Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Langsung Daerah Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara

(1)

PENGARUH KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

TERHADAP BELANJA LANGSUNG DAERAH

DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

R U D I A T I

077017087/Akt

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PENGARUH KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH

TERHADAP BELANJA LANGSUNG DAERAH

DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

R U D I A T I

077017087/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA LANGSUNG DAERAH DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERAUTARA

Nama Mahasiswa : Rudiati

Nomor Pokok : 077017087

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Erlina, SE, Ak, MSi, PhD) (Rasdianto, SE, Ak, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA,Ak) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Erlina, SE, Ak, MSi, PhD

Anggota : 1. Rasdianto, SE, Ak, MS

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :

”Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Langsung Daerah Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Utara”,

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2009

Yang membuat pernyataan


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap belanja langsung daerah dan bagaimana mendapatkan jalan keluar serta bagaimana kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara.

Populasi dari penelitian ini adalah 33 Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Dan dari populasi ini diambil sebanyak 19 Kabupaten/kota sebagai sampel. Jenis data adalah pooling data yaitu gabungan data time series dengan cross section berupa realisasi pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belanja langsung daerah Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisa regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Sedangkan Pajak Daerah dan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah.


(7)

ABSTRACT

The main objective of this research is to know the influence of regional financial ability on direct government expenditure and how to get the way out and how good policy to increase the ability of financial of the regency/municipal in the province of North Sumatera.

The population of this research are 33 regencies and municipals in the province of North Sumatera and from this population are taken 19 regencies and municipals as samples. The type of data is pooling data that is combination of time series and cross section such as the realization of regional tax, regional distribution, equity of corporation and another original income and regional direct expenditure in the regency/municipal in the province of North Sumatera. The method used to test the hypothesis is multiple regression.

The result shows that the regional retribution and other original income influence on the regional direct expenditure significantly. Meanwhile regional tax and a part of profit owned by regional corporation significantly influenced on the regional direct expenditure.


(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas, penulis menyampaikan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, oleh karena rahmat, karunia dan ridhoNya serta motivasi dari pembimbing, keluarga dan rekan-rekan, maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam menyelesaikan tesis ini tentu saja penulis banyak menemui kesulitan, kendala dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan, bimbingan, petunjuk serta masukan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan selama tiga semester berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 s/d 2009.

2. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Sekolah Pascasarjana.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi yang juga selaku pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini;


(9)

5. Ibu Erlina, SE, Ak, MSi, PhD selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan dengan penuh kearifan dan kesabaran disela-sela kesibukannya dari sejak awal hingga selesainya tesis ini;

6. Bapak Rasdianto, SE, Ak, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tesis ini; 7. Ibu Dra. Tapi Anda Sari, M.Si, Ak dan Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM,

Ak selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran dan masukannya untuk kesempurnaan tesis ini selanjutnya;

8. Pengelola, Dosen Pengajar dan staf sekretariat Magister Ilmu Akuntansi, yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti perkuliahan;

9. Bapak staf pada kantor Biro Pusat Statistik yang telah banyak memberikan data dan informasi hingga selesainya tesis ini;

10.Dekan dan para Pembantu Dekan FMIPA USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Akuntansi USU serta teman-teman pegawai FMIPA USU yang banyak memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian pendidikan ini.

11.Ayahanda Ainal (Alm) dan ibunda Asnah (Alm) yang paling penulis hormati dan banggakan serta Mertuaku yang senantiasa mengiringi dengan doa untuk keberhasilan dan kesuksesanku, dan juga saudara-saudaraku terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan;

12.Suamiku tercinta Drs. Zahedi, M.Si yang terus memberikan motivasi, semangat, dukungan dan doa selama menempuh pendidikan hingga penulisan tesis ini, serta anakku yang ganteng Badai Charamsar Nusantara dan si comel Yasmine Maharani Putri yang menjadi sumber inspirasi dan penghibur hatiku;


(10)

13.Seluruh rekan mahasiswa Magister Ilmu Akuntansi Pemerintahan Universitas Sumatera Utara yang pantas dibanggakan yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan yang hangat, yang terjalin erat selama hampir 2 tahun belakangan ini sehingga menjadi kenangan yang mengesankan dan takkan terlupakan;

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan yang setimpal sesuai dengan jasa-jasanya. Akhirnya penulis menyadari dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta pihak lain yang memerlukannya.

Medan, Juli 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rudiati

Alamat : Jl. Ismailiyah Gg. Pelajar No. 61 K Medan Tempat Tgl Lahir : Medan, 15 Oktober 1967

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Nama Ayah : Ainal (Alm) Nama Ibu : Asnah (Alm) Suami : Drs. Zahedi, M.Si

Anak : 1. Badai Charamsar Nusantara 2. Yasmine Maharani Putri

Pendidikan :

1. 1975 – 1981 SD Negeri No. 060822 Medan 2. 1981 – 1984 SMP Negeri 4 Medan

3. 1984 – 1987 SMEA NEG. I Medan 4. 1993 – 1996 D3 STIE Harapan Medan 5. 1996 – 1998 S1 STIE Harapan Medan

6. 2007 – 2009 Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana USU

Pekerjaan :


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI …………..………. vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang .. ………..………. 1

1.2. Rumusan Masalah …….. ………. 6

1.3. Tujuan Penelitian ……..………. 6

1.4. Manfaat Penelitian …….………. 6

1.5. Originalitas Penelitian ………. 7

1.6. Batasan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Landasan Teoritis…….………. 9

2.1.1. Kebijakan Otonomi Daerah ……… 9

2.1.2. Kemampuan Keuangan Daerah ……… 11

2.1.3. Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ……….. 14

2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ………..…... 15

2.1.5. Pendapatan Asli Daerah …………..……… 17

2.1.6. Belanja Langsung Daerah ………... 21


(13)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ……….... 26

3.1. Kerangka Konsep… ………... 26

3.2. Hipotesis Penelitian ………. 29

BAB IV METTODE PENELITIAN ….……… 30

4.1. Jenis Penelitian ………....………..… 30

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……...……….. 30

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 30

4.4. Metode Pengumpulan Data ……...……….. 33

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ..……… 33

4.6. Metode Analisa Data …...…...……… 35

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 36

4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 40

5.1. Deskripsi Penelitian ... 40

5.2. Statistik Deskriptif …………...……… 41

5.3. Pengujian Asumsi Klasik...……… 48

5.3.1. Pengujian Normalitas Data ...……… 48

5.3.2. Pengujian Multikolinieritas……...……...………… 49

5.3.3. Pengujian Heteroskedastisitas ...……..………... . 50

5.3.4. Pengujian Autokorelasi …...……… 52

5.4. Pengujian Hipotesis ……...………...……… 53

5.5. Hasil Analisis Data ..……… 56

5.5.1. Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Langsung Daerah ... 56

5.5.2. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Langsung Daerah ... 58


(14)

5.5.3. Pengaruh Bagian Laba Badan Usaha terhadap Belanja

Langsung Daerah ..………...……… 59

5.5.4. Pengaruh lain-lain PAD yang Sah Terhadap Belanja Langsung Daerah ………... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .……….. 63

6.1. Kesimpulan ………..……… 63

6.2. Keterbatasan ………...……… 65

6.3. Saran ……….……… 65


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Peneliti Terdahulu ... 25

4.1. Populasi Sampel Penelitian …...……… 32

4.2. Definisi Operasional Variabel ...……….. 35

5.1. Deskripsi Statistik……… ………. 41

5.2. Belanja Langsung ………. 42

5.3. Pajak Daerah ……… 43

5.4. Retribusi Daerah ……….. 44

5.5. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah……… 45

5.6. Lain-lain PAD yang Sah ……….. 47

5.7. Coefficients ……….. 50


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

3.1. Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap ...

