Pengaruh metode pictorial riddle terhadap kemampuan representasi matematis siswa pada materi bangun segiempat di Sekolah Menengah Pertama Muslim Asia Afrika

(1)

Di Sekolah Menengah Pertama Muslim Asia Afrika

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Nurul Qomariyah

(1110017000079)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

NURUL QOMARIYAH (1110017000079), ”Pengaruh Metode Pictorial Riddle Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, November 2014.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh metode pembelajaran

pictorial riddle terhadap kemampuan representasi matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Muslim Asia Afrika Tahun Ajaran 2014/2015 dengan metode

quasi eksperimen. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah randomized posttest-only control group design dengan teknik cluster sampling. Sampel penelitian terdiri dari kelompok eksperimen (metode pictorial riddle) sebanyak 18 siswa dan kelas kontrol (metode ekspositori) sebanyak 17 siswa. Pengumpulan data dilakukan setelah proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen tes kemampuan representasi matematis siswa sebanyak 11 soal uraian.

Hasil penelitian menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan metode pictorial riddle lebih tinggi dibandingkan kemampuan siswa yang diajar dengan metode ekspositori. Terbukti bahwa nilai rata-rata hasil tes kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan metode pictorial riddle sebesar 70,03 sedangkan siswa yang diajar dengan metode ekspositori sebesar 54,19. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh harga thitung

sebesar 2,80 maka thitung > ttabel (2,80 > 1,69) artinya H0 ditolak. Kesimpulan hasil

penelitian ini adalah kemampuan representasi matematis siswa pada pokok bahasan bangun datar segiempat dengan menggunakan metode pembelajaran

pictorial riddle lebih tinggi secara signifikan dibandingkan menggunakan metode ekspositori.

.

Kata kunci: Metode Pembelajaran Pictorial Riddle, Kemampuan Representasi Matematis Siswa.


(6)

ii

towards the Student’s Skill of Mathematic Representation”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, November 2014.

The purpose of this research to analyze the effect of pictorial riddle towards the students’ skill of mathematic representation. The research was conducted at SMP Muslim Asia Afrika, academic year 2014/2015 with quasi experimental method. The design used in this research was randomized posttest-only control group design with cluster sampling technique. Sample of research which are experiment class (pictorial riddle method), 18 students and control class (expository method), 17 students. The data collection was taken after the teaching activities by using instrument test of students’ skill of mathematic representation with 11 essay.

The research result states that the students’ skill of mathematic representation using pictorial riddle is higher than using the expository method. It was proved that the average score of the test of students’ skill of mathematic representation using pictorial riddle is 70.03, while for students who are taught by the expository method is 54.19. The tcount got after the calculation is 2.80. Thus,

tcount is rejected (2.80 > 1.69). So H0 is rejected. The conclusion of this research is

that student’s skill of a mathematic representation to main subject of square (plane) using pictorial riddle has a significant effect compared to expository method.

Key words: Pictorial Riddle Method, The Students’ Skill of Mathematic Representation.


(7)

iii

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa mencurahkan rahmat, nikmat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, perjuangan, doa, semangat serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak semua dapat teratasi hingga skripsi ini selesai dengan baik. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk melayani pertanyaan penuh kebingungan dengan kesabaran dan senyuman serta memberikan solusi terbaik saat kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terlepas dari segala kebaikan yang diberikan, semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

5. Ibu Afidah Mas’ud, Dra., Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, arahan, saran, dan motivasi selama perkuliahan.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada


(8)

iv

8. Seluruh Dewan Guru SMP Muslim Asia Afrika Pamulang khususnya Ibu Fitri, SE selaku guru mata pelajaran matematika yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini serta siswa dan siswi SMP Muslim Asia Afrika khususnya kelas VIIA dan VII B yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

9. Keluarga tercinta Ayahanda Halili dan Ibunda Rofi’ah yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik tersayang Ahmad Dhakaryya serta semua keluarga yang selalu mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

10.Kakanda Iskandar Jadid yang telah memberikan senyuman, motivasi, semangat dan doanya kepada penulis.

11.Sahabat Cuspiders dan Otongez, Yuzar, Shelvi, Nur, Adam, Rian, Rojak, Ulfa, Fitri, Heni, Ndah, Imam, Huda, Winda, Laily dan Nana yang telah membantu menghilangkan kesulitan dan kelelahan selama proses penyusunan skripsi serta kawan seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2010. 12.Kakak kelas angkatan 2009 dan adik kelas 2011 yang telah memberikan

masukan, saran, motivasi dan doa dalam menyusun skripsi.

Semoga Allah SWT menerima jasa baik kepada semua pihak baik yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Demikian semoga skripsi ini berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 10 November 2014


(9)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A. Deskripsi Teoretik ... 9

1. Pembelajaran Matematika... 9

a. Teori Belajar dan Pembelajaran... 9

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah ... 12

2. Kemampuan Representasi Matematis ... 14

a. Pengertian Representasi Matematis ... 14

b. Bentuk-Bentuk Representasi ... 15

c. Indikator Kemampuan Representasi Matematis ... 18

3. Metode Pictorial Riddle dalam Pembelajaran Matematika ... 20

a. Metode Pembelajaran Discovery-Inquiry ... 20


(10)

vi

B. Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode dan Desain Penelitian ... 35

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 46

G. Hipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

1. Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 50

2. Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 55

3. Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 59

B. Analisis Data ... 62

1. Uji Prasyarat Analisis ... 62

a. Uji Normalitas ... 63

b. Uji Homogenitas ... 64

2. Pengujian Hipotesis ... 65

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

1. Proses Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 67

2. Proses Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 71

3. Hasil Tes Akhir Kemampuan Representasi Matematis ... 74


(11)

vii


(12)

viii

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematis... 19

Tabel 2.2 Tahapan Metode Pictorial Riddle dalam Pembelajaran Matematika ... 27

Tabel 2.3 Keunggulan dan Kelemahan Metode Ekspositori ... 29

Tabel 2.4 Perbedaan Metode Pictorial Riddle dengan Metode Ekspositori ... 30

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Randomized Posttest-Only Control Group Design ... 36

Tabel 3.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Bangun Segiempat ... 38

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Matematis ... 39

Tabel 3.5 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 42

Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 43

Tabel 3.7 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 44

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Prasyarat Kelayakan Instrumen ... 45

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi KRMS Kelompok Eksperimen ... 51

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik KRMS Kelompok Eksperimen ... 52

Tabel 4.3 Deskripsi Data Berdasarkan Indikator Representasi Matematis ... 53

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi KRMS Kelompok Kontrol ... 55

Tabel 4.5 Deskripsi Statistik KRMS Kelompok Kontrol... 56

Tabel 4.6 Deskripsi Data Berdasarkan Indikator Representasi Matematis ... 57

Tabel 4.7 Perbandingan Statistik Kemampuan Representasi Matematis ... 59

Tabel 4.8 Perbandingan KRMS Berdasarkan Indikator ... 60

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Data ... 64

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Data ... 64


(13)

ix

Gambar 4.1 Histogram dan Poligon KRMS Kelompok Eksperimen ... 52

Gambar 4.2 Diagram KRMS Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator ... 54

Gambar 4.3 Histogram dan Poligon KRMS Kelompok Kontrol ... 56

Gambar 4.4 Diagram KRMS Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ... 58

