Pengaruh ekstrak etanolik buah labu air (Langenaria siceraria (Mol.) Standley) pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin.
PENGARUH EKSTRAK ETANOLIK BUAH LABU AIR (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) PADA TIKUS JANTAN GALUR
SPRAGUE DAWLEY YANG DIPEJANI DOKSORUBISIN
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Reza Eka Putra
NIM : 098114081
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
i
PENGARUH EKSTRAK ETANOLIK BUAH LABU AIR (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) PADA TIKUS JANTAN GALUR
SPRAGUE DAWLEY YANG DIPEJANI DOKSORUBISIN
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Reza Eka Putra
NIM : 098114081
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
(6)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu.”
Amsal 16 : 3
Choose your love, love your choice (EKM Kotabaru)
Karya ini penulis persembahkan untuk… Tuhan Yesus Kristus atas limpahan berkat, penyertaan, dan cinta kasih-Nya
sepanjang hidup ini.
Orang tua saya, Bapak Rusdarmawan dan Ibu B. Istianangsih E., serta adik saya,
Clara Dewi, serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya.
Christine Herdyana Febrianti sebagai sahabat terkasih atas segala wujud kasih dan
sayangnya.
Keluarga besar Farmasi USD angkatan 2009 atas kebersamaannya.
(7)
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala berkat dan
karya-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Ekstrak Etanolik Buah Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley yang Dipejani Doksorubisin” dengan lancar dan baik.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S. Farm.) pada program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan
skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakutas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas tuntunan dan bimbingannya
selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Pembimbing Utama
skripsi ini atas segala kesabaran dalam memberikan bimbingan,
pengarahan, dukungan, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
3. Ibu Agustina Setiawati, S. Farm., Apt, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
Pendamping skripsi ini atas segala ilmu yang telah diberikan, bimbingan,
(8)
vii
4. Ibu Phebe Hendra M.Si., Apt. Ph.D selaku Dosen Penguji skripsi yang
telah banyak memberikan masukan, saran, dan bimbingannya.
5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dosen Penguji skripsi yang
telah banyak memberikan masukan, saran, dan bimbingannya.
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan ijin atas penggunaan fasilitas
laboratorium demi kepentingan penelitian skripsi ini.
7. Kepala Instalasi Kanker ―TULIP‖ Rumah Sakit dr. Sarjidto Yogyakarta atas bantuannya dalam mendapatkan bahan penelitian berupa
doksorubisin.
8. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D, atas segala bantuan dan diskusinya
dalam hal pembacaan preparat histopatologi.
9. Drh. Ari, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Kayat, dan Mas Ratijo yang telah
banyak membantu dalam hal-hal teknis di laboratorium selama penelitian
ini.
10.Teman-teman seperjuangan ―Labu Air‖, Joseph Singgih Dwilaksono, Maria Larizza Handoyo, dan Vincentia Adelina Haryanto atas segala kerjasama,
waktu, suka, duka, kebersamaan, dan perjuangan dalam menyelesaikan
penelitian ini sampai selesai.
11.Sahabat-sahabat terkasih, Christine Herdyana, Joseph Singgih Dwilaksono,
Maria Larizza Handoyo, Vincentia Adelina Haryanto, Johanes Putra, David
Candra Putra, Yulio Nur Aji, Melisa Silvia, Raras Pramudita, Lucia Shinta,
(9)
(10)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN……… ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... iix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
INTISARI ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian... 6
B. Tujuan Penelitian ... 6
(11)
x
A. Kanker ... 8
B. Doksorubisin ... 10
C. Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) ... 14
1. Klasifikasi taksonomi ... 15
2. Kandungan kimia ... 16
D. Aspartate Aminotransferase (AST) ... 16
E. Landasan Teori.………...18
F. Hipotesis ... 19
BAB III. METODE PENELITIAN ... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 20
C. Bahan Penelitian ... 22
D. Alat Penelitian ... 23
E. Tata Cara Penelitian ... 24
1. Determinasi buah Lagenaria siceraria ... 24
2. Pembuatan ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria ... 24
3. Pembuatan sediaan ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria ... 25
4. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1% ... 26
5. Uji pendahuluan ... 26
(12)
xi
b. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 26
6. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 27
7. Pembuatan serum ... 28
8. Pengukuran kadar serum AST ... 28
9. Pembuatan preparat histopatologi jantung ... 28
F. Analisis Hasil ... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Hasil Determinasi Tanaman ... 31
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Lagenaria siceraria ... 32
C. Pembuatan Sediaan Ekstrak Buah Lagenaria siceraria ... 34
D. Penetapan Dosis Doksorubisin Penyebab Kerusakan Jantung ... 34
E. Penetapan Waktu Pencuplikan Darah ... 35
F. Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Lagenaria siceraria pada Tikus Galur Sprague Dawley Yang Dipejani Doksorubisin ... 37
BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ... xlv A. Kesimpulan ... xlv B. Saran ... xlv DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 52
(13)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kadar serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah
hewan uji pada pemejanan doksorubisin (n=2) ... 36
Tabel II. Tabel II. Pengaruh perlakuan pemberian berbagai dosis ekstrak buah
Lagenaria siceraria terhadap tikus yang dipejani doksorubisin yang diamati dari
kadar serum AST ... 38
Tabel III. Hasil statistik pengaruh perlakuan pemberian berbagai dosis ekstrak
buah Lagenaria siceraria terhadap tikus yang dipejani doksorubisin yang diamati
(14)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema klasifikasi kanker ... 8
Gambar 2. Struktur doksorubisin ... 12
Gambar 3. Mekanisme pembentukan radikal bebas ... 13
Gambar 4. Labu air ... 15
Gambar 5. Strukur cucurbitacin B ... 16
Gambar 6. Kadar serum AST tikus dengan pemejanan doksorubisin pada berbagai waktu pencuplikan darah ... 36
Gambar 7. Kadar serum AST tikus dengan pemberian ekstrak buah Lagenaria siceraria pada berbagai variasi dosis ... 38
(15)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data buah labu air (Lagenaria siceraria) ... 53
Lampiran 2. Foto buah labu air (Lagenaria siceraria) ... 53
Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria 53
Lampiran 4. Kadar air serbuk etanolik buah Lagenaria siceraria dengan metode
gravimetri ... 54
Lampiran 5. Analisis statistik perbandingan nilai serum AST antar waktu
pencuplikan darah hewan uji pada kontrol pelarut ... 54
Lampiran 6. Analisis statistik pengaruh perlakuan pemberian berbagai dosis
ekstrak buah Lagenaria siceraria terhadap tikus yang dipejani doksorubisin yang
diamati dari nilai serum AST ... 55
Lampiran 7. Surat persetujuan Ethics Committee ... 58
(16)
xv
INTISARI
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) pada tikus jantan galur Sprague Dawley
yang dipejani doksorubisin. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria akibat pemejanan doksorubisin, dan mengenai besaran dosis efektif ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria yang dapat memberikan pengaruh akibat pemejanan doksorubisin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran aktivitas serum Aspartat Aminotransferase (AST) dan pemeriksaan gambaran histopatologi jantung. Sebanyak 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley dibagi acak menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC Na 1% selama 10 hari dan dilanjutkan pemberian saline steril selama 6 hari, kelompok kontrol doksorubisin yang diberikan dengan dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari, dan 3 kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanolik buah
Lagenaria siceraria dengan dosis 1000 ; 750 ; dan 500 mg/kg BB selama 10 hari yang dilanjutkan dengan pemberian doksorubisin dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari. Pada waktu 48 jam setelah perlakuan terakhir, setiap hewan uji pada setiap kelompok perlakuan diambil cuplikan darahnya melalui sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas AST. Pada akhir penelitian, tikus dibedah untuk diambil organ jantung untuk mengetahui kondisi/gambaran histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria belum mempengaruhi tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin melalui pengamatan serum AST dalam darah, dan pada gambaran histopatologi sel jantung pada dosis 1000 ; 750 ; dan 500 mg/kg BB.
(17)
xvi
ABSTRACT
A study concerning the effect of ethanol extract of Lagenaria siceraria
(Mol.) Standley fruit in male Sprague Dawley rats induced doxorubicin. This study aimed to obtain information about effect of ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit against doxorubicin, and how much effective dose of ethanol extract of Lagenaria siceraria required for given effect against doxorubicin.
This research is a pure experimental design using randomized complete unidirectional pattern. This method used in this research is a method of measuring the activity of Aspartat Aminotransferase (AST) and investigation of cardio histopathological changes. A total of 25 male Sprague Dawley rats were divided randomly into 5 groups : negative control of CMC Na 1% on 10 days and then
saline sterile given on 6 days, control of doxorubicin with dose 4,5 mg/kg every other day on 6 days, and 3 treatment groups given ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit 1000 ; 750 ; and 500 mg/kg on 10 days and then doxorubicin induced with dose 4,5 mg/kg every other day on 6 days. At 48 hours after the last administration, every rats on every groups, blood samples were taken through the eye orbital sinus for measuring activity of AST. In the end of study, rat’s heart are taken to investigation of histophatological changes.
The result showed that the ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit hasn’t effect in male Sprague Dawley rats induced doxorubicin in activity of AST and in histopathological of cardiac cell at dose 1000 ; 750 ; and 500 mg/kg.
