juga tertanggung menghendaki diubah atau ditambah risiko yang dijamin. Hal yng demikian lazim dalam penutupan asuransi khususnya polis berjalan.


(34)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Untuk tambahan atau perubahan data dan keterangan interest yang diasuransikan, demikian juga perubahan atau penambahan risiko yang dijamin, dikenakan tambahan premi (additional preminums, surcharge)24

Polis adalah surat yang dikeluarkan oleh penanggung sebagai bukti bahwa seorang/suatu perusahaan/suatu badan hukum telah menutup pertanggungan dengan perusahaan asuransi (pertanggungan)

)

.

E. Polis Asuransi

25)

.Polis merupakan bukti tertulis perjanjian asuransi antara penanggung dengan tertanggun. Formulirnya disediakan oleh penanggung atau perkumpulan penanggung (terdiri dari perorangan atau perusahaan26

24)

Ibid,halaman 224 25)

CS.T. kansil dan S.T. Kansil, Op.cit, Halaman 180 26)

Radiks Purba, Asuransi Angkatan Laut, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1998) Halaman 3

)

.

1. Fungsi Polis

Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya Pasal 19 ayat(1) Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 menentukan, polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata, kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda mengenai risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung atau mempersulit tertanggung mengurus haknya


(35)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara penanggung dengan tertanggung. 27

a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi

)

.

2. Isi polis

Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa, harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:

b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ke 3(tiga) c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan d. Jumlah yang diasuransikan

e. Bahaya-bahaya/ Evenement yang ditanggung oleh penanggung

f. Saat bahaya/evenement mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung

g. Premi asuransi

h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak.

Disamping syarat-syarat khusus tersebut dalam polis harus dicantumkan juga berbagai asuransi yang diadakan lebih dahulu, dengan ancaman batal jika tidak dicantumkan berbagai asuransi yang dimaksud adalah seperti tercantum dalam Pasal KUHD berikut ini:

a. Reasuransi (Pasal 271 KUHD)

27)


(36)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

b. Asuransi rangkap (Pasal 272 KUHD) c. Asuransi insolvabilitas (Pasal 280 KUHD)

d. Asuransi kapal yang sudah berangkat berlayar (Pasal 603 KUHD) e. Asuransi kapal yang belum tiba di tempat tujuan (Pasal 606 KUHD) f. Asuransi atas keuntungan yang diharapkan (Pasal 615 KUHD)

3. Klausula polis

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan tegas didalam polis, yang lazim disebut klausula asuransi. maksud klausula tersebut adalah untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menyebabkan kerugian. Jenis-jenis klausula terbagi atas beberapa macam yaitu 28

a. Klausula premier risqué

)

:

Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian (bulglary insurance), asuransi tanggung jawab (liability insurance). klausula ini menyatakan bahwa apabila dalam asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian sebagian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah di asuransikan ( Pasal 253 ayat (3) KUHD)

b. Klausula All risks

Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala risiko atas benda yang diasuransikan. Ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan

28)


(37)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 296 KUHD).

c. Klausula sudah diketahui (all seen)

Asuransi ini digunakan pada asuransi kebakaran (fire insurance). Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui betul keadaan konstruksi, letak, dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan dengan demikian klausula ini menghilangkan tuduhan bahwa tertanggung telah menyembunyikan hal-hal tertentu dari bangunan objek asuransi (Pasal 251 KUHD).

d. Klausula renunsiasi (Renunciation)

Renunsiasi artinya pelepasan hak. Klausula ini berhubungan dengan ketentuan Pasal 251 KUHD yang berarti melepaskan hak gugat berdasarkan pasal tersebut, menurut klausula ini penanggung tidak akan menggugat tertanggung dengan alasan Pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakukan secara jujur (fair) atau dengan itikat baik (in good feith) dan sesuai dengan kebiasaan.

e. Klausula free from particular average (FPA)

Klausula ini digunakan pada asuransi pengangkutan laut. Average artinya peristiwa kerugian laut. Klausula ini mempunyai arti bahwa penanggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut( particular average)seperti ditentukan dalam Pasal 709 KUHD29

29)

Ibid, Halaman 67

)

.