Gambar 4.5 Diagram KRMS Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 62

Gambar 4.6(a) Siswa Membuat Kerangka Bangun Jajar Genjang ... 68

Gambar 4.6(b) Hasil Bangun Segiempat yang Terbentuk ... 68

Gambar 4.7(a) Siswa Menjelaskan Sifat-Sifat Bangun Jajar Genjang ... 69

Gambar 4.7(b) Sifat-Sifat Bangun Jajar Genjang yang Diperoleh ... 69

Gambar 4.8(a) Siswa Mencari Solusi Luas dan Keliling Jajar Genjang ... 69

Gambar 4.8(b) Luas dan Keliling Bangun Jajar Genjang yang Diperoleh ... 69

Gambar 4.9(a) Siswa Mencoba Menyimpulkan Hasil Kegiatan ... 70

Gambar 4.9(b) Hasil Kesimpulan Siswa Pada Bangun Jajar Genjang... 70

Gambar 4.10(a) Guru Bersama Siswa Menganalisis Kesimpulan Sebelumnya ... 71

Gambar 4.10(b) Hasil Kesimpulan Siswa Pada Bangun Jajar Genjang... 71

Gambar 4.11(a) Guru Mengajak Siswa Mengamati Bangun Trapesium ... 72

Gambar 4.11(b) Siswa Mencoba Bertanya dari Hasil Pengamatan ... 72

Gambar 4.12(a) Siswa Menemukan Sifat, Luas dan Keliling Trapesium... 73

Gambar 4.12(b) Siswa Mencoba Menjawab di Papan Tulis ... 73

Gambar 4.13 Siswa Mencoba Menyimpulkan Hasil Kegiatan ... 74

Gambar 4.14 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol ... 75

Gambar 4.15 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen ... 76

Gambar 4.16 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol ... 77

Gambar 4.17 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen ... 77

Gambar 4.18 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol ... 78

Gambar 4.19 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Eksperimen ... 79

Gambar 4.20 Contoh Jawaban Siswa Kelompok Kontrol ... 80


(14)

x

Bagan 2.1 Tipe Sistem-Sistem Representasi ... 17

Bagan 2.2 Lima Tipe Representasi Menurut Lest, Post Dan Behr ... 17

Bagan 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ... 33


(15)

xi

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 86

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 105

Lampiran 3 Handout Bangun Datar Segiempat ... 124

Lampiran 4 Pra-Penelitian Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 127

Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa ... 128

Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi ... 153

Lampiran 7 Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 156

Lampiran 8 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 158

Lampiran 9 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Matematis ... 163

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas ... 164

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas ... 166

Lampiran 12 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 168

Lampiran 13 Hasil Uji Daya Pembeda ... 170

Lampiran 14 Tahapan Penghitungan Uji Prasyarat Kelayakan Instrumen ... 172

Lampiran 15 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 174

Lampiran 16 Data Hasil Tes Kelompok Eksperimen ... 175

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 178

Lampiran 18 Data Hasil Tes Kelompok Kontrol ... 179

Lampiran 19 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 182

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 183

Lampiran 21 Perhitungan Uji Homogenitas ... 184

Lampiran 22 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 185

Lampiran 23 Critical Values of The Pearson Correlation Coefficient r ... 188

Lampiran 24 Tabel ofCritical Values for The Lilliefors Test for Normality .... 189

Lampiran 25 Tabel Persentage Points of The F Distributions ... 190

Lampiran 26 Tabel Persentage Points of The T Distributions ... 191

Lampiran 27 Uji Referensi ... 192


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya menuntut ilmu merupakan suatu kebutuhan manusia dalam melaksanakan pola kehidupan sehari-hari. Allah SWT menganjurkan manusia dalam menuntut ilmu bahkan mewajibkannya bagi setiap muslim untuk belajar disertai iman kepada-Nya. Maka Allah mengumpamakan keutamaan orang-orang berilmu sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:

 

ù

=

Ï

?

u

ρ

ã

≅≈

s

V

ø

Β

F

{

#$

$

y

γ

ç

/

Î

Ø

ô

n

Σ

Ä

¨$

¨

Ζ=

Ï

9

$

(

t

Β

u

ρ

!

$

γ

y

è

=

É

)

÷

è

t

ƒ

ω

Î

)

t

βθ

ß

ϑ

Î

=≈

y

è

ø

9

$

#

∩⊆⊂∪

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang memahaminya kecuali mereka yang berilmu’’(QS. Al-Ankabut: 43).

Hadis Nabiyang diriwayatkanoleh Turmudzi menyatakan bahwa ‘’Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu’’(HR. Turmudzi).

Dari Firman Allah SWT danHadisNabi diatas dijelaskan bahwa ilmu merupakan sarana terpenting dalam kehidupan manusia. Perumpamaan manusia yang tidak memiliki ilmu bagaikan laba-laba yang sedang membuat rumah dan hanya mereka yang berilmu menyadari akan paling lemahnya rumah tersebut. Oleh karena itu seyogyanya manusia menyadari akan pentingnya ilmu dalam kehidupan dunia maupun akhirat kelak.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan kualitas pola pikir manusia melalui proses pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Bruner, seorang ahli psikologi perkembangan dan belajar kognitif menyimpulkan bahwa manusia adalah pemproses, pemikir

1   


(17)

Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan kualitas pola pikir manusia melalui proses pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Bruner, seorang ahli psikologi perkembangan dan belajar kognitif menyimpulkan bahwa manusia adalah pemproses, pemikir dan pencipta informasi.1 Tujuan dari proses pembelajaran adalah memperoleh hasil yang maksimal. Hal ini dapat tercipta apabila siswa sebagai subjek pembelajaran mampu berperan aktif dalam mencari dan menemukan ilmu pengetahuan tersebut.

Pembelajaran formal di sekolah merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat mempengaruhi proses perkembangan potensi peserta didik. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, yakni:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Matematika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam perkembangan potensi peserta didik. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 menyatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Pada Kurikulum 2013, tujuan pembelajaran matematika di jenjang sekolah menengah tercantum pada kompetensi inti sebagai berikut:3

1) Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

1

Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 74.

2

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5.

3

Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP Matematika (Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hal. 30-31


(18)

2) Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

Sejalan dengan Kurikulum 2013, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) telah menetapkan lima standar dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika. Lima standar proses tersebut harus dimiliki siswa yang diungkapkan dalam buku Principles and Standards for School Mathematics diantaranya ialah problem solving, reasoning and proof, communication, connection and representation.

Berdasarkan beberapa tujuan tersebut terlihat bahwa salah satu orientasi pembelajaran matematika ialah kemampuan representasi matematis. Matematika sebagai ilmu abstrak membutuhkan suatu kemampuan yang dapat mempermudah dan memperjelas masalah dengan mengubah bentuk abstrak tersebut menjadi konkrit. Seperti yang diungkapkan Ruseffendi, siswa SMP berada pada tahap operasi konkrit, tepat untuk memberi banyak kesempatan memanipulasi benda-benda konkrit, membuat model, diagram dan lain-lain, sebagai alat perantara merumuskan dan menyajikan konsep-konsep abstrak.4 Salah satu pemahaman matematis ini dapat dikembangkan dengan kemampuan representasi matematis siswa.

Dokumen NCTM menyatakan bahwa ‘’Representation is central to the study of mathematics. Representations such us physical objects, drawings, charts, graphs, and symbols also help students communicate their thinking’’. Hal ini berarti representasi merupakan pusat dalam pembelajaran matematika karena representasi seperti benda kongkrit, gambar, grafik dan simbol dapat membantu siswa mengkomunikasikan atau menuangkan pemikirannya. Sejalan dengan itu Rosengrant menyatakan bahwa representasi adalah sesuatu

4

Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung: Transito, 2006), h. 145.


(19)

yang melambangkan objek atau proses dan berfungsi sebagai acuan untuk konsep-konsep abstrak serta sebagai alat bantu dalam pemecahan masalah.5

Pentingnya kemampuan representasi matematis sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2013 dan standar proses NCTM belum seluruhnya disadari oleh bangsa ini. Terbukti pada hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 menunjukkan bahwa peringkat matematika siswa Indonesia terletak pada urutan ke 57 dari 65 negara dengan skor rata-rata 371. Skor rata-rata tersebut termasuk kedalam kategori rendah, masih jauh dari kategori sedang yang memerlukan skor 496.6 PISA memiliki beberapa kerangka penilaian literasi matematika dan salah satunya adalah kemampuan representasi matematis. Oleh karena itu salah satu penyebab Negara Indonesia berada pada kategori rendah adalah kemampuan representasi siswa yang kurang.

Dilain pihak berdasarkan hasil penelitian saudara Erdy Poernomo

dalam skripsinya yang berjudul ‘’Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Strategi Think-Talk-Write Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa’’ di SMPN 4 Tangerang Selatan menyimpulkan bahwa persentase kemampuan representasi visual hanya sebesar 60,41% berbeda dengan representasi simbolik yang mencapai 85,93% dan representasi verbal yang mencapai 71, 61%. Hal ini disebabkan siswa kurang memaksimalkan kemampuan representasi visual matematis untuk menyelesaikan masalah kontekstual. Pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel siswa lebih mudah menggunakan metode eliminasi dan subsitusi daripada menggunakan metode grafik untuk mencari solusi penyelesaian. Metode grafik dianggap lebih sulit untuk dipelajari, akibatnya kemampuan representasi visual siswa lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan representasi simbolik ataupun representasi verbal.

