Perbedaan Angka Kejadian Akne Vulgaris Pada Siswa Sma Program Sbi Dan Non Sbi Di Surakarta.

(1)

commit to user

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SMA PROGRAM SBI DAN NON SBI

DI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Pratiwi Prasetya Primisawitri G0009169

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2013


(2)

(3)

commit to user

iv ABSTRAK

Pratiwi Prasetya Primisawitri, G0009169, 2012. Perbedaan Angka Kejadian Akne Vulgaris pada Siswa SMA Program SBI dan Non SBI di Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang biasanya mulai muncul pada saat remaja. Salah satu faktor penyebab yang memperparah timbulnya akne vulgaris adalah faktor stres terutama stres pada tingkat pubertas. Stres sering terjadi pada siswa sekolah dengan aktivitas yang tinggi serta beban tugas yang banyak, misalnya pada siswa program SBI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan November 2012 di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, pemeriksaan fisik dan pengambilan foto. Diperoleh data sebanyak 63 dan analisis data menggunakan uji Chi Square melalui program SPSS 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukkan nilai Chi Square hitung sebesar 5,773, sedangkan nilai Chi Square tabel dengan 0,05 dan derajat bebas (df) = 1 didapatkan nilai sebesar 3.84. Hal ini berarti bahwa nilai Chi Square hitung > nilai Chi Square

tabel. Sementara itu = 0,05 diperoleh nilai p = 0,016 yang

berarti bahwa p < 0,05 dengan nilai Odds Ratio = 3,5. Ini menunjukkan bahwa hasil penelitian signifikan dan estimasi risiko timbulnya jerawat 3,5 kali.

Simpulan Penelitian : Terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris yang signifikan pada siswa SMA program SBI dan non SBI dimana kejadian akne vulgaris pada siswa program SBI lebih tinggi dibanding dengan siswa non SBI. Angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI 3,5 kali lebih besar dibanding dengan siswa SMA program non SBI.

__________________________________________________________________ Kata Kunci : Akne Vulgaris, SMA SBI, SMA non SBI


(4)

commit to user

v ABSTRACT

Pratiwi Prasetya Primisawitri, G0009169, 2012. The Difference of Acne Vulgaris Insidence Among Students on International Senior High School and Non International Senior High School in Surakarta. A Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

Background: Acne vulgaris is one of the most common skin diseases, usually beginning in adolescence. Stress is one of the risk factor in exacerbating acne vulgaris, especially stress in puberty. Stress is often occurring in students with high activity and lot of workloads. This research aims to determine the difference of acne vulgaris incidence among students on international senior high school and non-international senior high school in Surakarta.

Methods: This study was observational analytic with cross sectional approach that was conducted in November 2012 at SMA Negeri 3 and SMA Negeri 4 Surakarta. The sampling was carried out by purposive sampling. The measuring instruments that used were questionnaires, physical examination and photo shoot. The obtained data were 63 and the data analysis used Chi Square test with SPSS 17.00 for Windows.

Results: This study demonstrates the value of Chi-Square count equal to 5.773, while the value of Chi-Square table with = 0.05 and degrees of freedom (df) = 1 obtained a value of 3.84. It means that the value of Chi-Square count > value of Chi Square table. Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.016, which means that p < 0.05 with Odds Ratio 3,5. This shows that the research result is significant and risk estimation exacerbating acne vulgaris on international senior high school student is 3.5 times higher than on non-international high school student.

Conclusion: There is difference of acne vulgaris incidence significantly among students in international senior high school and non-international high school which is acne vulgaris incidence in international senior high school is higher than non international senior high school. Incidence of acne vulgaris on international high school students is 3.5 times higher than on non-international high school students.

__________________________________________________________________ Keywords: Acne Vulgaris, International Senior High School, non International Senior High School


(5)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 Desember 2012

Pratiwi Prasetya Primisawitri


(6)

commit to user

iv

ABSTRAK

Pratiwi Prasetya Primisawitri, G0009169, 2012. Perbedaan Angka Kejadian Akne Vulgaris pada Siswa SMA Program SBI dan Non SBI di Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang biasanya mulai muncul pada saat remaja. Salah satu faktor penyebab yang memperparah timbulnya akne vulgaris adalah faktor stres terutama stres pada tingkat pubertas. Stres sering terjadi pada siswa sekolah dengan aktivitas yang tinggi serta beban tugas yang banyak, misalnya pada siswa program SBI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan November 2012 di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner, pemeriksaan fisik dan pengambilan foto. Diperoleh data sebanyak 63 dan analisis data menggunakan uji Chi-Square melalui program SPSS 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukkan nilai Chi-Square hitung sebesar 5,773, sedangkan nilai Chi Square

1 didapatkan nilai sebesar 3.84. Hal ini berarti bahwa nilai Chi-Square hitung > nilai tabel Chi-Square

nilai p = 0,016 yang berarti bahwa p < 0,05 dengan nilai Odds Ratio = 3,5. Ini menunjukkan bahwa hasil penelitian signifikan dan estimasi risiko timbulnya jerawat 3,5 kali.

Simpulan Penelitian : Terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris yang signifikan pada siswa SMA program SBI dan non SBI dimana kejadian akne vulgaris pada siswa program SBI lebih tinggi dibanding dengan siswa non SBI. Angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI 3,5 kali lebih besar dibanding dengan siswa SMA program non SBI.

__________________________________________________________________ Kata Kunci : Akne Vulgaris, SMA SBI, SMA non SBI


(7)

commit to user

v

ABSTRACT

Pratiwi Prasetya Primisawitri, G0009169, 2012. The Difference of Acne Vulgaris Insidence Among Students on International Senior High School and Non International Senior High School in Surakarta. A Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

Background: Acne vulgaris is one of the most common skin diseases, usually beginning in adolescence. Stress is one of the risk factor in exacerbating acne vulgaris, especially stress in puberty. Stress is often occurring in students with high activity and lot of workloads. This research aims to determine the difference of acne vulgaris incidence among students on international senior high school and non-international senior high school in Surakarta.

Methods: This study was observational analytic with cross sectional approach that was conducted in November 2012 at SMA Negeri 3 and SMA Negeri 4 Surakarta. The sampling was carried out by purposive sampling. The measuring instruments that used were questionnaires, physical examination and photo shoot. The obtained data were 63 and the data analysis used Chi Square test with SPSS 17.00 for Windows.

Results: This study demonstrates the value of Chi-Square count equal to 5.773, while the value of Chi-Square table with = 0.05 and degrees of freedom (df) = 1 obtained a value of 3.84. It means that the value of Chi-Square count > value of Chi Square table. Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.016, which means that p < 0.05 with Odds Ratio 3,5. This shows that the research result is significant and risk estimation exacerbating acne vulgaris on international senior high school student is 3.5 times higher than on non-international high school student.