(38)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut ketentuan Pasal 259 KUHD, apabila asuransi diadakan langsung antara tertanggung dan penanggung, maka polis harus ditandatangani dan diserahkan olah penanggung dalam tempo 24 jam setelah permintaan, kecuali apabila karena ketentuan undang-undang ditentukan tenggang waktu yang lebih lama. Berdasarkan ketentuan ini, maka pembuat polis adalah penanggung atas permintaan tertanggung. Penanggung menandatangani polis tersebut, setelah itu segera diserahkan kepada tertanggung. Pembuatan polis oleh penanggung sesuai dengan fungsi polis sebagai bukti tertulis bagi kepentingan tertanggung30

1. Prinsip kepentingan

)

.

F. Prinsip-Prinsip Dalam Perjanjian Asuransi

Asuransi sebagai suatu perjanjian, juga memiliki prinsip yang melekat, yakni:

Dalam hukum asuransi, ditentukan bahwa apabila seorang menutup perjanjian auransi, yang bersangkutan harus mempunyai kepentingan terhadap obyek yang diasuransikan. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 250 KUHD yang menyebutkan bahwa “apabila seseorang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu asuransi, pada saat diadakannya asuransi itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang diasuransikan itu, maka penanggung tidak diwajibkan memberikan ganti kerugian”.

Dengan demikian prinsip kepentingan yang diasuransikan seperti yang terdapat dalam rumusan pasal 250 KUHD, mengandung arti bahwa kepentingan

30)


(39)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

merupakan syarat mutlak bagi perjanjian asuransi. Diharuskan ada kepentingan dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar asuransi tidak menjadi permainan atau perjudian. Hal itu disebabkan, apabila terdapat ketentuan yang demikian seorang tidak memiliki kepentingan terhadap suatu objek asuransi, akan dapat menutup asuransi terhadap objek asuransi. Akibatnya tanpa menderita kerugian orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimpa objek yang dimaksud31

Bila ia tidak mempunyai kepentingan, maka sekalipun polis telah ditutup dan telah dibayar, maka penanggung tidak wajib memberikan ganti rugi bila barang itu mengalami kerugian

)

.

Prinsip kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutup asuransi harus mempunyai kepentingan (interest) atas barang yang dipertanggungkan (insurable), atau orang yang ditutup asuransinya atas barangnya oleh orang lain (yang dikuasakannya), harus mepunyai kepentingan atas barang itu.

32

2. Prinsip itikat baik atau prinsip kejujuran yang sempurna (prinsiple of utmost good faith)

)

.

Utmost good faith adalah bahwa kita berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai fakta-fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan33

31)

M. Suparman Sastra Widjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, (Bandung : penerbit Alumni, 1997) halaman 69

32)

Radiks Purba, Op.cit, halaman 4 33)

AH. Hasan Ali, Asuransi Dalam Persfektik Hukum Islam, ( Jakarta : Penerbit Prenada Media, 2004) halaman 78

)


(40)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Pada dasarnya prinsip itikat baik para pihak tetap melandasi setiap perjanjian, demikian pula dalam perjanjian asuransi. dalam Pasal 251 KUHD disebutkan bahwa:

“setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun ada itikat baik padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, seandainya sipenanggung telah mengetahui keadaan sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Hal itu disebabkan karena perjanjian asuransi mempunyai sifat-sifat khusus dalam arti bahwa tertanggung harus menyadari bahwa pihaknya mempunya kewajiban untuk memberikan keterangan yang sebenarnya dan selengkapnya mengenai keadaan objek yang diasuransikan34

3. Prinsip Ganti kerugian (indemnity)

)

.

Asuransi berfungsi untuk mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu pristiwa yang tidak pasti. Prinsip ganti kerugian ini pada dasarnya adalah bahwa besarnya ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya. Hal ini terdapat dalam Pasal 246 KUHD, yaitu pada kalimat”… Untuk memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau karena kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”.

34)


(41)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut Emmy Pangaribuan Simajuntak bahwa sebagai dasar dimasukkan azas perseimbangan dalam perjanjian asuransi adalah azas dalam hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum atau memperkaya diri tanpa hak (onrechmatige verijjking)35

4. Prinsip subrogasi

.

