Pengaruh Konsentrasi Larutan Berbagai Senyawa Timbal (Pb) Terhadap Kerusakan Tanaman, Hasil Dan Beberapa Kriteria Kualitas Sayuran Daun Spinasia - The Effect Of Lead-compound Solutions In Different Concentrations On Degree Of Plant Damage, Yield And Some

Pengaruh Konsentrasi Larutan Berbagai Senyawa Timbal (Pb)
terhadap Kerusakan Tanaman, Hasil dan Beberapa Kriteria
Kualitas Sayuran Daun Spinasia
Oleh :
Tino Mutiarawati Onggo
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Kampus Jatinangor, Bandung 40600.

ABSTRAK
Timbal (Pb) yang berasal dari polusi udara/atmosfer umumnya berbentuk
partikel debu yang bila sampai pada tanaman, akan tinggal di permukaan tanaman
tersebut. Awan dan hujan dapat menyebabkan timbal menjadi bentuk terlarut dan
dapat masuk ke dalam tanaman yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan
mengkontaminasi bahan pangan dan pakan. Percobaan ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh tiga senyawa Pb yaitu Pb-acetat, Pb-chlorid dan Pb-nitrat
dengan konsentrasi masing-masing 250, 500, 750 dan 1000 ppm., terhadap kerusakan
tanaman dan dampaknya terhadap hasil serta beberapa kriteria kualitas sayuran daun
Spinasia. Hasil percobaan menunjukkan, bahwa dari analisis Pb yang ada pada
tanaman, hanya ditemukan 13% - 24% dari Pb yang diaplikasikan, sedang pencucian
dapat mengurangi kadar Pb tersebut hingga tinggal 8% - 18%. Jumlah Pb yang tercuci
paling banyak pada perlakuan Pb-cholid yang mempunyai kelarutan terendah. Gejala

kerusakan yang tampak dari perlakuan ketiga senyawa Pb tersebut seragam, makin
tinggi konsentrasi larutan, kerusakan tanaman makin besar. Pada Pb-nitrat konsentrasi
1000 ppm., kerusakan yang terjadi hanya sampai skor 3. (dari 1 - 10 skor kerusakan).
Hasil tanaman pada semua perlakuan lebih rendah dibanding kontrol, kecuali pada
perlakuan Pb-chlorid 250 ppm dan 500 ppm. Semua perlakuan tidak berpengaruh
terhadap jumlah klorofil per plot dan kadar mineral K, Ca, Fe dan P dalam tanaman.
Kata kunci : Pb-acetat, Pb-chlorid, Pb-nitrat, kerusakan tanaman, Pb dalam tanaman,
jumlah khlorofil, kadar mineral K, Ca, Fe, P.
ABSTRACT
The Effect of Lead-compound Solutions in Different Concentrations on Degree
of Plant Damage, Yield and some Quality Criteria of Vegetable Spinach.
Lead in polluted air/atmosphere considerable in form of dust which could be
stayed on the plant surface, but rain and cloud could change the lead into solution and
could be penetrated into plant tissue, damaged the plant-organ and contaminated food
and feed. This trial was aimed to study the effect of Pb-acetat, Pb-chlorid and Pbnitrat solutions in different concentrations (250, 500, 750 and 1000 ppm) on plant
damage symptom, plant yield and some quality criteria of Spinach. The results
showed that plant analysis on total lead per plot, found only 13% - 24% of total
applied Pb in the yielded plant and only 8% - 18% in washed samples. The Pbchlorid solubility is lower than the other two Pb-compounds, consequently more Pb
stayed in plant surface and reduced more by washing the plant material. The symptom
of plant damage due to Pb-compounds solution was uniform, the treatment Pb-acetat

resulted less damage symptom followed by Pb-chlorid and Pb-nitrat. Application of
higher solution concentration, the higher damage symptom on plant could be

1

detected, but the highest solution concentration of 1000 ppm Pb-nitrat, resulted only
the damage score 3 (from 1 - 10 degree score). The crop yield from treated plots were
less than control, except the yield of treatments Pb-chlorid 250 ppm. and 500 ppm. All
treatments in this trial have no significant effects on total chlorophyll per plot and on
the content of K, Ca, Fe and P in plants.
Keyword : Pb-acetat, Pb-chlorid, Pb-nitrat, plant damage, Pb in plant, total chlorophyll,
K, Ca, Fe, P content.