Conclusion: There is difference of acne vulgaris incidence significantly among students in international senior high school and non-international high school which is acne vulgaris incidence in international senior high school is higher than non international senior high school. Incidence of acne vulgaris on international high school students is 3.5 times higher than on non-international high school students.

__________________________________________________________________ Keywords: Acne Vulgaris, International Senior High School, non International Senior High School


(8)

commit to user

vi

PRAKATA

memberikan nikmatNya kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Perbedaan Angka Kejadian Akne Vulgaris pada Siswa SMA Program SBI dan Non SBI. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muh. Eko Irawanto, dr., Sp. KK selaku Pembimbing Utama yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

3. Ida Nurwati, dr., M. Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Arie Kusumawardani, dr., Sp. KK selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Novi Primadewi, dr., Sp. THT-KL., M. Kes selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Mutmainah, dr., M. Kes, Bu Enny, SH., MH dan Mas Sunardi selaku TIM Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

7. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta yang telah memberikan izin dan dukungan sehingga terlaksananya penelitian ini.

8. SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta atas kesempatan dan bantuannya sehingga penelitian ini bisa terlaksana.

9. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ibu Sri Mulyaningsih dan Bapak Prasetyadi Mawardi, dr., Sp. KK yang senantiasa mendoakan dengan tiada henti serta memberikan dukungan dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 10. Sadewa Yudha Sukawati, Ananda Prahardini Purnamasari, Irfany Arafiasetyanto Prihadi dan Ihsany Arafiasetyanto Prihadi atas doa dan semangat yang selalu diberikan.

11. Namira, Nadhira, Novi, Alva, Aryo dan teman-teman lainnya atas segala bantuan dan waktu yang selalu tersedia.

12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 20 Desember 2012 Pratiwi Prasetya Primisawitri


(9)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Akne Vulgaris ... 4

2. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ... 17

B. Kerangka Pemikiran ... 19

C. Hipotesis ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A. Jenis Penelitian ... 20

B. Lokasi Penelitian ... 20

C. Subyek Penelitian ... 20


(10)

commit to user

viii

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

F. Definisi Operasi Variabel Penelitian ... 23

G. Cara Kerja ... 26

H. Instrumen Penelitan ... 27

I. Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENLITIAN ... 28

A. Demografi Karakteristik ... 28

B. Analisis Output SPSS ... 30

C. Analisis Hasil ... 30

BAB V PEMBAHASAN ... 33

BAB VI PENUTUP ... 36

A. Simpulan ... 36


(11)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.The Global Acne Grading Sistem ... 14


(12)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Patogenesis Akne ... 9

Gambar 2. Akne Konglobata ... 15

Gambar 3. Akne Papulopustular ... 16

Gambar 4. Kerangka Pemikiran ... 19

Gambar 5. Rancangan Penelitian ... 22


(13)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Biodata dan Lembar Persetujuan

Lampiran 2. Kuesioner L-MMPI

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan Responden

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Surat Disposisi dari Dikpora

Lampiran 6. Data Primer

Lampiran 7. Tabel Chi-Square

Lampiran 8. Hasil Analisis Data Menggunakan SPSS


(14)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akne vulgaris (jerawat) merupakan salah satu penyakit kulit yang biasanya mulai muncul pada masa remaja dan dapat sembuh dengan sendirinya secara spontan (Ghodsi et al., 2009). Akne vulgaris adalah penyakit kulit karena peradangan kronis pada folikel pilosebasea yang ditandai dengan ujud kelainan kulit seperti komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik (Wasitaatmadja, 2007).

Sekitar lebih dari 60 juta penduduk dunia menderita akne(Wolfe, 2009). Akne vulgaris mempengaruhi hampir 80% remaja dan dewasa muda yang berusia 11-30 tahun. Sedangkan di Indonesia, sekitar 15 juta penduduk menderita akne vulgaris (Kusumaningrum, 2012). Secara keseluruhan, akne makin meningkat pada kalangan dewasa. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang sering muncul pada masa remaja. Akne vulgaris lebih banyak terjadi pada pria daripada perempuan (Uhlenhake et al.,2010).

Penyebab dan patogenesis akne vulgaris belum begitu jelas. Meningkatnya produksi sebum, hiperkeratinisasi folikuler, meningkatnya hormon androgen, faktor genetik, adanya mediator radang di sekitar folikel sebasea, dan adanya perubahan biokimia susunan lemak di permukaan kulit merupakan faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya akne vulgaris


(15)

commit to user

2

(Wasitaatmadja, 2007). Di samping itu ada faktor eksternal seperti kosmetik, obat, dan kolonisasi Propionibacterium acnes di sekitar folikel sebasea yang dapat memperburuk atau memacu timbulnya akne (Wolfe, 2009).

Salah satu faktor penyebab yang memperparah timbulnya akne vulgaris adalah faktor stres terutama stres pada tingkat pubertas (Yosipovitch, 2007). Stres sering terjadi pada siswa sekolah dengan aktivitas yang tinggi serta beban tugas yang banyak, misalnya pada siswa program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Pada dasarnya SBI adalah sistem pembelajaran dengan menggunakan pengantar Bahasa Inggris meskipun tidak mengesampingkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional. Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan secara berkesinambungan mutu sekolah nasional kelompok mandiri, baik sekolah negeri maupun swasta sehingga nantinya sekolah tersebut akan mempunyai standar internasional (Depdiknas, 2007).

Kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran program SBI adalah kurikulum nasional dan pengembangan kurikulum internasional. Kurikulum internasional terkesan lebih sulit dari pada kurikulum nasional karena penekanannya hanya pada mata pelajaran sains. Padahal tidak semua siswa berminat pada bidang tersebut. Pada program SBI, Bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar khususnya pada mata pelajaran sains. Soal-soal ujian yang disajikan juga dalam Bahasa Inggris. Mayoritas siswa program SBI menganggap bahwa Bahasa Inggris merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi (Hadi dkk., 2007).


(16)

commit to user

3

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa siswa program SBI memiliki kecenderungan mengalami stres psikis yang lebih tinggi (Wisantyo, 2010). Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SBI dan non SBI.

B. Rumusan Masalah

Adakah perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SBI dan non SBI?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan angka kejadian akne vulgarispada siswa SBI dan nonSBI.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan untuk memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SBI dan non SBI.

2. Manfaat aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk masyarakat luas tentang kejadian akne vulgaris pada siswa SBI dan non SBI.