Subrogasi berarti penggantian pihak yng berhak dalam suatu hubungan hukum mengenai hak-haknya terhadap pihak yang berwajib.

Didalam perjanjian asuransi apabila tertanggung yang telah mendapat ganti kerugian dari penanggung, juga diperkenankan menuntut ganti kerugian pada pihak ketiga yang menyebabkan timbulnya kerugian tersebut. Dalam hal ini maka tertanggung dapat menerima ganti kerugian yang melebihi kerugian yang dideritanya36

Pada umumnya, seorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerusakan/kerugian itu. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian pada pihak yang

)

. Maka untuk menghindarkan hal tersebut, diaturlah tentang subrogasi bagi penaggung yang terdapat dalam Pasal 284 KUHD :

“ seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dengan segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ke tiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan sitertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak sipenanggung terhadap orang-orang ketiga itu”.

35)

Ibid, Halaman 70 36)


(42)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

menyebabkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung37

a. Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ke tiga.

)

.

Subrogasi dalam auransi adalah subrogasi berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut:

b. Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.

Dengan demikian, subrogasi mempunyai tujuan mencegah tertanggung mendapat ganti kerugian yang melebihi kerugian yang dideritanya. Prinsip subrogasi bagi penanggung diadakan dalam usaha mempertahankan prinsip ganti kerugian atau prinsip indemnitas. Selain itu, dengan adanya prinsip subrogasi, pihak ketiga yang menimbulkan kerugian tidak akan bebas dari tanggung jawabnya sebab akan dituntut oleh penanggung.

Prinsip subrogasi hanya berlaku dalam asuransi kerugian (schadeverzekering) dan tidak berlaku dalam asuransi sejumlah uang (sommenverzekering). Hal itu ditegaskan pada keputusan Hoge Raad tanggal 31 Desember1931 NJ 1932, 419 yang dikenal sebagai arrest Spoorwegoongeval de vink (zeben dan Strek, 1986 :1723). Dalam Arrest tersebut ditentukan bahwa asuransi jumlah tidak dimaksudkan memberikan ganti kerugian atas kerugian yang diderita, tetapi memberikan pembayaran sejumlah uang kepada tertanggung yang sudah ditetapkan sebelumnya38

5. Prisip sebab akibat

)

.

37)

Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001) halaman 2 38)


(43)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Dalam perjanjian asuransi, kerugian yang timbul disebabkan oleh terjadinya suatu peristiwa. Untuk itu harus dapat ditentukan apakah peristiwa yang menjadi penyebab kerugian berada dalam tanggungan penanggung atau tidak.

Dalam prinsip sebab akibat, dikehendaki bahwa akibat kerugian yang terjadi, memang oleh suatu sebab yang merupakan tanggungan penaggumg. Apabila tidak, penanggung dibebaskan dari kewajiban dalam hal memberikan ganti kerugian kepada tertanggung39

6. Prinsip gotong-royong

)

.

Di dalam perjanjian asuransi, ganti kerugian yang dibayarkan oleh penanggung berasal dari pengumpulan premi yang diperoleh penanggung dari tertanggung –tertanggung lain yang juga menutup perjanjian asuransi dengannya.

Dengan demikian dalam perjanjian asuransi terlihat adanya sesuatu kerja sama (gotong-royong) antara orang yang mempunyai kepentingan bersama terhadap suatu peristiwa yang tidak tertentu.

39)


(44)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

BAB III

TINJAUAN TENTANG ASURANSI TAKAFUL

A. Pengertian Asuransi Syariah

Pada dasarnya istilah dari kata asuransi syariah sendiri mempunyai beberapa istilah antara lain takaful ( bahasa arab), ta’min dan dhaman (bahasa arab) dan Islamic insurance (bahasa inggris). Secara etimologis, ta’min berarti memberi rasa aman (securing), memberi perlindungan (protecting) dan memberi jaminan


(45)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

(guarantee). Namun demikian terhadap istilah-istilah tersebut tidaklah berbeda satu sama lain karena tetap mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung.

Secara filosofis dalam Al-Qur’an telah disebutkan dalam ayat Al-maidah ayat 2 yang artinya “ tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggara. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Al-Maidah:2)

Dari ayat tersebut terlihat bahwa setiap manusia harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa dan dilarang untuk tolong-menolong dalam kebatilan (perkara atau dosa-dosa dan permusuhan).