5 Kartini, ‘’Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika’’, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, Yogyakarta, 5 Desember 2009, h. 262-363.

6


(20)

Keadaan yang sama juga diperoleh peneliti ketika melakukan pra-penelitian di SMP Muslim Asia Afrika pada Pokok Bahasan Bangun Datar Segiempat. Pengujian kemampuan representasi matematis siswa dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis melalui indikator pencapaian mengubah permasalahan menjadi gambar dan menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan data tersebut, diperoleh nilai rata-rata kemampuan representasi matematis siswa hanya sebesar 43,55 dengan 15 siswa berada pada nilai dibawah rata-rata. Hal ini telah membuktikan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengubah permasalahan menjadi gambar dan menggunakannya untuk mencari solusi penyelesaian pada bangun datar segiempat. Padahal kemampuan representasi matematis penting dikuasai siswa pada konsep dasar bangun geometri ini sehingga siswa mampu mengembangkannya pada bidang geometri yang lebih kompleks.

Berdasarkan keadaan tersebut, kemampuan representasi matematis perlu dimiliki siswa pada setiap jenjang pendidikan khususnya pada konsep dasar bangun geometri. Seorang ahli pendidikan geometri yaitu Van Hiele menyatakan bahwa tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yakni waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran jika diterapkan dan diatur secara terpadu dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada tingkat tertinggi.7

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyadari bahwa perlu adanya suatu metode untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. Dari berbagai macam metode pembelajaran yang telah dirumuskan para ahli pendidikan, maka peneliti mencoba untuk menerapkan metode pictorial riddle. Hal ini dilakukan untuk membandingkan keefektifan metode pictorial riddle terhadap metode ekspositori.

Dalam pelaksanaannya, siswa diharapkan mampu membuat sebuah bangun segiempat agar membentuk beberapa bangun segiempat lainnya. Pada proses ini metode pictorial riddle sangat diperlukan baik berupa gambar di

7

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), hal. 51.


(21)

papan poster, buku bergambar maupun diproyeksikan dari suatu transparansi. Dengan adanya bimbingan guru diharapkan siswa mampu menemukan konsep dasar dalam menemukan sifat, menghitung luas dan keliling bangun datar segiempat tanpa harus menghapal rumus-rumus bangun datar tersebut satu persatu.

Secara empiris diperlukan kajian lebih jauh untuk membuktikan bahwa metode pictorial riddle memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan representasi matematis siswa. Atas dasar inilah, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Pengaruh Metode Pictorial Riddle Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”.

A.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka timbul berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Secara umum kemampuan siswa Indonesia pada pelajaran matematika di level dunia masih terletak pada kategori rendah.

2. Keterbatasan media pembelajaran di sekolah menyebabkan siswa kurang mengembangkan kemampuan representasi matematis khususnya pada bidang geometri.

3. Rendahnya kemampuan representasi matematis siswa pada bidang geometri.

B.

Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas pemahaman tentang variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas pada kemampuan representasi matematis siswa khususnya bidang geometri dengan indikator pencapaian:

a. Mengubah permasalahan menjadi gambar


(22)

c. Menyajikan informasi kedalam model matematik

d. Menggunakan teks tertulis untuk menyelesaikan masalah

2. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII tepatnya di SMP Muslim Asia Afrika.

3. Materi matematika yang diajarkan adalah bangun datar segiempat dengan kompetensi dasar mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas serta menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang-layang.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang akan dijadikan bahan kajian dalam karya tulis ini secara lebih lanjut, antara lain :

1. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan metode pictorial riddle?

2. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan dengan metode ekspositori?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan melalui metode pictorial riddle dengan siswa yang diajarkan melalui metode ekspositori?

D.

Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, penulis mengarahkan penelitian ini untuk memperoleh beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis kemampuan representasi matematis siswa setelah diajarkan dengan metode pictorial riddle.

2. Menganalisis kemampuan representasi matematis siswa setelah diajarkan dengan metode ekspositori.


(23)

3. Menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa dengan menggunakan metode pictorial riddle dan metode ekspositori.

E.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, diantaranya:

1. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan mutu pendidikan sekolah.

2. Bagi Guru

Penelitian ini dapat menjadi alternatif guru dalam kegiatan pembelajaran matematika serta dapat dimanfaatkan sebagai variasi metode pembelajaran.

3. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa, merasakan pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan efektif dalam memahami materi bangun datar segiempat sehingga dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai pengalaman karya tulis ilmiah dalam pendidikan matematika sehingga dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan. 5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan terkait dengan kemampuan representasi matematis terutama pada bidang geometri dan metode


(24)

10

A.

Deskripsi Teoretik

1. Pembelajaran Matematika

a. Teori Belajar dan Pembelajaran

Teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat teoretis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Sebagai salah satu cabang ilmu deskriptif, teori belajar berfungsi menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana proses belajar terjadi pada siswa.1 Dua teori yang telah mendukung konsep belajar yaitu teori belajar konvensional dan teori belajar modern. Teori belajar konvensional menyatakan bahwa belajar adalah menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Bila siswa belajar maka diri siswa diibaratkan bejana kosong yang siap diisi ilmu sehingga penuh dengan berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan teori belajar modern mengatakan bahwa belajar adalah kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku yang baru dan berbeda dari tingkah laku sebelumnya saat menghadapi situasi baru.2

Berdasarkan teori belajar kognitif, belajar merupakan suatu proses terpadu yang berlangsung didalam diri seseorang dalam upaya memperoleh pemahaman dan struktur kognitif baru, atau untuk mengubah pemahaman dan struktur kognitif lama. Struktur kognitif tersebut meliputi persepsi atau tanggapan seseorang tentang keadaan dalam lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi ide-ide,

1

Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, (Yogyakarta: DIVA Press, 2013), Cet. 1, hal. 20.

2

M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), Cet. 1, hal. 11-12.


(25)

perasaan, tindakan, dan hubungan sosial orang yang bersangkutan.3 Shymansky mengemukakan makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktifitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya mencari arti dari apa yang mereka pelajari, serta merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.4

Beberapa ahli psikologi kognitif seperti Piaget menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa diantaranya lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses pengendalian diri.5 Hal ini sesuai dengan pernyataan Bruner yang menjelaskan tahapan proses belajar siswa mulai dari memanipulasi objek langsung (enactive), merepresentasikan gambar (iconic), hingga pada memanipulasi simbol (symbolic).6

Berdasarkan beberapa teori belajar yang telah dijelaskan maka belajar dapat diartikan suatu proses kegiatan mental seseorang dalam menemukan ilmu pengetahuan baru dan mengembangkannya dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut baik faktor internal maupun faktor eksternal. Belajar juga merupakan kegiatan yang berkesinambungan untuk mencapai pola berpikir yang lebih baik dan bijaksana.

Belajar memiliki keterkaitan dengan proses pembelajaran. Namun terdapat perbedaan prinsip antara teori belajar dengan teori pembelajaran. Menurut Budiningsih teori belajar bersifat deskriptif karena tujuan utamanya memeriksa proses belajar sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif karena tujuan utamanya menetapkan metode pembelajaran yang optimal.7 Teori pembelajaran tidak menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi,

3

Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2008), Cet. 2, hal. 47 4

Agus, op. cit., hal. 35-36. 5

Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) , hal. 11 6

Ridwan, op. cit., hal. 15. 7


(26)

tetapi lebih merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar dan berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran.8 Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi hingga mencapai tujuan pembelajaran.9

Fontana mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam arti sempit pada ruang lingkup proses pendidikan di sekolah, pembelajaran dapat diartikan suatu proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber atau fasilitas dan teman sesama siswa.10 Pernyataan ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 20 tentang Sisdiknas bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.11

Hubungan antara belajar dan proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan. Kegiatan ini merupakan satu kesatuan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Namun terdapat perbedaan konsep antara belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan proses mental pada diri siswa sedangkan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan seluruh komponen atau unsur-unsur baik guru, siswa, maupun fasilitas lainnya untuk mencapai proses belajar siswa yang maksimal dan menyenangkan. Oleh karena itu, selain proses belajar siswa yang optimal faktor penting lainnya seperti guru, metode pembelajaran maupun fasilitas pendukung lainnya

8

Ibid., hal. 20. 9

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), Cet. 12, hal. 57

10

Erman, op. cit., hal. 8-9. 11


(27)

merupakan hal yang perlu dikembangkan agar mencapai tujuan pembelajaran yang baik.