(17)

commit to user

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris

a. Definisi

Akne vulgaris adalah penyakit kulit karena peradangan kronis pada folikel pilosebasea yang ditandai dengan ujud kelainan kulit seperti komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik (Wasitaatmadja, 2007).

b. Epidemiologi

Akne vulgaris merupakan penyakit yang sering timbul dan mempengaruhi sekitar 80% remaja dan dewasa muda. Umumnya terjadi pada umur 14 17 tahun pada wanita, 16 19 tahun pada pria, dominannya lesi yang timbul adalah komedo dan papul. Akne vulgaris dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis karena hampir setiap orang pernah mengalaminya (Wasiaatmadja, 2007).

c. Etiologi Akne vulgaris

Penyebab pasti timbulnya akne vugaris belum diketahui, tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya akne vulgaris, antara lain:


(18)

commit to user

5

1) Sebum

Sebum adalah sekret yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea (Dorland, 2002). Produksi sebum mulai meningkat saat masuk usia pubertas (Nelson and Thiboutot, 2007). Produksi sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik sebagai penyebab terjadinya lesi akne (Ichsan, 2008). Testosteron yang merupakan hormon androgen, juga mempengaruhi produksi sebum karena hormon ini menyebabkan pembesaran kelenjar sebasea yang akhirnya meningkatkan produksi sebum (Murata, dkk., 2006). Salah satu komponen sebum adalah trigliserid, memiliki peran dalam patogenesis akne. Propionibacterium acnes akan mengubah trigliserid menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan menyebabkan penggumpalan bakteri dan kolonisasi Propionibacterium acnes, inflamasi yang akhirnya akan menimbulkan komedo (Zaenglein et al.,2007)

2) Bakteri

Mikroorganisme yang berperan dalam timbulnya akne vulgaris adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Bakteri-bakteri tersebut terlibat dalam proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid sebum (Wasitaatmadja, 2007).


(19)

commit to user

6

3) Genetik

Faktor genetik cukup berpengaruh pada aktivitas kelenjar minyak (gandula sebasea). Riwayat akne pada keluarga berhubungan dengan munculnya akne lebih awal, gambaran klinis akne, peningkatan jumlah dan beratnya lesi, serta lama dan kesulitan terapi akne (Ballanger et al., 2006). Timbulnya akne berhubungan dengan genetik, hal ini dipengaruhi oleh hormon androgen dan aktivitas lipid yang tidak normal. Penelitian melaporkan bahwa akne dengan derajat berat sering ditemukan pada 54% keluarga kembar homozigot dan heterozigot (Zoubolis et al.,2005)

4) Hormon

Produksi sebum dipengaruhi oleh hormon androgen dan Peroximal Proliferators Activated Receptor (PPAR). Namun, yang memegang peran paling kuat dalam etiologi akne adalah hormon androgen. Hormon 5 -reductace tipe 1 bertanggung jawab mengubah testosteron menjadi Dehidrotestosteron (DHT), yang terjadi di kelenjar sebasea. Hormon ini memiliki aktivitas lebih besar pada wanita dengan akne derajat sedang sampai berat (Ascenso and Marques, 2009). Testosteron dan dehidrotestosteron berperan untuk proliferasi sel keratinosit dan pembentukan lipid (Murata et al., 2006). Hormon lain seperti Corticotrophin


(20)

commit to user

7

Hormone (MSH) mengekspresikan reseptornya pada kelenjar sebasea. Sementara MSH berhubungan dengan proses inflamasi, CRH dapat dianggap sebagai hormon yang mempromosikan lipogenesis di sebosit (testosteron dan hormon pertumbuhan akan memberi feed back negatif dari CRH). Jadi, CRH terlibat dalam gangguan kulit lain yang terkait dengan produksi sebum lipid (Ascenso and Marques, 2009).

5) Kosmetik

Ada beberapa jenis kandungan pada kosmetik yang bisa menyebabkan timbulnya akne, antara lain: lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni. Apabila menggunakan kosmetik dengan kandungan tersebut secara terus-menerus dan dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya akne ringan dengan komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu (Wasitaatmadja, 2010). 6) Diet

Salah satu faktor penyebab timbulnya akne vulgaris yang masih diperdebatkan adalah makanan (Wasitaatmadja, 2007). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa susu dapat memicu atau memperparah timbulnya akne vulgaris (Melnik, 2012). Susu memiliki indeks glikemi rendah, tetapi secara paradoks meningkatkan kadar Insulin Like Growth Factor 1 (IGF-1). IGF-1 adalah faktor pertumbuhan yang mempunyai fungsi sangat


(21)

commit to user

8

kompleks. Hormon ini berfungsi untuk memicu pengambilan asam amino dan sintesis protein. Meningkatnya kadar IGF-1 pada keadaan puasa maupun sesudah makan inilah yang menyebabkan dan memperparah timbulnya akne vulgaris (Costa, 2010).

7) Obat- obatan

Anabolic steroid, kortikosteroid, kortikotropin, fenitoin, litium, isoniazid, vitamin B komplek, halogen, dan pengobatan kemoterapi adalah jenis-jenis obat yang dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris (Zaenglien et al., 2007). Pada penggunaan kortikosteroid dosis tinggi, seperti prednisone dan betametason dapat memacu timbulnya akne vulgaris (British National Formulary, 2010).

8) Stres

Stres psikologis juga telah diidentifikasi di antara faktor-faktor yang memperburuk jerawat. Dalam survei terbaru antara 215 mahasiswa kedokteran tahun ke enam, 67% dari siswa yang diidentifikasi menunjukkan bahwa stres sebagai penyebab jerawatnya. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa stres psikologis dapat mengubah fungsi kekebalan pada kulit dan fungsi sawar kulit (Yosipovitch, 2007). Stres juga dapat menyebabkan peningkatan produksi sebum dan asam lemak bebas. Lingkungan yang seperti ini dapat menyebabkan


(22)

commit to user

9

menimbulkan inflamasi yang berperan dalam pembentukan komedo (Kery, 2007).

d. Patogenesis Akne Vulgaris

Akne vulgaris merupakan disfungsi patologi pada folikel sebasea dengan penyebab yang multifaktorial. Penyebab akne tidak diklasifikasi dengan sangat benar, tetapi telah diterima bahwa patogenesis bersifat multifaktorial, yaitu adanya diferensiasi folikuler dan meningkatnya kornifikasi, aktivitas kelenjar sebasea yang tidak normal dan hiperkolonisasi bakteri, serta reaksi inflamasi dan imunologi (Gambar 1)

Gambar 1. Algoritma Patogenesis Akne (Krautheim, 2004)

Stimulasi oleh: hormon (DHT; CRH); PPAR ligand; faktor neurogenik

(subst P) Faktor Genetika/ Lingkungan Unit pilosebasea Sebosit: hiperplasia sebasea, hiperseborrheic Variasi dalam homoeostasis folikuler: penyumbatan folikel Keratinosit: hiperkeratosis folikuler Propionibacteriu m acnes yang

tumbuh

Lesi inflamasi dan non-inflamasi dan reaksi imun


(23)

commit to user

10

Akne vulgaris adalah sebuah penyakit inflamasi dan hormon-hormon androgen, Peroximal Proliferators Activated Receptor (PPAR), neuropeptida dan faktor lingkungan mampu mengganggu siklus alami folikel sebasea dan membentuk mikro komedo. Lipid dan sitokin yang pro-inflamasi tampaknya bertindak sebagai mediator untuk permulaan lesi akne. Propionibacterium acnes (P. acnes), bakteri gram positif yang bersifat mikroaerofilik, bertanggung jawab atas respon inflamasi lokal jerawat, dengan aktivasi monosit dan produksi sitokin. Luka-luka inflamasi dapat meliputi: papula, pustula, dan nodula kistik. Diyakini bahwa sensitivitas yang lebih besar terhadap P. acnes dan metabolitnya mungkin terkait dengan tingkat keparahan akne (Krautheim, 2004).