Belanja Langsung Daerah ……… 26 5.1. Pengujian Normalitas Data……….. 49 5.2. Uji Heterokedastisitas ... ………. 52


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Penelitian………. ... 70

2. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian……….. 79

3. Uji Normalitas Data.. ... ………. 80


(18)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap belanja langsung daerah dan bagaimana mendapatkan jalan keluar serta bagaimana kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara.

Populasi dari penelitian ini adalah 33 Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Dan dari populasi ini diambil sebanyak 19 Kabupaten/kota sebagai sampel. Jenis data adalah pooling data yaitu gabungan data time series dengan cross section berupa realisasi pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belanja langsung daerah Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisa regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Sedangkan Pajak Daerah dan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah.


(19)

ABSTRACT

The main objective of this research is to know the influence of regional financial ability on direct government expenditure and how to get the way out and how good policy to increase the ability of financial of the regency/municipal in the province of North Sumatera.

The population of this research are 33 regencies and municipals in the province of North Sumatera and from this population are taken 19 regencies and municipals as samples. The type of data is pooling data that is combination of time series and cross section such as the realization of regional tax, regional distribution, equity of corporation and another original income and regional direct expenditure in the regency/municipal in the province of North Sumatera. The method used to test the hypothesis is multiple regression.

The result shows that the regional retribution and other original income influence on the regional direct expenditure significantly. Meanwhile regional tax and a part of profit owned by regional corporation significantly influenced on the regional direct expenditure.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Otonomi daerah (Otda) dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah kepada suatu daerah yaitu untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Sebenarnya pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Selain itu keadaan luar negeri yang juga menunjukkan bahwa semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya. Daya saing pemerintah daerah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Selanjutnya peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah. Tujuan program otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri.


(21)

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan kota. Daerah kabupaten dan kota berkedudukan sebagai daerah otonomi yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan partisipasi masyarakat. Demikian pula pada penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah tersebut diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan ini dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam Undang-Undang ini adalah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan semangat dan nilai-nilai yang telah sesuai dengan tuntutan dalam mewujudkan otonomi daerah melalui penekanan aspek-aspek demokrasi, keadilan pemerataan, peran serta masyarakat, serta pengelolaan potensi dan keanekaragaman daerah yang juga memberikan makna baru terhadap sifat ruang lingkup otonomi daerah yaitu berupa otonomi yang luas dan utuh.


(22)

Arah pengembangan ini antara lain terlihat dari menguatkan peranan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam membuat kebijakan daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat sesuai dengan potensi dan karakter masyarakatnya. Bila dikaji secara lebih cermat, otonomi daerah yang luas dan utuh tidak saja berarti sebagai peluang, tetapi juga sebagai tantangan bagi Pemerintah Daerah dan DPRD untuk mampu mengatur, melayani, dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagai satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah bahwa pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Keberhasilan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah di bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah.

Reformasi anggaran dalam konteks otonomi memberikan paradigma baru terhadap anggaran daerah yaitu bahwa anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik, dikelola dengan berdaya guna dan berhasil guna serta mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. Anggaran daerah dikelola berdasarkan performance oriented untuk seluruh jenis pendapatan dan belanja, sehingga mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi terkait, serta dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksana/pengelola untuk dapat lebih memaksimalkannya berdasarkan prinsip value for money.


(23)

Dalam konteks otonomi, daerah dituntut mandiri diberbagai aspek pembangunan terutama kemandirian di dalam mendanai pelaksanaan pembangunan daerahnya. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah.

Sebagai konsekuensi di dalam menjalankan otonomi daerah, Kabupaten kota di Propinsi Sumatera Utara dituntut untuk mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah, dikarenakan PAD merupakan cerminan kemandirian suatu daerah dan penerimaan murni daerah yang merupakan modal utama bagi daerah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerahnya.

Kemandirian suatu daerah dalam bidang keuangan dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi PAD terhadap APBD daerah tersebut. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Kebutuhan belanja daerah dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Peningkatan belanja pemerintah ini digunakan untuk membiayai pembangunan diberbagai bidang dan sektor, baik pembangunan fisik dan


(24)

non fisik. Tingginya belanja daerah ini perlu diimbangi dengan peningkatan penerimaan keuangan daerah termasuk dari pendapatan pajak dan retribusi daerah.

Walaupun PAD diharapkan menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, namun pada saat ini kondisinya masih sangat kurang memadai, dalam arti bahwa kontribusi yang dapat disumbangkan PAD terhadap total penerimaan daerah (TPD) masih relatif sangat rendah. Keadaan kemampuan keuangan daerah Kabupaten kota di Propinsi Sumatera Utara dalam menggali PAD melalui pajak dan retribusi daerah dirasa masih belum optimal karena adanya beberapa faktor penyebab diantaranya adalah kemajuan dari sektor usaha dalam memberikan sumbangan terhadap kemampuan keuangan daerah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor manusia pelaksana, keuangan, peralatan, organisasi dan manajemen. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi pendapatan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal.

Bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan otonomi itu sendiri, maka setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri sendiri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peranan pemerintah daerah di dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber pendapatan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah.


(25)

Dari fenomena di atas dalam konteks otonomi daerah, semestinya kemampuan untuk menyelenggarakan otonomi tersebut ditunjukkan dengan peranan pendapatan asli daerahnya yang signifikan di dalam membiayai belanja daerahnya yang tercermin pada kontribusi PAD terhadap APBD daerah yang bersangkutan. Melihat kontribusi PAD yang masih sangat minim tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui tentang sejauh mana kemampuan keuangan daerah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara dalam membiayai belanja daerahnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, maka masalah-masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ‘Apakah pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh terhadap belanja langsung daerah di Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara’.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah ‘Untuk mengetahui apakah pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh terhadap belanja langsung daerah di Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara’.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri dengan memberikan sumbangan bagi pengembangan konsep-konsep yang sudah ada dan merangsang munculnya peneliti serupa atau lebih lanjut khususnya pada tatanan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah.

2. Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten kota di Propinsi Sumatera Utara dan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal meningkatkan kontribusi PAD dalam APBD dan penetapan PAD sesuai dengan potensi daerah.

3. Peneliti

Penelitian ini diharapkan untuk pengembangan serta menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori yang dipelajari, sehingga berguna dalam pengembanan pemahaman, penalaran dan pengalaman peneliti.


(27)

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yaitu Saputra (2007) dengan judul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara. Yang membagi variabel independen menjadi tiga yaitu pendapatan asli daerah, pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah belanja daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu peneliti membagi variabel independen (Pendapatan Asli Daerah) menjadi empat variabel yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sedangkan variable dependennya yaitu belanja langsung daerah. Dan lokasi penelitian terletak di kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.

