PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG.

(1)

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

OLEH:

I NENGAH SUHARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

John Locke menganggap bahwa negara merupakan perwujudan

kebersamaan, namun demikian negara selalu memberikan pembatasan terhadap kebebasan individu. Peranan negara harus memberikan perlindungan dan menjaga tata tertib masyarakat. Di sini negara berfungsi mencegah tindakan kesewenang-wenangan dari individu yang mengancam keselamatan individu lainnya. Hal ini menyangkut tujuan negara yang berkaitan dengan masalah demokrasi dalam bernegara.

Konstitusi sebagai pembatas kekuasaan menimbulkan makna bahwa sebagian hak individu di dalam masyarakat melalui persetujuan bersama untuk bernegara, maka tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mendapat perlindungan yang dikehendaki adanya suatu negara.Menurut John Locke

perjanjian dan kehendak rakyat tersebut tertuang dalam konstitusi atau

perundang-undangan dasar. Konstitusi ini mempunyai fungsi untuk

melaksanakan tugas negara serta menjamin dan menciptakan suasana yang aman dan sejahtera. Aturan yang termuat dalam kostitusi adalah penguasa di beri wewenang untuk mengatur negara dan berhak menentukan aturan tingkah laku dan tidak membiarkan adanya suatu pelanggaran.Selanjutnya dikatakan


(3)

pula bahwa negara berdasarkan konstitusi harus bersandarkan pada kekuasaan legeslatif dan di samping itu ada kekuasaan eksekutif yang berfungsi untuk melaksanakan undang-undang.Badan legeslatif dan eksekutif mengurusi warga negara dan menjamin hak warganya agar merasa aman. Tugas untuk mengurusi hubungan dengan luar negeri (ada kekuasaan federatif).1

Dalam kekuasaan tersebut di Indonesia pasca perubahan UUD 1945 menggariskan politik hukum otonomi luas, yang menegaskan perubahan atas politk hukum otonomi nyata yang bertanggung jawab. Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang di tentukan sebagai urusan pemerintah pusat.Ketentuan ini menegaskan bahwa urusan absolut pemerintah pusat itu tidak dapat diambil sendiri secara sepihak sehingga harus ditentukan secara jelas dala suatu Undang-Undang.

UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga diganti dengan UU No.23 Tahun 2014 yang menentukan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan

pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan

pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolute meliputi : 1) Politik luar negeri

2) Pertahanan


(4)

3) Keamanan 4) Yustisi

5) Moneter dan fiskal nasional, dan 6) Agama

Urusan pemerintahan absolute tersebut oleh Pemerintah Pusat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerin Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Urusan yang menjadi kewenangan daerah dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dibedakan antara urusan wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah suatu urusan pemerintahan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat, dan ketentraman, ketertiban umum dan social. Urusan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi : tenaga kerja, pangan,pertanahan, lingkungan hidup,… dst. Sedangkan urusan pemerintah yang bersifat pilihan berkaitan dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah antara lain :

a. Kelautan dan perikanan; b. Pariwisata;

c. Pertanian; d. Kehutanan;

e. Energy dan sumber daya mineral; f. Perindustrian, dan


(5)

g. Transmigrasi.

Sebagaimana pembagian urusan pemerintahan konkuren pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota secara rinci diatur dalam lampiran UU No. 23 Th 2014. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah daerah

kabupaten/kota. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Bagaimanapun bentuk dan wujudnya sebagai akibat adanya penyerahan urusan, wewenang atau pemencaran kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, dikenal berbagai macam izin seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB), izin HO (undang-Undang gangguan) dan izin-izin lainnya.izin-izin-izin-izin tersebut berkaitan erat dengan peruntukan dan pemanfaatan suatu ruang. Izin lokasi merupakan salah satu wujud perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur dan mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan tanah. IMB merupakan perijinan yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pemohon IMB untuk mendirikan bangunan. Sementara izin HO diberikan oleh pemerintah untuk pemanfaatan ruang dengan memperhatikan dampak lingkungan yang akan


(6)

ditimbulkan. Untuk mendapatkan izin-izin tersebut maka permohonannya diajukan kepada instansi yang berwenang memberikan keputusan terhadap izin yang dimohonkan.