Degradasi trigliserida tidak menimbulkan perubahan asam lemak bebas dalam komposisi sebum pada kulit yang hiperseborrheik. Perubahan asam lemak bebas dapat berperan dalam hiperkeratinisasi dengan meningkatkan adhesi (perlekatan) sel. Hiperkeratinisasi, dengan penyumbatan folikuler akibatnya menghasilkan pembentukan luka-luka non-inflamasi: komedo yang awalnya tertutup (white spot), dan beberapa bulan kemudian menjadi komedo yang terbuka (black spot) (Davis and Callender, 2010).

Penyebab utama jerawat adalah hormonal, baik pada remaja maupun dewasa. Hormon-hormon utama yang terlibat dalam timbulnya akne adalah androgen, dengan mempertimbangkan bahwa 5


(24)

commit to user

11

-reduktase tipe 1 yang bertanggung jawab atas konversi testosteron menjadi Dehydrotestosteron (DHT), tampaknya paling lazim terjadi di dalam kelenjar sebasea di daerah-daerah sekitar akne dan memiliki aktivitas yang lebih besar pada wanita yang memiliki akne dengan derajat sedang hingga parah. Terkait dengan hormon androgen suprarenal, serum androsteron glukuronida meningkat pada wanita dewasa, sedangkan testosteron dan Dehydroepiandrosterone sulphate (DHEAS) berada dalam nilai yang normal. Hormon-hormon lain seperti Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dan Melanocytes Stimulating Hormone (MSH) melepaskan reseptornya pada kelenjar sebasea. Meskipun MSH terkait dengan proses inflamasi, namun CRH dapat dianggap sebagai hormon yang meningkatkan lipogenesis di dalam sebosit (testosteron dan hormon pertumbuhan menimbulkan umpan balik negatif dari CRH). Maka dari itu, penelitian yang dilakukan Ascenso dan Marques (2009) mengungkapkan bahwa CRH terlibat dalam perkembangan klinis jerawat. Faktor lingkungan dan genetika merupakan faktor-faktor luar lain yang secara empiris disebutkan dalam patogenesis akne. Mengenai keturunan, ada bukti

berdasarkan penelitian terhadap orang-orang kembar yang

menunjukkan bahwa jerawat mungkin memiliki komponen keturunan (Ascenso and Marques, 2009).

Hubungan sebab akibat antara stres dengan akne telah ditegaskan sejak lama. Ada beberapa bukti bahwa mekanisme molekul yang


(25)

commit to user

12

mendasari terkait dengan pelepasan reseptor mediator neuro-endokrin oleh kelenjar sebasea. Penelitian-penelitian terkini telah mengindikasikan bahwa sebosit manusia melepaskan reseptor fungsional untuk pelepasan hormon antara lain kortikotrophin,

melanokortin, polipeptida usus -endorphin, neuropeptida

Y. Setelah melakukan koneksi dengan ligand, reseptor-reseptor tersebut mengatur produksi metabolisme inflamasi sitokin, perkembangbiakan, diferensiasi, lipogenesis dan metabolisme androgen di dalam sebosit, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Faktor-faktor neuro-endokrin tampaknya memediasi stres secara sistemik dan topikal, yang merangsang kelenjar sebasea, yang pada akhirnya mempengaruhi manifestasi klinis akne (Ascenso and Marques, 2009).

e. Gejala Klinis dan Grading Akne Vulgaris

Tempat yang banyak mengandung kelenjar pilosebasea adalah tempat predileksi akne vulgaris, di antaranya wajah, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Selain itu, leher, lengan atas, dan glutea adalah tempat yang kadang terkena akne vulgaris (Wasitaatmadja, 2007).

Pada penderita akne vulgaris sering ditemukan berbagai macam lesi, yang paling dominan adalah komedo, papul, pustul, nodul, dan kista (Wasitaatmadja, 2007). Komedo adalah lesi primer akne. Ada dua macam komedo, yaitu komedo terbuka (blackhead) dan komedo


(26)

commit to user

13

tertutup (whitehead) (Bershad, 2008). Komedo terbuka merupakan sebuah papul dengan dilatasi sentral yang berisi keratin yang menghitam. Sedangkan komedo terbuka merupakan papul kekuningan sebesar 1 mm (Zaenglein, 2007). Diagnosis banding akne vulgaris di antaranya folikulitis dan dermatitis perioral (Ascenso and Marques, 2009).

Diagnosis akne vulgaris biasanya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat pasien. Akne vulgaris dapat diukur dengan menggunakan dua cara: penghitungan lesi dan gradasi. Gradasi adalah perkiraan tingkat keparahan yang cukup subyektif. Hal ini didasarkan pada pengamatan lesi dominan, mengevaluasi ada tidaknya peradangan. Kadang-kadang bermasalah karena banyak variabel yang terlibat (Ascenso and Marques, 2009).

Cara menilai derajat keparahan akne vulgaris menggunakan Global Acne Grading System (GAGS) yang dapat dilihat pada tabel 1.


(27)

commit to user

14

Tabel 1. The Global Acne Grading Sistem

Lokasi Faktor

Dahi 2

Pipi kanan 2

Pipi kiri 2

Hidung 1

Dagu 1

Dada dan punggung 3

Sumber: Adityan dkk. (2009)

Catatan : Tiap lesi diberi nilai tergantung dari keparahannya. Tidak ada lesi = 0,

komedo = 1, papul = 2, pustule = 3 dan nodul = 4. Skor pada tiap area (local score) dihitung menggunalan formula: Local score = Faktor x

grade (0 - 4). Global score adalah jumlah dari local score dan

keparahan akne diklasifikasi menurut global score. Skor 1-18 akne

ringan, 19-30 akne sedang, 31-38 akne berat, dan >39 akne sangat berat.

f. Tipe-tipe Akne

Tipe-tipe akne vulgaris menurut Ascenso dan Marques (2009) antara lain:

1) Akne Vulgaris

Tipe akne yang sangat umum dengan ujud kelainan kulit berupa komedo tertutup, komedo terbuka, papula, dan atau dengan pustul. Keragaman akne vulgaris dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:

a) Tipe 1 : Umumnya komedo, papula atau pustule sedikit, tanpa skar

b) Tipe 2 : Komedo lebih banyak, umumnya papula dan pustule dengan skar sedikit


(28)

commit to user

15

c) Tipe 3 : Banyak komedo, papula dan pustule menyebar kepunggung, dada, dan bahu. Kadang ditemukan kista, nodul, skar sedang.

d) Tipe 4 : Lebih banyak kista pada wajah, leher, dan lengan, dengan beberapa skar (With, 2007).

2) Akne Konglobata/Nodular

Bentuk akne yang kronik dan parah yang terlihat selalu pada pria, berasal dari masa pubertas akhir dan sering kali berlanjut sampai akhir kehidupan dan ditandai dengan adanya sejumlah komedo, sering kali double atau triple, abses-abses yang besar dengan sinus yang menghubungkannya, dan kista yang berisi bahan jernih (seropurulen) serta luka parut yang tetap nyata dan buruk setelah sembuh (Wolff et al., 2005) (Gambar 2).


(29)

commit to user

16

3) Akne papulopustular

Akne yang ditandai dengan adanya pustul dan papula (Gambar 3). Papula adalah tonjolan kecil superfisial pada kulit, berbatas tegas dan padat dengan diameter kurang dari 1 cm (kurang dari 0,5 dari beberapa penulis). Pustul adalah kumpulan nanah di dalam atau di bawah epidermis, sering di dalam folikel rambut atau pori-pori kelenjar keringat (Harper, 2011).

Gambar 3. Akne papulo pustular (Harper, 2011)

4) Akne Ekskoriasi

Jenis akne superfisial yang sering tampak pada muka gadis remaja dan wanita muda yang disebabkan oleh kebiasaan neurotic kompulsif dalam bentuk mengorek dan memencet lesi wajah yang kecil, sepele atau tidak ada, yang meninggalkan lesi sekunder yag menyebabkan jaringan parut (Dorland, 2002).


(30)

commit to user

17

5) Akne Mekanik

Penumpukan lesi akne yang ada oleh faktor-faktor mekanis yang merusak bentuk kulit termasuk penggesekan, penggosokkan, peregangan, tekanan, pencabutan, dan penarikan yang dapat dicetuskan oleh faktor-faktor seperti tali pengikat di dagu, label pakaian, peralatan ortopedi, ransel, kursi, serta tempat duduk di bus atau di mobil (Zaenglein et al., 2007).

6) Kloroakne

Erupsi akneformis yang diakibatkan karena pajanan senyawa klor (Dorland, 2002).

7) Akne Steroid

Akne yang muncul karena penggunaan steroid dalam jangka lama (Ascenso dan Marques, 2009).

2. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

a. Definisi SBI

Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Sekolah dengan program bertaraf internasional adalah sekolah nasional yang telah memenuhi seluruh standar nasional pendidikan dan mengembangkan keunggulan yang mengacu pada peningkatan daya saing yang setara dengan mutu sekolah-sekolah unggul tingkat internasional. Sekolah


(31)

commit to user

18

bertaraf internasional perlu menjalin kerjasama (networking) dengan sekolah lain, baik di dalam maupun luar negeri, yang telah memiliki

reputasi internasional sebagai bentuk kegiatan perujukan

(benchmarking). Bentuk kerjasama lain dapat berupa kolaborasi dengan lembaga pendidikan tinggi sebagai pengguna lulusan. Sekolah bertaraf internasional juga harus mengembangkan program sertifikasi, meningkatkan daya saing dalam lomba tingkat internasional, dan mempersiapkan calon tenaga kerja yang dapat bekerja pada lembaga bertaraf internasional (Diknas, 2010)

b. Tujuan Program SBI

Tujuan diselenggarakannya sekolah bertaraf internasional adalah meningkatkan kualitas dan daya saing lulusan di tingkat regional dan internasional, sebagai antisipasi peningkatan migrasi tenaga kerja internasional, meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar kerja internasional, serta untuk mempertahankan peluang kerja tenaga kerja Indonesia di pasar kerja nasional yang dibentuk oleh perusahaan asing di Indonesia (Diknas, 2010).


(32)

commit to user

19

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Keterangan gambar : = Menyebabkan = Meningkat = Mempengaruhi

= Penyebab

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan angka kejadian pada siswa SMA program SBI dan non SBI. Kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI lebih tinggi dibanding dengan siswa non SBI.

Siswa Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

Faktor Sekolah

1. Bahasa pengantar

Bahasa Inggris

2. Tugas dan beban banyak

Faktor keluarga

1. Tuntutan

berprestasi

2. Kurang waktu

bermain Stres

Akne vulgaris

Herediter Obat-obatan

Hormon Kosmetik Faktor Psikis

Diet Hormon Androgen


(33)

commit to user

20

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Dipilih lokasi penelitian di tempat tersebut karena merupakan salah satu sekolah yang memiliki program SBI dan nonSBI.

C. Subyek Penelitian

1. Batasan Populasi

Siswa SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. 2. Sampel

Besar sampel dihitung menurut hukum rule of thumbs dimana jumlah sampel minimal adalah 30. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi syarat pengambilan sampel penelitian (Murti, 2010). Jadi untuk penelitian ini diambil sampel sebesar 30.

3. Cara Pengambilan Sampel

Penetapan sampel dilakukan secara inklusi-eksklusi dengan: a. kriteria inklusi:


(34)

commit to user

21

2) Tidak memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga.

3) Untuk siswa perempuan tidak sedang menstruasi atau 1 minggu menjelang dan sesudah menstruasi.

4) Bersedia mengisi dan menandatangani formulir persetujuan penelitian.

5) Belum pernah timbul akne vulgaris sebelum masuk SMA. 6) Kuesioner L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality

Inventory) b. Kriteria eksklusi :

1) Mengkonsumsi antibiotika atau steroid dalam 2 minggu terakhir.

2) Memakai kosmetik yang bersifat komedogenik dalam 1 minggu terakhir, termasuk di dalamnya bedak padat dan krim malam.

3) Saat penelitian siswa baru saja melakukan olahraga.

4) Saat penelitian siswa sedang berpuasa maupun setelah makan besar.

4. Teknik Pencuplikan

Teknik pencuplikan dengan metode purposive sampling. Teknik tersebut termasuk dalam non probability sampling dimana pemilihan sampel ditetapkan berdasar atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi, yaitu kelas SBI dan non SBI.