1.6. Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini penelitian akan dibatasi hanya pada faktor keuangan dengan melihat Pendapatqn Asli Daerah berupa pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah serta belanja langsung daerah sebagai salah satu kriteria kesiapan Pemerintah Kabupaten kota di Propinsi Sumatera Utara didalam melaksanakan otonomi daerah.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1.Kebijakan Otonomi Daerah

Cita desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sumber utama dan prinsip dasar. Sumber utama dan prinsip dasar yang dianut dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan di daerah adalah pasal 18 UUD 1945, yang berbunyi : Pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Dengan demikian secara yuridis formal penerapan sistem desentralisasi dalam bentuk pemberian otonomi kepada daerah-daerah sudah memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat. Oleh karena itu perlu ada distribusi atau pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah dan pihak lain yang berkepentingan. Tipe pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah bagaimanapun menjadi kewenangan pemerintah setempat.

Sementara itu sistem pemerintahan di Indonesia menunjukkan adanya dua pendekatan dalam pemerintahan, yaitu pendekatan desentralisasi dan dekonsentrasi. Masdiasmo (2002) menyebutkan pada dasarnya asas pemerintahan meliputi asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi diartikan sebagai


(29)

pengembangan otonomi daerah atau fungsi pemerintahan tertentu dan kekuasaan mengambil keputusan tertentu yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang mencakup lembaga perwakilan yang dipilih. Dekonsentrasi merupakan administrasi daerah dan fungsi pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain diartikan bahwa dekonsentrasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada aparat di daerah. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan dari pemerintah daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbanngan Keuangan antara Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah. Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan otonomi ini pemerintah daerah diharapkan bisa meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan pembangunan daerah. Lebih lanjut Suparmoko (2002 : 18) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi


(30)

masyarakat. Tujuan penerapan otonomi daerah pada prinsipnya adalah untuk memberdayakan peran serta pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pembangunan wilayah. Diterangkan oleh Masdiasmo (2002) bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (publik service) dan memajukan perekonomian daerah.

2.1.2. Kemampuan Keuangan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sudah tentu berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah. Devas et.al, (1989 : 279) menjelaskan bahwa tujuan utama pengelolaan keuangan pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban (Accountability). Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangan kepada lembaga atau orang yang berkepentingan. Unsur tanggung jawab ini adalah meliputi keabsahan dengan berpangkal pada ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pengawasan merupakan tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penghamburan dan penyelewengan, dan memastikan bahwa semua sumber pendapatan dan penggunaannya adalah tepat dan sah.


(31)

2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Kejujuran. Urusan keuangan harus diserahkan kepada pegawai yang jujur dan kesempatan untuk berbuat curang dipersempit.

4. Efisiensi dan efektivitas. Tata cara mengurus keuangan daerah harus menggunakan manajemen pengawasan yang baik. Sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya seefisien mungkin dan memerlukan jangka waktu pelaksanaan yang seefektif mungkin.

5. Pengendalian. Petugas keuangan daerah, DPRD, dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan yang direncanakan bisa tercapai. Untuk itu semua pihak yang berkepentingan dalam pengawasan ini harus mengusahakan agar selalu mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah sesuai dengan rencana dan sasaran.

Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menentukan penggunaan dana untuk melaksanakan urusan daerahnya. Mardiasmo (2002) memberikan penjelasan bahwa salah satu


(32)

dampak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah perlunya dilakukan reformasi manajemen keuangan daerah.

Di dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, unsur penting yang selalu menjadi perhatian pemerintah adalah dalam hal pengadaan sumber pembiayaan. Salah satu kritetia penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan keuangan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.

Faktor keuangan daerah menjadi begitu penting karena tanpa ada biaya yang cukup, pemerintah tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan.

Secara umum keberhasilan keuangan daerah ditunjukkan oleh kemampuan daerah meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk faktor-faktor produksi dan keadilan. Musgrave (1993) menyebutkan bahwa asal usul prinsip kemampuan keuangan adalah muncul dari prinsip manfaat. Dengan demikian prinsip kemampuan keuangan berorientasi pada penerimaan dan masalah pendistribusian kembali penerimaan pajak dan retribusi. Pada Pasal 1 ayat 6 Permendagri No. 13 Tahun 2006


(33)

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya semua bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

2.1.3. Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan di daerah pada hakekatnya selalu berpegang pada asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang pada prinsipnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan ketiga asas tersebut, hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam bidang keuangan memerlukan aturan yang jelas dan pengolahannya harus transparan. Diutarakan Davey (1988 : 254) hal penting guna penentuan kekuatan dan bobot keuangan pemerintah daerah adalah melalui perpaduan antara alokasi tanggung jawab dengan sumber-sumber dana di setiap tingkat dan daerah.

Devas et.al (1989 : 179) mengungkapkan bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah pada prinsipnya adalah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan. Selain itu juga menyangkut pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Tujuan utama hubungan ini adalah untuk mencapai perimbangan agar potensi dan sumber daya di masing-masing daerah bisa dibagi dengan sesuai. Elmi (2002 : 54) memberikan penjelasan mengenai tujuan ideal


(34)

adanya kebijakan pembentukan dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah daerah yang selama ini tertinggal dibidang pembangunan.

Menyadari akan pentingnya harmonisasi hubungan antara pusat dan daerah ini, selanjutnya pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (d/h UU No. 25/1999). Pada pasal 1 Undang-Undang ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem keuangan pemerintahan dalam negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban, pembagian kewenangan, dan tanggungjawab serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut.

Pada aspek hubungan pemerintah pusat dan daerah ini Elmi (2002: 55) mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah, diharapkan pembagian kue nasional menjadi lebih adil dan rasional. Artinya bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan dengan jumlah yang lebih besar sedangkan daerah-daerah lainnya akan mengutamakan bagian dari dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat 1


(35)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menjelaskan Dana Perimbangan terdiri atas : a) Dana Bagi Hasil; b) Dana Alokasi Umum; dan c) Dana Alokasi Khusus.

2.1.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab VIII Pasal 179 dinyatakan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa : (1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah (2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan (3) Pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.

Dijelaskan oleh Suparmoko (2002 : 28) bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) atas persetujuan DPRD, selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkan APBD. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 9 menyebutkan, yang dimaksudkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah rencana keuangan pemerintah daerah yang harus disetujui bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan ditetapkan


(36)

dengan peraturan daerah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keuangan daerah dilaksanakan melalui serangkaian proses pengelolaan keuangan daerah yang meliputi penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

APBD atau juga dikenal dengan anggaran daerah adalah suatu bentuk konkrit rencana kerja keuangan daerah yang komprehensif untuk mengaitkan belanja pemerintah daerah yang dinyatakan dalam bentuk uang untuk mencapai tujuan dan target dan apa yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu. Pentingnya posisi keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah sangat disadari oleh pemerintah dan demikian pula dengan alternatif cara untuk mendapatkan keuangan yang memadai. Salah satu indikator kemampuan daerah yang maksud adalah kontribusi PAD terhadap APBD.

2.1.5. Pendapatan Asli Daerah

Sesuai UU No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyata-nyata kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan tersebut sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kekurangmampuan daerah dalam mengelola sumber daya perekonomiannya terutama sumber-sumber pendapatannya.


(37)

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber pandapatan asli daerah terdiri atas hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.