Dalam bahasa Arab Asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. Pengertian at-ta’min adalah seorang membayar/ menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang40

Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, digunakan istilah at-takaful al-ijtima’I atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat islam yang saling memikirkan, memperhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota

)

.

Sementara Muhammad Syakir Sula Mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah:

“Saling memikul risiko diantara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko yang lainnya”.

40)

Karnaen Perwataatmadja, Bank dan asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005) halaman 221.


(46)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

masyarakat yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitanya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain.

Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi syariah. Dalam fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 sebagai pertama mengenai ketentuan umum angka 1 disebutkan:

“Asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah41

Sehingga dalam hal ini, ada dua konsep dasar yang ada pada perusahaan asuransi Islam, yaitu

)

. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa asuransi syariah adalah suatu perikatan atau perjanjian kesepakatan/persetujuan bersama antara sekumpulan kemungkinan suatu pristiwa (musibah) yang mana operasionalnya dijalankan sesuai dengan syariah agama Islam.

42

Al-takaful (saling memberikan perlindungan)

)

:

Al-mudharabah (konsep bagi hasil, profit sharing)

Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa pendapat para ahli tentang asuransi syariah antara lain43

1. Pendapat yang membolehkan secara mutlak melakukan asuransi, diantaranya pendapat Mushtafa Ahmad Al Zarqa, Muhammad Al-Bahy, Muhammad Yusuf Musa,

)

:

41)

Ibid, halaman 221, 223, dan 224 42)

MuhbibAbdul Wahap, Op.cit, halaman 10-11. 43)


(47)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Abd Al-wahab Khalaf, Abd Al-Rahman Isa dan Muhammad Nezatullah Shiddiq. Argumentasi yang dijadikan dasar bagi yang membolehkan asuransi adalah sebagai berikut:

a. Dalam Al-Qur’an dan Hadis tidak didapati nash yang secara tegas melarang asuransi.

b. Dalam asuransi terdapat kesepakatam dan kerelaan antara kedua belah pihak. c. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak.

d. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.

e. Asuransi termasuk akad mudharabah antar pemegang polis dengan perusahaan asuransi.

f. Asuransi termasuk syirkat at-ta’awuniyah, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.

2. Pendapat yang mengharamkan asuransi antara lain pendapat dari Sayid Sabiq, Abdullah al-Qulqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi,Mahdi Hasan dan Mahmud Ali. Alasan utama pengharaman asuransi adalah bahwa premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktek riba.

Warkum Sumitro memberikan jawaban terhadap kelompok yang mengharamkan asuransi dengan enam alasan, sebagai berikut44

a. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang di dalam Islam.

)

:

b. Asuransi mengandung unsur ketidak pastian.

44)


(48)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

c. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.

d. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak secara tunai. e. Asuransi objek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang yang

berarti mendahului takdir Allah SWT.

f. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.

3. Pendapat yang membedakan beberapa asuransi, sehingga ada asuransi yang dipandang haram dan ada pula asuransi yang dipandang boleh. Muhammad Abu Zahrah membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial. Abdullah Ibn Zaid membolehkan asuransi kecelakaan dan mengharamkan asuransi jiwa45

Karena terdapat beberapa pendapat para ulama tentang asuransi ini, maka dalam ajaran Islam sendiri asuransi termasuk persoalan mu’amalah yang sama sekali baru, dan karna itu hukumnya harus dikembalikan kepada kaedah ushul fiqih. Dengan demikian hukum asuransi menurut fiqih Islam pada dasarnya adalah mubah (boleh), kecuali jika terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh syariat islam seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian), penipuan, spekulasi dan kecurangan atau ketidak adilan

)

.

4. Pendapat yang menyatakan bahwa hokum asuransi termasuk syubhat (samar-samar) karena tidak ada dalil-dalil agama yang secara jelas mengharamkan atau menghalkan asuransi. Karena itu sikap yang diambil adalah berhati-hati dalam berhubungan dengan asuransi.