(35)

commit to user

22

D. Rancangan Penelitian

Gambar 5. Rancangan Penelitian Populasi

Sampel

Siswa SBI Siswa non SBI

Tanpa Akne vulgaris Akne

vulgaris Tanpa akne

vulgaris Akne

vulgaris

Analisis Bivariat Chi

Square

SPSS Kuesioner, pemeriksaan

fisik dan pengambilan gambar

Kuesioner dan pengambilan gambar

Validasi oleh dokter spesialis kulit dan

kelamin

Validasi oleh dokter spesialis kulit dan


(36)

commit to user

23

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Siswa program SBI dan non SBI 2. Variabel terikat : Akne vulgaris

3. Variabel luar : a. Psikis

b. Hormon

c. Herediter d. Obat-obatan e. Kosmetik f. Diet

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program SBI dan non SBI. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Sedangan program non SBI (reguler) adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan mengacu pada kurikulum standar nasional dan tidak memakai bahasa inggris sebagai bahasa pengantar. Variabel ini menggunakan skala nominal.

2. Variabel terikat

Ujud kelainan kulit akne vulgaris dapat berupa komedo, papul, peradangan dengan pustul yang multipel atau kista yang timbul di tempat predileksi. Siswa dengan ujud kelainan kulit tersebut dinyatakan menderita


(37)

commit to user

24

akne vulgaris, sedangkan bila tidak ditemukan ujud kelainan kulit tersebut dinyatakan tanpa akne vulgaris. Timbulnya kejadian akne vulgaris adalah terjadinya akne vulgaris setelah masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bertambahnya akne vulgaris setelah masuk SMA.

3. Variabel luar a. Psikis

Stres psikologis juga telah diidentifikasi di antara faktor-faktor yang memperburuk jerawat. Dalam survei terbaru antara 215 mahasiswa kedokteran tahun ke enam, 67% dari siswa yang diidentifikasi menunjukkan bahwa stres sebagai penyebab jerawat (Yosipovitch, 2007).

b. Hormon

Hormon yang berperan dalam proses timbulnya akne vulgaris adalah hormon androgen dan Peroximal Proliferators Activated Receptor (PPAR). Namun, yang memegang peran paling kuat dalam etiologi akne adalah hormon androgen (Ascenso and Marques, 2009). Variabel ini dikendalikan dengan cara tidak memilih sampel yang sedang dalam masa menstruasi atau satu minggu menjelang maupun setelah menstruasi.

c. Herediter

Faktor genetik cukup berpengaruh pada aktivitas kelenjar minyak (gandula sebasea). Riwayat akne pada keluarga berhubungan dengan munculnya akne lebih awal, gambaran klinis akne, peningkatan jumlah


(38)

commit to user

25

dan beratnya lesi, serta lamanya dan kesulitan terapi akne (Ballanger et al., 2006). Variabel ini dikendalikan dengan tidak memilih sampel yang memiliki riwayat akne dalam keluarganya.

d. Obat-obatan

Anabolic steroid, kortikosteroid, kortikotropin, fenitoin, litium, isoniazid, vitamin B komplek, halogen, dan pengobatan kemoterapi adalah jenis-jenis obat yang dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris (Zaenglien et al., 2007). Variabel ini dapat dikendalikan dengan memilih sampel yang dalam 2 minggu terakhir tidak mengkonsumsi obat-obatan.

e. Kosmetik

Kosmetik komedogenik adalah suatu produk topikal yang dapat menyebabkan timbulnya akne vulgaris, di antaranya terdapat pada krim muka seperti: foundation (bedak dasar), pelembab (moisturizer), krim penahan sinar matahari (sunblock), dan krim malam (Widjaja, 2000). Siswa dinyatakan menggunakan kosmetik apabila dalam satu minggu terakhir memakai kosmetik. Sedangkan siswa yang tidak memakai kosmetik dalam seminggu terakhir dinyatakan tidak menggunakan kosmetik. Variabel ini dapat dikendalikan dengan cara tidak memilih sampel yang menggunakan kosmetik dalam satu minggu terakhir. f. Diet

Salah satu faktor penyebab timbulnya akne vulgaris yang masih diperdebatkan adalah makanan (Wasitaatmadja, 2007). Penelitian


(39)

commit to user

26

terbaru menyebutkan bahwa susu dapat memicu atau memperparah timbulnya akne vulgaris (Melnik, 2012). Susu memiliki indeks glikemi rendah, tetapi secara paradoks meningkatkan kadar IGF-1. Insulin Like Growth Factor 1 (IGF-1) adalah faktor pertumbuhan yang mempunyai fungsi sangat kompleks. Hormon ini berfungsi untuk memicu pengambilan asam amino dan sintesis protein. Meningkatnya kadar IGF-1 pada keadaan puasa maupun sesudah makan inilah yang menyebabkan dan memperparah timbulnya akne vulgaris (Costa, 2010). Variabel ini dapat dikendalikan dengan cara tidak memilih sampel yang dalam 2 jam sebelum penelitian mengkonsumsi susu.

G. Cara Kerja

1. Kuesioner dan lembar persetujuan diberikan kepada siswa yang dijadikan subjek penelitian, untuk memperoleh identitas diri dan persetujuan siswa untuk dilakukan penelitian.

2. Melakukan wawancara dan pengamatan ada tidaknya akne vugaris terhadap subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, dengan metode Global Acne Grading System (GAGS) pada lima bagian wajah (dahi, pipi kiri, pipi kanan, dagu, hidung).

3. Melakukan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera digital (dari arah depan, samping, dan sudut 45o).

4. Foto yang didapat dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin untuk penegakkan diagnosis akne vulgaris atau tidak.


(40)

commit to user

27

H. Instrumen Penelitian

1. Formulir pesetujuan penelitian

2. Kuesioner L-MMPI

3. Kamera digital, Canon EOS 500D

I. Analisis Data Penelitian

Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan analisis bivariat uji Chi-Square. Selanjutnya data akan diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) sehingga akan diperoleh hasil yang pada akhirnya dapat digunakan untuk melihat adakah perbedaan angka kejadian Akne vulgaris atau tidak. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah


(41)

commit to user

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Demografi Karakteristik

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa sekolah di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Sebanyak 120 kuesioner disebarkan di sekolah tersebut dan semua terisi. Setelah itu, subjek diminta untuk mengisi lembar persetujuan penelitian dan kuesioner, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan gambar untuk selanjutnya dilakukan validasi oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Hasilnya, sebanyak 63 siswa yang tergolong dalam kriteria inklusi dan sisanya sebanyak 57 siswa tergolong dalam kriteria ekslusi. Di bawah ini merupakan tabel karakteristik siswa SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta.