Adanya penetapan izin oleh pihak yang berwenang suatu kegiatan memerlukan beberapa izin yang berbeda. Hal ini mengakibatkan suatu izin menjadi syarat bagi terbitnya izin yang lain misalnya dalam hal penetapan izin usaha perindustrian di kabupaten badung memerlukan beberapa izin yang berbeda-beda. Misalnya si pemohon harus sudah memiliki IMB, akte pendirian perusahaan, izin lokasi serta syarat-syarat lain yang mengharuskan untuk dipenuhi.

Permohonan izin dapat diterima apabila izin yang dimohonkan tidak bertentangan dengan sarana peruntukan.Sehingga keserasian dan keselarasan lingkungan dapat tejaga. Untuk itulah pemerintah mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan industri.

Pemda Badung dalam hal tersebut mengeluarkan Perda Kab. Badung No 10 Tahun 2004 tentang usaha perindustrian. Berdasarkan Perda tersebut, bagaimana alur proses perijinan yang secara umum harus dipenuhi untuk memproleh izin usaha perindustrian. Berdasarkan pemaparan di atas bagaimanakah pengawasan selanjutnya terhadap pelaksanaan izin usaha perindustrian di Kab.Badung serta pengawasan terhadap izin yang


(7)

penerbitannya merupakan kewenangan dari pemerintah tetapi merupakan tugas pembantuan.

1.2. Metode Penelitian

Penelitian ini diklasifikasikan dalam penelitian hukum normatif yang difokuskan pada bahan-bahan hukum kepustakaan, baik terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Pendekatan penelitian ini dilakukan melalui pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undang-undang (statuta approach). Pendekatan konseptual diterapkan untuk menemukan pengertian yang dibutuhkan terkait penelitian yang dilakukan. Selanjutnya pendekatan perundang-undangan diterapkan untuk mendapat ketentuan hukum yang melandasi penelitian yang dilakukan.

Sebagai bahan hukum primer dari penelitian ini berasal dari penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan, seperti UU No. 23 Tahun 2014. Bahan hukum sekunder yang digunakan antara lain diperoleh dari bahan pustaka di bidang Hukum Administrasi Negara, Hukum Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan teknis dan substansi penelitian. Telaahan kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (Card system) yakni dengan cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan sekunder. Tehnik telaahan kepustakaan itu didukung pula oleh tehnik bola salju dengan


(8)

menemukan bahan hukum sebanyak mungkin dari informasi yang awalnya sedikit sehingga bahan hukum yang diperoleh dapat selengkap dan seobyektif mungkin untuk selanjutnya dilakukan interpretasi, sistematisasi, evaluasi serta dianalisis isinya (content analysis).

II. PEMBAHASAN

Menurut NM. Spelt dan JBJM ten Berge mengemukakan bahwa izin adalah : “suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang / peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan” .2 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa izin merupakan permohonan terhadap pemerintah untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.Namun tindakan ini menyangkut suatu tindakan demi kepentingan umum, sehingga mengharuskan pemerintah untuk melakukan suatu pengawasan khusus atas tindakan yang diizinkan oleh pemerintah tersebut.

Perizinan ini ditetapkan untuk mengkonkretkan wewenang

pengaturan dengan beberapa tujuan tertentu mengenai tujuan diikatkannya suatu tindakan pada system perizinan adalah :

1. Keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan “sturen”)

aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).

2NM. Spelt dan JBJM ten Berge , 1993 , Pengantar Hukum Perijinan, cetakan I disunting oleh Philipus M Hadjon, Yuridika, Surabaya hal 2


(9)

3. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monument-monumen tertentu.

4. Hendak membagi-bagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk)

5. Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas.3

Menurut Van Wijk-Konjinenbelt ada tiga fungsi hukum administrasi Negara yaitu sebagai norma , instrument dan jaminan.4 Sehingga hukum administrasi menurut beliau di pandang sebagai instrument yuridis bagi penguasa atau pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan masyarakatnya. Disamping itu juga merupakan hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa sekaligus juga memberikan perlindungan terhadap penguasa. Secara konkret, wujud hukum administrasi dalam ketiga fungsi tersebut dapat ditemukan pada instrument perizinan yang ditekankan pemerintah untuk mengkonkretisasi wewenangnya mengatur dan mengendalikan kegiatan masyarakat dengan beberapa atau motif tertentu.5

Izin bilamana dilihat dari tujuan dan ketentuannya pada hakikatnya

membolehkan perbuatan bersangkutan akan tetapi untuk dapat

melakukannya diisyaratkan prosedur tetentu yang harus dilalui. Izin bukan hanya untuk perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khas, tetapi

3 Ibid hal 4-5

4 I Made arya utama, 2007, Hukum Lingkungan, pustaka sutra, Bandung , hal 86 5Ibih hal 87


(10)

agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakuakn dengan ketentuan-ketentuan bersangkutan.6 Penolakan izin hanya diklakukan bila kriteria yang ditetapkan pemerintah tidak dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa izin tersebut dipergunakan oleh pemerintah sebagai instrument hukum.