Pajak Daerah. Wewenang mengenakan pajak atas penduduk untuk membiayai

layanan masyarakat merupakan unsur penting dalam sistem pemerintahan daerah. Diungkapkan dalam Devas et.al, (1989 : 58) bahwa sistem perpajakan yang dipakai sekarang ini banyak mengandung kelemahan, dan tampaknya bagian terbesar dari pajak daerah lebih banyak menimbulkan beban daripada menghasilkan penerimaan bagi masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu melakukan perubahan besar pada sistem pajak nasional, dan perubahan sistem pajak daerah merupakan langkah logis untuk langkah berikutnya.

Pembaharuan yang dilakukan pemerintah misalnya dengan diterbitkannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi sebagai perubahan UU No. 18 Tahun 1997. dengan diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 ini jenis pajak daerah jumlahnya menjadi berkurang. Terakhir pemerintah menerbitkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijalaskan tentang pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta pembagian berbagai penerimaan negara.


(38)

Upaya peningkatan pajak dilakukan di dalam perbaikan sistem perpajakan secara keseluruhan. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain menghapus pajak daerah yang tidak memuaskan, memperbaiki kinerja pajak daerah yang ada, meningkatkan wewenang pemerintah daerah, meningkatkan administrasi pajak daerah, dan menciptakan pajak daerah baru. Keberhasilan dalam mengelola sumber-sumber penerimaan pajak daerah tergantung pada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri dalam mengoptimalisasikan faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan tersebut. Devas et.al (1989 : 72) dalam memberikan penjelasan bahwa kemampuan menghimpun dana adalah perbandingan antara penerimaan dari pajak dengan PDRB atau disebut dengan upaya pajak (tax effort).

Masdiasmo (2002) mengungkapkan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu diberikan otonomi dan keleluasaan daerah (local discretion). Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak yang riil yang dimiliki oleh daerah tersebut, sehingga bisa diketahui peningkatan kapasitas pajak (tax capacity) daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah.

Retribusi Daerah. Pemungutan retribusi (Charging) dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan, dan biasanya dimaksudkan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya pelayanannya. Besarnya retribusi seharusnya (lebih kurang) sama dengan nilai layanan yang diberikan. Menurut Sumitro (1987 : 15) retribusi


(39)

ialah pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa. Lebih lanjut Syamsi (1994 : 221) mengatakan bahwa retribusi adalah iuran dari masyarakat tertentu (individu yang bersangkutan) yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah yang prestasinya ditunjuk secara langsung, dan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dengan kata lain yang lebih sederhana, retribusi adalah pungutan yang dibebankan kepada seseorang karena menikmati jasa secara langsung.

Sedangkan Redjo (1998 : 89) berpendapat bahwa retribusi ialah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang diterima langsung dengan adanya pembayaran retribusi tersebut, misalnya uang langganan air minum, uang langganan listrik dan lain-lain.

Mengenai potensi retribusi daerah, Koswara (2001 : 191) memaparkan bahwa seperti halnya dengan pajak daerah, hanya dengan beberapa jenis retribusi yang efektif berperan sebagai sumber pendapatan daerah. Walaupun demikian Devas et.al, (1989 : 91) mengatakan bahwa retribusi merupakan sumber pendapatan yang sangat penting dan hasil retribusi hampir mencapai setengah dari seluruh pendapatan daerah. Dalam dimensi potensi daerah yang demikian itu, pemerintah daerah hendaknya dapat mengembangkan inisiatif dan upaya untuk meningkatkan penerimaan retribusi daerah. Upaya ini antara lain dilakukan dengan cara memberikan palayanan publik secara profesional dan mampu memberikan kepuasan kepada setiap penerima pelayanan.


(40)

Davey (1988 : 148) mengungkapkan beberapa pendapatan mungkin akan timbul pada elastisitas retribusi yang harus responsif kepada pertumbuhan penduduk dan pendapatan. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan atau konsumsi akan suatu pelayanan. Dalam konteks yang demikian itu, pengelolaan sumber-sumber PAD dari jenis retribusi tentu mempunyai konsekuensi yang harus difikirkan oleh pemerintah daerah. Artinya, pemerintah daerah tidak boleh hanya memikirkan bagaimana memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dari pemungutan retribusi, tetapi pemerintah daerahpun harus bertanggung jawab atas konsekuensi pemungutan retribusi tersebut.

Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah. Jenis bagian laba badan usaha milik

daerah dapat dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah /BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Jenis lain-lain Pendapatan Asli

Daerah yang Sah sesuai UU No. 33 Tahun 2004 disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain


(41)

sebagaimana akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

2.1.6. Belanja Langsung Daerah

Belanja langsung daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kelompok Belanja Langsung dari suatu kegiatan menurut jenisnya terdiri dari :

a. Belanja Pegawai

Belanja Pegawai yang dimaksud pada kelompok belanja langsung adalah pengeluaran honorarium/ Upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah.

b. Belanja Barang dan Jasa

Belanja Barang dan Jasa maksudnya belanja yang digunakan untuk pengeluaran/ pembelian/ pangadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan. c. Belanja Modal

Belanja Modal dimaksud belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan asset tetap


(42)

berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan belanja negara dan belanja daerah telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, diantaranya adalah :

1. Saputra (2007) telah meneliti tentang Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara dan menyimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Total Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Eriadi (2004) juga telah meneliti tentang perbandingan kinerja keuangan pemerintah daerah sebelum dan setelah otonomi daerah ini menyimpulkan a. Analisa Data yang dilakukan menunjukkan bahwa regulasi keuangan tidak

secara keseluruhan memperbaiki rata-rata kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian bahwa perbedaan antara sebelum dan setelah otonomi daerah yaitu rasio desentralisasi fiskal, rasio upaya fiskal, rasio kemampuan pembiayaan dan rasio efisiensi, diantaranya dua rasio berkembang positif berupaya kenaikan rata-rata kinerja yaitu rasio upaya fiskal dan rasio efisiensi, sisanya dua rasio berkembang negative berupaya penurunan kinerja yang signifikan


(43)

setelah otonomi yaitu rasio desentralisasi fiskal dan rasio kemampuan pembiayaan.

b. Sedangkan rasio desentralisasi fiskal, rasio kemampuan pembiayaan dan rasio efisiensi anggaran tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam periode sebelum dan sesudah otonomi.

3. Kusumayoni (2004) telah meneliti tentang kemampuan keuangan daerah yang diproksikan dalam PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh positif terhadap pengeluaran daerah, PDRB juga mempunyai pengaruh positif terhadap PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

4. Kustiawan (2003) telah meneliti peran dan orientasi pemerintah daerah dalam rangka optimalisasi pendapatan asli daerah dan dana perimbangan yang proporsional kasus pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif dan hasilnya menunjukkan bahwa :

1). Pada dasarnya upaya Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam mengoptimalkan PAD-nya adalah dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a) Intensifikasi, yaitu suatu upaya mengoptimalkan PAD dengan cara meningkatkan dari yang sudah ada.

b) Ekstensifikasi, yaitu mengoptimalkan PAD dengan cara mengembangkan subyek dan obyek pajak. Tetapi kendalanya terhadap upaya untuk mengembangkan subyek dan obyek pajak adalah pemerintah propinsi hanya


(44)

diberi kewenangan untuk memungut empat jenis pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2000.