Karakteristik Siswa SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta Tabel 2. Karakteristik Subjek Berdasarkan Kelompok dan Jenis Kelamin

Kelompok dan jenis kelamin

Jumlah N=63 Persentase (%) Perempuan SBI Laki-laki SBI Perempuan non SBI

Laki-laki non SBI

16 16 20 11 25,4 25,4 31,7 17,5 Sumber data primer, 2012


(42)

commit to user

29

0

5

10

15

20

Jumlah

Perempuan SBI

Laki-Laki SBI

Perempuan non

SBI

Laki-Laki non SBI

Gambar 6. Karakteristik Subjek Berdasarkan Kelompok dan Jenis Kelamin

Dari tabel 2 diketahui bahwa jumlah total siswa yang diteliti adalah 63 orang. Siswa program SBI sebanyak 32 orang, perempuan berjumlah 16 dan laki-laki berjumlah 16 atau sebesar 25,4 %. Sedangan siswa program non SBI sebanyak 31 orang, perempuan berjumlah 20 orang atau sebesar 31,7 % dan laki-laki berjumlah 11 orang atau sebesar 17,5 %.

Siswa-siswa tersebut nantinya akan dikelompokkan berdasarkan Global Acne Grading System (GAGS). Menurut Global Acne Grading System (GAGS) dijelaskan bahwa jika skor 1-18 termasuk akne ringan, 19-30 akne sedang, 31-38 akne berat, lebih dari 39 akne sangat berat. Ini berarti adanya satu lesipun termasuk penderita akne. Dari data yang penulis peroleh, sebanyak 33 siswa menderita akne dan sebanyak 30 siswa tidak menderita akne.


(43)

commit to user

30

B. Analisis Output SPSS

Berdasarkan output SPSS terdapat 63 data dan semua data tersebut sudah diproses serta tidak ada yang missing. Ini menandakan bahwa tingkat kevalidannya 100% (Lampiran 8.a)

Nilai ekspektasi dari siswa yang menderita jerawat adalah sebesar 15,2 sedangkan pada penelitian ini terdapat 20 siswa yang menderita jerawat. Jadi terdapat residu sebesar 4,8. Begitu pula seterusnya untuk semua nilai. Nilai-nilai ini nantinya digunakan untuk menghitung Nilai-nilai Chi-Square (lampiran 8.b).

Untuk menghitung nilai Chi-Square. 1. Rumus Expected Count

2. Rumus Residu = count expected count

Uji Chi-Square digunakan untuk mengamati ada tidaknya hubungan antara dua variabel (baris dan kolom). Odds Ratio (estimasi risiko) digunakan untuk membandingkan kemungkinan peristiwa yang terjadi dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang sama terjadi pada kelompok lain. Odds Ratio pada kelompok SBI untuk mengalami jerawat adalah 3,5 kali lebih besar dibandingkan kelompok non SBI (lampiran 8.d).

C. Analisis Hasil

c. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara timbulnya akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

kolom

total

jumlah

kolom

total

pada

data

jumlah

x

baris

total

pada

data

jumlah

value

expected


(44)

commit to user

31

H1 : Terdapat hubungan antara timbulnya akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

d. Taraf signifikansi = 5%

e. Uji Statistik

a. Nilai Chi-Square hitung dan tabel Chi-Square

Nilai Chi-Square hitung bisa dilihat di tabel uji Chi-Square, nilai Pearson Chi-Square sebesar 5,773. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel Chi-Square. Nilai Chi-Square dapat dilihat dari tabel Chi-Square = 0,05 dan derajat bebas (df) = 1. Rumus derajat bebas = (kolom -1) x (baris-1). Didapatkan nilai tabel Chi-Square sebesar 3,84.

b. Nilai probabilitas

Nilai probabilitas dapat dilihat di uji Chi-Square pada baris Pearson Chi-Square dan kolom asymp.sig. yaitu sebesar 0,016. Nilai ini akan

f. Kriteria Penolakan

a. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak bila Chi-Square hitung > nilai tabel Chi-Square.

b. Pada taraf signinikansi 5%, H0 ditolak bila nilai probabilitas < nilai g. Keputusan

a. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak karena Chi-Square hitung = 5,773 > nilai tabel Chi-Square = 3,84


(45)

commit to user

32

b. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak karena nilai probabilitas = 0,016

h. Simpulan

Data hasil penelitian diuji secara statistik dengan uji Chi-Square menggunakan software SPSS 17.0 (data terlampir). Dari kedua analisis di atas bisa diambil kesimpulan yang sama yaitu menolak H0, artinya ada perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI. Siswa SMA program SBI memiliki risiko 3,5 kali lebih besar menderita jerawat dibanding dengan siswa SMA program non SBI.


(46)

commit to user

33

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI di Surakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2012 di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Sebanyak 120 kuesioner disebarkan dan seluruhnya terisi. Terdapat sebanyak 63 siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan rincian 32 orang dari siswa program SBI, serta 31 orang siswa dari program non SBI. Kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI sebanyak 20, sedangkan pada siswa program non SBI sebanyak 10 orang. Sebanyak 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan program SBI menderita jerawat. Penelitian yang dilakukan di Korea juga menunjukkan bahwa kejadian akne vulgaris akne vulgaris banyak diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan (Do et.al., 2009).

Berdasarkan tabel uji Chi-Square (Lampiran 8.c) dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI di Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan nilai Chi-Square hitung dan nilai tabel Chi-Square serta nilai probabilitas yang menolak H0 . Dengan demikian hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

Kurikulum yang digunakan pada SMA program SBI berbeda dengan kurikulum yang digunakan pada SMA program non SBI. Pada SMA SBI,


(47)

commit to user

34

kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berbasis internasional. Bahasa pengantar yang digunakanpun berbeda. Sekolah menengah atas program SBI menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar dan program ini menekankan pada sains-nya. Menurut Hadi dkk (2007), mayoritas siswa SMA program SBI menganggap bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu kesulitan yang dihadapi. Faktor psikis diduga mempengaruhi timbulnya akne vulgaris (Yosipovitch, 2007). Sekitar 30% faktor psikis berperan dalam timbulnya gangguan di kulit, termasuk akne vulgaris (Gupta and Gupta, 2004). Faktor psikis yang ditemukan meliputi kecemasan, perasaan tidak nyaman, banyaknya tugas dan pekerjaan rumah, kurangnya waktu bermain, penggunaan Bahasa Inggris, tertekannya siswa karena guru yang galak, aktivitas yang padat, dan lain-lain (Tan, 2004). Faktor inilah yang menyebabkan siswa SMA program SBI cenderung rentan terkena stres dibanding siswa dengan program non SBI.

Mekanisme stres yang menimbulkan eksasebasi akne belum diketahui secara pasti. Salah satu teori mengatakan bahwa seksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya hormon androgen dari kelenjar adrenal dan sebum, bahkan asam lemak di dalam sebumpun meningkat (Harahap, 2000). Teori lain pun mengatakan bahwa stres ini yang akan mengakibatkan peningkatan produksi sebum dan asam lemak bebas, dimana keadaan tersebut sangat baik untuk pertumbuhan Propionibacterium acnes dan akan menimbulkan inflamasi yang berperan dalam pembentukan komedo (Kery, 2007).