Izin merupakan instrument yuridis yang dipergunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi warga mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret.Sebagai salah satu instrument, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan makmur.7

Izin/verguning merupakansalah satu instrument pemerintah yang banyak digunakan dalam hukum administrasi Negara sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat. Pada dasarnya izin digunakan oleh penguasa sebagai instrument untuk mempengaruhi agar masyarakat taat serta mengikuti cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat konkrit. Pencantuman tujuan dalam suatu sistem perizinan pada hakekatnya akan membawa konsekuensi penting bagi organ organ penguasa dalam setiap pengambilan keputusan pemberian izin, yang mana organ pemerintah/penguasa tidak boleh menggunakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan tujuan dari ketentuan-ketentuan tersebut.

6Ibid hal 91

7Ridwan HR, 2002 , Hukum Administrasi Negara , PT. Raja Grafindo Persada ,

Jakarta hal 218


(11)

Dalam menetapkan Tanda Daftar Industri (TDI) dan Izin Usaha Industri (IUI) adalah merupakan kewenangan dinas perindustrian dan perdagangan Kab. Badung. Hal tersebut ditegaskan dalam peraturan daerah Kab.Badung No.10 Tahun 2004 tentang usaha perindustrian yaitu pasal satu huruf e yang menyebutkan : “Dinas perindustrian dan perdagangan adalah dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung yang berwenang di Bidang industri dan perdagangan“.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa segala bentuk perijinan bidang industri termasuk pengawasan dalam pelaksanaannya berada di bawah wewenang kepala kantor dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung.

Menurut Perda No 10 Tahun 2004 Pasal 3 ayat 2 menyatakan “Terhadap jenis industri yang dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi seluruhnya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) sampai dengan (Rp. 200.000.000,- (dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI.Pada ayat (3)nya menyebutkan bahwa “terhadap semua jenis industri dengan nilai investasi di atas Rp. 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat usaha wajib memperoleh IUI. Selanjutnya di dalam Perda No.10 Tahun 2004 di sebutkan secara implicit mengenai beberapa larangan yang harus diindahkan oleh pengusaha diantaranya adalah : melakukan kegiatan di luar dari yang ditetapkan (berkenaan dengan izin yang diperoleh) contoh kegiatan tersebut adalah melakukan penambahan atau perluasan baik penambahan mesin,


(12)

perluasan lahan usaha pemindahan lokasi tanpa persetujuan terlebih dahulu. Juga melakukan pembuangna limbah tanpa menghiraukan lingkungan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.

Juga dalam Pasal 25 Perda 10 Tahun 2004 menyebutkan tentang kewajiban bahwa :

(1) Perusahaan industri yang telah memperoleh IUI wajib menyampaikan informasi industri secara berkala pada pejabat yang berwenang memberikanIUI.

(2) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI wajib menyampaikan informasi industri kepada pejabat yang mengeluarkan TDI setiap Tahun selambat-lambatnya 31 Januari pada tahun berikutnya.

Pelanggaran terhadap larangan maupun kewajiban-kewajiban tersebut dikaitkan dengan sanksi hukum administrasi ataupun sanksi-sanksi hukum pidana. Sanksi-sanksi-sanksi atas pelanggaran disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya dan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Perda Kab Badung No.10 Tahun 2004 yaitu Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35. Yaitu dengan peringatan tertulis, dibekukan dan IUI/TDI dapat dicabut.

Adanya industri yang tidak memiliki izin, namun usahanya tetap berjalan, karena adanya aturan yang memungkinkan untuk tidak memiliki izin. Seperti yang termuat dalam pasal 3 ayat (1) Perda No.10 tahun 2004, menyebutkan


(13)

: Terhadap semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali bila dikehendaki oleh pengusaha yang bersangkutan.