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah

Matematika berasal dari akar kata mathema artinya pengetahuan dan mathanein artinya berpikir dan belajar. Dalam kamus Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.12 Beberapa ilmuan mendefinisikan matematika berdasarkan struktur matematika, pola pikir matematika dan pemanfaatannya bagi bidang lain. Atas dasar pertimbangan tersebut ada beberapa definisi tentang matematika, diantaranya:13

1) Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi 2) Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan

letak

3) Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya

4) Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis

5) Matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan pada observasi (induktif) tetapi diterima generalisasi yang didasarkan pada pembuktian secara deduktif

6) Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema

12

Ali Hamzah, op. cit., hal. 48. 13


(28)

7) Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Dari beberapa definisi matematika diatas, peneliti memaknai matematika sebagai ilmu dasar yang mempelajari tentang cara berpikir logis, sistematis dan menyenangkan. Pembelajaran matematika juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif, mengembangkan kreatifitas dan karya seni siswa namun perlu adanya pertimbangan perkembangan pola pikir siswa khususnya disetiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah keatas.

Matematika sekolah merupakan matematika yang diajarkan di sekolah dari mulai pendidikan dasar (SD) hingga pendidikan menengah (SMU/SMK). Dijelaskan bahwa matematika tersebut terdiri atas bagian-bagian yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta mengacu pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Hal ini menunjukkan bahwa matematika di sekolah tetap memiliki ciri-ciri pokok yaitu objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten.14 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah merupakan serangkaian aktifitas yang melibatkan kegiatan guru, siswa serta sarana dan prasarana lainnya guna menciptakan proses belajar matematika mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Proses belajar ini diharapkan mampu membentuk kepribadian siswa yang lebih baik dan dapat diaplikasikan pada lingkungan sekitarnya.

14


(29)

2. Kemampuan Representasi Matematis a. Pengertian Representasi Matematis

Kata representasi mengandung definisi yang beraneka ragam sesuai dengan bidang ilmu pengetahuan tertentu. Secara garis besar, penulis mengetahui makna representasi dari berbagai sumber dan para tokoh. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah representasi memiliki arti: 1 perbuatan mewakili; 2 keadaan diwakili; 3 apa yang mewakili; perwakilan.15 Pada arti kata diatas representasi merupakan alat untuk mewakilkan suatu keadaan atau peristiwa.

Davis dan kawan-kawan memaknai sebuah representasi sebagai bentuk kombinasi pada sesuatu yang tertulis diatas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk objek fisik dan susunan ide-ide yang terkontruksi didalam pikiran seseorang. Kalathil dan Sherin lebih sederhana menyatakan bahwa segala sesuatu yang dibuat siswa untuk mengeksternalisasikan dan memperlihatkan kerjanya disebut representasi.16

Pada psikologi matematika, Hwang menyatakan representasi ialah hubungan yang melambangkan suatu objek atau proses melalui simbol.17 Maka Kartini dalam makalahnya menyimpulkan bahwa representasi matematis adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika baik berupa masalah, pernyataan, definisi dan lainnya yang digunakan untuk memperlihatkan atau mengkomunikasikan hasil kerjanya dengan cara tertentu sebagai hasil interpretasi dari pikirannya.18 Berdasarkan dokumen NCTM (2000) tertulis bahwa ‘’The term representation refers both to process and to product—in other words, to the act of capturing a

15

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 950.

16

Kartini, op. cit., hal. 362. 17

Ibid. 18


(30)

mathematical concept or relationship in some form and to the form itself. Some forms of representation—such as diagrams, graphical displays, and symbolic expressions’’.19 Dokumen ini menyatakan istilah representasi mengarah pada kegiatan memproses dan menghasilkan, dengan kata lain representasi merupakan cara untuk memperoleh konsep matematika atau hubungan pada beberapa bentuk dan kepada bentuk itu sendiri. Beberapa bentuk tersebut diantaranya adalah diagram, grafik dan simbol.

Berdasarkan pernyataan para tokoh diatas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis ialah kegiatan memproses dan menghasilkan suatu konfigurasi atau bentuk eksternalisasi siswa dalam menuangkan ide-ide matematika dari beragam permasalahan. Bentuk-bentuk representasi ini juga merupakan hasil pemikiran siswa dalam mencari solusi penyelesaian pada permasalahan matematika yang mereka hadapi.

b. Bentuk-Bentuk Representasi Matematis

Para pakar penelitian mendefinisikan representasi matematis menjadi beberapa bentuk atau tipe. Menurut Jaenudin representasi matematik memiliki beragam bentuk yaitu (1) representasi visual, berupa: diagram, grafik atau tabel, dan gambar, (2) persamaan atau ekspresi matematik, dan (3) kata-kata atau teks tertulis.20 Pembagian ini menunjukkan bentuk-bentuk operasional kemampuan representasi. Hal ini hampir serupa dikemukaan Kartini dengan menggolongkan representasi menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram, grafik, atau tabel), (2) representasi simbolik

19

The National Council of Teachers of Mathematics, Principle and Standards for School Mathematics, (USA: NCTM, 2000), pp. 67.

20

Jaenudin, Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP, (Bandung: UPI, 2009), hal. 10.


(31)

(pernyataan matematik/notasi matematik, numerik/simbol aljabar), dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata).21

Villegas, Castro, dan Gutierrez membagi kemampuan representasi matematis menjadi tiga tipe yaitu:22

1) Verbal representation of the word problem: consisting fundamentally of the word problem as stated, whether in writing or spoken;

2) Pictorial representation: consisting of drawings, diagrams or graphs as well as any kind of related action;

3) Symbolic representation: being made up of numbers, operation and relation signs; algebraic symbols, and any kind of action referring to these;

Beberapa tokoh tersebut mengemukakan bahwa bentuk representasi matematis terdiri dari (1) representasi verbal dari aspek tata bahasa (pada dasarnya ialah bagaimana cara siswa menyampaikan informasi baik melalui tulisan maupun perkataan), (2) representasi visual (terdiri dari gambar, diagram atau grafik, serta hubungan dari beberapa keadaan), dan (3) representasi simbolik (meliputi bilangan, operasi bilangan seperti aljabar, serta beberapa keadaan tentang bilangan).

Dalam pembagian ini, ketiga tipe diatas memiliki hubungan atau saling ketergantungan satu dengan lainnya. Misalkan pada keadaan tertentu siswa dituntut memiliki lebih dari satu tipe kemampuan representasi matematis supaya memperoleh solusi optimal. Berikut merupakan penggambaran hubungan antara ketiga tipe diatas.

21

Kartini, op. cit., hal. 366. 22

Jose L Villegas, Enrique Castro and Jose Gutierrez, Repretation in Problem Solving: a Case Study with Optimization Problems, Electronic Journal of Research in Educational Psyhology, Vol. 7(1), 2009, pp. 287


(32)

Bagan 2.1

Tipe Sistem-Sistem Representasi

Lesh, Post dan Behr membagi representasi dalam pembelajaran matematika menjadi lima jenis, dua diantaranya adalah model dan gambar manipulatif. Mereka juga memikirkan simbol tulisan, bahasa lisan serta situasi dunia nyata sebagai bagian dari bentuk representasi matematis.23

Bagan 2.2

Lima Tipe Representasi Menurut Lest, Post Dan Behr

Lima representasi yang diilustrasikan pada bagan 2.2 merupakan sebuah perluasan dari konsep model. Model tersebut diartikan sebagai sebarang objek atau gambar yang menyatakan suatu konsep matematika dan berdasarkan hal tersebut dapat

23

John A. Van De Walle, Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan Pengajaran, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), Edisi ke-6, hal 34.