Namun, yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak secara spesifik mengukur tingkat stres di antara kedua kelompok sampel, sehingga tidak


(48)

commit to user

35

diketahui secara pasti tingkat stres sesungguhnya pada kedua kelompok sampel tersebut. Selain itu, penyabab lain akne vulgaris yang multifaktoral seperti: faktor herediter, obat-obatan, hormon, kosmetik, dan diet sudah dikendalikan dalam penelitian ini. Pengendalian yang telah dilakukan dapat mengurangi adanya bias pada penelitian ini.


(49)

commit to user

36

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris yang signifikan pada siswa SMA program SBI dan non SBI. Angka kejadian akne vulgaris siswa SMA program SBI 3,5 kali lebih besar dibanding dengan siswa SMA program non SBI.

B. Saran

1. Saran Teoritis

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan variabel yang tidak terkendali lebih sedikit agar didapatkan data yang mempresentasikan keadaan sampel secara akurat dan minimal dari bias

b. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian akne vulgaris, terutama faktor psikis. 2. Saran Aplikatif

a. Siswa dianjurkan untuk mengendalikan faktor stres yang ada.

b. Calon siswa yang ingin masuk kelas SBI dianjurkan untuk lebih siap baik fisik maupun mental.


(1)

commit to user

H1 : Terdapat hubungan antara timbulnya akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

d. Taraf signifikansi = 5%

e. Uji Statistik

a. Nilai Chi-Square hitung dan tabel Chi-Square

Nilai Chi-Square hitung bisa dilihat di tabel uji Chi-Square, nilai Pearson Chi-Square sebesar 5,773. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel Chi-Square. Nilai Chi-Square dapat dilihat dari tabel

Chi-Square = 0,05 dan derajat bebas (df) = 1. Rumus derajat

bebas = (kolom -1) x (baris-1). Didapatkan nilai tabel Chi-Square

sebesar 3,84. b. Nilai probabilitas

Nilai probabilitas dapat dilihat di uji Chi-Square pada baris Pearson

Chi-Square dan kolom asymp.sig. yaitu sebesar 0,016. Nilai ini akan

f. Kriteria Penolakan

a. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak bila Chi-Square hitung > nilai tabel Chi-Square.

b. Pada taraf signinikansi 5%, H0 ditolak bila nilai probabilitas < nilai g. Keputusan

a. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak karena Chi-Square hitung = 5,773 > nilai tabel Chi-Square = 3,84


(2)

commit to user

b. Pada taraf signifikansi 5%, H0 ditolak karena nilai probabilitas = 0,016

h. Simpulan

Data hasil penelitian diuji secara statistik dengan uji Chi-Square

menggunakan software SPSS 17.0 (data terlampir). Dari kedua analisis di atas bisa diambil kesimpulan yang sama yaitu menolak H0, artinya ada perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI. Siswa SMA program SBI memiliki risiko 3,5 kali lebih besar menderita jerawat dibanding dengan siswa SMA program non SBI.


(3)

commit to user

33

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI di Surakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2012 di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Surakarta. Sebanyak 120 kuesioner disebarkan dan seluruhnya terisi. Terdapat sebanyak 63 siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan rincian 32 orang dari siswa program SBI, serta 31 orang siswa dari program non SBI. Kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI sebanyak 20, sedangkan pada siswa program non SBI sebanyak 10 orang. Sebanyak 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan program SBI menderita jerawat. Penelitian yang dilakukan di Korea juga menunjukkan bahwa kejadian akne vulgaris akne vulgaris banyak diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan (Do et.al., 2009).

Berdasarkan tabel uji Chi-Square (Lampiran 8.c) dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI di Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan nilai Chi-Square hitung dan nilai tabel Chi-Square serta nilai probabilitas yang menolak H0 . Dengan demikian hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris pada siswa SMA program SBI dan non SBI.

Kurikulum yang digunakan pada SMA program SBI berbeda dengan kurikulum yang digunakan pada SMA program non SBI. Pada SMA SBI,


(4)

commit to user

kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berbasis internasional. Bahasa pengantar yang digunakanpun berbeda. Sekolah menengah atas program SBI menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar dan program ini menekankan pada sains-nya. Menurut Hadi dkk (2007), mayoritas siswa SMA program SBI menganggap bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu kesulitan yang dihadapi. Faktor psikis diduga mempengaruhi timbulnya akne vulgaris (Yosipovitch, 2007). Sekitar 30% faktor psikis berperan dalam timbulnya gangguan di kulit, termasuk akne vulgaris (Gupta and Gupta, 2004). Faktor psikis yang ditemukan meliputi kecemasan, perasaan tidak nyaman, banyaknya tugas dan pekerjaan rumah, kurangnya waktu bermain, penggunaan Bahasa Inggris, tertekannya siswa karena guru yang galak, aktivitas yang padat, dan lain-lain (Tan, 2004). Faktor inilah yang menyebabkan siswa SMA program SBI cenderung rentan terkena stres dibanding siswa dengan program non SBI.

Mekanisme stres yang menimbulkan eksasebasi akne belum diketahui secara pasti. Salah satu teori mengatakan bahwa seksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya hormon androgen dari kelenjar adrenal dan sebum, bahkan asam lemak di dalam sebumpun meningkat (Harahap, 2000). Teori lain pun mengatakan bahwa stres ini yang akan mengakibatkan peningkatan produksi sebum dan asam lemak bebas, dimana keadaan tersebut sangat baik untuk pertumbuhan

Propionibacterium acnes dan akan menimbulkan inflamasi yang berperan dalam

pembentukan komedo (Kery, 2007).

Namun, yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak secara spesifik mengukur tingkat stres di antara kedua kelompok sampel, sehingga tidak


(5)

commit to user

diketahui secara pasti tingkat stres sesungguhnya pada kedua kelompok sampel tersebut. Selain itu, penyabab lain akne vulgaris yang multifaktoral seperti: faktor herediter, obat-obatan, hormon, kosmetik, dan diet sudah dikendalikan dalam penelitian ini. Pengendalian yang telah dilakukan dapat mengurangi adanya bias pada penelitian ini.


(6)

commit to user

36

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris yang signifikan pada siswa SMA program SBI dan non SBI. Angka kejadian akne vulgaris siswa SMA program SBI 3,5 kali lebih besar dibanding dengan siswa SMA program non SBI.

B. Saran

1. Saran Teoritis

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan variabel yang tidak terkendali lebih sedikit agar didapatkan data yang mempresentasikan keadaan sampel secara akurat dan minimal dari bias

b. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian akne vulgaris, terutama faktor psikis. 2. Saran Aplikatif

a. Siswa dianjurkan untuk mengendalikan faktor stres yang ada.

b. Calon siswa yang ingin masuk kelas SBI dianjurkan untuk lebih siap baik fisik maupun mental.