Key words ; cancer, doxorubicin, cardiprotective, Lagenaria siceraria (Mol.) Standley
(18)
1 BAB I BAB I.PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan secara
cepat dari sel-sel di dalam jaringan tubuh. World Health Organization (WHO)
mengemukakan bahwa kanker merupakan salah satu penyakit penyebab utama
kematian di dunia. Menurut data pada tahun 2008, terdapat angka kematian
sebesar 7,6 juta jiwa di seluruh dunia akibat kanker, atau 13% dari angka
kematian seluruh penduduk di dunia pada tahun tersebut. Bahkan WHO
memperkirakan bahwa pada tahun 2030, kematian akibat kanker dapat mencapai
angka 13,1 juta jiwa (WHO, 2012). Penyebab utama penyakit ini
bermacam-macam, mulai dari virus, bakteri, zat kimia yang bersifat karsinogenik, paparan
sinar UV, faktor genetik, bahkan akibat stres kronis (Tim Cancer Helps, 2010).
Menurut Wattanapitayakul, Chularojmontri, dan Herunsalee (2005)
beberapa upaya pengobatan yang sering dilakukan dalam mengobati kanker antara
lain dengan operasi, kemoterapi, terapi hormon, maupun terapi dengan radiasi.
Dari sekian banyak terapi pengobatan kanker, kemoterapi masih menjadi pilihan
andalan bagi para pasien penderita kanker dalam menjalani pengobatan (Tim
Cancer Helps, 2010). Kemoterapi sendiri adalah istilah yang digunakan untuk
penggunaan obat-obatan sitotoksik dalam terapi kanker (Otto, 1996).
Menurut Fimognari, Nusse, dan Lenzi (2006) doksorubisin adalah agen
(19)
juga didukung oleh Shah, Mohan, Kasture, Sanna, dan Maxia (2009) yang
mengemukanan bahwa doksorubisin merupakan antibiotik golongan antrasiklin
yang poten terhadap kanker dan memiliki spektrum yang luas sebagai senyawa
antitumor pada berbagai jaringan tubuh manusia.
Potensi besar yang dimiliki doksorubisin sebagai antikanker memiliki
hambatan karena penggunaan doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan pada
jantung. Kerusakan pada jantung akibat doksorubisin disebabkan oleh adanya
peningkatan oxidative stress pada jantung yang diperantarai oleh reactive oxygen
species (ROS) (Octavia, Tocchetti, Gabrielson, Janssens, Crijns, dan Moens,
2012). Pendapat ini juga didukung oleh Alkreathy, Damanhouri, Ahmed, Slevin,
Ali, dan Osman (2010) yang berpendapat bahwa penggunaan klinis doksorubisin
juga terbatas karena memiliki risiko kardiotoksisitas. Reactive oxygen species
(ROS) yang menjadi perantara perusakan jantung oleh doksorubisin dihasilkan
oleh reaksi redoks dari doksorubisin radikal semikuinon yang merupakan hasil
penghilangan 1 elektron dari doksorubisin oleh flavoenzim reduktase di dalam
tubuh (Kalivendi et al., 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shah et al. (2009), pemejanan
doksorubisin secara intraperitoneal pada dosis 3 mg/kg BB yang diberikan setiap
2 hari sekali selama 2 minggu menyebabkan peningkatan kadar LDH, CPK, dan
AST secara signifikan, dan menurunkan kadar enzim antioksidan SOD dan GSH.
Hasil penelitian Fard, Naseh, Bodhankar, dan Dikshit (2010) dengan pemejanan
doksorubisin pada dosis 10 mg/kg BB secara intravena selama 1 jam pada hewan
(20)
juga menyebabkan perubahan secara histopatologi organ jantung berupa sever
nuclear pyknosis. Begitu pula dengan pemejanan doksorubisin dengan dosis
masing-masing pemejanan 2,5 mg/kg BB selama 6 kali dalam 2 minggu yang
mampu menyebabkan perubahan dalam profil EKG jantung tikus pada fase
repolarisasi di mana terjadi peningkatan perpanjangan dalam segmen ST dan
interval ST, dan juga nekrosis pada sel miokardial (Elbaky, Ali, dan Ahmed,
2010). Berbagai penelitian tersebut menunjukkan bagaimana doksorubsisin
mampu menyebabkan kerusakan jantung yang dapat diamati melalui beberapa
parameter.
Buah Lagenaria siceraria atau sering dikenal dengan buah labu air adalah
salah satu tanaman obat yang memiliki banyak khasiat, diantaranya adalah
sebagai peluruh air seni (diuretik), antioksidan, imunomodulator, antiinflamasi,
mempunyai aktivitas dalam melindungi hati (hepatoprotektif), dan sebagai
kardioprotektif (Gorasiya, Paranjape, dan Murti, 2011). Berdasarkan penelitian
sebelumnya oleh Fard et al. (2010), ditemukan bahwa Lagenaria siceraria dalam
bentuk jus buahnya dengan dosis 10 mL/kg BB mampu mengurangi efek
kardiotoksisitas dari doksorubisin dosis 10 mg/kg BB dengan rute pemberian
intravena. Pemberian jus buah Lagenaria siceraria tersebut mampu meningkatkan
kadar enzim antioksidan dalam darah, yaitu SOD dan GSH. Selain itu, dari
penelitian Kubde (2010) secara in vitro, ekstrak etanol dari buah Lagenaria
siceraria memiliki daya tangkap yang kuat untuk menangkap radikal bebas H2O2.
Dari kajian ini, ekstrak etanol Lagenaria siceraria potensial digunakan untuk
(21)
antioksidan. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak etanolik dari buah Lagenaria siceraria akibat pemejanan
doksorubisin.
1. Perumusan masalah
a. Apakah pengaruh pemberian ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria
siceraria) pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin?
b. Berapakah dosis efektif ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria
siceraria) yang dapat memberikan pengaruh pada tikus jantan galur
Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, penelitian mengenai
pengaruh ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria) terhadap
kadar AST dalam darah pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai buah labu air
(Lagenaria siceraria) yang pernah dilakukan adalah dengan judul Efek
Kardioprotektif Jus Buah Lagenaria siceraria (Molina) Standley
(Cucurbitaceae) pada Tikus yang Dipejani Doksorubisin (Fard et al.,
2010). Dari penelitian tersebut didapat bahwa pemberian jus buah
Lagenaria siceraria dengan dosis 10 mL/kg BB setiap hari selama 18 hari
(22)
pemejanan doksorubisin doksorubisin pada dosis 10 mg/kg BB secara
intravena selama 1 jam pada hewan uji tikus melalui pengamatan enzim
CK-MB, LDH, AST, dan pengamatan EKG berupa interval QT. Penelitian
lainnya berjudul Efek Protektif Jus Buah Lagenaria siceraria (Molina)
pada Kasus Infrak Miokardiak Akibat Isoproterenol (Upaganlawar dan
Balaraman, 2010). Pada penelitian tersebut, ditemukan bahwa jus buah
labu air (Lagenaria siceraria), pada dosis 400 mg/kg BB yang diberikan
setiap hari selama 30 hari memiliki efek protektif terhadap pemejanan
Isoproterenol pada dosis 200 mg/kg BB secara sub cutan melalui
pengamatan enzim antioksidan dan electrocardiograpic. Singh, Mohd,
Ayaz, Ankur, dan Jyoti (2012) juga meneliti mengenai ―Efek Protektif
Lagenaria siceraria terhadap Doksorubisin yang Menginduksi
Kardiotoksik pada Tikus Wistar‖ dan didapat hasil berupa pemberian
ekstrak air : etanol (1:1) biji Lagenaria siceraria dengan dosis harian 200
mg/kg BB dan 400 mg/kg BB selama 29 hari mampu mengurangi efek
kardiotoksik dari doksorubisin dengan dosis 10 mg/kg BB secara
intraperitoneal secara signifikan.
Dari penelusuran literatur yang dilakukan, penelitian mengenai
pengaruh ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria) pada tikus
jantan galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin belum pernah
dilakukan. Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang telah disebutkan diatas, seperti
(23)
bagian dari tanaman Lagenaria siceraria yang digunakan, maupun
penginduksi perusakan pada jantung. Penelitian ini menggunakan
keseluruhan buah Lagenaria siceraria dengan metode ekstraksi dengan
pelarut etanol dan doksorubisin sebagai penginduksi kerusakan jantung.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan pada penggunaan buah air (Lagenaria siceraria) pada ekstrak
etanoliknya akibat pemejanan kardiotoksik.
b. Manfaat praktis : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi
masyarakat dalam pemilihan agen terapi pendukung pada penderita kanker
yang diterapi dengan doksorubisin dengan penggunaan ekstrak etanolik
buah labu air (Lagenaria siceraria).
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : Penelitian ini bertujuan untuk menemukan alternatif
terapi pendamping untuk terapi kanker dengan doksorubisin.
2. Tujuan khusus :
a. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak etanolik buah
(24)
yang dipejani doksorubisin yang diamati melalui pengukuran kadar
AST dalam darah dan gambaran histopatologi sel jantung
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif ekstrak etanolik
buah labu air (Lagenaria siceraria) yang mampu menurunkan kadar
AST dalam darah dan menyebabkan perubahan gambaran
histopatologi sel jantung kembali normal pada tikus jantan galur
(25)
8 BAB II
BAB II.PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker
Tumor adalah pembengkakan yang terjadi di dalam tubuh yang
disebabkan oleh berkembangbiaknya sel-sel secara abnormal. Tumor dapat
bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (kanker). Tumor yang bersifat jinak
tumbuh membesar, tetapi tidak menyebar atau menggerogoti jaringan tubuh
lainnya (Gambar 1). Tumor yang bersifat ganas, disebut kanker, yang menyerang
seluruh tubuh dan tidak terkendali. sel kanker berkembang dengan cepat.
Sel-sel tersebut merusak dan menyerang jaringan tubuh melalui aliran darah dan
pembuluh getah bening sehingga dapat tumbuh dan berkembang ditempat baru
(Wijayakusuma, 2008).