Hal tersebut merupakan salah satu penghambat dalam melaksanakan pengawasan disamping hambatan lainnya. Sehingga pengawa dilakukan oleh pemerintah Kab. Badung terhadap izin usaha perindustrian adalah dengan melakukan monitoring dari instansi terkait terhadap usaha-usaha industri yang sudah ada maupun yang baru berkembang. Petugas ini dibentuk dengan tujuan untuk lebih menumbuh kembangkan dan pembinaan industri yang ada di daerah Kab.Badung. Di samping itu juga terdapat pengawas dari pemerintah daerah yang disebut tim yustisi. Sehingga petugas pengawas terhadap pelaksanaan perizinan tersebut terdiri dari dua komponen yaitu pengawas yang berasal dari dinas perindustrian dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait serta tim yustisi (bagian hukum dari pemerintah daerah). Tugas tim yustisi ini adalah membantu mengawasi semua peraturan yang daerah termasuk juga Perda No.10 Tahun 2004. Peran dari tim yustisi ini sebagai pelaksana untuk menertibkan pelanggaran tindak pidana ringan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 Perda 10 Tahun 2004 mengenai ketentuan penyidikan : pejabat penyidik umum dan penyidik PNS.


(14)

Bagaimanakah terhadap pemerintah daerah yang menerima tugas pembantuan dari pemerintah mengingat masih banyak ada beberapa jenis industri yang penerbitan izinnya merupakan kewenangan pemerintah yang urusannya diserahkan pada pemerintah daerah. Misalnya dari tugas pemerintah yang dalam hal ini dinas kabupaten yang akan membantu pelayanan dari proses permohonan izin dari pengusaha langsung kepada pemerintah dengan atau tanpa persetujuan terlebih dahulu kepada dinas perdagangan.

III. KESIMPULAN

Bahwa dari pemaparan di atas, pengawasan dilakukan oleh tim monitoring dari dinas perindustrian dan instansi terkait serta tim yustisi. Ke depan mestinya ada ketegasan dalam tugas terhadap pengawasan izin apalagi terhadap izin sebagai akibat dari tugas pembantuan.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Emil Salim, 1993, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Penerbit LP3ES, Cet. ke-6, Jakarta.

I Made arya utama, 2007, Hukum Lingkungan, pustaka sutra, Bandung NM. Spelt dan JBJM ten Berge , 1993 , Pengantar Hukum Perijinan, cetakan

I disunting oleh Philipus M Hadjon, Yuridika, Surabaya

Ridwan HR, 2002 , Hukum Administrasi Negara , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta


(1)

agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakuakn dengan ketentuan-ketentuan bersangkutan.6 Penolakan izin hanya diklakukan bila kriteria yang ditetapkan pemerintah tidak dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa izin tersebut dipergunakan oleh pemerintah sebagai instrument hukum.

Izin merupakan instrument yuridis yang dipergunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi warga mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret.Sebagai salah satu instrument, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan makmur.7

Izin/verguning merupakansalah satu instrument pemerintah yang banyak digunakan dalam hukum administrasi Negara sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat. Pada dasarnya izin digunakan oleh penguasa sebagai instrument untuk mempengaruhi agar masyarakat taat serta mengikuti cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat konkrit. Pencantuman tujuan dalam suatu sistem perizinan pada hakekatnya akan membawa konsekuensi penting bagi organ organ penguasa dalam setiap pengambilan keputusan pemberian izin, yang mana organ pemerintah/penguasa tidak boleh menggunakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan tujuan dari ketentuan-ketentuan tersebut.

6Ibid hal 91

7Ridwan HR, 2002 , Hukum Administrasi Negara , PT. Raja Grafindo Persada ,


(2)

Dalam menetapkan Tanda Daftar Industri (TDI) dan Izin Usaha Industri (IUI) adalah merupakan kewenangan dinas perindustrian dan perdagangan Kab. Badung. Hal tersebut ditegaskan dalam peraturan daerah Kab.Badung No.10 Tahun 2004 tentang usaha perindustrian yaitu pasal satu huruf e yang menyebutkan : “Dinas perindustrian dan perdagangan adalah dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung yang berwenang di Bidang industri dan perdagangan“.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa segala bentuk perijinan bidang industri termasuk pengawasan dalam pelaksanaannya berada di bawah wewenang kepala kantor dinas perindustrian dan perdagangan Kab.Badung.