Gambar

Bahasa Lisan Situasi

dunia nyata

Simbol tertulis Model

manipulatif

Verbal

Symbolic Pictorial


(33)

dikaitkan dengan konsep lainnya. Hubungan antara model dengan konsep matematika hanya dapat ditunjukkan oleh pikiran siswa. Selama pikiran tersebut tidak memahaminya, maka model tidak menggambarkan konsep apapun.24 Semakin banyak siswa diberi cara untuk memikirkan dan menguji ide yang muncul maka semakin baik peluang mereka membentuk dan menggabungkan ide dengan benar kedalam jaringan ide dan pemahaman rasional.25

Dari beberapa bentuk atau tipe representasi berdasarkan pemaparan para ahli penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya representasi dibagi menjadi (1) representasi visual mencakup diagram, grafik atau tabel, gambar, dan model manipulatif, (2) representasi verbal mencakup teks tertulis, bahasa lisan dan situasi dunia nyata, (3) representasi simbolik meliputi numerik, simbol aljabar, notasi matematik dan persamaan matematik.

c. Indikator Kemampuan Representasi Matematis

Berbagai macam permasalahan yang muncul dari kemampuan representasi matematis siswa, maka penulis menyadari bahwa perlu adanya pembatasan indikator kemampuan representasi matematis siswa. Menurut Jaenudin bentuk-bentuk operasional kemampuan representasi matematis terdiri dari tiga aspek diataranya bentuk operasional pada aspek visual berupa diagram, grafik atau tabel dan gambar, pada aspek persamaan atau ekspresi matematik serta pada aspek kata-kata atau teks tertulis. Berikut ini disajikan bentuk-bentuk operasional representasi matematis menurut Jaenudin.26

24

Ibid., hal. 32. 25

Ibid., hal. 34. 26


(34)

Tabel 2.1

Bentuk-Bentuk Operasional Representasi Matematis

No. Representasi Bentuk Operasional

1.

Visual, berupa: a. Diagram,

grafik, atau tabel

b. Gambar

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel

 Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah

 Membuat gambar pola geometri

 Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan menfasilitasi penyelesaiannya

2.

Persamaan atau ekspresi matematik

 Membuat persamaan, model matematik, atau representasi dari representasi lain yang diberikan

 Membuat konjektur dari suatu pola hubungan

 Menyelesaikan masalah dengan

melibatkan ekspresi matematik

3. Kata-kata atau teks tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menuliskan interpretasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah-langkah

penyelesaian masalah matematik dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis


(35)

Berdasarkan bentuk-bentuk operasional diatas, maka berikut ini disajikan bentuk operasional kemampuan representasi matematis siswa pada penelitian ini.

1) Mengubah permasalahan menjadi gambar

2) Menggunakan gambar untuk menyelesaikan masalah 3) Menyajikan informasi kedalam model matematik

4) Menggunakan teks tertulis untuk menyelesaikan masalah

Pemilihan beberapa indikator tersebut merupakan hasil adaptasi dari pernyataan Jaenudin pada bentuk-bentuk operasional representasi matematis. Secara teoretis, beberapa indikator diatas dapat mengukur kemampuan representasi matematis siswa pada bidang geometri khususnya pokok bahasan bangun datar segiempat.

3. Metode Pictorial Riddle dalam Pembelajaran Matematika

Metode Pictorial Riddle merupakan salah satu kegiatan dari hasil pengembangan metode pembelajaran ‘’discovery-inquiry’’ pada pengajaran Imu Pengetahuan Alam. Beberapa hal penting berikut ini akan disajikan terkait dengan metode pictorial riddle pada pembelajaran matematika.

a. Metode Pembelajaran Discovery-Inquiry

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Berbagai macam teori belajar dan pembelajaran diharapkan mampu mengimbangi perkembangan tersebut. Salah satu teori belajar masa kini ialah teori belajar konstruktivisme yang telah mengembangkan metode pembelajaran inquiry dan discovery. Pada dasarnya metode inquiry

dan discovery merupakan dua metode pembelajaran yang saling berkaitan. Inquiry artinya penyelidikan sedangkan discovery adalah penemuan. Dengan melalui penyelidikan siswa akhirnya dapat memperoleh suatu penemuan.27

27


(36)

Erman Suherman dan kawan-kawan menyatakan bahwa metode inquiry merupakan metode mengajar yang paling mirip dengan metode penemuan (discovery). Beberapa perbedaannya terletak pada cara mengajar, seperti metode penemuan biasanya dilakukan dengan ekspositori dalam kelompok-kelompok kecil sedangkan metode inquiry dapat dilakukan melalui ekspositori, kelompok maupun secara individu.28 Kemudian Sund mengatakan bahwa penggunaan discovery dalam batas-batas tertentu baik untuk kelas-kelas rendah, sedangkan inquiry baik digunakan untuk siswa-siwa di kelas yang lebih tinggi.29

Menurut Carin discovery adalah suatu proses mental dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip.30 Lebih lanjut Hamdani menjelaskan proses mental tersebut meliputi cara mengamati, menjelaskan, mengelompokkan dan membuat kesimpulan. Sedangkan Inquiry merupakan perluasan dari discovery

(penemuan yang digunakan lebih mendalam). Inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya seperti merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.31

Dari beberapa penjelasan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara metode pembelajaran discovery-inquiry. Discovery merupakan suatu metode yang bertujuan melatih mental siswa dalam menemukan konsep dan prinsip pembelajaran sedangkan inquiry bertujuan untuk melatih mental siswa dalam merumuskan, menyelidiki hingga menyimpulkan solusi dari masalah tersebut. Biasanya dalam metode discovery bimbingan guru masih

28

Erman, op. cit., hal. 180 29

Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), hal. 185. 30

Amien, Moh. Amien, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode ‘’Discovery’’ dan ‘’Inquiry’’, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1987), hal. 126.

31


(37)

diperlukan sedangkan pada metode inquiry guru hanya sebagai fasilitator apabila siswa mengalami kesulitan.

Moh. Amien menguraikan tujuh jenis metode discovery-inquiry yang dapat dipelajari lebih lanjut, diantaranya ialah:32

1) Guided Discovery-Inquiry Laboratory Lesson

Pada metode ini sebagian besar direncanakan dan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan permasalahan, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.

2) Modified Inquiry

Pada metode ini guru hanya memberikan permasalahan. Biasanya guru menfasilitasi metode ini dengan bahan atau alat-alat yang diperlukan kemudian siswa diharapkan mampu memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, merancang dan melaksanakan eksperimen. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan cara siswa secara kelompok ataupun perorangan. Guru berperan sebagai pendorong dan narasumber dalam membantu kesulitan siswa.

3) Free Inquiry

Metode ini dilakukan setelah siswa mempelajari dan mengerti cara memecahkan masalah serta telah memperoleh pengetahuan yang cukup tentang bidang studi tertentu melalui metode

modified discovery-inquiry. Dalam metode ini siswa mengidentifikasi dan merumuskan sendiri pokok permasalahan.

4) Invitation Into Inquiry

Metode ini melibatkan siswa dalam proses pemecahan masalah layaknya seorang ilmuan. Suatu undangan (invitation) memberi masalah kepada siswa dalam bentuk pertanyaan yang telah

32


(38)

dirancang secara teliti. Metode ini mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan seperti merancang eksperimen, merumuskan hipotesis, menetapkan kontrol, menentukan sebab akibat, menginterpretasi data, membuat grafik, menyimpulkan proses penelitian dan memberi solusi dari kesalahan eksperimental.

5) Inquiry Role Approach

Metode ini merupakan kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam tim-tim yang terdiri dari empat anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota mempunyai tugas dan peranan yang berbeda-beda, yaitu: (1) koordinator tim, (2) penasehat teknis, (3) pencatat data, dan (4) evaluator proses.

6) Pictorial Riddle

Pada metode ini siswa membentuk suatu kelompok belajar. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk memecahkan masalah melalui gambar, peragaan atau situasi yang sesungguhnya. Kegiatan ini dapat meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle dapat berbentuk gambar atau hasil proyeksi dari suatu transparansi. Kemudian guru memandu siswa dalam mencari kesimpulan dari riddle tersebut.

7) Synectics Lesson

Gordon dan Sund telah menghasilkan suatu pendekatan untuk menstimulasi bakat-bakat kreatif siswa yaitu synectics. Pada dasarnya synectics memusatkan keterlibatan siswa dalam membuat bermacam bentuk metafora (kiasan) supaya dapat membuka intelegensi dan mengembangkan kreatifitasnya. Hal

ini dilakukan karena metafora dapat melepaskan ‘’ikatan struktur mental’’ yang melekat kuat dalam memandang

permasalahan, sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.


(39)

Dari beberapa jenis metode pembelajaran discovery-inquiry

ini, penulis mencoba menerapkan metode pictorial riddle terhadap kemampuan representasi matematis siswa. Selain dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, secara teoretis metode ini dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa pada bidang geometri.

b. Metode Pictorial Riddle

Metode pictorial riddle merupakan suatu metode yang diperkenalkan oleh Moh. Amien dalam pengajaran Imu Pengetahuan Alam. Sebagai bagian dari metode pembelajaran discovery-inquiry, metode pictorial riddle memiliki keunikan khusus dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Amien menyatakan,

Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan

interest siswa di dalam diskusi kelompok kecil maupun besar. Gambar, peraga atau situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan riddle.33

Salah satu keunikan pada metode ini ialah adanya suatu

riddle berupa bentuk-bentuk media visual. Siswa diberi kesempatan dalam memilih dan menggunakan media visual dalam menciptakan nuansa belajar yang efektif dan menyenangkan. Azhar membagi beberapa bentuk visual diantaranya:34

1) Gambar representasi seperti gambar jadi, gambar garis (sketsa), papan kantong dan fotografi. Tujuan utama penampilan gambar ini adalah untuk menvisualisasikan konsep yang ingin disampaikan siswa.

33

Amien, op. cit., hal. 150. 34

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), Cet. 16, hal. 109.


(40)

2) Chart dan Bagan seperti bagan organisasi, chart klasifikasi, garis (alur), bagan alir (flowchart) dan tabel. Chart menekankan pada informasi verbal dan visual yang mudah dipahami.

3) Grafik seperti grafik batang, grafik garis, grafik lingkaran dan grafik gambar. Grafik menampilkan sajian visual berupa angka-angka. Grafik juga menggambarkan hubungan dan perbandingan antara unit-unit data serta kecenderungan pada data tersebut. 4) Transparansi merupakan gambar atau film besar yang

diproyeksikan seseorang untuk menvisualisasikan konsep, proses, fakta, statistik, kerangka outline, atau ringkasan didepan kelompok kecil atau kelompok besar. Teknik pembuatan transparansi terdiri dari teknik pembuatan langsung dan teknik tidak langsung. Pembuatan transparansi langsung dilakukan dengan langsung menggambar dikertas transparasi sedangkan pembuatan transparasi tidak langsung dilakukan dengan beberapa cara seperti transfer tempel, transfer kopi, transfer kimiawi dan transfer elektronik.

Berdasarkan penjelasan tersebut metode pictorial riddle

merupakan suatu cara atau proses pembelajaran yang mengoptimalkan keaktifan siswa dalam mencari dan menemukan konsep dan prinsip pembelajaran melalui sebuah riddle. Suatu riddle

tersebut dapat berupa gambar representasi, chart dan bagan, grafik, serta transparansi.

c. Contoh Penerapan Metode Pictorial Riddle dalam Pembelajaran Matematika

Secara umum penulis sering membaca dan menemukan langkah-langkah metode pictorial riddle dari berbagai sumber buku dan karya ilmiah. Amien menyatakan bahwa dalam membuat


(41)

rancangan suatu riddle, setiap guru harus mengikuti langkah-langkah berikut ini diantaranya:35

1) Memilih beberapa konsep atau prinsip yang akan diajarkan atau didiskusikan.

2) Melukis suatu gambar, menunjukkan suatu ilustrasi atau menggunakan potret (gambar) yang menunjukkan konsep, proses atau situasi.

3) Suatu prosedur bergantian adalah untuk menunjukkan sesuatu yang tidak sewajarnya kemudian meminta siswa untuk mencari dan menemukan mana yang salah dengan riddle tersebut. Misalnya, tunjukkan suatu masyarakat petani dimana semua prinsip-prinsip ekologi disalahgunakan. Kemudian ajukan pertanyaan kepada siswa mengenai hal-hal apa yang keliru/salah dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang telah dilakukan didalam komunitas tersebut.

4) Membuat pertanyaan-pertanyaan berbentuk divergent yang berorientasikan pada proses dan berkaitan dengan riddle yang akan membantu siswa memperoleh pengertian tentang konsep atau prinsip apakah yang terlibat didalamnya.

Berdasarkan rancangan diatas, maka penulis mencoba memodifikasi tahapan metode pictorial riddle pada pembelajaran matematika kedalam beberapa kegiatan inti yaitu: (1) perumusan masalah, (2) penyajian masalah dengan membuat kerangka bangun geometri, (3) melakukan eksperimen dengan melukis gambar bangun geometri, (4) mengidentifikasi masalah melalui gambar, (5) menganalisis masalah melalui pertanyaan berbentuk divergent, (6) membuat kesimpulan, serta (7) menganalisis kebenaran kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan tahapan kegiatan guru dan siswa selama proses penelitian berlangsung.

35


(42)

Tabel 2.2

Tahapan Metode Pictorial Riddle dalam Pembelajaran Matematika

Kegiatan Tahapan Metode Pictorial Riddle

Pendahuluan

 Guru bersama siswa memulai pembelajaran dengan berdoa

 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

 Guru memberi apersepsi dan motivasi belajar pada siswa 1) Perumusan masalah 2) Penyajian masalah 3) Melakukan eksperimen 4) Mengidentifi kasi masalah 5) Menganalisis masalah 6) Membuat kesimpulan 7) Menganalisis kebenaran kesimpulan

 Guru mempersiapkan lembar kerja siswa (LKS) dan membatasi masalah pada materi bangun segiempat

 Setiap kelompok belajar mempersiapkan alat dan bahan untuk menyajikan kerangka bangun segiempat

 Siswa membuat dan menyusun kerangka segiempat menjadi beberapa bentuk bangun datar segiempat

 Berdasarkan gambar siswa mencoba

mengidentifikasi sifat-sifat yang dimiliki bangun segiempat tersebut

 Setiap kelompok belajar mencoba menemukan konsep baru dalam mencari luas dan keliling bangun segiempat

 Siswa membuat kesimpulan sementara berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

 Guru bersama siswa menganalisis kesimpulan sementara menjadi sebuah kesimpulan yang tepat dan benar

Penutup

 Guru bersama siswa menyimpulkan tujuan pembelajaran yang tercapai

 Guru memberikan lembar penugasan


(43)

4. Metode Ekspositori

Metode ekspositori merupakan hasil pengembangan dari metode tradisional (ceramah). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suherman dkk bahwa metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai sumber informasi, namun pada metode ini dominasi guru banyak berkurang karena siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan latihan soal sendiri dan saling bertanya apabila ada yang belum dipahami.36

Pada buku Teaching and Learning Mathematics’’ Bell dan Brown menyatakan bahwa beberapa penelitian dan para ahli teori belajar mengajar seperti Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna. Jadi, apabila metode ini dipergunakan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan situasi dan kondisi pembelajaran maka akan menjadi metode yang paling efektif.37 Kemudian Ali Hamzah dan Muhlisrarini menyatakan metode ekspositori adalah metode terpadu yang terdiri dari metode informasi, metode demonstrasi, metode tanya jawab, metode latihan dan pada akhir pelajaran diberikan tugas.38

Maka dapat disimpulkan bahwa metode ekspositori merupakan suatu cara dalam aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher center orientation) dan siswa berperan aktif dalam bertanya serta penyelesaian latihan soal. Metode ini akan mencapai keberhasilan yang maksimal apabila digunakan pada situasi dan kondisi yang tepat serta pemilihan materi matematika yang sesuai.

Secara garis besar, prosedur yang digunakan dalam menerapkan metode ekspositori pada pembelajaran matematika yaitu:39

36

Erman, op. cit., hal. 171. 37

Ruseffendi, op. cit., hal. 290. 38

Hamzah, op. cit., hal. 272. 39


(44)

1) Guru memberikan informasi materi yang dibahas dengan metode ceramah, memberikan uraian dan contoh soal yang dikerjakan di papan tulis secara interaktif dan komunikatif dengan metode demonstrasi. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dengan metode tanya jawab. Lalu mereka mengerjakan soal yang diberikan guru sambil guru berkeliling memeriksa pekerjaan siswa. Salah seorang ditugaskan mengerjakan soal di papan tulis.