2). Pemerintah Daerah Jawa Barat setuju dengan formula yang telah diterapkan dalam PP No. 104 Tahun 2000, karena Jawa Barat termasuk satu dan empat propinsi yang mendapat pembobotan Dana Alokasi Umum terbesar (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta).

5. Saggaf (1999) telah meneliti tentang “Pengaruh pendapatan asli daerah terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Pekan Baru”, dengan menggunakan analisis kuantitatif berupa analisis regresi, penelitian ini menyimpulkan bahwa :

1) Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD dan komponen PAD terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB).

2) Secara partial pengaruh PAD dan komponen PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah dan laba BUMD yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) sedangkan komponen PAD lainnya (Pendapatan Dinas) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.


(45)

Tabel 2.1 : Peneliti Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Tahun Variabel Kesimpulan

1. Andra Eka

Saputra

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Aceh Tenggara

2007 Kemampuan Keuangan Daerah Belanja Daerah

Adanya pengaruh positif dan signifikan antara PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Total Belanja Daerah

2. Eriadi Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah (suatu tinjauan terhadap perubahan Regulasi Keuangan Daerah

2004 Pendapatan Asli Daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah

Belanja daerah Belanja Pem bangunan

Adanya pengaruh PAD terhadap kinerja Keuangan Pemerintah (Ratio Keuangan) Setelah Otonomi Daerah 3. Kusuma yoni Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Membiayai Pengeluaran Daerah di Kabupaten Klungkung

2004 Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pengeluaran Daerah

Adanya pengaruh positif dan signifikan antara PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengeluaran Daerah

4. Memen Kustiawan

Peran dan Orientasi Pemerintah daerah dalam rangka opti malisasi Penda patan Asli Daerah dan dana perimbangan dan proposional (studi kasus pada Dinas Pendapatan daerah Propinsi Jawa Barat

2003 Anggaran dan realisasi PAD

Penerimaan dari pemerintah pusat dan instansi yang lebih tinggi (DAU), DAK

Untuk meningkatkan PAD dengan dua cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi

5. Said Saggaf

Analisa Pengaruh Pendapatan Asli Daerah ter

hadap Pening katan Pertum buhan Ekonomi di Kotamadya DATI II Pekan Baru

1999 Anggaran dan Realisasi PAD

PDRB APBD

Adanya pengaruh PAD terhadap pertumbuhan ekonomi DATI II Pekan Baru


(46)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori, maka model penelitian dapat dibuat seperti pada gambar 3.1.

Kemampuan Keuangan Daerah

RETRIBUSI

DAERAH

BAGIAN LABA BADAN USAHA MILIK DAERAH

BELANJA LANGSUNG

DAERAH

LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH PAJAK DAERAH

Gambar 3.1 Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Langsung Daerah


(47)

Pendapatan asli daerah dapat diartikan sebagai pendapatan yang bersumber dari pungutan-pungutan yang dilaksanakan oleh daerah berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku yang dapat dikenakan kepada setiap orang atau badan usaha baik milik pemerintah maupun swasta, karena perolehan jasa yang diberikan pemerintah daerah tersebut maka daerah dapat melaksanakan pungutan dalam bentuk penerimaan pajak, retribusi dan penerimaan lainnya yang sah yang diatur oleh undang-undang.

Kemampuan keuangan daerah adalah sebagaimana kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah melalui penggalian kekayaan asli daerah yang dikatakan sebagai pendapatan asli daerah yang harus terus menerus dipacu pertumbuhannya oleh pemerintah daerah. Jumlah dan kenaikan kontribusi pendapatan asli daerah akan sangat berperan dalam kemandirian pemerintah daerah. Ini dapat dilihat melalui sasaran yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat melalui pemanfaatan pendapatan asli daerah.

Pajak daerah merupakan bentuk pendapatan daerah yang ditentukan oleh undang-undang sebagai kewajiban masyarakat yang dibayarkan kepada pemerintah secara periodik yaitu setiap tahun. Berbagai sumber pajak seperti pajak bumi dan bangunan, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C.

Retribusi merupakan pungutan resmi yang diatur dengan undang-undang terhadap kegiatan atau obyek yang terdapat disuatu daerah. Sumber-sumber retribusi


(48)

daerah diantaranya retribusi pelayanan kesehatan, retribusi sampah, retribusi catatan sipil, retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi terminal, retribusi obyek-obyek wisata, retribusi rumah potong hewan, retribusi hasil hutan, retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi pemanfaatan jalan kabupaten dan lain-lain.

Bagian laba badan usaha milik daerah menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah /BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagaimana akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Belanja Langsung dari suatu kegiatan menurut jenisnya terdiri dari belanja pegawai yaitu pengeluaran honorarium/ Upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah, belanja barang dan jasa yaitu pengeluaran atau pembelian / pangadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan, belanja modal merupakan belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam


(49)

rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada masalah dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian yang akan diuji adalah: “ Pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap belanja langsung daerah di Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.


(50)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris tentang pengaruh suatu variabel dengan variabel lain, yaitu fakta tentang pengaruh, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terhadap Belanja Langsung Daerah di Pemerintahan Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 33 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan secara bertahap dalam Bulan Pebruari 2009 sampai dengan Mei 2009.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara dalam bentuk laporan tahunan dengan menggunakan data runtut waktu (time series) dan cross section selama 4 tahun yaitu dari tahun 2004 – 2007.

Obyek yang diteliti adalah kemampuan keuangan daerah yang diproksikan dalam pajak daerah, retribui daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan


(51)

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja langsung daerah di Pemerintahan Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Populasi penelitian sebanyak 33 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria tersedianya data yang lengkap selama periode amatan.

Berdasarkan kriteria di atas, maka jumlah kabupaten/kota yang akan dijadikan sampel penelitian sebanyak 19, dengan rincian sebagai berikut:


(52)

Tabel 4.1 Populasi dan Sampel Penelitian

No KABUPATEN/KOTA POPULASI SAMPEL KETERANGAN

1 Kabupaten Nias √ Data Tdk lgkp

2. Kabupaten Mandailing Natal √ √ 3. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ 4. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ 5. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ 6. Kabupaten Toba Samosir √ √ 7. Kabupaten Labuhan Batu √ √

8. Kabupaten Asahan √ √

9. Kabupaten Simalungun √ √

10. Kabupaten Dairi √ Data tdk lgkp

11 Kabupaten Karo √ √

12. Kabupaten Deli Serdang √ √

13. Kabupaten Langkat √ √

14. Kabupaten Nias Selatan √ Data tdk lgkp 15. Kab. Humbang Hasundutan √ √

16. Kabupaten Pakpak Bharat √ √

17. Kabupaten Samosir √ Data tdk lgkp

18. Kabupaten Serdang Bedagai √ Data tdk lgkp 19. Kabupaten Batu Bara √ Tidak ada data 20. Kab. Padang Lawas Utara √ Tidak ada data 21. Kab. Padang Lawas √ Tidak ada data 22. Kabupaten Nias Utara √ Tidak ada data 23. Kabupaten Nias Barat √ Tidak ada data 24. Kab. Labuhan Batu Utara √ Tidak ada data 25. Kab. Labuhan Batu Selatan √ Tidak ada data 26. Kota Gunung Sitoli √ Tidak ada data

27. Kota Sibolga √ √

28. Kota Tanjung Balai √ √

29. Kota Pematang Siantar √ √

30. Kota Tebing Tinggi √ √

31. Kota Medan √ Data Tdk Lgkp

32. Kota Binjai √ √


(53)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data adalah pooling data yaitu gabungan data time series dengan cross

section. Data penelitian adalah sekunder berupa realisasi pajak daerah, realisasi

retribusi daerah, realisasi bagian laba badan usaha milik daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dan belanja langsung daerah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara selama periode pengamatan. Sumber data diperoleh dari BPS, buku-buku literature, jurnal maupun hasil publikasi dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Variabel yang diteneliti dapat dikelompokkan menjadi variabel independen dan variable dependen. Variabel independen terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba badan usaha milik daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Variabel dependen adalah belanja langsung daerah.