PENDAHULUAN
Efek racun dari logam berat Timbal (timah hitam, Pb) terhadap manusia dan
hewan sudah lama diberitakan. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara /
atmosfer yang terhisap pada proses respirasi dan / atau masuk melalui makanan yang
terkontaminasi. Peningkatan kadar Pb di udara di kota-kota besar di Indonesia dan
di sepanjang tepi jalan raja dengan kepadatan kendaraan tinggi juga sudah banyak
dipublikasikan (Gatra, 2005). Tingkat akumulasi Pb pada vegetasi dan dalam

tanah akan meningkat seiring dengan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor
dan menurun dengan bertambahnya jarak dari tepi jalan (Fidora, 1972; Siregar
2005). Pb sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan bilangan oktan,
agar pembakaran motor dapat lebih baik. Namun Pb tersebut akan keluar bersama gas
buang dan mencemari udara. Dari spesifikasi bahan bakar minyak yang diproduksi di
Indonesia, bensin premium pada tahun 2000 masih mengandung 0.7 g Pb/L (NKLD,
2001), sedang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat sudah menghapus timbal
dalam bensin sejak awal 1980-an (Gatra, 2005). Konsekwensi dari kondisi tersebut,
penelitian pengaruh Pb dari gas buang pada tanaman pangan dan pakan di
Eropa dan Amerika banyak dilakukan sebelum tahun 1980 tersebut.
Penelitian Garber (1974) menunjukkan bahwa Pb yang berasal dari polusi
udara, sebagian besar berupa debu berada di permukaan tanaman dan hanya dalam
bentuk terlarut dapat masuk ke dalam tanaman. Tanaman yang tertutupi debu polusi
pada permukaan daunnya, menyebabkan fungsi fotosintesis dan transpirasi terhambat.
Bila senyawa Pb yang larut tersebut terambil oleh tanaman, bisa menyebabkan
kerusakan dari bagian tanaman tersebut. Menurut Kozlowski, et al., 1991 yang disitir
oleh Siregar (2005) kebanyakan pencemaran udara menyebabkan kerusakan dan
perubahan fisiologi tanaman yang kemudian diekspresikan dalam gangguan
pertumbuhan. Konsentrasi Pb di udara bervariasi dan berfluktuasi tergantung dari
kondisi cuaca dan iklim setempat. Adanya awan dan hujan dapat berfungsi


2

membersihkan udara, namun peningkatan kadar logam berat yang terlarut dalam air
hujan mengindikasikan kemungkinan terjadinya polusi logam berat pada tanaman
melalui larutan tersebut. Berichte (1976) menunjukkan kerusakan tanaman akan
tampak bila kadar Pb antara 30 ppm - 50 ppm dan dibawah 100 ppm. Tapi
kontaminasi Pb yang terjadi melalui udara, nilai batas kerusakannya bisa jauh di atas
100 ppm. Tanaman yang penampakannya sehat, dapat mengandung lebih banyak Pb
dibanding tanaman yang sakit, yang berarti penampilan kerusakan tanaman tidak
dapat digunakan sebagai indikator kandungan logam berat dalam tanaman.
Penelitian Fidora (1972); dan Steenken (1973) menunjukkan bahwa sebagian
besar dari Pb pada tanaman dapat hilang bila bagian tanaman tersebut dicuci, ini
menunjukkan bahwa kontaminasi Pb tersebut berasal dari udara dan hanya berada di
permukaan saja.

Berbagai jenis tanaman bereaksi berbeda terhadap emisi udara,

tanaman yang mempunyai daun yang lebar dan terbuka akan terkontaminasi lebih
banyak Pb dibanding tanaman yang mempunyai daun sempit dan yang posisinya

tegak. Suchodoller (1967) dari penelitiannya menyatakan bahwa buncis lebih peka
terhadap Pb dibanding barley. Tumbuhan tingkat tinggi lebih tahan terhadap partikel
Pb dibanding algae.
Sayuran Spinasia (Spinacia oleracea L.) merupakan sayuran daun yang banyak
digemari karena nilai gizinya yang tinggi. Sayuran ini banyak digunakan sebagai
campuran dalam makanan bayi/anak. Seperti bayam, tanaman ini yang dimanfaatkan
adalah daunnya yang lebar dan terbuka.
Peran Pb sebagai bahan beracun tidak dapat dipertentangkan. Walaupun
sudah banyak peraturan dan undang-undang dikeluarkan untuk mengontrol emisi Pb,
namun kontaminasi Pb pada manusia terutama melalui tanaman yang tercemar
senyawa yang mengandung Pb, masih mungkin selalu terjadi. Masalah pencemaran
udara oleh Pb dari gas buang kendaraan bermotor di Indonesia dan pengaruhnya
terhadap kesehatan, sampai saat ini banyak diteliti untuk wilayah perkotaan (KPBB,
2005), dengan rencana pemerintah mengembangkan dan memperluas jalan tol, perlu
diantisipasi kemungkinan dari dampak polusi udara tersebut pada tanaman pangan,
terutama sayuran yang ditanam di sepanjang tepi jalan tersebut. Penelitian mengenai
Pb yang terkait dengan rantai makanan di Indonesia juga belum banyak dilakukan,
berapa besar kerusakan tanaman secara kualitatif dan kuantatif yang disebabkan Pb
perlu dilakukan untuk mengantisipasi gejala keracunan tersebut. Dengan mengamati
pengaruh Pb yang terlarut dalam berbagai senyawa pada berbagai konsentrasi


3

diharapkan dapat diketahui sejauh mana manifestasi kerusakan yang ditimbulkan oleh
Pb pada tanaman dapat terlihat dan bagaimana pengaruhnya terhadap hasil dan
kualitas tanaman tersebut.

BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan di rumah kaca, dengan mengunakan tanaman sayuran
Spinasia yang mempunyai daun lebar sebagai objek. Tanaman ditanam satu baris pada
pot panjang dengan ukuran 100 cm x 20 cm x 20 cm sebagai plot percobaan. Benih
Spinasia kultivar Frueremona ditanam langsung dalam pot tersebut dengan jarak
tanam 2.5 cm,

2 benih per lubang tanam. Dua minggu setelah tanam, dilakukan

penjarangan, sehingga didapat 40 tanaman per pot. Tanaman kemudian disemprot dua
kali dalam seminggu dengan larutan senyawa Pb. Alat semprot yang digunakan
adalah modifikasi dari alat semprot (pengkabut) yang biasa digunakan pada analisis
dengan alat kromatografi, dihubungkan dengan tabung gas udara untuk pengaturan

tekanan. Volume larutan yang disemprotkan disesuaikan dengan pertumbuhan
tanaman, antara 30 ml – 50 ml / plot, jumlah larutan yang disemprotkan selama
pertumbuhan tanaman adalah 380 ml/plot. Penyiraman pada tanaman dilakukan
melalui permukaan tanah dan menghindari tanaman tersiram. Tiga hari setelah
penyemprotan terakhir, tanaman dipanen dengan memotong seluruh bagian atas
tanaman.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 13 perlakuan
dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 3 jenis larutan Pb, yaitu Pb-acetat
[Pb(CH3COO)2], Pb-Clorid [PbCl2] dan Pb-nitrat [Pb(NO3)2] dengan konsentrasi
larutan masing-masing 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1000 ppm. Sebagai kontrol
adalah tanaman yang disemprot dengan air dengan volume dan waktu penyemprotan
yang sama dengan perlakuan lain. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan,
dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Duncan pada taraf 5%. Pengamatan dilakukan
terhadap kadar Pb pada tanaman yang dipanen dan pada hasil tanaman yang dicuci.
Pengamatan hasil tanaman spinasia meliputi berat segar dan berat kering tanaman,
sedang kriteria kualitas spinasia yang diamati meliputi kadar klorofil dan kadar
mineral K, Ca, Fe, P. Pengamatan kerusakan tanaman secara makroskopis dilakukan
dengan skoring 0 – 10 (0 = tanaman sehat dan 10 = tanaman mati.

4


Metoda analisis bahan tanaman :




Berat kering tanaman didapat dengan mengeringkan bahan tanaman dalam oven
berventilasi pada temperatur 70oC sampai berat konstan.
Metoda pencucian : sekitar 80 g bahan tanaman segar dimasukkan dalam bejana,
ditambahkan 600 ml air deionisasi, dikocok selama 5 menit dengan alat
pengocok dan dibilas dengan cara yang sama. Bahan tanaman kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC sampai berat konstan untuk



mendapatkan berat keringnya.
Pengamatan kadar Pb dalam tanaman dilakukan dengan menggunakan alat
FAAS (Flame atomic absorption spectrophotometer). Ekstraksi bahan dilakukan
dengan metoda Dithizon. 5 g bahan kering diabukan pada suhu 500oC,
kemudian abu dilarutkan dalam HCl-bidest sampai volume 100.0 ml. Satu

bagian dari volume larutan diambil dan dicampur dengan campuran DithizonChloroform, dikocok sampai terbentuk warna hijau. Pb yang terlarut dalam
dithizon kemudian ditambah 10 ml 0,5 n HCl-bidest dan dikocok sampai
tercampur rata. Pengukuran Pb dilakukan dengan menggunakan FAAS dari
Beckman Spectrophotometer 1272 dengan nyala api turbulens dan rekorder



linier 10” dari Firma Beckman.
Pengamatan kadar mineral K, Ca, Fe dan P dalam tanaman dilakukan dengan
menggunakan larutan ekstraksi hasil pengabuan bahan tanaman dengan HClbidest seperti yang digunakan untuk pengamatan Pb di atas. Analisis berikutnya
adalah sebagai berikut :
Analisis K menggunakan alat Spectrophotometer Zeiss PMQ II yang dilengkapi
dengan nyala api (flame) dari H2O2 , pengukuran pada gelombang 767 nm.
Analisis Ca menggunakan AAS FMD 3 dari Firma Zeiss, dalam larutan
ekstraksi ditambahkan LaCl3 untuk menekan gangguan pengamatan.
Analisis Fe sebagai komplek [Fe (II) + 1,10-Phenanthrolin] dengan alat
Spectrophotometer Zeiss PMQ II, pada gelombang 508 nm.
Analisis P dilakukan secara fotometris dengan menggunakan alat Zeiss PMQ II
pada gelombang 460 nm.


5



Pengukuran kadar klorofil daun dilakukan menggunakan Spectrophotometer
Zeiss PMQ II pada gelombang 647, 664 dan 750 nm, ukuran cuvette 1 cm,
sebagai larutan pembanding digunakan Aceton-NH3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Pb dalam Tanaman
Pada percobaan ini jumlah Pb yang diaplikasikan per plot antara Pb-Acetat, PbClorid dan Pb-Nitrat tidak sama, begitu juga jumlah Pb yang terkandung dala m
konsentrasi larutan yang sama, berbeda.

Hasil analisis kadar Pb dalam tanaman

sebagai akibat dari penyemprotan berbagai larutan senyawa Pb dan berbagai
konsentrasi tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1: Kadar Pb dalam tanaman yang disemprot dengan berbagai larutan senyawa
Pb dan pada berbagai konsentrasi. Perbedaan antara hasil tanaman yang
dicuci dan yang tidak dicuci

Perlakuan

Konse
ntrasi
Lar.Pb
(ppm.)

Kontrol
Perlakuan:
Pb-Acetat

0

Pb-Chlorid

Jumlah
Pb yg
diapplikasikan
mg/plot
0

Kadar Pb dalam
tanaman/plot
tidak dicuci
dicuci
mg
% mg
%

250
500
750
1000

60.5
121.0
181.5
242.0

13.1
25.9
43.4
51.2

22
21
24
21

9.8
16.9
31.0
41.8

16
14
17
17

37.3
76.9
119.1
153.9

28.2
50.1
85.7
128.4

24
35
28
17

250
500
750
1000

70.8
141.6
212.4
283.2

12.6
17.4
47.5
58.8

18
13
22
21

7.5
11.2
23.0
31.4

11
8
11
10

35.2
52.6
120.5
139.7

21.6
37.9
63.1
77.3

39
28
48
45

250
500
750
1000

59.4
118.8
178.2
237.6

9.4
17.4
39.6
50.6

16
15
22
21

6.5
14.3
33.3
39.5

11
12
18
17

25.7
45.7
110.7
143.4

18.7
38.5
91.7
108.0

27
16
17
25

0.3

0.2

Kadar Pb dlm tan.
(mg/ 100 g B.K)
Tidak dicuci %
dicuci
tercu
ci
0.6
0.4

Pb-Nitrat

Keterangan : Tan. = tanaman; BK = berat kering; Lar. = larutan

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa relatif tidak tergantung dari jenis
senyawanya, peningkatan konsentrasi Pb dalam larutan meningkatkan kadar Pb dalam
tanaman yang disemprot, ini berarti kadar Pb dalam tanaman tergantung dari tingkat

6

polusinya, namun dari persentasenya bila dikonversi ke Pb yang diaplikasikan, nilai
tersebut relatif tidak jauh berbeda. Pada perlakuan Pb-acetat, Pb yang ada dalam
tanaman antara 21%- 24% dari yang diaplikasikan, pada Pb-Chlorid 13% -22% dan
pada Pb-nitrat 15% - 22%. Pb yang disemprotkan pada tanaman juga sebagian dapat
berkurang bila tanaman dicuci. Makin tinggi konsentrasi larutan yang disemprotkan,
makin banyak Pb yang tercuci, namun bila dihitung dari persentasenya, dari
konsentrasi larutan yang berbeda, persen Pb yang tercuci tidak jauh berbeda. Pb
dalam tanaman yang dicuci, pada perlakuan Pb-acetat tinggal 14% - 17%, pada Pbchlorid 8% - 11% dan pada Pb-nitrat 11% - 18%.
Data dari Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa persentase Pb pada tanaman
(mg/100g berat-kering) yang tercuci pada senyawa Pb-chlorid lebih tinggi dibanding
pada senyawa Pb-acetat dan Pb-nitrat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa jumlah Pb
yang masuk dalam tanaman tergantung dari kelarutan senyawanya, Pb-chlorid yang
kelarutannya rendah dibanding Pb-acetat dan Pb-nitrat, menyebabkan lebih banyak
Pb yang tinggal di permukaan, sehingga lebih banyak tercuci.

Tingkat Kerusakan Tanaman dan Hasil
Penyemprotan dengan larutan berbagai senyawa Pb menimbulkan gejala
kerusakan tanaman yang sama pada semua perlakuan. Kerusakan terjadi umumnya
hanya pada lokasi yang langsung terkena semprotan. Pada penyemprotan dosis redah,
kerusakan ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kerusakan yang
terlihat, intensitasnya tergantung dari jenis dan konsentrasi larutan Pb yang
disemprotkan dan dari intensitas penyemprotan.
Gejala

kerusakan awal

yang

tampak,

terjadi

sete
lah

beberapa

kali

penyemprotan pada konsentrasi rendah, tanaman tampak agak mengkerut. Pada
penyemprotan dengan konsentrasi yang lebih tinggi, 3 hari setelah penyemprotan
tampak pada permukaan daun bercak-bercak putih, makin meningkat konsentrasi
larutan, gejala kerusakan akan meningkat pula. Pada percobaan ini kerusakan tertinggi
hanya sampai skor 3. Bercak putih yang tampak, terjadi karena klorofil di daerah
tersebut rusak, namun perlakuan ini tidak berpengaruh terhadap stadia pertumbuhan
tanaman. Pada saat panen semua perlakuan menghasilkan tanaman dengan stadia daun
6 pasang.

7

Dari pengamatan tingkat kerusakan yang terjadi, perlakuan dengan larutan Pbacetat sampai konsentrasi 500 ppm belum terlihat adanya gejala kerusakan, pada
konsentrasi yang lebih tinggi menghasilkan kerusakan dengan skor rendah (skor 1 –
2). Larutan Pb-chlorid menyebabkan kerusakan yang lebih tinggi, sedang larutan Pbnitrat

menunjukkan kerusakan et rtinggi (Tabel 2). Kerusakan tanaman erat

hubungannya dengan kelarutan senyawa Pb. Dari ketiga larutan tersebut Pb-nitrat
mempunyai kelarutan tertinggi, sehingga kerusakan yang ditimbulkannya juga tinggi.
Pb-acetat sebetulnya mempunyai kelarutan tinggi, namun dalam larutan tersebut Pb
terhidrolisir menjadi PbO yang relatif tidak mudah larut, se
dang Pb-chlorid
kelarutannya terrendah, sehingga kerusakan tanaman yang diakibatkannya juga redah.
Tabel 2. Tingkat kerusakan, hasil tanaman serta jumlah khlorofil tanaman Spinasia
yang disemprot dengan berbagai larutan senyawa Pb berbagai konsentrasi.
Perlakuan

Kons.
lar.
(ppm)

Kontrol

0

Ting
kat
keru
sakan
tan.
0

Pbacetat

250
500
750
1000

PbClorid

Pbnitrat

Hasil g/plot
Berat
Berat
segar
kering

Jumlah klorofil (mg / plot)
a + b
a
b
a: b

656 a

44.9 a

717.7 a

544.2 a

173.5 a

3.1

0
0
1
2

509
524
560
508

b
b
b
b

35.3
34.3
36.1
33.1

b
b
b
b

654.9
657.9
633.2
623.9

a
a
a
a

488.9
495.2
485.1
485.3

a
a
a
a

166.0
162.9
148.1
138.6

a
a
a
a

2.9
3.0
3.3
3.5

250
500
750
1000

1
1
2
2

637
626
528
555

a
a
b
b

39.9 ab
41.4 ab
35.9 b
33.5 b

718.3
752.7
702.8
648.8

a
a
a
a

560.3
573.4
523.1
495.1

a
a
a
a

158.0
179.3
179.7
151.5

a
a
a
a

3.5
3.2
2.9
3.2

250
500
750
1000

2
2
2
3

508
529
556
543

b
b
b
b

35.3
35.6
35.2
35.3

648.1
633.0
590.3
532.6

a
a
a
a

476.7
475.5
451.8
481.8

a
a
a
a

171.4
157.5
138.5
150.8

a
a
a
a

2.8
3.0
3.3
3.2

b
b
b
b

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang
sama, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Duncan’s test taraf 5%

Pada pengamatan hasil tanaman menunjukkan bahwa semua perlakuan
menghasilkan bobot segar per plot yang lebih rendah dibanding kontrol, kecuali
perlakuan dengan PbCl2 pada konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm yang memberikan
hasil sama dengan kontrol, ini berarti, sejalan dengan kerusakan yang terjadi,

8

penyemprotan larutan Pb berpengaruh menekan hasil tanaman. Pada pengamatan
berat kering tanaman, tendensi ini juga terlihat sama. Hasil tanaman pada perlakuan
berbagai konsentrasi pada Pb-asetat dan Pb-nitrat tidak berbeda nyata.

Jumlah Klorofil
Data pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap jumlah (mg/plot) klorofil a maupun klorofil b, begitu
juga pada total klorofil (a + b) dan ratio klorofil a : b. Penyemprotan dengan larutan
berbagai senyawa Pb menimbulkan kerusakan pada daun berupa bercak putih yang
tampaknya merupakan gangguan pada klorofil. Pada penampilannya tanaman yang
diberi perlakuan mempunyai warna daun yang lebih pekat dibanding kontrol, yang
berarti kadar klorofil per bobot segar lebih tinggi, namun hasil tanaman yang diberi
perlakuan lebih rendah dibanding kontrol, sehingga jumlah klorofil per plot pada
semua perlakuan menjadi tidak berbeda dengan kontrol. Jumlah klorofil pada
perlakuan berbagai konsentrasi larutan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kadar Mineral dalam Tanaman
Tabel 3 : Kadar K, Ca, Fe dan P dalam tanaman Spinasia yang disemprot dengan
larutan berbagai senyawa Pb dan pada berbagai konsentrasi
Perlakuan

Kontrol
Perlakuan:
Pb-acetat

Pb-chlorid

Pb-nitrat

Konsentrasi
larutan Pb
(ppm)
0

Kadar mineral dalam 100g berat kering bahan
K (g)
Ca (g)
Fe (mg)
P (g)
11.3 a

0.77 a

8.3 a

1.03 a

250
500
750
1000

11.6
12.1
12.8
12.0

a
a
a
a

0.82
0.89
0.65
0.76

a
a
a
a

12.9 a
14.2 a
9.7 a
11.7 a

1.01
1.07
1.10
1.03

a
a
a
a

250
500
750
1000

11.6
12.5
11.5
13.0

a
a
a
a

0.73
0.79
0.78
0.77

a
a
a
a

13.3 a
13.4 a
9.1 a
11.4 a

1.07
1.07
1.07
1.16

a
a
a
a

250
500
750
1000

11.3
11.3
12.1
12.6

a
a
a
a

0.72
0.80
0.81
0.76

a
a
a
a

11.0
11.5
13.9
11.4

1.01
1.06
1.01
0.97

a
a
a
a

a
a
a
a

9

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada lajur yang sama,
menunjukkan tidak berbeda menurut uji Duncan taraf 5%.

Analisis beberapa mineral dalam tanaman Spinasia pada percobaan ini dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar penyemprotan larutan Pb dapat mempengaruhi
kadar hara/mineral dalam tanaman tersebut. Pb yang ada pada permukaan daun/
tanaman akan menyebabkan fungsi permukaan daun sebagai komplek fotosintesis dan
aktivitas asimilasi terhambat. Penelitian Bazzaz, et al. (1974) pada bunga matahari
menunjukkan bahwa pada konzentrasi Pb 193 ppm, pembukaan stomata terhambat,
sehingga pertukaran gas menjadi berkurang yang mengakibatkan penurunan neto –
fotosintesis sampai 50%.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semua perlakuan baik senyawa maupun
konsentrasi larutan Pb yang diaplikasikan tidak berpengaruh terhadap kadar mineral
K, Ca, Fe dan P dalam tanaman.

SIMPULAN
Aplikasi berbagai larutan timbal pada berbagai konsentrasi pada tanaman
Spinasia, sekitar 13% - 24% dari jumlah Pb/plot yang diaplikasikan dapat dideteksi
ada dalam tanaman. Pencucian bahan tanaman dapat mengurangi kadar Pb pada
tanaman menjadi tinggal 8% - 18%. Kadar Pb yang dapat tercuci, pada perlakuan
Pb-chlorid lebih tinggi dibanding Pb-acetat dan Pb-nitrat.
Gejala kerusakan tanaman yang ditimbulkan dari ketiga senyawa Pb pada
berbagai konsentrasi terlihat seragam. Kerusakan tanaman pada perlakuan senyawa
Pb-chlorid rendah, sedang Pb-nitrat menunjukkan kerusakan tertinggi. Konsentrasi
larutan tertinggi (1000 ppm) pada percobaan ini tidak menyebabkan tanaman nekrosis
dan stadia tanaman tidak terganggu, namun hasil tanaman pada semua perlakuan lebih
rendah dibanding kontrol, kecuali pada perlakuan Pb-chlorid 250 ppm dan 500 ppm.
Semua perlakuan pada percobaan ini tidak berpengaruh terhadap jumlah klorofil
tanaman/plot dan kadar K, Ca, Fe dan P dalam tanaman.

Ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Prof. Buchloh dan Dr. Liegel (Alm.)
dari Universitas Hohenheim – Jerman yang telah memberi kesempatan penulis
melakukan penelitian ini di Laboratorium Institut fuer Gemuesebau.

10

DAFTAR PUSTAKA
Bazzaz, F.A.; R.W.Carlson; and G.L.Rolfe. 1974. The effect of heavy metals on
Plants: Part I. Inhibition of gas exchange in sunflower by Pb, Cd, Ni and Ti.
Environ.Pollu. 7, 241 – 246
Berichte 3/76, 1976. Luftqualitaetskriterien fuer Blei. Umweltbundesamt Berlin.

Fidora, B.. 1972. Der Bleigehalt von Pflanzen verkehrsnaher Standorte in
Abhaengigkeit von der Vegetationsperiode. Ber. dtsch. Bot. Ges. 85 (5/6),
219 – 227.
Garber, K.. 1974. Schwermetalle als Luftverunreinigung –Blei, -Zink, -Cadmium, Beeinflussung der Vegetation. Staub Reinhaltung der Luft 34, 1 – 7.
Gatra, 2005. Ancaman logam maut dari jalanan.
http://web.gatra.com/2005-03-07/versi_cetak. (diakses 11 September 2006).
NKLD DKI Jakarta 2000. (2001). Kualitas udara.
http://bplhd.jakarta.go.id/info/NKLD/2001/Docs/Buku-II/docs/542.htm
(diakses 11 September 2006).
Schopfer, P.. 1970. Experimente zur Pflanzenphysiologie. Verlag Rombach & Co
GmbH, Freiburg i. Br. 418.
Siregar, E.B.M.. 2005. Pencemaran udara, respon tanaman dan pengaruhnya terhadap
manusia. Karya ilmiah, Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.
Steenken, F.. 1973. Wirkungen bleifreier und bleihaltiger Autoabgase auf
Nutzpflanzen. Dissertation Universitaet Hamburg.
Suchodoller, A.. 1967. Untersuchungen ueber den Bleigehalt von Pflanzen in der
Naehe von Strassen und ueber die Aufnahme und Translokation von Blei
durch Pflanzen. Ber. Schweizerschen Bot. Ges. 77, 266 – 308.