2) Guru memberikan rangkuman yang bisa ditugaskan kepada siswa untuk membuat rangkumannya, atau guru yang membuat rangkuman atau guru bersama-sama siswa membuat rangkuman.

Beberapa kelebihan dan kelemahan metode ekspositori dapat diuraikan pada tabel berikut:40

Tabel 2.3

Keunggulan dan Kelemahan Metode Ekspositori

Keunggulan Kelemahan

Tepat untuk pemahaman konsep. Operasional, prosedural, fakta, dan keterampilan.

Kecenderungan guru yang berperan dalam proses pembelajaran.

Siswa aktif dan senang belajar matematika ketika latihan mengerjakan soal yang diberikan guru atau soal dari buku paket.

Siswa segan mengemukakan

pendapat atau bertanya ketika selesai penyajian.

Guru termotivasi untuk aktif membimbing dalam latihan siswa.

Siswa malu maju ke muka ketika diminta guru untuk menyelesaikan soal di papan tulis.

Berikut ini merupakan penjelasan peneliti tentang perbedaan perlakuan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, diantaranya:

40


(45)

Tabel 2.4

Perbedaan Metode Pictorial Riddle dengan Metode Ekspositori

Kelompok Eksperimen (Metode Pictorial Riddle)

Kelompok Kontrol (Metode Ekspositori) Pada kegiatan pendahuluan, guru

menyampaikan materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran. Guru melakukan apersepsi terkait materi prasyarat dan memotivasi semangat belajar siswa.

Pada kegiatan pendahuluan, guru menyampaikan materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan inti, siswa terlibat dalam menggambar bangun geometri disertai teka-teki bergambar. Siswa menyajikan suatu riddle baik berupa gambar di buku bergambar, papan poster maupun hasil proyeksi dari

suatu transparansi. Siswa

menverifikasi dan melakukan eksperimen melalui teka teki bergambar dan bentuk

pertanyaan-pertanyaan divergent hingga

memperoleh kesimpulan sebenarnya.

Pada kegiatan inti, guru mengajak siswa mengamati dan memperhatikan penjelasan materi pelajaran. Proses bertanya, mengeksplorasi dan mengasosiasi dilakukan siswa pada saat guru memberikan latihan. Guru bersama siswa berperan dalam menyimpulkan pelajaran.

Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan konsep baru yang diperoleh pada kegiatan inti. Pada akhir pembelajaran siswa melakukan evaluasi berupa tes tertulis pada lembar kerja.

Pada kegiatan penutup, guru memberikan latihan soal dan siswa mengerjakan secara

individu. Pada akhir

pembelajaran siswa melakukan evaluasi berupa tes tertulis.


(46)

B.

Penelitian yang Relevan

1. Erdy Poernomo, ‘’Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Strategi Think-Talk-Write Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa’’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif strategi Think-Talk-Write lebih tinggi daripada kemampuan representasi matematis siswa yang menggunakan strategi pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney sehingga didapat Zhitung= -5,623 < Ztabel= -1,65 atau dapat dikatakan pembelajaran

kooperatif strategi Think-Talk-Write memberikan pengaruh yang positif terhadap kemampuan representasi matematis siswa di dalam menyelesaikan masalah kontekstual.

2. Carla Finesilver ‘’Visual Representation In Mathematics: Five Case

Studies Of Dyslexic Children In Key Stage 3’’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi visual dapat meningkatkan pengalaman belajar matematika, memahami prinsip dan konsep matematika, dan membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika.

3. Kasim ‘’Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Melalui Metode Pictorial Riddle Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa’’. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri melalui metode pictorial riddle dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata pretest pada kelas eksperimen sebesar 42,6 dan nilai rata-rata posttest sebesar 70,9 sedangkan nilai rata-rata pretest pada kelas kontrol diperoleh 42,7 dan rata-rata posttest

sebesar 61,1. Peningkatan ini juga diperkuat dengan perolehan hasil perhitungan hipotesis posttest dengan melalui uji-t pada taraf signifikansi 0,05 didapat hasil thitung > ttabel yaitu 3,93 > 2,00. Hasil perhitungan ini

membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif pembelajaran inkuiri melalui metode pictorial riddle terhadap keterampilan berpikir kritis siswa.


(47)

C.

Kerangka Berpikir

Metode pembelajaran pictorial riddle adalah salah satu kegiatan dari hasil pengembangan metode discovery-inquiry. Metode ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam mencari dan menemukan prinsip atau konsep baru melalui sebuah riddle (teka-teki bergambar). Berdasarkan pengertian tersebut terdapat beberapa tahapan metode pictorial riddle diantaranya perumusan masalah, penyajian masalah dengan membuat kerangka bangun geometri, melakukan eksperimen dengan melukis gambar bangun geometri, mengidentifikasi masalah melalui gambar, menganalisis masalah melalui pertanyaan berbentuk divergent, membuat kesimpulan dan menganalisis kebenaran kesimpulan.

Perumusan masalah merupakan tahapan awal penulis dalam merumuskan bahan ajar serta menyusun proses pembelajaran dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Tahapan ini membutuhkan ketepatan dan kecermatan agar siswa dapat memahami permasalahan dengan baik dan benar.

Pada langkah selanjutnya siswa membuat kerangka bangun datar segiempat secara berkelompok. Suatu riddle dapat disajikan saat siswa merancang kerangka bangun tersebut menjadi sebuah bangun datar segiempat. Secara teoretis, tahapan penyajian masalah dan melakukan eksperimen ini dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada aspek mengubah permasalahan menjadi gambar.

Berdasarkan gambar yang disajikan, siswa mengidentifikasi sifat-sifat yang dimiliki bangun datar segiempat tersebut. Setiap kelompok mencari solusi penyelesaian luas dan keliling dengan cara menganalisis gambar. Secara teoretis, tahapan mengidentifikasi dan menganalisis masalah ini dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada aspek menyajikan informasi kedalam model matematik. Selain itu, kegiatan ini dapat mengembangkan aspek menggunakan gambar untuk menyelesaikan masalah walaupun pada aspek ini membutuhkan latihan pemecahan masalah secara rutin.


(48)

Kegiatan terakhir dalam metode pictorial riddle adalah membuat kesimpulan dan menganalisis kebenarannya. Membuat kesimpulan merupakan kegiatan siswa dalam menyimpulkan perihal yang telah diperoleh selama pembelajaran berlangsung. Penulis bersama siswa menganalisis kebenaran kesimpulan tersebut. Hal ini penting dilakukan agar siswa terhindar dari penyimpangan konsep pembelajaran. Secara teoretis, tahapan membuat kesimpulan dan menganalisis kebenarannya ini dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada aspek menggunakan teks tertulis untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disajikan bagan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut:

Bagan 2.3

Kerangka Berpikir Penelitian Metode Pictorial Riddle

Perumusan Masalah Mengan alisis masalah Membuat kesimpulan Menganalisis kebenaran kesimpulan Mengubah permasalahan menjadi gambar Menggunakan gambar untuk menyelesaikan masalah Menyajikan informasi kedalam model matematik Menggunakan teks tertulis untuk

menyelesaikan masalah

Kemampuan Representasi Matematis Siswa Penyajian masalah Melakukan eksperimen Mengiden tifikasi masalah Meningkatkan


(49)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teoretis dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka perumusan hipotesis penelitian ini adalah “Kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan melalui metode pictorial riddle

lebih tinggi dibandingkan kemampuan representasi matematis siswa yang diajarkan melalui metode ekspositori’’.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muslim Asia Afrika yang beralamat di Jalan K. H. Dewantara no. 78 Kedaung Pamulang Tangerang Selatan Banten. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, yaitu dimulai pada tanggal 20 September sampai tanggal 18 Oktober 2014. Adapun jadwal penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No. Jenis Kegiatan Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov

1 Persiapan dan

perencanaan √ √ √ √

2 Observasi (studi

lapangan) √

3 Pelaksanaan

Pembelajaran √ √

4 Analisis Data √ √

5 Laporan Penelitian √

B.

Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang diberikan perlakuan khusus dengan yang tidak memperoleh perlakuan. Adanya keterbatasan dalam mengontrol seluruh variabel terkait, maka peneliti menggunakan metode penelitian berupa metode Quasi Eksperimen. Quasi eksperimen merupakan suatu jenis eksperimen yang menyadari bahwa kontrol secara kondisional tidak dapat dilakukan secara tuntas. Untuk meningkatkan kesahihan internal dalam eksperimen seperti ini dilakukan dengan menggunakan kontrol secara statistik. Penelitian ini menggunakan dua


(51)

kelompok sampel yang terdiri dari kelompok eksperimen dengan perlakuan

khusus berupa metode pictorial riddle dan kelompok kontrol dengan

perlakuan metode ekspositori.

Rancangan penelitian pada metode quasi eksperimen ini

menggunakan Randomized Posttest-Only Control Group Design. Pemilihan

dan penempatan kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dilakukan

secara acak yang diasumsikan homogen (memiliki karakteristik yang sama).1

Instrumen soal diberikan pada saat tes akhir (posttest), hal ini bertujuan untuk

menilai apakah rata-rata kemampuan representasi matematis siswa dengan

proses pembelajaran menggunakan metode pictorial riddle lebih tinggi

dibandingkan rata-rata kemampuan representasi matematis siswa dengan

proses pembelajaran menggunakan metode ekspositori. Adapun desain

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:2

Tabel 3.2

Randomized Posttest-Only Control Group Design

Keterangan:

KE = Kelompok eksperimen KK = Kelompok kontrol

X = Perlakuan khusus menggunakan metode pictorial riddle

O = Hasil posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

C.

Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Sugiyono mengemukakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki kualitas dan

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 9, h. 204.

2

Ibid., hal. 206.

Kelompok Perlakuan Pascates

Acak A[KE] X O


(52)

karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.3 Maka dapat dikatakan populasi merupakan keseluruhan objek penelitian baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi dalam waktu yang sudah ditentukan.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VII SMP Muslim Asia Afrikatahun ajaran 2014/2015.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.4 Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian dari populasi yang dijadikan sumber data penelitian. Adapun jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik cluster sampling. Cluster Sampling adalah cara pengambilan sampel berdasarkan sekelompok individu dan tidak diambil secara individu atau perorangan.5 Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kelompok kelas dengan catatan setiap anggota kelompok memiliki karakteristik yang sama. Sampel yang didapat dari teknik ini ialah VII-A sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII-B sebagai kelompok kontrol.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah skor tes kemampuan representasi matematis siswa pada pembelajaran matematika. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes yaitu tes kemampuan representasi matematis. Tes ini diberikan kepada kelas VII-A sebagai kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan dengan metode pembelajaran

pictorial riddle serta kelas VII-B sebagai kelompok kontrol setelah diberi perlakuan dengan metode pembelajaran ekspositori.

3

Kasmadi dan Nia Siti Sunariah, Panduan Modern Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 65

4

Ibid., hal. 66 5

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, hal. 222


(53)

E.

Instrumen Penelitian

Instrumen tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa pada penelitian ini terdiri dari 11 butir soal-soal uraian dengan pokok bahasan bangun datar segiempat. Sebelum instrumen tes dibuat terlebih dahulu menyusun kisi-kisi soal uraian yang sesuai dengan pembelajaran pada kurikulum 2013 serta indikator kemampuan representasi matematis siswa khususnya pada pokok materi bangun datar segiempat. Adapun indikator kemampuan representasi matematis yang diukur adalah mengubah permasalahan menjadi gambar, menggunakan gambar untuk menyelesaikan masalah, menyajikan informasi kedalam model matematik, serta menggunakan teks tertulis untuk menyelesaikan masalah.

Implementasi kurikulum 2013 terdiri dari kompetensi inti dan kompetensi dasar. Adapun kompetensi inti dan kompetensi dasar tersebut mengacu pada pokok materi bangun datar segiempat, yaitu:6

Tabel 3.3

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Bangun Segiempat

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan menggunakannya untuk menentukan keliling dan luas

Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,

Menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang-layang.

6

Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madarasah Tsanawiyah (MTs) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, 2013), hal 45-46.


(54)

menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

Pedoman penskoran instrumen tes juga memiliki peran penting dalam suatu penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data kemampuan representasi matematis siswa secara objektif. Adapun pedoman penskoran ini mengacu pada skor rublik hasil modifikasi dari Cai, Lane dan Jakabesin yang dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut:

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Matematis

Aspek Skor Uraian

Kemampuan Representasi

Visual

3 Melukiskan diagram atau gambar secara lengkap

dan benar

2 Melukiskan diagram atau gambar namun kurang

lengkap dan benar

1 Hanya sedikit dari diagram atau gambar yang benar

0 Tidak ada jawaban

Kemampuan Representasi

Simbolik

3 Menemukan model matematika dengan benar

kemudian melakukan perhitungan atau

mendapatkan solusi secara benar dan lengkap

2 Menemukan model matematika dengan benar

namun salah dalam mendapatkan solusi

1 Hanya sedikit dari model matematika yang benar

0 Tidak ada jawaban

Kemampuan Representasi

Verbal

3 Penjelasan secara matematis, masuk akal dan benar

2 Penjelasan secara sistematis, masuk akal namun

hanya sebagian yang benar

1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar


(55)

Berdasarkan kompetensi dasar materi bangun datar segiempat serta pedoman penskoran kemampuan representasi matematis diatas maka kriteria penskoran kemampuan representasi matematis siswa pada penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 9.

Sebelum menggunakan instrumen tes diperlukan uji prasyarat kelayakan instrumen. Oleh sebab itu dibutuhkan uji validitas dan uji reliabilitas agar alat ukur tes tersebut tepat dan dapat dipercaya untuk mengukur kemampuan representasi matemati siswa. Selain itu instrumen tes perlu diuji tingkat kesukaran dan daya pembeda soalnya agar dapat menunjukkan kualitas soal serta dapat membedakan kemampuan representasi matematis siswa. Berikut merupakan penyajian perhitungannya.

1. Uji Validitas

Validitas merupakan derajat yang menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya dan benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.7 Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi yang meliputi pengukuran tingkat penguasaan isi materi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pengukuran validitas butir soal atau validitas item tes digunakan korelasi Product Moment dengan angka kasar berikut:8

Keterangan:

N = banyaknya peserta tes X = skor butir soal

Y = skor total

rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

7

M. Ali Hamzah, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Cet. 1, hal. 216.

8

Ibid., hal 221.

∑ ∑ ∑


(56)

σ

t=

∑ ∑ Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y dalam perhitungan rXY terhadap rtabel pada taraf signifikansi 5%, namun terlebih dahulu

menetapkan derajat kebebasan yaitu dk = n – 2 agar nilai rtabel dapat

diperoleh. Instrumen tes dikatakan valid apabila rXY ≥ rtabel dan instrumen

tes dikatakan tidak valid apabila rXY < rtabel.

Hasil perhitungan uji validitas instrumen menyatakan dari 12 butir soal kemampuan representasi matematis, hanya 1 butir soal yang invalid (tidak valid). Maka dapat disimpulkan bahwa 11 butir soal dapat digunakan sebagai instrumen tes dalam penelitian ini. Soal tersebut meliputi soal nomor 3b, dan 5a yang mewakili indikator mengubah permasalahan menjadi gambar, soal nomor 1b, 2, 3c, dan 4c mewakili indikator menggunakan gambar untuk menyelesaikan masalah, soal nomor 3a, 4b dan 5b mewakili indikator menyajikan informasi kedalam model matematik serta soal nomor 4a dan 3d mewakili indikator menggunakan teks tertulis untuk menyelesaikan masalah.

2. Uji Reliabilitas

Salah satu syarat agar hasil ukur suatu tes dapat terpercaya yaitu dengan uji reliabilitas. Hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha Crownbach, yaitu:9

r

11

=

dengan varians

Keterangan:

= nilai reliabilitas

k = banyaknya item pertanyaan

9


(1)

192   


(2)

193   


(3)

194   


(4)

195   


(5)

196   


(6)

197