Devinisi operasional dan pengukuran variabel-variabel yang digunakan adalah:

1. Pajak Daerah (X1) yaitu jumlah realisasi penerimaan pajak daerah yang meliputi realisasi berbagai jenis pajak daerah yang ada di Kabupaten/kota di Propinsi Sumatra Utara. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.


(54)

2. Retribusi Daerah (X2) merupakan realisasi penerimaan dari retribusi yang dipungut dari masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.

3. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah (X3) mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat yang ada di Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (X4) merupakan pendapatan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.

5. Belanja Langsung Daerah (Y) yaitu jumlah realisasi belanja langsung. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.

Secara ringkas definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :


(55)

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel

Penelitian Nama Variabel Definisi Operasional Parameter Pajak Daerah (X1)

Pajak Daerah merupakan jumlah realisasi penerimaan yang meliputi berbagai jenis pajak daerah

Rasio

Retribusi Daerah

(X2) Retribusi Daerah merupakan realisasi retribusi yang dipungut dari masyarakat oleh Pemerintah

Rasio

Bagian Laba Badan

Usaha Milik Daerah (X3)

BLBU mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah, perusahaan milik pemerintah dan perusahaan milik swasta. Rasio Variabel Dependen Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (X4)

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan pendapatan penerimaan daerah yang tidak termasuk jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Rasio

Variabel Independen

Belanja langsung

daerah (Y) Belanja langsung daerah yaitu jumlah realisasi belanja langsung.

Rasio

4.6. Metode Analisa Data

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan struktur teori untuk membangun satu atau lebih hipotesis yang membutuhkan pengujian secara kuantitatif dan statistik. Jenis penelitian ini adalah penelitian uji hipotesis yang mengambil sampel dari satu populasi dan menetapkan kriteria sesuai


(56)

dengan tujuan penelitian. Data penelitian adalah pooling data yaitu data dan sampel selama 4 tahun yaitu dari tahun 2004 – 2007. Model penelitian adalah sebagai beikut:

Y = β0 + β1 X1+ β2 X2 + β3 X3+ β4 X4 +ε Dimana :

Y = Belanja Langsung

β0 = Konstanta

β1 s/d β4 = Koefisien estimasi

X1 = Pajak Daerah. X2 = Restribusi Daerah

X3 = Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah X4 = Lain-lain PAD yang Sah

4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik

Selanjutnya peneliti akan melakukan pengujian dengan beberapa uji asumsi klasik yaitu :

1) Pengujian Normalitas Data

Pengujian normalitas data bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak yang digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini, untuk melihat normalitas dengan menggunakan data Uji Statistik. Test sederhana yang dapat dilakukan adalah berdasarkan nilai


(57)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Jika signifikansi dari nilai One-One-Sample Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05 berarti model penelitian memenuhi asumsi normalitas.

2) Uji Multikolinieritas yaitu situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: (1). Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir. (2). Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas.

Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF dan korelasi diantara variabel independen. Jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terjadi multikolinearitas diantara variabel independent. Disamping itu, suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi diantara variabel independen lebih besar dari 0,9 (Ghozali, 2002).


(58)

a. Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independen A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bisa dipilih A atau B yang dikeluarkan dari model regresi.

b. Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.

3) Uji Heteroskedastisitas yaitu untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Pada penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat titik Scatterplot.

4) Uji Autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Cara ini mudah mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan Durbin Watson hitung terletak di daerah No Autocorelation

(Nugroho, 2005:60).

Jika du < DW < (4-dl) maka nilai Durbin Watson berada di daerah No

Autocorelation. Jika (4-du) < DW < (4-dl) berarti uji Durbin Watson tidak


(59)

4.6.2. Pengujian Hipotesis

Pendekatan analisis yang dilakukan adalah metode Ordinary Least Square

(OLS). Dengan analisis ini pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diteliti bisa diketahui. Uji statistik yang akan digunakan meliputi :

1) Uji f yaitu diperlukan guna mengetahui pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Uji statistik f pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independent atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

2) Uji koefisien regresi dengan uji t (t-test) diperlukan guna mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independent secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

3) Uji Koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa besar kemampuan menjelaskan variabel independen terhadap variabel dependen.


(60)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menyajikan mengenai pembahasan hasil-hasil pengujian yang dilakukan, yang terdiri dari deskriptif data, statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan analisis regresi linear sederhana yang digunakan dalam menguji hipotesis penelitian.

5.1. Deskriptif Data

Data penelitian yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik. Data penelitian ini berupa hasil laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/kota dalam bentuk laporan tahunan selama 4 tahun yaitu dari tahun 2004 – 2007. Data penelitian yang diperlukan dari laporan keuangan Pemerintah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara adalah data tentang Pendapatan Asli Daerah berupa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah serta Belanja Langsung Daerah di Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Data laporan keuangan Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara selama 4 tahun dalam bentuk laporan keuangan tahunan terdiri dari 19 Kabupaten kota. Jumlah amatan selama 4 tahun sebanyak 76.


(61)

5.2. Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil pengujian data, maka ringkasan hasil deskripsi data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Statistik Deskripsi (Dalam Milyar Rp)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

BL 76 16.70 492.10 1.5942E2 108.81942

Pjk Daerah 76 .05 55.15 7.1133 10.37260

Ret. Daerah 76 .15 18.64 4.4208 3.50895

BLBU 76 .00 4.00 .4632 .88574

Lain2 76 .01 14.12 3.0632 2.71932

Valid N (listwise) 76

Dari data pada Tabel 5.1. Dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata Belanja Langsung Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 1.594.200.000,- Selama 4 tahun amatan dari 19 Kabupaten/kota. Belanja langsung yang paling rendah adalah Rp. 16.700.000.000,- yaitu Kabupaten Pakpak Bharat dan Belanja Langsung yang paling tinggi sebesar Rp. 492.100.000.000,- yaitu Kabupaten Deli Serdang. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing variable penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(62)

Tabel 5.2 Belanja Langsung (Dalam Milyar Rp)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007

1 Mandailing Natal 80.4 68.7 130.4 341.7 2 Tapanuli Selatan 82.9 243.6 365.7 407.1 3 Tapanuli Tengah 156.8 149.7 188.1 235 4 Tapanuli Utara 147.4 139.6 243.2 233.4 5 Toba Samosir 148.5 114.9 194.1 224.4 6 Labuhan Batu 147.1 150.4 153.4 352.1

7 Asahan 101.1 132.1 187 433.5

8 Simalungun 65.7 75.7 206.7 360

9 Karo 59.3 63.1 124.3 297.7

10 Deli Serdang 78.7 135.3 337.9 492.1

11 Langkat 128.7 113 427.8 362.6

12 Humbang Hasundutan 75.3 81 118.4 248

13 Pakpak Bharat 16.7 45.2 90.7 176.4

14 Sibolga 62.8 86.1 85.8 191.2

15 Tanjung Balai 63.2 82.6 103.1 194

16 Pematang Siantar 46.7 61.6 88.5 195

17 Tebing Tinggi 55 60.9 88.9 185.8

18 Binjai 54.9 52.3 83.6 172.2

19 Padang Sidempuan 46 56.1 87.2 179.7

Belanja langsung yang paling rendah selama amatan adalah dari Kabupaten Pakpak Bharat di tahun 2004, hal ini disebabkan pada tahun tersebut, Kabupaten ini merupakan Kabupaten baru.

2. Rata-rata Pajak Daerah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 7.113.300.000,- Selama 4 tahun amatan dari 19 Kabupaten/kota. Pajak Daerah yang paling rendah adalah Rp. 50.000.000,- yaitu Kabupaten Pakpak Bharat dan Pajak Daerah yang paling tinggi sebesar Rp. 55.150.000.000,- yaitu Kabupaten Deli Serdang. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing variable penelitian, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.


(63)

Tabel 5.3 Pajak Daerah (Dalam Milyar Rp)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007

1 Mandailing Natal 2.59 2.38 3.01 3.85 2 Tapanuli Selatan 2.71 3.17 5.97 4.54

3 Tapanuli Tengah 1.81 1.76 2.21 2.9

4 Tapanuli Utara 1.16 1.57 1.13 1.34

5 Toba Samosir 1.73 1.33 1.98 3.64

6 Labuhan Batu 27.5 9.51 10.23 11.07

7 Asahan 13.51 13.97 10.65 9.57

8 Simalungun 7.97 10.09 10.82 10.83

9 Karo 4.39 5.33 5.49 6.43

10 Deli Serdang 37.02 46 46.93 55.15

11 Langkat 5.07 10.18 11.72 11.74

12 Humbang Hasundutan 0.73 0.53 1.03 1.22

13 Pakpak Bharat 0.05 0.15 0.11 0.13

14 Sibolga 1.43 1.6 1.66 1.7

15 Tanjung Balai 3.39 4.22 4.75 3.93

16 Pematang Siantar 5.48 6.2 6.39 6.8

17 Tebing Tinggi 3.81 2.84 3.35 4.59

18 Binjai 5.35 5.82 5.84 5.84

19 Padang Sidempuan 2.25 2.1 2.5 2.87

Pajak daerah yang paling rendah selama amatan adalah dari Kabupaten Pakpak Bharat di tahun 2004, hal ini disebabkan pada tahun tersebut, Kabupaten ini merupakan Kabupaten baru.

3. Rata-rata Retribusi Daerah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 4.420.800.000,- Selama 4 tahun amatan dari 19 Kabupaten/kota. Retribusi Daerah yang paling rendah adalah Rp. 150.000.000,- yaitu Kabupaten Pakpak Bharat dan Retribusi Daerah yang paling tinggi sebesar Rp. 18.640.000.000,- yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk melihat


(64)

pertumbuhan masing-masing variable penelitian, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 5.4 Retribusi Daerah (Dalam Milyar Rp)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007

1 Mandailing Natal 1.7 1.62 2.44 2.58

2 Tapanuli Selatan 3.7 3.76 7.72 18.64 3 Tapanuli Tengah 0.99 1.29 1.35 1.63

4 Tapanuli Utara 1.41 1.34 1.36 1.88

5 Toba Samosir 1.19 0.92 1.3 2.22

6 Labuhan Batu 9.14 9.95 10.28 11.27

7 Asahan 4.59 5.77 7.27 7.36

8 Simalungun 3.25 5.15 5.23 5.01

9 Karo 4.32 5.76 7.07 7.61

10 Deli Serdang 7.49 12.29 12.07 15.01

11 Langkat 3.9 4.49 5.13 5.46

12 Humbang Hasundutan 0.52 1.08 1.38 2.17

13 Pakpak Bharat 0.15 1.02 0.95 0.97

14 Sibolga 2.95 3.6 4.08 3.49

15 Tanjung Balai 2.42 3.32 3.16 3.49

16 Pematang Siantar 4.47 6.25 7.08 8.76

17 Tebing Tinggi 2.13 2.47 3.31 3.62

18 Binjai 3.4 4.11 4.91 4.25

19 Padang Sidempuan 2.24 2.34 3.28 4.7

Retribusi Daerah yang paling rendah selama amatan adalah dari Kabupaten Pakpak Bharat di tahun 2004, hal ini disebabkan pada tahun tersebut, Kabupaten ini merupakan Kabupaten baru.

4. Rata-rata Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 463.200.000,- Selama 4 tahun amatan dari 19 Kabupaten/kota. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah yang paling rendah adalah Rp. 0,- yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir,


(65)

Asahan, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat dan Tebing Tinggi. Sedangkan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah yang paling tinggi sebesar Rp. 4.000.000.000,- yaitu Kabupaten Simalungun. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing variable penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.5 Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah (Dalam Milyar Rp)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007

1 Mandailing Natal 0.02 0 0 1.19

2 Tapanuli Selatan 0.12 0.12 0.12 0.12

3 Tapanuli Tengah 0.26 0 1.03 0.19

4 Tapanuli Utara 0 0.12 0.71 0.93

5 Toba Samosir 0 0.03 0.12 0.61

6 Labuhan Batu 0.04 0.08 2.67 3.68

7 Asahan 0 0 0 0

8 Simalungun 0 0 0 4

9 Karo 0.02 0.11 0.33 0.82

10 Deli Serdang 0 0 1.7 3.74

11 Langkat 0 0 0 0

12 Humbang Hasundutan 0 0 0.06 0.37

13 Pakpak Bharat 0 0 0.02 0.3

14 Sibolga 0.13 0.3 0.62 0.96

15 Tanjung Balai 0.06 0.08 0.38 1.08

16 Pematang Siantar 0.19 0.53 0.85 1.84

17 Tebing Tinggi 0 0 0 0

18 Binjai 2.75 0.16 0.16 0.16

19 Padang Sidempuan 0.04 0.06 0.06 1.16

5. Rata-rata Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 3.063.200.000,- Selama 4 tahun amatan dari 19 Kabupaten/kota. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah yang paling rendah adalah Rp. 10.000.000,- yaitu Kota Binjai. Dan Lain-lain


(66)

Pendapatan Asli Daerah Yang Sah yang paling tinggi sebesar Rp. 14.120.000.000,- yaitu Kabupaten Simalungun. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing variable penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.6 Lain-lain PAD Yang Sah (Dalam Milyar Rp)

No. Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007

1 Mandailing Natal 4.8 1.8 2.8 4.3

2 Tapanuli Selatan 0.59 0.5 1.09 2.53

3 Tapanuli Tengah 3.75 2.64 2.78 4.67

4 Tapanuli Utara 3.41 6.25 3.52 1.76

5 Toba Samosir 9.08 4.01 6.98 2.38

6 Labuhan Batu 9.35 5.92 8.96 12.65

7 Asahan 4.77 3.36 5.96 7.64

8 Simalungun 3.35 3.59 4.9 14.12

9 Karo 0.43 1.56 2.3 3.33

10 Deli Serdang 1.66 0.86 1.4 3.75

11 Langkat 0.7 2.16 3.81 4.52

12 Humbang Hasundutan 1.51 1.48 1.04 2.21

13 Pakpak Bharat 0.08 0.2 0.2 1.02

14 Sibolga 0.68 0.56 1.15 1.23

15 Tanjung Balai 2.97 1.95 2.55 3.06

16 Pematang Siantar 3.35 1.94 1.94 2.46

17 Tebing Tinggi 3.76 1.54 2.1 2

18 Binjai 0.01 2.92 2.9 2.77

19 Padang Sidempuan 0.7 0.18 0.3 1.35

5.3. Pengujian Asumsi Klasik

Oleh karena hipotesis akan diuji dengan memakai alat uji regresi berganda, maka harus dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi


(67)

5.3.1. Pengujian Normalitas Data

Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan dengan melihat grafik. Nilai Kolmogorov-Smirnov yang diperoleh dari hasil pengujian adalah sebesar 1.089 dengan tingkat signifikansi 0.186. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa model penellitian telah memenuhi syarat normalitas (Lihat lampiran 3).

Hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov didukung dengan hasil pengujian secara grafik seperti yang terlihat digambar 5.1. berikut ini.


(68)

Grafik ini menunjukkan bahwa distribusi data normal karena data berada disekitar garis diagonal.

5.3.2. Pengujian Multikolinieritas

Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel bebas (independent). Metode yang digunakan adalah dengan melihat (1) nilai tolerance, (2) nilai variance inflation factor (VIF) kedua ukuran Tolerance mengukur variabilita variable independent yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variable independent lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) menunjukkan adanya hubungan antar variable bebas. Jika nilai Tolerance > 0.10 atau sama dengan nilai VIF < 10, menunjukkan tidak adanya multikolonieritas.

Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5.7 Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) 69.672 19.039 3.659 .000

Pajak Drh .053 1.361 .005 .039 .969 .531 1.884

Retribusi Drh 10.986 4.150 .354 2.648 .010 .499 2.005

BLBU 25.150 13.667 .205 1.840 .070 .722 1.386

1

Lain2 9.516 4.199 .238 2.266 .026 .811 1.233


(69)

Dari Tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa angka Tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10. Hal ini membuktikan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah multikolinearitas.

5.3.3. Pengujian Heterokedastisitas

Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah varian dari faktor galat adalah konstan untuk semua variabel bebas. Jika varian tidak sama, dikatakan terjadi heteroskedastisitas.

Metoda yang digunakan dalam hal ini adalah metoda Grafik. Cara yang dilakukan adalah melihat grafik antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan SPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan Sumbu X adalah residual (Y prediksi–Y sesungguhnya) yang telah di-standarized.

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Dari hasil pengolahan data sebagaimana terlampir pada Lampiran 3, diperoleh grafik sebagai berikut:


(70)

Gambar 5.2. Uji Heterokedastisitas

5.3.4. Pengujian Autokorelasi

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar 1.671. Sementara nilai bawah (dl) Durbin Watson sebesar 1.368 Dengan batas atas (du) sebesar 1.587. Nilai 4 – du sebesar 2.413. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi Autokorelasi antar variable karena nilai durbin Watson lebih besar dari nilai du dan lebih kecil dari nilai 4 – du (1.587 < 1.671 < 2.413) (Lihat lampiran 4).


(71)

Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasih di atas, maka model analisis pada persamaan 1, 2 dan 3 dapat digunakan dalam pengujian hipotesis selanjutnya.

5.4. Pengujian Hipotesis

Hasil uji hipotesis didasarkan pada hasil pengolahan data pada tabel 5.8 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.8 Hasil Uji Hipotesis

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) 69.672 19.039 3.659 .000

Pajak Drh .053 1.361 .005 .039 .969 .531 1.884 Retribusi Drh 10.986 4.150 .354 2.648 .010 .499 2.005 BLBU 25.150 13.667 .205 1.840 .070 .722 1.386 1

Lain2 9.516 4.199 .238 2.266 .026 .811 1.233

a. Dependent Variable: Belanjalsg

R = 0.605

R2 = 0.366

Adjusted R2 = 0.330

F =10.240

Sig. F = 0.000

Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,605 (lihat lampiran 4) hal ini menunjukkan bahwa variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah


(72)

dan Lain-lain PAD yang sah mempunyai hubungan yang kuat dengan Belanja langsung daerah

Sedangkan nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel dependen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi.

Jika independen variabel lebih dari satu, maka sebaiknya untuk melihat kemampuan varaibel memprediksi variabel dependen, nilai yang digunakan adalah nilai adjusted R2. Nilai adjusted R2 sebesar 0,330 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 33,0%. Dengan kata lain 33,0 % perubahan dalam Belanja Langsung Daerah mampu dijelaskan variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah dan sisanya sebesar 67,0% dijelaskan oleh faktor Lain-lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.


(73)

Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung sebesar 10.240 dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha dan Lain-lain PAD yang Sah terhadap Belanja Langsung Daerah. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah terhadap Belanja Langsung Daerah. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model penelitian adalah sebagai berikut:

BL= 69.672 + 0.053 Pjk+ 10.986 Retr + 25.150 BLBU + 9.516 Lain + e Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah menunjukkan angka positip. Berarti bahwa hubungan antara variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah dengan Belanja Langsung Daerah adalah positip yaitu semakin tinggi variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah maka semakin tinggi Belanja Langsung Daerah.

Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap Belanja Langsung Daerah, maka dapat dilihat dari nilai t hitung dan signifikansi dari nilai t hitung tersebut. Jika nilai signifikansi dari t hitung tersebut lebih kecil dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh variabel tersebut terhadap Belanja Langsung Daerah.


(1)

Lampiran 3

Uji

Normalitas

Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 76

Mean .0000000

Normal Parametersa

Std. Deviation 86.65775047

Absolute .125

Positive .125

Most Extreme Differences

Negative -.067

Kolmogorov-Smirnov Z 1.089

Asymp. Sig. (2-tailed) .186


(2)

(3)

(4)

Lampiran 4

Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Lain2, Pajakdrh, BLBU,

Distribusidrha

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Belanjalsg

Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .605a .366 .330 89.06537 1.671

a. Predictors: (Constant), Lain2, Pajakdrh, BLBU, Distribusidrh


(5)

Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 324907.545 4 81226.886 10.240 .000a

Residual 563217.429 71 7932.640

1

Total 888124.974 75

a. Predictors: (Constant), Lain2, Pajakdrh, BLBU, Distribusidrh

b. Dependent Variable: Belanjalsg

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) 69.672 19.039 3.659 .000

Pajakdrh .053 1.361 .005 .039 .969 .531 1.884

Distribusidrh 10.986 4.150 .354 2.648 .010 .499 2.005

BLBU 25.150 13.667 .205 1.840 .070 .722 1.386

1

Lain2 9.516 4.199 .238 2.266 .026 .811 1.233

a. Dependent Variable: Belanjalsg


(6)