(26)
Ada beberapa perbedaan antara tumor jinak dan tumor ganas (kanker) :
1. Kanker menyerang dan merusak jaringan normal yang berada
disekitarnya, sedangkan tumor jinak akan tumbuh dari perluasan
tanpa adanya penyerangan jaringan normal.
2. Kanker dapat mengalami metastasis melalui jalur limpatik atau
pembuluh darah yang menuju kelenjar limpa dan jaringan lain
dalam tubuh. Sedangkan tumor jinak hanya akan berada ditempat
ia berada saja dan tidak mengalami metastasis.
3. Kanker dapat berdeferensiasi menjadi lebih kuat dari sel normal,
sedangkan tumor jinak sifatnya masih menyerupai sel normal
4. Sel kanker berkembang sangat pesat dibandingkan dengan sel
tumor jinak (Ruddon, 2007).
Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari kanker, yaitu :
1. Morfologi sel kanker selalu berbeda dan lebih variatif daripada sel
normal yang terdapat pada jaringan yang sama. Sel kanker dapat
berbeda dalam hal ukuran dan bentuk.
2. Inti sel dari sel kanker selalu lebih besar dan kromatin akan terlihat
lebih jelas daripada sel normal.
3. Jumlah sel yang mengalami mitosis lebih besar daripada sel normal
yang mengakibatkan populasi sel kanker yang lebih besar daripada
populasi sel normal.
4. Banyak ditemukannya abnormal mitosis, ―giant cell‖, pleomorphic
(27)
5. Bila sudah tampak jelas terjadi penyerangan terhadap jaringan
normal, hal itu menandakan bahwa sel kanker sudah siap untuk
mengalami metastasis (Ruddon, 2007).
Setiap sel memiliki suatu siklus dalam tahapan replikasinya yang
dinamakan siklus sel. Siklus sel merupakan serangkaian kejadian yang
menghasilkan mitosis, suatu replikasi DNA dan pembagian yang merata kepada
sel-sel yang baru. Sel kanker memilki siklus yang sama dengan sel normal. Siklus
sel sendiri terdiri dari 5 fase, yaitu :
1. Fase G0 merupakan fase istirahat atau dorman,
2. Fase G1 merupakan fase sintesis protein yang akan digunakan
untuk fase S,
3. Fase S adalah fase di mana DNA disintesis,
4. Fase G2 adalah fase di manaterjadi sintesis protein lebih lanjut dan
tahap mempersiapkan fase M, dan
5. Fase M adalah tahap mitosis dan pembelahan sel (Otto, 2005).
B. Doksorubisin
Doksorubisin (Gambar 2)merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang
banyak digunakan untuk terapi berbagai macam jenis kanker seperti leukemia
akut, kanker payudara, kanker tulang dan ovarium (Childs, Phaneuf, Dirks,
Phillips, dan Leeuwenburgh, 2002). Senyawa ini diisolasi dari Streptomyces
peucetius var caesius pada tahun 1960-an dan digunakan secara luas (Minotti,
(28)
Berbagai penelitian mengenai mekanisme kerja doksorubisin telah
dilakukan. Antibiotik antrasiklin seperti doksorubisin memiliki mekanisme aksi
sitotoksik melalui empat mekanisme, yaitu:
1. penghambatan topoisomerase II,
2. interkalasi DNA sehingga mengakibatkan penghambatan sintesis DNA
dan RNA,
3. pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport ion,
dan
4. pembentukan radikal bebas semikuinon dan radikal bebas oksigen
melalui proses yang tergantung besi dan proses reduktif yang
diperantarai enzim. Mekanisme radikal bebas ini telah diketahui
bertanggungjawab pada kardiotoksisitas akibat antibiotik antrasiklin
(Bruton, Lazo, dan Parker, 2005).
Doksorubisin dapat menyebabkan kardiotoksisitas pada penggunaan
jangka panjang, hal itu menyebabkan penggunaannya secara klinis menjadi
terbatas. Efek samping pada pemakaian kronisnya bersifat ireversibel, termasuk
terbentuknya cardiomyopathy dan congestive heart failure (Han, Pan, Ren,
Cheng, Fan, dan Lou, 2008). Umumnya doksorubisin digunakan dalam bentuk
kombinasi dengan agen antikanker lainnya seperti siklofosfamid, cisplatin dan
5-FU. Peningkatan respon klinis dan pengurangan efek samping cenderung lebih
baik pada penggunaan kombinasi dengan agen lain dibandingkan penggunaan
(29)
Gambar 2. Struktur Doksorubisin (Anonim, 2012)
Hipotesis yang paling umum untuk mekanisme yang obat-obat golongan
antrasiklin, seperti doksorubisin, menyebabkan kardiotoksisitas meliputi
pembentukan radikal bebas dan superoksida. Hipotesis ini didasarkan pada
eksperimen in vitro dan beberapa penelitian telah dilakukan pada manusia. Reaksi
radikal bebas dimulai dari reduksi dari satu elektron dari doksorubisin sehingga
membentuk doksorubisin radikal semikuinon oleh flavoenzim reduktase seperti
NADPH-sitokrom P450 reduktase. Radikal semikuinon kemudian membentuk
kompleks dengan besi membentuk kompleks radikal bebas antrasiklin-besi (Fe2+).
Kompleks ini mereduksi oksigen untuk membentuk superoksida yang pecah
menjadi hidrogen peroksidase dan oksigen (Gambar 3) (Schimmel, Richel, van
(30)
Gambar 3. Mekanisme pembentukan radikal bebas (Schimmel et al., 2004)
Jantung adalah jaringan utama yang menjadi efek dari kerusakan akibat
radikal bebas dari doksorubisin. Hal ini disebabkan oleh rendahnya jumlah
enzim/molekul yang dapat menangkap radikal bebas, seperti SOD dan GSH.
Disisi lain, doksorubisin memiliki afinitas yang tinggi pada komponen fosfolipid
pada membran mitokondria sel jantung yang berakibat akumulasi doksorubisin
pada jaringan jantung (Koti, Vishwanathswamy, Wagawade, dan Thippeswamy,
2009).
Mitokondria menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap ROS yang
dapat mengakibatkan perubahan fungsinya. DNA pada mitokondria (mtDNA)
sangat mudah termodifikasi akibat adanya ROS/NOS (reactive nitrogen species).
Hal ini disebabkan mtDNA berada sangat dekat tempat produksi ROS intraseluler,
mtDNA juga tidak memiliki protein histon yang dapat berfungsi sebagai
pelindung terhadap perusakan akibat oksidatif, dan mtDNA tidak memiliki
(31)
Kerusakan pada mtDNA ini akan menyebabkan perubahan fungsi sel, seperti
dalam proses pembuatan kode untuk pembentukan protein bagi respirasi sel
(Lakshmi, Padmaja, Kuppusamy, dan Kutala, 2009).
Selain mempengaruhi mtDNA mitokondria, doksorubisin juga dapat
berikatan dengan membran dalam mitokondria dengan membentuk kompleks
yang hampir ireversibel dengan kardiolipin, salah satu komponen penyusun
membran dalam mitokondria. Kompleks ini menghalangi proses transport
elektron di dalam mitokondria sehingga proses respirasi terganggu (Octavia et al.,
2012).
C. Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley)
Famili Cucurbitaceae adalah sumber utama dari agen pengobatan sejak
zaman dahulu kala. Berbagai bagian tanaman, termasuk buah, dari famili ini telah
diuji potensi farmakologinya. Lagenaria siceraria (Molina) Standley (famili
Cucurbitaceae) atau lauki (Hindi) atau labu botol (Inggris) adalah tanaman obat
yang digunakan di India, Cina, negara-negara Eropa, Brazil, Hawaii, dan lain-lain
sebagai kardiotonik, tonik umum dan diuretik. Hasil penelitian lebih lanjut,
ditemukan efek sebagai antihepatotoksik, analgesik, anti-inflamasi, hypolipidemic,
antihyperglycemic, immunomodulator dan kardioprotektif dari ekstrak buahnya
(Tyagi, Sharma, dan Hooda, 2012).
Buah Lagenaria siceraria (Mol.) Standley (labu botol) (Gambar 4) umum
digunakan di India sebagai kardiotonik. Penelitian-penelitian sebelumnya
(32)
siceraria. Karena adanya keterkatian dengan aktifitas antioksidan, ekstrak
etanolik dari buah Lagenaria siceraria perlu diteliti efeknya terhadap patogenesis,
karena patogenisis erat hubungannya dengan radikal bebas. Ekstrak tersebut
ditemukan efektif sebagai hepatoprotektif, antioksidan, antihiperglikemia,
immunomodulator, antihiperlipidemia dan agen kardiotonik (Deshpande,
Choudhari, Mishra, Meghre, Wadodkar, dan Dorle et al., 2008)
1. Klasifikasi taksonomi
Gambar 4. Labu air (Deshpande et al., 2007)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Lagenaria
Species : Lagenaria siceraria (Mol.) Standley (Gorasiya et al.,
(33)
2. Kandungan kimia
Buah labu air memiliki komposisi asam amino, yaitu leusin
sebanyak 0,8 mg/g; fenilalanin 0,9 mg/g; valin 0,3 mg/g; tirosin 0,4 mg/g;
alanin 0,5 mg/g; treonin 0,2 mg/g; asam glutamat 0,3 mg/g; serin 0,6
mg/g; asam aspartat 1,9 mg/g; sistin 0,6 mg/g; sistein 0,3 mg/g; arginin 0,4
mg/g dan prolin 0,3 mg/g. Buah Lagenaria siceraria merupakan sumber
yang baik untuk vitamin B dan mengandung asam askorbat dalam jumlah
sedang dan juga cucurbitacins B, D, G dan H (terutama cucurbatacin B).
Hasil skrining fitokimia juga menyebutkan adanya kandungan fukosterol
dan kampesterol (Gorasiya et al., 2011).
Gambar 5. Strukur cucurbitacin B (Gorasiya et al., 2011)
D. Aspartate Aminotransferase (AST)
AST atau juga sering disebut SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat
Transaminase) adalah enzim yang sebagian besar terdapat dalam otot jantung dan
hati; selain itu juga ditemukan dalam otot rangka, ginjal, dan pankreas. Nilai AST
serum yang tinggi ditemukan pada infark miokard akut (IMA) dan kerusakan
hepar. Setelah nyeri dada hebat yang disebabkan oleh IMA, AST serum
(34)
Jika tidak terjadi perluasan infark, nilai AST serum kembali normal dalam 4
sampai 6 hari (Joyce, 2007).
Aspartate Aminotransferase merupakan salah satu contoh enzim plasma
terdapat dalam sel. Kadar enzim ini di dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar di dalam plasma darah. Bila kadar enzim ini di dalam darah meningkat,
menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel yang rusak atau mati, atau
proliferasi sel (penambahan jumlah sel dalam jumlah banyak) (Djojodibroto,
2003).
Peningkatan kadar terjadi bila terjadi infark miokard akut (IMA),
ensefalitis, nekrosis hepar, penyakit dan trauma musculoskeletal, pancreatitis akut,
eklampsia, dan gagal jantung kongestif (GJK) (Joyce, 2007).
Peningkatan kadar AST dalam darah dapat dibagi menjadi 3 kategori
berdasarkan jumlah kadarnya dalam darah, yaitu :
a) Peningkatan mencolok (5 kali normal atau lebih), penyebabnya dapat
berupa kerusakan hepatoseluler akut, infarkmiokard, kolaps sirkulasi
(syok), pankreatitis akut, maupun mononukleosis infeksiosa.
b) Peningkatan sedang (3-5 kali normal), penyebabnya dapat berupa
obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, atau gagal jantung kongesif.
c) Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal), penyebabnya dapat berupa
(35)
E. Landasan Teori
Sebagai antikanker, salah satu mekanisme kerja dari doksorubisin adalah
dengan pembentukan radikal bebas semikuinon dan radikal bebas oksigen melalui
proses yang berkaitan dengan besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim
(Bruton et al., 2005). Doksorubisin mampu menyebabkan kerusakan pada jantung
berdasarkan mekanisme kerjanya melalui radikal bebas dan keberadaan reactive
oxygen species (ROS) yang dihasilkan oleh reaksi redoks oleh doksorubisin
radikal semikuinon (Schimmel et al., 2004)
Menurut Koti et al. (2009), jantung merupakan jaringan utama yang
menjadi target aksi radikal bebas doksorubisin akibat rendahnya jumlah
enzim/molekul yang dapat menangkap radikal bebas, seperti SOD dan GSH, dan
akibat tingginya afinitas doksorubisin pada membran mitokondria sel jantung.
Keberadaan doksorubisin dalam mitokondria jantung ini akan menyebabkan
pengaruh kepada DNA dari mitokondria (mtDNA) yang berakibat pada
kerusakannya yang berujung pada perubahan fungsi selnya, seperti respirasi
Buah labu air (Lagenaria siceraria) merupakan salah satu tanaman obat
yang telah digunakan sebagai imunomodulator, hepatoprotektor, (Tyagi et al.,
2012) dan berdasarkan penelitian Deshpande et al. (2008) ditemukan aktifitasnya
sebagai kardioprotektif. Kandungan senyawa dalam buah labu air (Lagenaria
siceraria) pun beragam, mulai dari asam amino, vitamin, sampai
golongan-golongan sterol, seperti cucurbitacin, fukosterol, dan kampesterol (Gorasiya et al.,
(36)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari ekstrak etanolik buah
Lagenaria siceraria terhadap tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin. Evaluasi dari pengaruh pemberian ekstrak etanolik buah Lagenaria
siceraria tersebut dapat diamati melalui pengamatan kadar AST yang dihasilkan
oleh otot jantung ke dalam darah dan juga dapat dilihat melalui perubahan sel-sel
jantung yang diamati melalui preparat histopatologi.
F. Hipotesis
Ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria) mampu memberikan
pengaruh berupa penurunan kadar AST dalam darah dan kerusakan sel-sel jantung
(37)
17 BAB III
BAB III.METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
memberikan perlakuan terhadap subyek uji dalam penelitian. Rancangan
penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Dosis ekstrak buah labu air (Lagenaria siceraria).
b. Variabel tergantung
Efek kardioprotektif pada jantung tikus yang dipejankan ekstrak etanolik
buah labu air (Lagenaria siceraria), dengan tolak ukur penurunan kadar
AST dalam darah dan perubahan penampakan sel jantung yang diamati
melalui histopatologi jantung .
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau yang harus dikendalikan yaitu: hewan uji tikus jantan
galur Sprague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 200-300 g, dosis
doksorubisin sebesar 4,5 mg/kg BB dengan pemberian tiap 2 hari sekali
selama 6 hari, jenis makanan, dan rute pemberian ekstrak secara per oral
(38)
d. Variabel pengacau tidak terkendali
Variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah kondisi patologis
tikus dan asal buah labu air (Lagenaria siceraria).
2. Definisi operasional
a. Ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria (EELS) adalah ekstrak kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering buah Lagenaria
siceraria dengan metode maserasi dengan larutan penyari berupa etanol.
Filtrat yang didapat diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum
rotary evaporator sampai bobot tetap.
b. Ekstrak kental etanolik buah Lagenaria siceraria adalah hasil akhir proses
ekstraksi serbuk kering buah Lagenaria siceraria yang sudah tidak
mengandung pelarut yang digunakan dalam penyarian.
c. Sediaan ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria adalah sediaan yang
dibuat dari mensuspensikan ekstrak kental etanolik buah Lagenaria
siceraria dalam CMC Na 1& dengan konsentrasi ekstrak kental sebesar
15%.
d. Dosis ekstrak etanolik buah labu air adalah sejumlah milligram ekstrak
etanolik buah Lagenaria siceraria per kilogram berat badan tikus jantan
(39)
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Bahan uji yang digunakan yaitu buah labu air (Lagenaria siceraria) yang
diperoleh dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
b. Subyek uji yang digunakan, yaitu tikus jantan putih galur Sprague Dawley
usia 2-3 bulan, berat badan 200-300 gram yang diperoleh dari
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Doxotil® (Doksorubisin HCl 2mg/ml) Doksorubisin (Gernpharma), yang
diperoleh dari Instalasi Kanker ―TULIP‖ Rumah Sakit Umum Pemerintah
Dr.Sardjito Yogyakarta.
b. Pelarut bahan kemoterapi adalah larutan saline steril (Otsuka).
c. Etanol 80% untuk ekstraksi buah labu air (Lagenaria siceraria) yang
diperoleh dari Bratachem.
d. Pelarut untuk ekstrak etanol kental buah labu air (Lagenaria siceraria)
berupa CMC Na 1% yang diperoleh dari Bratachem.
e. Aquabides yang digunakan dalam uji aktivitas AST diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi USD
Yogyakarta.
f. Reagen untuk mengukur aktivitas serum AST berupa reagen kit-ASAT
(GOT) FS (Dyasis). Masing-masing bahan terdiri dari dua reagen, yaitu
reagen I dan II. Komposisi dari masing-masing reagen adalah sebagai
(40)
a. Reagen I : TRIS pH 7,65 (110 mmol/L), L-Aspartate (320 mmol/L),
MDH (Malate dehydrogenase) (≥ 800 U/L), dan LDH (Lactate dehydrogenase) (≥ 1200 U/L).
b. Reagen II : 2-Oxoglutarate (65 mmol/L), NADH (1 mmol/L), dan
Pyridoxal-5-phosphate FS yang terdiri dari Good’s buffer pH 9,6 (100 mmol/L) dan Pyridoxal-5-phosphate (13 mmol/L).
g. Ketamin untuk euthanasia subyek uji diperoleh dari Lembaga Penelitian
dan Pengujian (LPPT) terpadu Unit III UGM Yogyakarta.
h. Formalin 10% untuk pengawetan organ jantung diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi USD
Yogyakarta
i. Reagen Pewarnaan Histopatologi berupa pengecatan HE diperoleh dari
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM Yogyakarta.
D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan ekstrak etanolik
Seperangkat alat gelas (Beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu
takar (Pyrex), cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, timbangan
analitik (Mettler PM 4600 Delta Range dan Mettler AE 200), shaker, rotary
evaporator, oven, mesin penyerbuk, desikator, corong Buchner, pompa
(41)
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas (Beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu
takar (Pyrex), pipet tetes, batang pengaduk, timbangan analitik (Mettler PM
4600 Delta Range dan Mettler AE 200), spuit injeksi per oral (diperoleh dari
Bengkel MIPA Fakultas MIPA UGM Yogyakarta), spuit injeksi intravena
(One Med), vitalab mikro 1,0 user manual (E.merck, Darmsadt, Germany),
seperangkat alat bedah, stopwatch, vortex (Genie, Wilten, Holland),
sentrifuge, ependrof, pipa kapiler, dan mikropipet (Socorex).
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi buah Lagenaria siceraria
Determinasi sampel buah labu air (Lagenaria siceraria) dilakukan
dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman Lagenaria siceraria dengan
ciri-ciri morfologi yang ada di acuan. Acuan yang digunakan adalah artikel
berjudul ―Gourd, Cucuzzi-Lagenaria siceraria (Mol.) Standl.‖ yang diterbitkan oleh University of Florida dan ditulis oleh Professor James M.
Stephens.
2. Pembuatan ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria
Buah Lagenaria siceraria yang diperoleh di Pasar Beringharjo
Yogyakarta, dicuci dengan air mengalir hingga bersih kemudian dikupas kulit
buahnya. Daging buah dan kulit buah diiris kecil-kecil dan dibuang bijinya,
(42)
buah dapat dipatahkan. Kemudian, buah yang sudah kering diserbuk dengan
mesin penyerbuk.
Hasil serbuk yang didapat dimaserasi dengan pelarut etanol sebanyak 3
siklus. Siklus pertama dilakukan selama 2x24 jam.Kemudian disaring dengan
corong Buchner sehingga terpisah antara filtrat dan ampas. Ampas yang
didapat dimaserasi ulang dengan pelarut yang sama selama 1x24 jam.
Kemudian disaring dengan corong Buchner sehingga terpisah antara filtrat dan
ampas kembali. Ampas yang didapat dimaserasi ulang dengan pelarut yang
baru selama 1x24 jam. Kemudian filtrat yang didapat diuapkan pelarutnya
dengan rotary evaporator sampai pelarut tidak menetes lagi. Selanjutnya,
ekstrak dimasukkan dalam cawan porselen yang kemudian dimasukkan dalam
oven untuk penguapan pelarut lebih optimal sehingga didapat ekstrak kental.
Ekstrak kental yang didapat kemudian disimpan dalam wadah berisi silica gel
dan ditutup dengan alumunium foil untuk mencegah kontaminasi.
3. Pembuatan sediaan ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria
Ekstrak kental etanolik labu air dibuat dengan larutan dengan
konsentrasi paling pekat dalam pelarut CMC Na 1%. Penetapan konsentrasi
paling pekat dilakukan dengan cara memaksimalkan konsentrasi ekstrak yang
dapat melewati spuit oral dengan lancar. Setelah dilakukan orientasi, didapat
konsentrasi terpekat yang masih bisa melewati spuit oral dengan lancar adalah
(43)
4. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan
lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air
mendidih sampai volume 100,0 ml sampai terlarut sempurna.
5. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis doksorubisin penyebab kerusakan jantung
Pemilihan dosis doksorubisin yang dapat menyebabkan kerusakan
jantung dilakukan dengan menguji beberapa dosis doksorubisin dengan
parameter peningkatan kadar AST dalam darah paling tinggi. Pada
orientasi, ditemukan bahwa pada dosis pemberian 4,5 mg/kg BB yang
diberikan setiap 2 hari sekali 6 hari secara intraperitoneal menunjukkan
peningkatan kadar AST paling tinggi. Dosis dan cara pemberian inilah
yang digunakan dalam penelitian.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui
waktu pencuplikan darah yang tepat sehingga efek samping doksorubisin
sebagai kardiotoksik muncul dan dapat dideteksi secara optimal.
Parameter yang digunakan adalah kadar AST dalam darah yang paling
tinggi dalam selang waktu pencuplikan darah. Dari hasil orientasi,
ditemukan kenaikan nilai AST paling tinggi pada dosis dan perlakuan
(44)
6. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 25 ekor tikus jantan dibagi
secara acak dalam 5 kelompok sama banyak. Pembagian kelompok dan
perlakuan hewan uji adalah sebagai berikut :
a. Kelompok I merupakan kontrol pelarut yang diberi perlakuan CMC Na
1% (pelarut ekstrak) secara peroral selama 10 hari yang dilanjutkan
pemberian saline steril (pelarut doksorubisin) dengan volume
pemberian setengah dari volume maksimal secara intraperitoneal
setiap 2 hari sekali selama 6 hari.
b. Kelompok II merupakan kontrol doksorubisin. Pada kelompok ini,
hewan uji diberi perlakuan yaitu pemberian CMC Na 1% selama 10
hari pertama sebagai pelarut ekstrak, yang dilanjutkan dengan
pemberian doksorubisin dengan dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari
sekali selama 6 hari.
c. Kelompok III-V adalah kelompok perlakuan dengan pemberian
sediaan ekstrak etanolik buah Lagenaria sicerariadengan dosis 1000 ;
750 ; dan 500 mg/kg BB yang diberikan selama 10 hari pertama secara
per oral yang kemudian dilanjutkan pemberian doksorubisin dengan
dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari.
Pada setiap kelompok perlakuan, dilakukan pencuplikan darah setelah
(45)
aktivitas AST. Dilakukan pembedahan untuk mengambil organ jantung untuk
diamati histopatologinya 4 hari setelah perlakuan terakhir.
7. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata dengan pipa kapiler
dan ditampung dalam ependrof, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
3000 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya (serum).
8. Pengukuran kadar serum AST
Alat yang digunakan pada pengukuran kadar AST adalah
mikro-vitalab. Pada analisis spektrofotometri AST, dilakukan reaksi berdasarkan
reaksi antara serum darah dengan reagen I dan reagen II. Reagen I berisi TRIS
(pH 7,65), L-Aspartat, LDH (laktat dehidrogenase), dan MDH (malat
dehidrogenase). Reagen II berisi 2-oksoglutarat dan NADH. Analisis
dilakukan dengan reaksi sebagai berikut: reagen I sebanyak 800 μL dicampur
dengan 200 μL reagen II. Setelah itu dicampurkan serum sebanyak 100 μL dan dibaca resapan setelah tiga menit.
Aktivitas enzim dilihat pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370C,
dan faktor koreksi 1745. Kadar AST dinyatakan dalam U/L. Pengukuran kadar
AST dilakukan di Laboratorium Anatomi-Fisiologi Manusia Fakultas Farmasi
USD Yogyakarta.
9. Pembuatan preparat histopatologi jantung
Hewan uji dibunuh dengan cara penyuntikan ketamin. Kemudian
membuat irisan pada kulit dada sampai perut tikus dengan menggunakan
(46)
pada tabung berisi cairan pengawet formalin 10% dengan perbandingan 1
bagian otot dan 9 bagian formalin 10 %.
Sampel jantung tikus Sprague Dawley dalam tabung diletakkan ke rak
tabung kemudian diserahkan ke analis guna mengolahnya mengikuti metode
baku histologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin.
Dari setiap sampel otot dibuat preparat dengan potongan longitudinal,
kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Pewarnaan
dilakukan dengan cara menginkubasi preparat otot dengan larutan Mayer’s
hematoxilyn selama 5 menit, kemudian diinkubasi dalam larutan Eosin 0,5%
yang sudah ditambah asam asetat (100 : 1).
Pembuatan preparat histopatologi dan pembacaannya dilakukan di
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Pembacaan preparat
dalam lima lapangan pandang dengan perbesaran 400x. Sasaran yang dibaca
adalah jumlah sel-sel otot jantung tikus yang mengalami nekrosis. Data
pemeriksaan oleh pembimbing dan peneliti dicatat dalam formulir untuk
kemudian dianalisa.
F. Analisis Hasil
Data kadar AST dianalisis dengan metode Kolmogoro Smirnov untuk
melihat distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi data yang
normal maka dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan
taraf kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui
(47)
normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui
perbedaan kadar AST antar kelompok. Setelah itu, dilanjutkan uji dengan Mann
(48)
BAB IV
BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol buah
Lagenaria siceraria pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin
dan mengetahui dosis efektifnya. Tolak ukur yang digunakan adalah pengujian
kadar AST dalam darah sebagai tolak ukur kualitatif, dan pengujian dengan
melihat hasil preparat histopatologi organ jantung digunakan untuk penegasan
hasil.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan bertujuan menetapkan kebenaran sampel
yang digunakan berkaitan dengan ciri-ciri morfologis buah yang digunakan
berdasarkan kepustakaan dan menghindari kesalahan dalam proses pengumpulan
bahan. Menurut Stephens (2009), buah labu air memiliki ciri-ciri morfologis
sebagai berikut :
1. Buah berwarna hijau, baik hijau tua atau hijau muda. Beberapa buah ada
yang berwarna hijau tua secara keseluruhan, tetapi ada juga yang berwarna hijau
dengan garis-garis teratur, garis-garis acak, atau bintik-bintik seperti jerawat yang
berwarna hijau tua.
2. Diameter dari buah adalah 2-12 inci dengan panjang 4-40 inci.
3. Biji dari buah melekat pada jaringan spons yang ada pada buah. Biji
(49)
tersebut biasanya adalah 7-20 mm. Untuk buah yang memiliki leher dengan
panjang ±15 inci dan lebar 1-2 inci, biasanya tidak memiliki biji. Buah yang
berleher panjang memiliki biji dan bagian lehernya terdapat tonjolan yang berisi
biji.
4. Buah labu air yang berbiji biasanya berbentuk datar, bulat, tabung,
seperti alat pemukul, atau panjang dan kecil.
Dari ciri-ciri morfologi diatas, ditemukan bahwa buah yang digunakan
masuk dalam kriteria tersebut. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa buah yang
digunakan adalah benar buah Lagenaria siceraria.
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Lagenaria siceraria
Pembuatan ekstrak etanol buah Lagenaria siceraria dilakukan dengan
metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (kamar) (Dirjen POM, 2000). Metode ini dipilih karena
metode ini tidak menggunakan panas, bila dibandingkan metode penyarian lain
seperti sokletasi. Kondisi ini meminimalkan risiko kerusakan kandungan senyawa
dari buah Lagenaria siceraria akibat panas. Larutan penyari yang digunakan
adalah etanol 80%. Larutan penyari ini dipilih berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kubde (2010), ekstrak etanol 80% buah Lagenaria siceraria
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Penggunaan penyari berupa etanol
80% juga didasarkan atas perbedaan kepolaran yang sangat kecil dengan metanol
(50)
menyari hampir seluruh senyawa. Selain itu, etanol lebih aman digunakan
dibandingkan metanol karena etanol kurang toksik dibanding metanol.
Sebelum dilakukan maserasi, buah Lagenaria siceraria yang telah
dikeringkan, diserbukkan terlebih dahulu dengan alat penyerbuk. Tujuan
penyerbukkan ini adalah untuk memperkecil ukuran partikel simplisia sehingga
pada proses penyarian didapat hasil yang lebih maksimal. Ukuran partikel
simplisia yang lebih kecil, mengakibatkan luas kontak yang lebih besar dan proses
penyarian yang semakin optimal. Dalam proses ekstraksi, dilakukan proses
re-maserasi untuk semakin memaksimalkan proses penyarian. Proses ini dilakukan
dengan cara pengulangan penyarian dengan pelarut baru sebanyak 3x dengan
menggunakan maserat ekstraksi sebelumnya.
Hasil dari penyarian tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses
penguapan penyari yang digunakan dengan vacuum rotary evaporator. Prinsip
utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pemutaran labu alas
bulat sebagai wadah hasil proses penyarian sehingga penyari dapat menguap lebih
cepat dibawah titik didihnya. Dari hasil proses ini didapat ekstrak yang lebih
kental karena sudah banyak larutan penyari yang menguap. Ekstrak hasil vacuum
rotary evaporator dimasukkan ke dalam oven untuk lebih memaksimalkan
penguapan larutan penyari. Proses ini dilakukan sampai didapat bobot tetap yang
berarti seluruh larutan penyari sudah menguap dan yang tersisa hanya hasil
ekstraksi. Hasil yang didapat berupa ekstrak kental buah Lagenaria siceraria.
Hasil ekstrak kental buah Lagenaria siceraria yang didapat kemudian disimpan di
(51)
mencegah cemaran pada ekstrak. Dari proses ekstraksi ini, didapat rendemen
sebesar 37,778 %.
C. Pembuatan Sediaan Ekstrak Buah Lagenaria siceraria
Sediaan ekstrak buah Lagenaria siceraria dibuat dengan cara melarutkan
ekstrak kental buah Lagenaria siceraria pada pelarut CMC Na 1%. CMC Na 1%
dipilih untuk meningkatkan homogenitas suspensi ekstrak kental buah Lagenaria
siceraria. Hal ini dikarenakan ekstrak kental buah buah Lagenaria siceraria
adalah hasil penyarian dengan etanol, yang mana kepolarannya berbeda dengan
air, sehingga bila pelarut yang digunakan air, kelarutan ekstrak kental buah
Lagenaria siceraria tidak maksimal.
Sediaan dibuat dengan konsentrasi 15%, di mana 15 g ekstrak kental
dilarutkan dalam 100 mL pelarut (CMC Na 1%). Konsentrasi ini merupakan
konsentrasi maksimal yang bisa melewati spuit per oral yang nantinya akan
digunakan sebagai jalur pemejanan sediaan.
D. Penetapan Dosis Doksorubisin Penyebab Kerusakan Jantung
Pemilihan dosis doksorubisin penyebab kerusakan jantung ditandai dengan
peningkatan kadar AST dalam darah yang paling tinggi. Doksorubisin yang
digunakan diperjankan secara intraperitoneal.
Pemilihan dosis doksorubisin dalam tahap orientasi ini berdasarkan pada
beberapa penelitian mengenai risiko doksorubisin sebagai penyebab kerusakan
(52)
dipertimbangkan kenaikan kadar serum ALT karena penelitian ini merupakan
penelitian payung bersama Hariyanto.
Berdasarkan peningkatan kadar serum AST dan ALT (Hariyanto, 2013)
maka digunakan dosis doksorubisin 4,5 mg/kg BB yang dipejankan 2 hari sekali
selama 6 hari untuk tahap-tahap penelitian selanjutnya. Pemejanan dilakukan
dengan dosis terbagi karena berdasarkan orientasi, ditemukan bahwa ada risiko
kematian terhadap hewan uji selama masa penelitian bila langsung digunakan
dosis tunggal. Hal ini tidak diinginkan karena menimbulkan kesulitan dalam
mendeteksi parameter potensi efek kardioprotektif dari ekstrak etanol Lagenaria
siceraria yang di uji, yaitu serum AST. Bila hewan uji mengalami kematian, sulit
dilakukan pencuplikan darah untuk mengetahui kadar serum AST.
E. Penetapan Waktu Pencuplikan Darah
Penetapan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu
pencuplikan darah yang tepat sehingga efek samping doksorubisin sebagai
kardiotoksik dapat dideteksi secara optimal. Parameter yang digunakan adalah
kadarserum AST yang paling tinggi dalam selang waktu pencuplikan darah.
Waktu pencuplikan yang diuji yaitu jam ke-0, 2, 48, dan 72. Pemilihan waktu
pencuplikan darah ini didasarkan kepada hasil penelitian Alkreathy et al. (2010)
(53)
Berikut merupakan hasil orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji
yang disajikan dalam tabel dan diagram batang sebagai berikut :
Tabel I. Kadar serum AST dan perbandingan antar waktu pencuplikan darah hewan uji pada pemejanan doksorubisin (n=2)
Waktu pencuplikan
(jam)
Purata kadar serum AST ± SE (U/L)
0 158 ± 3 2 170 ± 0 48 302 ± 8 72 187 ± 6
Gambar 6. Kadar serum AST tikus dengan pemejanan doksorubisin pada berbagai waktu pencuplikan darah
Dari tabel I dan gambar 6 di atas, didapat nilai rata-rata kadar serum AST
pada jam ke-0, jam ke-2, jam ke-48, dan jam ke-72 berturut-turut adalah 158 ± 27;
170 ± 0; 302 ± 87 U/L; dan 187 ± 6. Nilai kadar serum AST paling tinggi terjadi
pada selang waktu 48 jam. Pada pencuplikan darah setelah 48 jam didapatkan
kenaikan nilai serum AST sebesar 1,9 kali dari nilai normal (dari 158 ke 302
(54)
jam setelah pemejanan doksorubisin dan didapat kenaikan yang cukup tinggi,
maka waktu 48 jam setelah pemejanan doksorubisin digunakan sebagai waktu
untuk pencuplikan darah untuk tahap selanjutnya.
F. Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Lagenaria siceraria Pada Tikus Galur Sprague Dawley Yang Dipejani Doksorubisin
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh pemberian
ekstrak buah Lagenaria siceraria pada tikus galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin. Pemejanan ekstrak ekstrak buah Lagenaria siceraria dilakukan
selama 10 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemejanan doksorubisin
dengan dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari selama 6 hari. Pada penelitian ini
digunakan variasi dosis ekstrak ekstrak buah Lagenaria siceraria sebesar 1000;
750; dan 500 mg/kg BB. Pencuplikan darah dilakukan 48 jam setelah pemejanan
doksorubisin pada hari terakhir, sesuai hasil uji pendahuluan, dan organ jantung
hewan uji diambil 4 hari setelah pemejanan doksorubisin pada hari terakhir
(berdasarkan penelitian Xin et al. 2007). Parameter yang digunakan pada
penelitian ini adalah kadar serum AST dalam darah, dan pengamatan
(55)
Hasil penelitian disajikan dalam tabel dan diagram batang sebagai berikut :
Tabel II. Pengaruh perlakuan pemberian berbagai dosis ekstrak buah Lagenaria siceraria terhadap tikus yang dipejani doksorubisin yang diamati dari kadar serum
AST
Kelompok Purata kadar serum AST ± SE (U/L)
I 149,0 ± 7,6 II 290,2 ± 37,7 III 262,0 ± 39,8 IV 309,2 ± 26,9 V 298,8 ± 59,3
Keterangan :
I. : Kelompok kontrol pelarut II. : Kelompok kontrol doksorubisin
III. : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 1000 mg/kg BB + doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari IV. : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 750 mg/kg BB +
doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari V. : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 500 mg/kg BB +
doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari EELS = ekstrak etanol buah Lagenaria siceraria;SE = Standar Error
Gambar 7. Kadar serum AST tikus dengan pemberian ekstrak buah Lagenaria siceraria pada berbagai variasi dosis
Keterangan : 1 = Kelompok kontrol pelarut ; 2 = Kelompok kontrol doksorubisin; 3 = Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 1000 mg/kg BB; 4 = Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 750 mg/kg; 5 = Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 500 mg/kg
(56)
Tabel III. Hasil statistik pengaruh perlakuan pemberian berbagai dosis ekstrak buah Lagenaria siceraria terhadap tikus yang dipejani doksorubisin yang diamati
dari kadar serum AST
Kelompok I II III IV V
I - BB BB BB BB
II BB - BTB BTB BTB
III BB BTB - BTB BTB
IV BB BTB BTB - BTB
V BB BTB BTB BTB -
Keterangan :
I : Kelompok kontrol pelarut
II : Kelompok kontrol doksorubisin dengan dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari
III : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 1000 mg/kg BB + doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari IV : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 750 mg/kg BB +
doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari V : Kelompok kontrol perlakuan EELS dosis 500 mg/kg BB +
doksorubisin dosis 4,5 mg/Kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari EELS = ekstrak etanol buah Lagenaria siceraria; BB = berbeda bermakna (p<0,05) ; BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)
(A) (B)
(C) (D)
1 2 1 2 1 1 2 3 1
(57)
(E)
Gambar 8. Gambaran histopatologi organ jantung tiap kelompok perlakuan (perbesaran 400x)
Keterangan : A = kontrol doksorubisin; B = kontrol pelarut; C = EELS 1000 mg/kg BB; D = EELS 750 mg/kg BB; E = EELS 500 mg/kg BB; 1 = inti sel miokard
jantung; 2 = sel miokard jantung; 3 = pembuluh darah
Pada penelitian, hewan uji dikelompokan menjadi 5 kelompok,
yaitu kelompok kontrol pelarut, kontrol doksorubisin, dan 3 kelompok
pemejanan EELS dengan dosis 100; 750; dan 500 mg/kg BB. Kelompok
uji kontrol pelarut ditujukan untuk mengetahui apakah pelarut mempunyai
pengaruh pada kadar AST dalam darah, memastikan peningkatan kadar
serum AST hanya akibat pemejanan doksorubisin, dan memastikan bahwa
penurunan kadar AST dalam darah pada hewan uji hanya akibat
pemberian ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria.
Berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipients edisi 6
(2009), CMC Na tidak memiliki potensi untuk mempengaruhi kerusakan
jantung. Efek samping dari pemberian CMC-Na secara peroral adalah efek
pencaharnya yang mucul pada dosis 4-10 g setiap hari dengan nilai LD50
pada tikus sebesar 27 g/kg. Selain itu, berdasarkan Suckow et al. (2006),
kadar serum AST normal pada tikus Sprague Dawley berumur 7-10
1
(58)
minggu adalah sebesar 77-157 U/L. Dari data yang didapat, hewan uji
yang digunakan masih masuk dalam kisaran kadar serum AST normal,
yang berarti hewan uji yang digunakan normal.
Berdasarkan pengamatan histopatologi organ jantung pada
kelompok kontrol pelarut (gambar 8), didapat hasil bahwa organ jantung
hewan uji pada kelompok ini normal. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda
kerusakan pada sel jantung. Hasil ini semakin mempertegas hasil dari
pengukuran kadar serum AST, bahwa pelarut yang digunakan tidak
mempengaruhi kerusakan pada jantung.
Dilakukan pula uji untuk kelompok kontrol doksorubisin dengan
tujuan untuk melihat efek perusakan pada jantung yang diamati melalui
pengamatan kadar AST dalam darah dan penampakan sel jantung akibat
pemejanan doksorubisin. Dosis doksorubisin yang digunakan adalah 4,5
mg/kg BB tikus dengan pemberian setiap 2 hari selama 6 hari.
Purata kadar serum AST yang didapat setelah pemberian
doksorubisin sebesar 290,2 ± 37,673 U/L. Bila dibandingkan dengan
kontrol pelarut, pemejanan doksorubisin menaikkan nilai serum AST
sebesar 1,9 kali dari nilai serum AST kontrol pelarut (149 ± 7,56 U/L).
Dari hasil statistik, didapat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna
antara kontrol pelarut dan kontrol doksorubisin, di mana terjadi kenaikan
nilai serum AST (Tabel III).
Kenaikan kadar serum AST ini disebabkan akibat kemampuan dari
(59)
adanya superoksida. Menurut Koti et al. (2009), jantung adalah jaringan
utama yang menjadi efek dari kerusakan akibat radikal bebas. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya jumlah enzim/molekul yang dapat menangkap
radikal bebas, seperti SOD dan GSH. Di sisi lain, doksorubisin memiliki
afinitas yang tinggi pada komponen fosfolipid pada membran mitokondria
sel jantung yang berakibat akumulasi doksorubisin pada jaringan jantung.
Kerusakan pada mitokondria ini sangat berpengaruh pada kinerja jantung
akibat adanya perubahan energi untuk metabolism (Lakshmi et al., 2009)
Selain itu, doksorubisin juga dapat berikatan dengan membran
dalam mitokondria dengan membentuk kompleks yang hampir ireversibel
dengan kardiolipin, salah satu komponen penyusun membran dalam
mitokondria. Kompleks ini akan menghalangi proses transport elektron di
dalam mitokondria sehingga proses respirasi terganggu (Octavia et al.,
2012).
Hasil dari peningkatan kadar serum AST ini menegaskan bahwa
kenaikan kadar serum AST dalam darah adalah akibat dari pemejanan
doksorubisin. Peningkatan nilai serum AST yang terjadi pada kelompok
perlakuan lainnya hanya merupakan akibat pemejanan doksorubisin, dan
bukan akibat dari pelarut yang digunakan.
Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi organ jantung (gambar
8), pada kelompok kontrol doksorubisin tidak ditemukan tanda-tanda
kerusakan pada sel jantung. Penampakan sel jantung masih sama dengan
(60)
ditemukan kerusakan pada tingkatan sel jantung akibat pemejanan
doksorubisin. Doksorubisin menyebabkan peningkatan kadar AST, tetapi
belum sampai merusak sel-sel jantung. Hal ini diduga akibat dosis
pemejanan doksorubisin yang tidak sampai merusak sampai tingkatan sel.
Dosis yang digunakan sudah mampu meningkatkan kadar AST dalam
darah, tetapi belum sampai menyebabkan kerusakan pada sel jantung.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Alkreathy et al. (2010),
didapat bahwa kerusakan pada tingkatan sel jantung terjadi pada dosis
sekali pemejanan doksorubisin sebesar 25 mg/kg BB pada hewan uji tikus.
Kelainan yang terjadi yaitu inflamasi sel dan peri arterial fibrosis. Hasil
penelitian Singh et al. (2012) dengan menggunakan dosis doksorubisin 10
mg/kg BB dalam sekali pemejanan menunjukkan adanya nekrosis pada sel
jantung akibat pemejanan doksorubisin. Begitu pula dari hasil penelitian
Raskovic, Stilinovic, Kolarovic, Vasovic, Vukmirovic, dan Mikov (2011),
di mana ditemukan adanya hyperemia akibat pemejanan doksorubisin pada
dosis 1,66 mg/kg BB yang diberikan setiap 2 hari sekali selama 12 hari.
Dari beberapa hasil penelitian diatas, ditemukan perubahan berupa
kerusakan pada penampakan sel jantung akibat pemejanan doksorubisin.
Tetapi, pada penelitian ini tidak ditemukan kerusakan sel jantung pada
kelompok pemejanan doksorubisin. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa sebab, seperti akibat dosis pemejanan doksorubisin yang
digunakan belum mampu merusak sel, maupun kurangnya lama
(61)
mampu meningkatkan kadar AST dalam darah, tetapi belum sampai
menyebabkan kerusakan pada sel jantung.
Kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah kelompok hewan
uji yang diberi ekstrak buah Lagenaria siceraria. Pemberian ekstrak buah
Lagenaria siceraria pada tikus yang dipejani doksorubisin ditujukan untuk
melihat potensi efek kardioprotektif dari sediaan ekstrak buah Lagenaria
siceraria (EELS) yang diberikan. Efek kardioprotektif didasarkan pada
penurunan kadar serum AST yang dibandingkan dengan kontrol
doksorubisin.
Dosis EELS yang digunakan sebesar 1000 mg/kg BB untuk
kelompok III; 750 mg/kg BB untuk kelompok IV; dan 500 mg/kg BB
untuk kelompok V. Penentuan dosis EELS yang digunakan merupakan
perkiraan dosis yang mampu memberikan efek kardioprotektif, karena
penelitian ini masih merupakan tahap skrining awal untuk mencari dosis
yang efektif. Oleh karena disini masih merupakan tahap skrining dosis,
maka digunakan peringkat dosis yang memiliki perbedaan yang cukup
besar untuk melihat bagaimana potensi EELS pada dosis rendah, sedang,
dan tinggi. Pemberian EELS selama 10 hari didasarkan pada penelitian
dari Tatlidede et al. (2009), di mana ditemukan bahwa penggunaan terapi
antioksidan selama kurang lebih dua minggu sebelum pemejanan akut
doksorubisin secara signifikan dapat mengurangi pembentukan radikal
(62)
Pada kelompok III, dengan pemberian EELS 1000 mg/kg BB
dibandingkan dengan purata kadar serum AST dari kelompok
doksorubisin dari hasil statistik didapat bahwa ditemukan perbedaan yang
tidak bermakna (Tabel III). Begitu pula pada kelompok IV (pemberian
EELS 750 mg/kg BB) dan kelompok V (pemberian EELS 500 mg/kg BB),
ditemukan perbedaan yang tidak bermakna dengan kelompok doksorubisin
(Tabel III). Dari hasil ini, secara statistika dikatakan bahwa pemejanan
EELS belum mampu menurunkan kadar serum AST.
Berdasarkan pengamatan histopatologi organ jantung (gambar 8),
pada ketiga kelompok yang diberi EELS tidak ditemukan tanda-tanda
kerusakan pada sel jantung. Hasil ini tidak dapat dijadikan acuan bahwa
pemberian EELS dapat memberikan efek kardioprotektif bagi jantung. Hal
ini disebabkan karena pada kelompok kontrol doksorubisin, juga tidak
ditemukan kerusakan tingkat sel. Selain itu, dari hasil pengukuran kadar
serum AST pada ketiga kelompok, juga ditemukan bahwa pemberian
EELS belum mampu menurunkan kadar serum AST bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol doksorubisin.
Secara teoritis, perlakuan pemberian EELS mampu menurunkan
kadar AST dalam darah berdasarkan efek kandungan antioksidan dari
buah Lagenaria siceraria, sesuai hasil penelitian Kubde et al. (2010).
Hasil yang didapat ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti dosis
(63)
menurunkan kadar AST dalam darah, maupun pemberian EELS yang
kurang lama.
Menurut Laksmi et al. (2009), penggunaan antioksidan sendiri
merupakan tahapan pertama dalam strategi untuk menangkal perusakan
akibat peristiwa oksidatif. Antioksidan sendiri memiliki tiga tahap dalam
sistem pertahanannya terhadap radikal bebas. Tahap pertama, yaitu
melalui proses enzimatik, seperti meningkatkan produksi enzim-enzim
yang bertanggungjawab terhadap kontrol dalam pembentukan dan
poliferasi radikal bebas yang berasal dari molekul oksigen, seperti
superoxide dismutases (SODs), glutathione peroxidases (GPx), dan
katalase. Bila itu tidak berhasil, dilakukan tahap kedua, yaitu dengan
meningkatkan vitamin C dan E yang mencegah poliferasi pembentukan
radikal tahap kedua dalam rantai reaksi pembentukan radikal bebas. Tahap
terakhir adalah dengan membuang seluruh molekul radikal dari tubuh.
Tetapi disisi lain, ada beberapa antioksidan yang tidak memiliki
kemampuan untuk mencegah penyakit kardiovaskular akibat radikal
bebas. Hal ini disebabkan oleh reaksi redoks yang sangat kompleks pada
kasus in vivo, dan ketidakmampuan untuk mendapat target reaksi redoks
(64)
47 BAB V
BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria) belum mampu
mempengaruhi tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin melalui pengukuran kadar serum AST dalam darah dan
melalui gambaran histopatologi sel jantung sampai dosis 1000 mg/kgBB.
2. Belum ditemukan dosis efektif ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria
siceraria) yang mampu menurunkan kadar AST dalam darah dan
menyebabkan perubahan gambaran histopatologi sel jantung kembali
normal pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani
doksorubisin.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang :
1. Dosis dan lama pemejanan doksorubisin sebagai kardiotoksin yang
menyebabkan kerusakan tingkat sel.
2. Peningkatan dosis dan lama pemberian ekstrak etanolik buah labu air
(65)
48
DAFTAR PUSTAKA
Alkreathy, H., Damanhouri, Z.A., Ahmed, N., Slevin, M., Ali, S.S., and Osman, A.M., 2010, Aged Garlic Extract Protects Against Doxorubicin-Induced Cardiotoxicity In Rats, Food Chem. Toxicol., 48, 951-954.
Anonim, 2012, Drug Bank, Doxorubicin, http://www.drugbank.ca/drugs/DB00997, diakses tanggal 12 Desember 2013.
Bruton, L., Lazo, J. S., and Parker, K. L., 2005, Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, McGrawHill, New York, pp. 35-40.
Childs, A.C., Phaneuf, S.L., Dirks, A.J., Phillips, T., and Leeuwenburgh, 2002, Doksorubisin Treatment in Vivo Causes Cytochrome C Release and Cardiomyocyte Apoptosis, As Well As Increased Mitochondrial Efficiency, Superoxide Dismutase Activity, and Bcl-2:Bax Ratio, Cancer Research, 62, 4592-4598.
De Jong, W., 2001, Kanker, Wat Heet?! Medische Informatie Over De Ziekte(n), De Behandeling En De Prognose, diterjemahkan oleh Astoeti Suharto Heerdjan, hal. 3, Arcan, Jakarta.
Djojodibroto, R. D., 2003, Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (General Medical Check Up), Pustaka Populer Obor, Jakarta, pp. 59-60.
Deshpande, J. R., Choudhari, A.A., Mishra,M. R., Meghre, V.S.,Wadodkar, S. G., and Dorle, A.K., 2008, Beneficial Effects Of Lagenaria Siceraria (Mol.) Standley Fruit Epicarp In Animal Models, I.J.E.B., Vol. 46, 234-242.
Dirjen POM, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, p. 82.
Fard, M.H., Naseh G., Bodhankar, S.L., and Dikshit, M., 2010, Cardioprotective activity of fruit of Lagenaria siceraria (Molina) Sandley on Doxorubicin induced Cardiotoxicity in rats, I.J. P., 8, 232- 238.
Fimognari, C., Nusse, M.N., and Lenzi, M., 2006, Sulforaphane Increases The Efficacy of Doksorubisin in Mouse Fibroblasts Characterized Mutations,
Mutation Research, 601, 92-101.
Gorasiya, H.J., Paranjape, A.,and Murti, K., 2011, Pharmacognostic And Pharmacological Profile Of Lagenaria siceraria (Molina) Standley: A Review, Pharmacologyonline, 3, 317-324.
(1)
Multiple Comparisons AST
LSD (I) perlakuan
(J) perlakuan Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval Lower
Bound
Upper Bound kontrol doxo -141.20000* 54.00156 .017 -253.8453 -28.5547
E1 -113.00000* 54.00156 .049 -225.6453 -.3547 E2 -160.20000* 54.00156 .008 -272.8453 -47.5547 E3 -149.80000* 54.00156 .012 -262.4453 -37.1547 doxo kontrol 141.20000* 54.00156 .017 28.5547 253.8453 E1 28.20000 54.00156 .607 -84.4453 140.8453 E2 -19.00000 54.00156 .729 -131.6453 93.6453 E3 -8.60000 54.00156 .875 -121.2453 104.0453 E1 kontrol 113.00000* 54.00156 .049 .3547 225.6453 doxo -28.20000 54.00156 .607 -140.8453 84.4453 E2 -47.20000 54.00156 .392 -159.8453 65.4453 E3 -36.80000 54.00156 .503 -149.4453 75.8453 E2 kontrol 160.20000* 54.00156 .008 47.5547 272.8453 doxo 19.00000 54.00156 .729 -93.6453 131.6453 E1 47.20000 54.00156 .392 -65.4453 159.8453 E3 10.40000 54.00156 .849 -102.2453 123.0453 E3 kontrol 149.80000* 54.00156 .012 37.1547 262.4453 doxo 8.60000 54.00156 .875 -104.0453 121.2453 E1 36.80000 54.00156 .503 -75.8453 149.4453 E2 -10.40000 54.00156 .849 -123.0453 102.2453 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
(2)
(3)
(4)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul ―Pengaruh Ekstrak Etanolik
Buah Labu Air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) terhadap Kadar AST dalam Darah Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley yang Dipejani Doksorubisin” memiliki nama lengkap Reza Eka Putra, merupakan putra pertama dari pasangan Rusdarmawan dan B. Istiananingsih Ekowati. Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 24 Juli 1991. Pendidikan formal yang pernah ditempuh, yaitu Taman Kanak-Kanak Sang Timur Ciledug, Tangerang (1995-1997), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Sang Timur Ciledug, Tangerang (1997 dan 2000) dan SD Kanisius Demangan Baru Sleman, Yogyakarta (1998-1999 dan 2001-2003). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 8 Yogyakarta (2003-2006) dan melanjutkan di tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta (2006-2009). Penulis kemudian melanjutkan studi di pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharna Yogyakarta Fakultas Farmasi pada tahun 2009. Selama menempuh masa perkuliahan, penulis tercatat pernah menjabat sebagai Komisaris ISMAFARSI pada periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan baik dalam tingkat fakultas maupun diluar fakultas seperti Panitia Pharmacy Performance pada tahun 2009 sebagai seksi konsumsi, Panitia Kampanye Informasi Obat pada tahun 2010 sebagai ketua, dan menjadi peserta pada beberapa kegiatan di luar fakultas, seperti Kampanye Informasi Obat Nasional yang dilaksanakan oleh Fakultas MIPA UII (2010).
(5)
xv INTISARI
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak etanolik buah labu air (Lagenaria siceraria (Mol.) Standley) pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria akibat pemejanan doksorubisin, dan mengenai besaran dosis efektif ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria yang dapat memberikan pengaruh akibat pemejanan doksorubisin.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran aktivitas serum Aspartat Aminotransferase (AST) dan pemeriksaan gambaran histopatologi jantung. Sebanyak 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley dibagi acak menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif yang diberikan CMC Na 1% selama 10 hari dan dilanjutkan pemberian saline steril selama 6 hari, kelompok kontrol doksorubisin yang diberikan dengan dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari, dan 3 kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria dengan dosis 1000 ; 750 ; dan 500 mg/kg BB selama 10 hari yang dilanjutkan dengan pemberian doksorubisin dosis 4,5 mg/kg BB setiap 2 hari sekali selama 6 hari. Pada waktu 48 jam setelah perlakuan terakhir, setiap hewan uji pada setiap kelompok perlakuan diambil cuplikan darahnya melalui sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas AST. Pada akhir penelitian, tikus dibedah untuk diambil organ jantung untuk mengetahui kondisi/gambaran histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik buah Lagenaria siceraria belum mempengaruhi tikus galur Sprague Dawley yang dipejani doksorubisin melalui pengamatan serum AST dalam darah, dan pada gambaran histopatologi sel jantung pada dosis 1000 ; 750 ; dan 500 mg/kg BB.
(6)
xvi ABSTRACT
A study concerning the effect of ethanol extract of Lagenaria siceraria (Mol.) Standley fruit in male Sprague Dawley rats induced doxorubicin. This study aimed to obtain information about effect of ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit against doxorubicin, and how much effective dose of ethanol extract of Lagenaria siceraria required for given effect against doxorubicin.
This research is a pure experimental design using randomized complete unidirectional pattern. This method used in this research is a method of measuring the activity of Aspartat Aminotransferase (AST) and investigation of cardio histopathological changes. A total of 25 male Sprague Dawley rats were divided randomly into 5 groups : negative control of CMC Na 1% on 10 days and then saline sterile given on 6 days, control of doxorubicin with dose 4,5 mg/kg every other day on 6 days, and 3 treatment groups given ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit 1000 ; 750 ; and 500 mg/kg on 10 days and then doxorubicin induced with dose 4,5 mg/kg every other day on 6 days. At 48 hours after the last administration, every rats on every groups, blood samples were taken through the eye orbital sinus for measuring activity of AST. In the end of study, rat’s heart are taken to investigation of histophatological changes.
The result showed that the ethanol extract of Lagenaria siceraria fruit hasn’t effect in male Sprague Dawley rats induced doxorubicin in activity of AST and in histopathological of cardiac cell at dose 1000 ; 750 ; and 500 mg/kg.
Key words ; cancer, doxorubicin, cardiprotective, Lagenaria siceraria (Mol.) Standley