Menurut Perda No 10 Tahun 2004 Pasal 3 ayat 2 menyatakan “Terhadap jenis industri yang dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi seluruhnya Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) sampai dengan (Rp. 200.000.000,- (dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI.Pada ayat (3)nya menyebutkan bahwa “terhadap semua jenis industri dengan nilai investasi di atas Rp. 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat usaha wajib memperoleh IUI. Selanjutnya di dalam Perda No.10 Tahun 2004 di sebutkan secara implicit mengenai beberapa larangan yang harus diindahkan oleh pengusaha diantaranya adalah : melakukan kegiatan di luar dari yang ditetapkan (berkenaan dengan izin yang diperoleh) contoh kegiatan tersebut adalah melakukan penambahan atau perluasan baik penambahan mesin,


(3)

perluasan lahan usaha pemindahan lokasi tanpa persetujuan terlebih dahulu. Juga melakukan pembuangna limbah tanpa menghiraukan lingkungan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.

Juga dalam Pasal 25 Perda 10 Tahun 2004 menyebutkan tentang kewajiban bahwa :

(1) Perusahaan industri yang telah memperoleh IUI wajib menyampaikan informasi industri secara berkala pada pejabat yang berwenang memberikanIUI.

(2) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI wajib menyampaikan informasi industri kepada pejabat yang mengeluarkan TDI setiap Tahun selambat-lambatnya 31 Januari pada tahun berikutnya.

Pelanggaran terhadap larangan maupun kewajiban-kewajiban tersebut dikaitkan dengan sanksi hukum administrasi ataupun sanksi-sanksi hukum pidana. Sanksi-sanksi-sanksi atas pelanggaran disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya dan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Perda Kab Badung No.10 Tahun 2004 yaitu Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35. Yaitu dengan peringatan tertulis, dibekukan dan IUI/TDI dapat dicabut.

Adanya industri yang tidak memiliki izin, namun usahanya tetap berjalan, karena adanya aturan yang memungkinkan untuk tidak memiliki izin. Seperti yang termuat dalam pasal 3 ayat (1) Perda No.10 tahun 2004, menyebutkan


(4)

: Terhadap semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali bila dikehendaki oleh pengusaha yang bersangkutan.

Hal tersebut merupakan salah satu penghambat dalam melaksanakan pengawasan disamping hambatan lainnya. Sehingga pengawa dilakukan oleh pemerintah Kab. Badung terhadap izin usaha perindustrian adalah dengan melakukan monitoring dari instansi terkait terhadap usaha-usaha industri yang sudah ada maupun yang baru berkembang. Petugas ini dibentuk dengan tujuan untuk lebih menumbuh kembangkan dan pembinaan industri yang ada di daerah Kab.Badung. Di samping itu juga terdapat pengawas dari pemerintah daerah yang disebut tim yustisi. Sehingga petugas pengawas terhadap pelaksanaan perizinan tersebut terdiri dari dua komponen yaitu pengawas yang berasal dari dinas perindustrian dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait serta tim yustisi (bagian hukum dari pemerintah daerah). Tugas tim yustisi ini adalah membantu mengawasi semua peraturan yang daerah termasuk juga Perda No.10 Tahun 2004. Peran dari tim yustisi ini sebagai pelaksana untuk menertibkan pelanggaran tindak pidana ringan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 Perda 10 Tahun 2004 mengenai ketentuan penyidikan : pejabat penyidik umum dan penyidik PNS.


(5)

Bagaimanakah terhadap pemerintah daerah yang menerima tugas pembantuan dari pemerintah mengingat masih banyak ada beberapa jenis industri yang penerbitan izinnya merupakan kewenangan pemerintah yang urusannya diserahkan pada pemerintah daerah. Misalnya dari tugas pemerintah yang dalam hal ini dinas kabupaten yang akan membantu pelayanan dari proses permohonan izin dari pengusaha langsung kepada pemerintah dengan atau tanpa persetujuan terlebih dahulu kepada dinas perdagangan.

III. KESIMPULAN

Bahwa dari pemaparan di atas, pengawasan dilakukan oleh tim monitoring dari dinas perindustrian dan instansi terkait serta tim yustisi. Ke depan mestinya ada ketegasan dalam tugas terhadap pengawasan izin apalagi terhadap izin sebagai akibat dari tugas pembantuan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Emil Salim, 1993, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Penerbit LP3ES, Cet. ke-6, Jakarta.

I Made arya utama, 2007, Hukum Lingkungan, pustaka sutra, Bandung NM. Spelt dan JBJM ten Berge , 1993 , Pengantar Hukum Perijinan, cetakan

I disunting oleh Philipus M Hadjon, Yuridika, Surabaya

Ridwan HR, 2002 , Hukum Administrasi Negara , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta