Kinerja Keuangan Daerah Sebagai Pemoderasi Pengaruh Dana Bagi Hasil Dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

(1)

KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH DANA BAGI HASIL DAN BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI

SKRIPSI

Oleh :

DESAK PUTU DWI PUSPANINGSIH NIM: 1215351042

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

i

KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH DANA BAGI HASIL DAN BELANJA LANGSUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI

SKRIPSI

Oleh :

DESAK PUTU DWI PUSPANINGSIH NIM: 1215351042

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(3)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji pada tanggal:

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Dr. Dra. Gayatri, M.Si., Ak ...

2. Sekretaris : Dra. I Ketut Lely Aryani. M. M.Si., Ak ...

3. Anggota : Dr. Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., M.Si., Ph. D ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr. A.A.G.P.Widanaputra,SE.,M.Si.,Ak Dra. I Ketut Lely Aryani. M. M.Si., Ak NIP. 19650323 199103 1 004 NIP. 19661107199203 2 001


(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 23 Februari 2016

Desak Putu Dwi Puspaningsih 1215351042


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “ Kinerja Keuangan Daerah sebagai Pemoderasi Pengaruh Dana Bagi Hasil dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2009-2013” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Bapak Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Bapak Dr.A.A.G.P. Widanaputra, SE., M.Si., Ak selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Bapak Drs. Ketut Suardhika Natha, M.Si selaku Ketua Program Ekstensi dan Drs. I Made Jember, M.Si selaku Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana beserta staf.

5. Ibu Ni Gusti Putu Wirawati, SE., M.Si selaku Koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Bapak I Gede Supartha Wisadha, SE., Ak., M.Si selaku Pembimbing Akademik.


(6)

v

7. Ibu Dra. I Ketut Lely Aryani. M. M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan serta selalu memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini terselesaikan.

8. Ibu Dr. Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., M.Si., Ph. D selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

9. Ibu Dr. Dra. Gayatri, M.Si., Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

10.Keluarga tercinta yang selalu memberikan bimbingan,arahan,motivasi,dan dukungan moril maupun materi yang tiada henti-hentinya.

11.Sahabat-sahabat tercinta, teman-teman dan teman-teman seperjuangan yang selama ini selalu bersedia berbagi suka duka, memotivasi,membantu,dan memberi masukkan/saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga membutuhkan perbaikan-perbaikan ke depannya. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Denpasar, Februari 2016


(7)

vi

Judul : Kinerja Keuangan Daerah sebagai Pemoderasi Pengaruh Dana Bagi Hasil dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Bali 2009-2013

Nama : Desak Putu Dwi Puspaningsih NIM : 1215351042

Abstrak

Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah Negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang digunakan untuk melihat sekaligus meramalkan perkembangan sebuah Negara. Tinggi rendah tingkat pertumbuhan ekonomi daerah memerhatikan sumber-sumber penerimaan dan realisasi belanja, khususnya dana bagi hasil dan belanja langsung. Selanjutnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimal, maka kinerja keuangan daerah dipandang perlu, guna mengalokasian realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah yang efisien sehingga daerah yang bersangkutan mampu menerapkan tujuan dari otonomi daerah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris kinerja keuangan daerah sebagai pemoderasi pengaruh dana bagi hasil dan belanja langsung pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Penelitian ini dilakukan pada Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi non partisipan. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sampel jenuh. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Moderated Regression Analysis.

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa dana bagi hasil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kemudian variabel belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh dana bagi hasil dan belanja langsung dapat dimoderasi dengan arah positif oleh variabel kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan daerah dapat memperkuat pengaruh dana bagi hasil dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Kata kunci: dana bagi hasil, belanja langsung, kinerja keuangan daerah, pertumbuhan ekonomi


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.5 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 11

2.1.1 Teori Keagenan... 11

2.1.2 Teori Desentralisasi Fiskal ... 12

2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.1.4 Kinerja Keuangan ... 14

2.1.5 Dana Bagi Hasil ... 17

2.1.6 Belanja Langsung ... 17

2.2 Hasil Hipotesis Sebelumnya ... 18

2.3 Hipotesis Penelitian ... 20

2.3.1 Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.3.2 Pengaruh Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 21

2.3.3 Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemoderasi Kinerja Keuangan Daerah ... 22

2.3.4 Pengaruh Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemoderasi Kinerja Keuangan Daerah ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 25

3.2 Lokasi Penelitian ... 26


(9)

viii

3.4 Identifikasi Variabel ... 26

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 27

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 28

3.6.1 Jenis Data ... 28

3.6.2 Sumber Data ... 28

3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel... 29

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.9 Teknik Analisis Data ... 30

3.9.1 Statistik DEskriptif ... 30

3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 31

3.9.3 Moderated Regression Analysis (MRA)... 32

3.9.4 Koefisien Determinasi (R2) ... 33

3.9.5 Uji Parsial (t) ... 33

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian ... 35

4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Bali ... 35

4.2 Statistik Deskriptif ... 36

4.3 Data Amatan dan Hasil Asumsi Klasik ... 38

4.3.1 Uji Normalitas ... 38

4.3.2 Uji Multikoleniaritas ... 39

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas ... 40

4.4 Analisis Regresi Linear Berganda ... 41

4.5 Analisis Regresi Moderasi... 43

4.6 Pembahsan Hasil Penelitian ... 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR RUJUKAN ... 51


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

1.1 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Periode 2009-2013 ... 2

4.1 Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 36

4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 37

4.3 Hasil Uji Normalitas... 39

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 39

4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 40

4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 41


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Data Dana Bagi Hasil, Belanja Langsung, Pertumbuhan Ekonomi dan Kinerja Keuangan Daerah Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun

2007-2013... 55

2 Hasil Statistik Deskriptif ... 56

3 Hasil Uji Normalitas... 57

4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 57

5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 57

6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 58


(13)

(14)

i


(15)

(16)

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan bagaimana sebuah negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu mistar pengukur yang digunakan untuk melihat sekaligus meramalkan perkembangan sebuah Negara. Pertumbuhan ekonomi menitikberatkan pada laju produksi barang dan jasa dalam periode tertentu, yang diukur melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Indonesia adalah salah satu Negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang baik. Indonesia terdiri dari 34 Provinsi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Provinsi Bali adalah salah satu bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang memiliki angka pertumbuhan ekonomi tertinggi, khususnya Kabupaten Badung. Provinsi Bali dikenal sebagai salah satu kawasan wisata yang memiliki daya potensi di bidang seni, budaya dan keindahan alamnya, sehingga daya tarik wisata dijadikan sebagai tulang punggung utama Provinsi Bali. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah di Bali, dimana laju pertumbuhan ekonomi lebih difokuskan pada wilayah Bali selatan, khususnya Badung (Kandia, 2013; Indrabayu, 2013; Edison, 2015). Berikut adalah data PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2009-2013 yang dipaparkan dalam Tabel 1.1.


(18)

2

Tabel 1.1 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Periode 2009-2013 (Dalam Jutaan Rupiah)

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013

Jembrana 1.663.345 1.739.284 1.836.900 1.945.292 2.049.927 Tabanan 2.342.711 2.475.716 2.619.688 2.774.394 2.941.821 Badung 5.528.320 5.886.369 6.280.211 6.738.308 7.170.966 Gianyar 3.187.823 3.380.513 3.609.056 3.854.011 4.101.807 Klungkung 1.240.543 1.307.889 1.383.890 1.467.352 1.551.109 Bangli 1.040.363 1.092.116 1.155.899 1.225.104 1.293.885 Karangasem 1.747.169 1.836.132 1.931.439 2.042.135 2.160.734 Buleleng 3.266.343 3.457.476 3.668.884 3.907.936 4.170.207 Denpasar 5.358.246 5.710.412 6.097.167 6.535.171 6.962.611 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Tabel 1.1 mendeskripsikan bahwa tingkat PDRB Provinsi Bali tahun 2013 didominasi oleh Bali selatan, yaitu Kabupaten Badung dan Denpasar dengan angka masing-masing sebesar Rp.7.170.966,00 dan Rp.6.962.611,00. Selanjutnya PDRB terendah diperoleh Kabupaten Bangli sebesar Rp.1.293.885,00. Interpretasi tersebut menyimpulkan bahwa angka pembangunan dan kegiatan investasi lebih difokuskan pada wilayah Bali selatan, sehingga terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali.

Otonomi daerah adalah salah satu kebijakan yang bertujuan untuk memaksimalkan pembangunan setiap daerah dengan melimpahkan wewenang dari pusat ke daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya masing-masing, khususnya di bidang sosial dan ekonomi. Kebijakan ini searah dengan pernyataan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal adalah salah satu perwujudan dari otonomi daerah yang berfokus pada bidang keuangan yang mengharuskan daerah memiliki


(19)

3

kualitas kinerja keuangan yang baik, sehingga memaksimalkan pembangunan di berbagai sektor, khususnya sektor publik. Tinggi rendah pertumbuhan ekonomi sejalan dengan tinggi rendahnya tingkat pembangunan daerah. Kemudian pembangunan daerah secara berkelanjutan membutuhkan sumber penerimaan yang besar. Sumber-sumber penerimaan daerah yang berperan aktif dalam menunjang angka pembangunan berasal dari pendapatan asli daerah dan dana perimbangan.

Dana bagi hasil (DBH) adalah bagian dari dana perimbangan selain dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004). Variabel dana bagi hasil digunakan dalam penelitian ini karena menggambarkan persentase pembagian hasil antara pusat dan daerah yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (sumber daya alam), sehingga pembagian hasil ini tidak mencerminkan ketergantungan daerah atas transfer dari pusat melainkan memotivasi daerah untuk memaksimalkan penerimaan daerahnya yang bersumber dari pajak seperti pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta penerimaan non pajak seperti sektor kehutanan, pertambangan, perikanan dan pertanian, sektor pariwisata. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial setelah pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) serta merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Kemudian untuk elemen lain yang terkandung dalam


(20)

4

dana perimbangan seperti DAU dan DAK tidak digunakan dalam penelitian ini, karena tinggi rendah DAU hanya menggambarkan ketergantungan daerah atas transfer pusat, yang artinya semakin tinggi perolehan DAU mencerminkan ketergantungan daerah akan transfer dari pusat yang semakin tinggi, sekaligus menunjukkan bahwa daerah tersebut belum mandiri secara keuangan dan begitu sebaliknya, sedangkan DAK hanya diberikan kepada daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus dari pemerintah daerah yang sesuai dengan prioritas nasional.

Salah satu contoh DBH antara pusat dan daerah Provinsi Bali adalah dana perimbangan PT. Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai, dimana jumlah dana perimbangan yang diperoleh Bali sangat kecil. Mekanisme sesungguhnya yang berlaku dalam kondisi Negara berkembang, pemerintah mesti mendorong pertumbuhan daerah, dengan mengalokasikan anggaran 20 – 50 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk dana perimbangan daerah atau Bali, jika dikalikan PDB dari sektor pariwisata saja, yaitu USD 2 miliar atau 22 triliun. Apabila secara riil 20 – 25 persen dengan PDB sektor pariwisata, Bali mestinya memperoleh berlipat-lipat dari yang diterima sekarang yakni 557 miliar. PDB Bali yang dikumpulkan dari semua sektor untuk tahun 2008 mencapai Rp. 47,8 triliun. Keseluruhan tersebut berasal dari pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan, industri dan lain-lain. Berdasarkan rumus yang diberikan di atas yaitu hak Bali adalah 20-25 persen, dengan angka paling rendah sekitar Rp. 10 triliun yang mesti didapatkan Bali (DPD RI dan Universitas Udayana, 2009).


(21)

5

Hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa DBH berpengaruh positif terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi (Arifintar, 2013; Santosa, 2013; Riska dkk. 2014; Hendriwiyanto, 2015; Dewi dan Budhi, 2015). Selanjutnya dari perspektif berbeda Ronauli (2006), membuktikan bahwa DBH tidak mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif, pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Husna dan Sofia (2013).

Belanja langsung adalah salah satu bagian terpenting dari belanja daerah selain belanja tidak langsung. Belanja langsung memiliki aspek lebih luas, yang terbagi atas beberapa elemen diantaranya belanja modal, belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai. Belanja modal adalah bagian terpenting dari belanja langsung yang realisasinya difokuskan untuk pembangunan infrastruktur daerah seperti fasilitas publik guna menunjang pergerakan roda perekonomian daerah, yang nantinya berkontribusi pada angka pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Belanja modal diasumsikan sebagai salah satu bagian terpenting dalam belanja daerah (Kartika dan Dwirandra, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Babatunde dan Christopher, 2013; Chinweoke et al. 2014; Sumarthini dan Murjana Yasa, 2015). Selanjutnya Nworji et al. (2012), menyatakan bahwa alokasi dari anggaran belanja modal mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Paseki, dkk. (2014) dimana belanja langsung dinyatakan tidak berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.


(22)

6

Selain sumber pendanaan dan realisasi belanja, pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan pada pemerintah daerah digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kinerja keuangan yang baik menggambarkan bahwa suatu daerah telah berhasil menjalankan kewajiban dari pemerintah pusat melalui pelaksanaan otonomi daerah. Kinerja keuangan diukur melalui persentase hasil pembagian antara dana realisasi dengan jumlah dana yang dianggarkan. Kualitas kinerja keuangan juga menunjukkan bagaimana daerah merealisasikan dana yang dianggarkan secara efektif dan efisien.

Inkonsistensi hasil penelitian terdahulu menarik perhatian peneliti untuk kembali menguji pengaruh dana bagi hasil dan belanja langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dengan kinerja keuangan daerah sebagai pemoderasi guna mengkonfirmasi hasil riset terdahulu. Penelitian ini mereplikasi penelitian dari Putra (2015), perbedaannya terletak pada penggunaan dana bagi hasil dan belanja langsung sebagai variabel independen.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah.

1) Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali?

2) Apakah Belanja Langsung berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali?


(23)

7

3) Apakah Kinerja Keuangan Daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali?

4) Apakah Kinerja Keuangan Daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah.

1) Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2) Untuk mengetahui pengaruh Belanja Langsung pada Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

3) Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

4) Untuk mengetahui kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan penelitian ini yaitu.


(24)

8 1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kemampuan kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh DBH dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan apakah teori keagenan dan desentralisasi fiskal mampu mewadahi hubungan antara variabel penelitian, khususnya Kinerja Keuangan Daerah dalam memoderasi pengaruh DBH dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi

2) Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sekaligus referensi kepada pemerintah daerah dalam mempertimbangkan strategi yang tepat guna menggali sumber-sumber penerimaan daerah dan langkah-langkah efektif dalam merealisasikan anggaran belanja daerah.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis serta terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.


(25)

9

Bab II Kajian Pustaka Dan Hipotesis Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah dalam laporan ini penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada.

Bab III Metode Penelitian

Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV Data Dan Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh memperkuat maupun memperlemah variabel dana bagi hasil, belanja langsung, kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi. Bab V Simpulan Dan Saran

Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan dalam penelitian yang


(26)

10

telah dilakukan dan saran atas penelitian yang dilakukan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.


(27)

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di dalam teori keagenan terdapat hubungan yang diibaratkan sebagai sebuah kontrak yang mana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain dalam hal ini disebut agen, untuk melakukan beberapa jasa demi kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Permasalahan hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan yaitu.

1) Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana agen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dari prinsipal. Menurut Ahmad et al. (2012) menyatakan bahwa asimetri informasi berkaitan dengan efektivitas arus informasi dan interaksi antara prinsipal dan agen dalam melakukan tugas tertentu.

2) Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Kaitan teori keagenan dalam penelitian ini terlihat pada hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga hubungan antara masyarakat (principal) dengan pemerintah daerah (agen). Tamtomo (2010) menyatakan pemerintah pusat melakukan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah


(28)

2

untuk mengatur secara mandiri segala urusan pemerintahan di daerahnya, sehingga sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan, berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum dan khusus yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.

2.1.2 Teori Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi berarti pemberdayaan satu atau lebih lapisan subnasional pemerintah sebagai agen, yang kemudian diminta untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan atau hanya melaksanakan tugas administrasi dari pusat (Rodden, 2006:27). Selanjutnya Bodman et al. (2009) menyatakan secara teoritis desentralisasi fiskal adalah devolusi tanggung jawab fiskal dan kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dapat meningkatkan atau mengurangi pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah diperoleh dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui otonomi daerah. Fungsi utama dari desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Faridi, 2011). Maggi dan Ladurner (2009) menyatakan bahwa New Perspective Theory of Fiscal Federalism lebih menekankan untuk melihat ke dalam setiap keputusan politik yang diambil oleh pemerintah, bagaimana pemerintah (eksekutif dan legislatif) berperilaku, berperan dan berpikir beserta lembaga-lembaga mereka.


(29)

3

Menurut Mardiasmo (dalam Putra, 2015) desentralisasi fiskal menuntut tiap-tiap daerah mempunyai kemandirian keuangan yang tinggi dengan mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari pemerintah pusat. Desentralisasi fiskal memberikan struktur insentif yang lebih besar bagi pemerintah untuk menjadi lebih efisien dalam mengalokasikan sumber daya fiskal, namun itu tidak selalu mengarah pada pertumbuhan yang kuat karena meningkatnya kesenjangan antar daerah terutama ditingkat kapasitas pembangunan dan sumber daya (Tirtosuharto, 2010).

Desentralisasi fiskal dapat dibedakan sesuai dengan independensi tingkat pengambilan keputusan. Pertama, dekonsentrasi berarti penyebaran tanggung jawab dalam pemerintah pusat untuk kantor cabang regional atau unit administrasi lokal. Kedua, delegasi mengacu pada situasi dimana pemerintah daerah bertindak sebagai agen untuk pemerintah pusat, melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pusat. Ketiga, devolusi mengacu pada situasi dimana tidak hanya pelaksanaan tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang dilakukan adalah di tangan pemerintah daerah (Bird dan Vaillancourt, 1998:3).

Tujuan umum dari program desentralisasi fiskal Indonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi operasional antara pusat dan daerah, meningkatkan struktur fiskal pemerintah secara menyeluruh, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, memperluas partisipasi konstituen dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah, mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah daerah dan menjamin pelayanan publik untuk warga di seluruh negeri,


(30)

4

memperbaiki kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia dan mendukung stabilitas ekonomi makro (Alm et al. 2004:137).

2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2010:9). Hasan (2012) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan parameter dari suatu kegiatan pembangunan, hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi dapat mengukur tingkat perkembangan aktivitas pada sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Pertumbuhan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu daerah.

PDRB merupakan jumlah nilai output bersih perekonmian yang ditimbulkan dari seluruh kegiatan ekonomi di daerah tertentu, biasanya dihitung dalam satu tahun. PDRB biasanya digunakan untuk mengukur total nilai barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah atau lokal. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dihitung dengan PDRB harga konstan. Menurut Rahardja dan Manurung (2008:131) penghitungan pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk melihat apakah kondisi perekonomian suatu daerah makin membaik.

2.1.4 Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah gambaran tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui


(31)

5

suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran (Julitawati, 2012). Bentuk keuangan tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Terkait dengan pentingnya kinerja, maka yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan. Pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai tingkat besarnya penyimpangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan.

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan (Sularso dan Restianto, 2011). Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Karena menggunakan indikator keuangan, maka alat analisis yang tepat untuk mengukur kinerja keuangan adalah analisis keuangan. Penggunaan analisis rasio sebagai alat analisis keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial namun pada lembaga publik, khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan penyajian laporan keuangan pada pemerintah daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan keuangan oleh perusahaan yang bersifat komersil. Penilaian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang memperhatikan


(32)

6

bagaimana perubahan yang terjadi pada komposisi atau pun struktur APBD (Halim, 2007).

Daya serap anggaran dalam konteks belanja barang dan jasa berpengaruh signifikan pada angka pertumbuhan ekonomi. Hal ini menuntut daerah untuk mengelola tingkat pengeluarannya agar mencapai target pembangunan. Namun kenyataan di lapangan anggaran tidak sampai terserap 100% dengan asumsi tetap dapat memenuhi setidaknya sekitar 80% hingga 90%.

Kemandirian fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari otonomi daerah secara keseluruhan. Menurut Mardiasmo (dalam Putra, 2015) disebutkan bahwa manfaat adanya kemandirian fiskal adalah: 1) mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta akan mendorong pemerataan hasil–hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah, 2) memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah yang memiliki informasi yang lebih lengkap. Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD seperti pajak daerah, retribusi dan lain-lain. Karena itu otonomi daerah dan pembangunan daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD seperti pajak, retribusi dan sebagainya.


(33)

7 2.1.5 Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). DBH yang berasal dari pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (sumber daya alam). Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Gugus (2013) dan Santosa (2013). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi suatu daerah membutuhkan jumlah dana yang besar, untuk itu segenap penerimaan daerah baik PAD, DBH maupun pendapatan lain yang sah diprioritaskan untuk mendanai belanja daerah untuk keperluan sektor publik, yang nantinya akan menunjang roda perekonomian dan memaksimalkan angka PDRB tiap tahun. Berlandaskan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa DBH berperan aktif dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi daerah.

2.1.6 Belanja Langsung

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu.


(34)

8 1) Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pembentukan modal.

2) Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.

3) Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Menurut Hendriwiyanto (2015) dana bagi hasil terbukti memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif dan signifikan. Persamaan penelitian Hendriwiyanto dengan penelitian ini adalah penggunaan DBH sebagai variabel


(35)

9

independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen, sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan PAD, DAU, dan DAK sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian (Pujiati, 2008; Santosa, 2013; Riska, dkk. 2014; Dewi dan Budhi, 2015). Simpulan yang dapat ditarik adalah dana bagi hasil merupakan salah satu indikator penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya Dewi dan Budhi (2015) dalam penelitiannya membuktikan bahwa dana bagi hasil dan belanja langsung berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sekaligus didukung oleh penelitian Adi (2006), Bose dan Osborn (2007), Chude dan Chude (2013), yang menyatakan bahwa belanja modal pemerintah (bagian dari belanja langsung) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Persamaan penelitian Dewi dan Budhi (2015) dengan penelitian ini adalah penggunaan dana bagi hasil sebagai variabel independen, sedangkan perbedaannya terletak dari penggunaan PAD sebagai variabel independen dan belanja langsung sebagai variabel intervening. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa belanja langsung adalah salah satu indikator penting yang mendeskripsikan realisasi pengeluaran (belanja pemerintah) yang menstimulasi angka pertumbuhan ekonomi.

Kemudian Hamzah (2008) membuktikan bahwa kinerja keuangan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawa (2011) dimana kinerja keuangan pemerintah yang diukur dengan rasio keserasian belanja


(36)

10

operasional dan rasio keserasian belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah. Selanjutnya hasil penelitian yang senada oleh Ani dan Dwirandra (2014), menyebutkan bahwa kinerja keuangan yang terdiri dari rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Persamaan penelitian Hamzah (2008) dan Kawa (2011) dengan penelitian ini adalah menguji pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan perbedaannya adalah penggunaan rasio efektivitas PAD dan penggunaan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian terdahulu adalah kinerja keuangan mampu dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan tinggi rendahnya angka pertumbuhan ekonomi daerah.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana bagi hasil adalah salah satu bagian dari dana perimbangan selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, yang ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah dengan tujuan memaksimalkan pembangunan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah (Nehen, 2012:411). Semakin tinggi DBH maka ekspektasi tingkat pembangunan daerah semakin tinggi, sehingga DBH berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini juga didukung oleh penelitan Pujiati (2008), Santosa (2013), Riska, dkk.(2014), Dewi dan Budhi (2015) dan Hendriwiyanto (2015). Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.


(37)

11

H1: Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.2 Pengaruh Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi setara dengan pengorbanan berupa belanja langsung yang besar, begitu pula sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa belanja langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Adi (2006) menyatakan bahwa bagian dari belanja langsung yaitu belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain jika pengeluaran pembangunan meningkat maka pertumbuhan ekonomi meningkat dan begitu sebaliknya.

Bose dan Osborn (2007), menyatakan bahwa belanja modal pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dalam penelitian tersebut diproksikan melalui GDP. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Chude dan Chude (2013) yang membuktikan bahwa belanja modal bepengaruh positif signifikan pada pertumbuhan ekonomi, hal ini juga dibuktikan dalam penelitian Dewi dan Budhi (2015) yang menyatakan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Hal ini membuktikan bahwa tingginya realisasi belanja langsung merupakan indikator penting dalam menunjang pertumbuhan


(38)

12

ekonomi. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H2: Belanja Langsung berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.3 Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada Pertumbuhan Ekonomi yang di Moderasi oleh Kinerja Keuangan Daerah

Dana Bagi Hasil adalah turunan dari dana perimbangan sekaligus sumber penerimaan potensial selain PAD yang diterima daerah melalui transfer dana dari pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Penerimaan (DBH) diharapkan mampu berjalan secara maksimal dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Salah satu indikator yang mewadahi antara jumlah penerimaan di lapangan dapat dilihat melalui kinerja keuangannya. Menurut Sumarjo (2010) intergovernmental revenue (penerimaan dari transfer pusat ke daerah) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Selanjutnya Hamzah (2008) membuktikan bahwa kinerja keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Semakin besar penerimaan berarti semakin besar biaya dan semakin baik kinerja keuangan yang dilakukan maka akan semakin besar pembangunan infrastruktur publik yang dapat dikerjakan oleh Pemerintah Daerah dan hal tersebut secara langsung akan mengakibatkan kesejahteraan bagi masyarakat serta pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat, dan begitu sebaliknya. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Putra (2015), dimana


(39)

13

kinerja keuangan mampu meningkatkan pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H3: Kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.4 Pengaruh Belanja Langsung pada Pertumbuhan Ekonomi yang di Moderasi oleh Kinerja Keuangan Daerah

Belanja langsung adalah salah satu konsumsi daerah selain belanja tidak langsung yang difokuskan pada pembangunan fasilitas publik guna menunjang keberlangsungan roda perekonomian daerah yang nantinya berperan dalam menentukan tinggi rendah angka pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi belanja langsung maka tingkat pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dan begitu sebaliknya.

Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006; Bose dan Osborn, 2007; Chude dan Chude, 2013; Dewi dan Budhi, 2015). Kemudian penelitian Nugroho (2012) membuktikan bahwa secara tidak langsung belanja modal (bagian dari belanja langsung) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan daerah melalui PAD sebagai variabel intervening. Kinerja keuangan adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan. Kinerja keuangan digunakan sebagai media untuk mengukur besarnya pengaruh belanja daerah, khususnya belanja langsung


(40)

14

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah melalui rasio efisiensi, dengan cara menghitung besarnya realisasi pengeluaran atas total realisasi penerimaan (Hamzah, 2010: Kawa, 2011). Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H4: Kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.


(1)

9

independen dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen, sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan PAD, DAU, dan DAK sebagai variabel independen. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian (Pujiati, 2008; Santosa, 2013; Riska, dkk. 2014; Dewi dan Budhi, 2015). Simpulan yang dapat ditarik adalah dana bagi hasil merupakan salah satu indikator penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya Dewi dan Budhi (2015) dalam penelitiannya membuktikan bahwa dana bagi hasil dan belanja langsung berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sekaligus didukung oleh penelitian Adi (2006), Bose dan Osborn (2007), Chude dan Chude (2013), yang menyatakan bahwa belanja modal pemerintah (bagian dari belanja langsung) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Persamaan penelitian Dewi dan Budhi (2015) dengan penelitian ini adalah penggunaan dana bagi hasil sebagai variabel independen, sedangkan perbedaannya terletak dari penggunaan PAD sebagai variabel independen dan belanja langsung sebagai variabel intervening. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa belanja langsung adalah salah satu indikator penting yang mendeskripsikan realisasi pengeluaran (belanja pemerintah) yang menstimulasi angka pertumbuhan ekonomi.

Kemudian Hamzah (2008) membuktikan bahwa kinerja keuangan secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawa (2011) dimana kinerja keuangan pemerintah yang diukur dengan rasio keserasian belanja


(2)

10

operasional dan rasio keserasian belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah. Selanjutnya hasil penelitian yang senada oleh Ani dan Dwirandra (2014), menyebutkan bahwa kinerja keuangan yang terdiri dari rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Persamaan penelitian Hamzah (2008) dan Kawa (2011) dengan penelitian ini adalah menguji pengaruh kinerja keuangan pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan perbedaannya adalah penggunaan rasio efektivitas PAD dan penggunaan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian terdahulu adalah kinerja keuangan mampu dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan tinggi rendahnya angka pertumbuhan ekonomi daerah.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dana bagi hasil adalah salah satu bagian dari dana perimbangan selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, yang ditransfer dari pemerintah pusat ke daerah dengan tujuan memaksimalkan pembangunan daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah (Nehen, 2012:411). Semakin tinggi DBH maka ekspektasi tingkat pembangunan daerah semakin tinggi, sehingga DBH berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Pendapat ini juga didukung oleh penelitan Pujiati (2008), Santosa (2013), Riska, dkk.(2014), Dewi dan Budhi (2015) dan Hendriwiyanto (2015). Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.


(3)

11

H1: Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.2 Pengaruh Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi setara dengan pengorbanan berupa belanja langsung yang besar, begitu pula sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa belanja langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Adi (2006) menyatakan bahwa bagian dari belanja langsung yaitu belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain jika pengeluaran pembangunan meningkat maka pertumbuhan ekonomi meningkat dan begitu sebaliknya.

Bose dan Osborn (2007), menyatakan bahwa belanja modal pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dalam penelitian tersebut diproksikan melalui GDP. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Chude dan Chude (2013) yang membuktikan bahwa belanja modal bepengaruh positif signifikan pada pertumbuhan ekonomi, hal ini juga dibuktikan dalam penelitian Dewi dan Budhi (2015) yang menyatakan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Hal ini membuktikan bahwa tingginya realisasi belanja langsung merupakan indikator penting dalam menunjang pertumbuhan


(4)

12

ekonomi. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H2: Belanja Langsung berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.3 Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada Pertumbuhan Ekonomi yang di Moderasi oleh Kinerja Keuangan Daerah

Dana Bagi Hasil adalah turunan dari dana perimbangan sekaligus sumber penerimaan potensial selain PAD yang diterima daerah melalui transfer dana dari pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Penerimaan (DBH) diharapkan mampu berjalan secara maksimal dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Salah satu indikator yang mewadahi antara jumlah penerimaan di lapangan dapat dilihat melalui kinerja keuangannya. Menurut Sumarjo (2010) intergovernmental revenue (penerimaan dari transfer pusat ke daerah) berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Selanjutnya Hamzah (2008) membuktikan bahwa kinerja keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Semakin besar penerimaan berarti semakin besar biaya dan semakin baik kinerja keuangan yang dilakukan maka akan semakin besar pembangunan infrastruktur publik yang dapat dikerjakan oleh Pemerintah Daerah dan hal tersebut secara langsung akan mengakibatkan kesejahteraan bagi masyarakat serta pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat, dan begitu sebaliknya. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Putra (2015), dimana


(5)

13

kinerja keuangan mampu meningkatkan pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H3: Kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2.3.4 Pengaruh Belanja Langsung pada Pertumbuhan Ekonomi yang di Moderasi oleh Kinerja Keuangan Daerah

Belanja langsung adalah salah satu konsumsi daerah selain belanja tidak langsung yang difokuskan pada pembangunan fasilitas publik guna menunjang keberlangsungan roda perekonomian daerah yang nantinya berperan dalam menentukan tinggi rendah angka pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi belanja langsung maka tingkat pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dan begitu sebaliknya.

Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa belanja langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Adi, 2006; Bose dan Osborn, 2007; Chude dan Chude, 2013; Dewi dan Budhi, 2015). Kemudian penelitian Nugroho (2012) membuktikan bahwa secara tidak langsung belanja modal (bagian dari belanja langsung) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan daerah melalui PAD sebagai variabel intervening. Kinerja keuangan adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan. Kinerja keuangan digunakan sebagai media untuk mengukur besarnya pengaruh belanja daerah, khususnya belanja langsung


(6)

14

terhadap pertumbuhan ekonomi daerah melalui rasio efisiensi, dengan cara menghitung besarnya realisasi pengeluaran atas total realisasi penerimaan (Hamzah, 2010: Kawa, 2011). Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut.

H4: Kinerja keuangan daerah memoderasi (meningkatkan) pengaruh Belanja Langsung pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Dana Perimbangan Dan Fiscal Stress Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

8 54 127

Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Langsung Daerah Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara

0 39 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi

1 37 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 13

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 12