46

45)

Muhbid Abdul Wahab, Op.cit,halaman 33-34 46)

Ibid, halaman 29 dan 32

)


(49)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Dengan demikian, dalam asuransi Islam merupakan suatu anugerah bagi manusia sebab asuransi dilandaskan pada prinsip mutualisme atau kebersamaan yang lebih jauh terlihat dalam prinsip tolong-menolong, kerja sama dan saling melindungi diantara sesama peserta (nasabah) asuransi.

B. Landasan Hukum Asurasi syariah 1. Al-Qur’an

dalam al-qur’an tidak disebutkan secara tegas yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat sekarang ini. Namun demikian terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi yang didalamnya terdapat muatan nilai dasar yang dalam praktik usaha perasuransian dengan prinsif syariah yaitu adanya semangat tolong-menolong, kerjasama dan keinginan untuk melindungi (memproteksi) terhadap kerugian yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam al-qur’an perintah untuk saling tolong-menolong dan bekerjasam antara lain terdapat dalam surat al-Maidah : 2 yang artinya “ tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam beerbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya”. Ayat tersebut tercermin dalam praktek usaha perasuransian berbasis syariah bahwa terdapat semangat tolong-menolong dimana semua peserta (nasabah), dalam hal ini peserta (nasabah) telah setuju untuk menyisihkan dananya untuk digunakan dalan dana sosial (tabarr;u) yang berguna untuk menolong salah seorang yang sedang mengalami musibah dan kerugian yang tidak disengaja. Dalam


(50)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

alqur’an juga terdapat perintah bahwa pentingnya untuk mempersiapkan dan merencanakan kehidupan dimasa yang akan datang serta dapat melindungi kepentingan ekonomi dari kerugian yang tidak disengaja.

2. Sunah nabi

Terdapat hadis tentang ‘aqilah yakni tentang praktik ‘aqilah yang telah menjadi tradisi dimasyarakat arab. ‘aqilah dimaknai dengan ashabah (kerabat dari orang tua laki-laki) yang menpunyai kewajiban menanggung denda (diyat) jika ada salah satu anggota sukunya melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain. Penanggung bersama oleh ‘aqilahnya mempunyai suatu kegiatan yang mempunyai unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini diasarkan atas adanya prinsip saling menanggung (takaful) antar anggota suku47

3. Ijtihad

)

. Dalam Islam diperintahkan agar selalu bersikap waspada tehadap segala kerugian atau musibah yang akan terjadi. Hal ini juga tercermin dalam praktek asuransi syariah bahwa adanya pengelolaan risiko yakni dengan meminimalisir pada tingkat yang serendah mungkin.

a. Fatwa sahabat

Dalam hal ini terdapat praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti kerugian) pernah dilakukan oleh umar bin Khattab yang memerintahkan agar orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar (diwan) berhak menerima bantuan

47)


(51)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (gantu rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka. Umar adalah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara profesional perwilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban48

b. Ijma

)

.

Para sahabat telah melakukan kesepakatan dalam hal ‘aqilah yang dilakukan oleh khalifah Umar bin khattab. Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan ‘aqilah ini49

c. Qiyas

)

.

Sejak datangnya Islam sistim ‘aqilah diterima menjadi bagian dari hukum Islam. Ide polok dari ‘aqilah adalah suku arab jaman dulu harus siap untuk melakukan kontribusi financial atas nama sipembunuh untuk membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah saat ini50

d. Istihsan

)

.

Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Dalam pandangan ahli Ushul Fiqh adalah memandang sesuatu itu baik. Kebaikan dari kebiasaan ‘aqilah

48)

Ibid, Halaman 122. 49)

Karnaen Perwataatmadja, Op.cit, Halaman 242 50)


(52)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

di kalangan suku arab kuno terletak pada kenyataan bahwa pada system ‘aqilah dapat menggantikan atau menghindari balas dendam berdarah yang berkelanjutan51

a. Manusia

)

.

Landasan asuransi syariah yang berdasarkan hukum islam tersebut tercermin implementasinya pada praktik asuransi syariah pada saat sekarang ini dengan prinsip-prinsip yang mendasarinya sehingga asuransi syariah merupakan suatu pertanggungan yang berbentuk tolong menolong, saling bekerja sama dan bertanggung jawab dan saling melindungi diantara sesama peserta (nasabah) dalam menghadapi sesuatu risiko yang tidak diperkirakan sebelumnya.

C. Subyek Dan Obyek Asuransi Takaful 1. Subyek Takaful

Dalam dunia hukum keperdataan subyek hukum itu mengandung pengertian sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban.

Dewasa ini yang memiliki hak dan kewajiban itu terdiri atas :

b. Badan hukum

Mulai kapankah manusia itu menjadi subyek hukum dapat melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya?

Pada umumnya, berlakunya manusia itu sebagai pembawa hak adalah saat ia dilahirkan dan akan segera berakhir seketika yang bersangkutan meninggal dunia. Bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya menurut hukum

51)


(53)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

dapat dianggap sebagai pembawa hak atau dianggap sebagai telah lahir, jika kepentingannya memerlukan terutama sekali menyangkut masalah penetapan ahli waris. Dalam hal ini manusia bukan satu-satunya subyek hukum, karena masih ada subyek hukum lainnya yaitu segala sesuatu yang menurut hukum dapat mempuanyai hak dan kewajiban termasuk disini apa yang diistilahkan dengan badan hukum (rechtspersoon)52

52)

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, Halaman 58

)

.

Dewasa ini dalam lalu lintas pergaulan hukum istilah badan hukum sudah lazim dipergunakan, bahkan telah diakui keberadaannya baik oleh hukum sendiri mauoun oleh masyarakat. Adapun yang dimaksud badan hokum adalah segala sesuatu yang yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakan yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Yang penting untuk diketahui bahwa badan hukum itu mempunyai kekayaan yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya. Adapun yang menjadi keuntungan badan hukum ini adalah terjamin kontinuitas hak dan kewajiban biarpun pengurusnya berganti, badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban tetap ada dan diteruskan oleh pengurus yang lain (yang menggantikannya).

Di Indonesia badan hukum itu dapat berupa perhimpunan dan perkunpulan harta kekayaan, seperti Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Umum (PERUM), atau juga bentuk badan hukum lainnya yang bukan untuk mencari sesuatu keuntungan seperti yayasan.


(1)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

pertanggungan dan harga pasar. Tujuan tertanggung dengan underinsurance biasanya

untuk mendapatkan premi asuransi yang lebih rendah.

Sedangkan, overinsurance terjadi karena tertanggung mengasuransikan obyek

pertanggungan lebih besar dari harga pasar. Oleh karena itu, penanggung akan

menghitung premi berdasarkan harga pertanggungan yang diberikan oleh

tertanggung. Apabila terjadi kerugian, pemberian yang diberikan terbatas pada harga

pasar, bukan sebesar harga pertanggungan. Tujuan tertanggung dengan

overinsurance, karena ketidak tahuan, biasanya untuk mendapatkan ganti rugi yang tidak wajar jika terjadi klaim. Untuk menghindari salah paham, biasanya tertanggung

diberitahu mengenai harga sebenarnya, disamping penutupan asuransi atas dasar

overinsurance sangat dihindari oleh penanggung80

80)

Ibid,Halaman 225

)

.


(2)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka kini

sampailah pada kesimpulan.

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan pada bab

sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa pada asuransi takaful, perjanjian (akad) yang digunakan pada dasarnya

merupakan suatu konsep investasi. Umumnya menggunakan konsep akad

mudharabah, namun di Indonesia ada yang menggunakan konsep akad lain dalam

hubungan antara perusahaan asuransi takaful dengan para pesertanya. Asuransi

syariah menerapkan dua bentuk akad diawal penerimaan premi, yakni akad

tabungan investasi dan akad kontribusi . akad tabungan investasi mendasarkan

prinsip al-mudharabah, sementara kontribusi berdasarkan prinsip hibah.

Prusahaan takaful dan peserta mengikatkan diri dalam perjanjian al-mudharabah

dengan hak dan kewajiban sesuai dengan perjenjian. Peserta takaful umum bisa

perorangan, perusahaan, atau yayasan, atau lembaga berbadan hukum lainnya.

2. Bahwa hubungan antara penanggung dengan tertanggung adalah perbuatan saling

menanggung , saling menjamin, tolong menolong antara sesama peserta.

Hubungan peserta asuransi dengan perusahaan sebagai penanggung merupakan

akad takaful, saling menolong, para peserta saling bertangguang jawab diantara


(3)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

diantara mereka, sedangkan perusahan asuransi hanyalah sebagai pemegang

amanah dari para peserta untuk melaksanakan tugas yang semestinya

dilaksanakan oleh peserta itu sendiri, yaitu untuk mengelola iuran (premi) yang

mereka kumpulkan dan selanjutnya memberikan santunan kepada peserta yang

mengalami musibah. Tindakan perusahaan disini sebagai pengelola dan

memberikan santunan adalah untuk dan atas nama peserta, karena yang mengikat

perjanjian adalah para peserta sendiri.

3. Bahwa Dalam asuransi kerugian, pada dasarnya adalah mekanisme ganti rugi

akibat terjadinya suatu musibah. Jaminan ini tertuang didalam polis. Mekanisme

ganti rugi diatur dalam prinsip Indemnity , yaitu penanggung akan memberikan

ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung , seperti pada saat

sebelum terjadinya pristiwa yang dijamin polis.

B. Saran

Selanjutnya di dalam skripsi ini juga memberi saran-saran antara lain sebagi

berikut :

1. Pengenalan terhadap asuransi syariah sebagai satu-satunya lembaga asuransi

Islam di Indonesia kepada masyarakat luas terutama umat Islam, agar

kehadirannya dapat dirasakan ditengah-tengah umat agar dilakukan dengan

intensif, Misalnya : melalui diadakannya seminar ilmiah, dimuat dimedia masa,

mengadakan diskusi-diskusi dan sebagainya.

2. Hendaknya dalam setian asuransi melandaskan pada sikap adil dan tolong


(4)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

kebajikan melalui akad tabarru ‘hibah’. Sehingga perjanjian pertanggungan

bukanlah diantara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan pihak

tertanggung (peserta asuransi) akan tetapi para pesertalah yang saling berjanji

untuk menanggung diantara mereka.

3. Sebaliknya bagi masyarakat yang ingin berasuransi atau menggunakan jasa

asuransi takaful ini agar tidak segan-segan menayakan perihal lembaga asuransi

takaful ini pada kantor-kantor pelayanan dan perwakilan takaful keluarga yang

tersebar disetiap daerah guna mendapatkan penjelasan secara rinci.

DAFTAR PUSTAKA

Muhbib Abdul Wahab, Asuransi Dalam Perspektif Al-Quran dan Hadist, Jakarta : PBB UIN, 2003

Gemala Dewi., Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia,Jakarta :Kencana, Edisi Pertama, 2004

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General) Konsep dan Sistim Oprasional, Jakarta : Gema Insani Press, Cetakan Pertama, 2004

Soejono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta : Penerbit UI Press, 1984

Purwo sutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1996

M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Zajat, Pajak, Asuransi dan Lembaga keuangan, Jakarta : PT.Raja Grafindo, 1996


(5)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

A. Hasymi Ali , Kamus Asuransi, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1996

Radiks Purba, Asuransi Angkatan Laut, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1998

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1999

CS.T. kansil dan S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,

Jakarta :Sinar Grafika, 2002

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Diindonesia, Jakarta : Penerbit C.V.Pembimbing, 1958

AH. Hasan Ali, Asuransi Dalam Persfektik Hukum Islam, Jakarta : Penerbit Prenada Media, 2004

M. Suparman Sastra Widjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,

Bandung : Penerbit Alumni, 1997

Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Jakarta : Bumi Aksara, 2001

Karnaen Perwataatmadja, Bank dan asuransi Islam di Indonesia, Jakarta :Kencana, 2005

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta : PT Intermasa, 1987

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen resiko , Jakarta : Grafindo Persada, cet.6, 2000


(6)

Darma Gifson : Analisis Terhadap Pelaksanaan Prinsip Keseimbangan (Indemniteit) Terhadap Asuransi Kerugian Pada Asuransi Takaful (Syariah) Di Kota Medan, 2007.

USU Repository © 2009

Mohammad Muslehuddin, Asuransi Dalam Islam, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1997

Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Yogyakarta :Penerbit Citra Media, 2000

Djoko Prakoso Dan I Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia,Jakarta : Bina Aksara,1989