11

Yth. Redaksi Agrikultura
Bersama ini saya kirimkan kembali makalah saya dengan judul: “Pengaruh
Konsentrasi Larutan Berbagai Senyawa Timbal (Pb) terhadap Kerusakan Tanaman,
Hasil dan Beberapa Kriteria Kualitas Sayuran Daun Spinasia” yang telah saya
perbaiki, untuk dapat dimuat pada penerbitan Agrikultura yang akan datang.
Beberapa jawaban dari komentar Redaksi pada tulisan saya sebelum perbaikan dapat
saya uraikan sebagai berikut:
-

-

-

-

Alamat penulis : Saya akan tetap menggunakan alamat saya yang sekarang pada
tulisan ini karena penelitian yang saya buat tidak merupakan karya kerja sama,
melainkan karya mandiri saya dengan bantuan fasilitas penelitian dari Uni
Hohenheim. Untuk menghindari “kesalah-fahaman” ini saya mengubah bentuk
penulisan dengan tidak mencantumkan lokasi penelitian di Jerman, sebagai
gantinya ada ucapan terima kasih atas fasilitas yang saya terima dari ex
pembimbing saya.
Penelitian yang saya buat bukan penelitian terapan, melainkan suatu simulasi
untuk melihat akibat dari suatu “kejadian” bila Pb dari pencemaran udara
terbentuk dalam larutan dan dapat mencapai tanaman, bagaimana bentuk
kerusakan yang diakibatkannya dan berapa Pb yang dapat tertinggal pada tanaman
tersebut setelah pencucian. Jadi hasil penelitian tidak tergantung dari lokasi, bisa
berlaku di mana saja asal kondisi pencemaran tersebut sama, yaitu kendaraan
bermotor (mobil di Jerman dan di Indonesia sama) dan bensin yang mengandung
Pb.(di Jerman sebelum tahun 1980, di Indonesia baru sekarang ada data2 yang
mendukung keadaan tersebut sehingga relevan untuk diungkap)
Bagaimana logika Pb sampai ke tanaman sayuran? Dalam Pendahuluan sudah
saya tuliskan bahwa yang tercemar polusi udara dari gas buang bukan hanya kota2
yang padat kendaraan tapi juga jalan-jalan utama / tol. Contoh yang mudah
diberikan adalah kepadatan kendaraan di jalur pantura siang dan malam bisa lebih
tinggi dibanding di kota yang hanya padat pada siang hari saja atau jam2 tertentu
saja. Disepanjang jalur pantura tersebut bukannya daerah pertanian? Antisipasi
berikutnya adalah perluasan jalan tol pada tahun2 mendatang.
Pustaka Kuno? Memang penelitian serupa di negara maju yang sudah melarang
adanya Pb dalam bensin tidak dilakukan lagi. Jadi memang ngak ada yang baru.
Di Indonesia penelitian serupa tidak banyak dilakukan karena “mahal” biaya
analisisnya. Saya tidak akan mampu melakukannya di Indonesia. Pustaka yang
mendukung di Indonesia sebagian besar juga mencitir kondisi di negara maju.

Tulisan yang saya buat ini sebenarnya bertujuan memberi gambaran bagaimana suatu
penelitian dengan analisis tanaman seharusnya dilakukan, yaitu melakukan modifikasi
dari metoda2 yang sudah ada. Dan yang utama adalah bahwa si peneliti harus
menguasai materi dan metoda dan melakukan sendiri analisis tersebut. Tidak seperti
yang banyak dilakukan staf / peneliti kita yang kebanyakan “ ngengkenkeun”
pekerjaan dan hanya menerima data2 untuk diolah statistiknya. Saya ingin
menguraikan cara2 / metoda analisis dengan lebih jelas, untuk dapat digunakan
sebagai referensi metoda analisis. Ini untuk merangsang staf memanfaatkan alat2
analisis tanaman yang ada di Jurusan, yang dikuatirkan akan menjadi idle karena lama
tidak digunakan. Sayangnya dengan pembatasan halaman pada tiap penulisan, saya
harus menyingkat metoda tersebut. Mudah-mudahan masih bisa dimanfaatkan.

12

13