ANALISIS PEMUNGUTAN PPN TERUTANG ATAS JASA KONSTRUKSI DAN PENYEDIAAN BAHAN BANGUNAN PADA PT.X DI DENPASAR TAHUN 2015.

(1)

i

ANALISIS PEMUNGUTAN PPN TERUTANG ATAS JASA KONSTRUKSI DAN PENYEDIAAN BAHAN BANGUNAN PADA PT X DI DENPASAR

TAHUN 2015

Oleh :

LUH PUTU IRMA ANGGARINI NIM : 1306043035

Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan

menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Studi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing serta diuji pada tanggal :

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Ketua : Ni Luh Supadmi, SE.,M.Si.,Ak ……….

2. Sekretaris : Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak .………

Mengetahui,

Ketua Program Pembimbing

( Drs. I Komang Ardana, MM ) ( Ni Luh Supadmi, SE.,M.Si.,Ak ) NIP. 19561012 198403 1 003 NIP. 19660908 199203 2 001


(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Studi yang berjudul “Analisis Pemungutan PPN Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X di Denpasar Tahun 2015”.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir Studi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan Tugas Akhir Studi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Drs. I Komang Ardana, MM., selaku Ketua Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Ni Luh Supadmi, SE., MSi., Ak, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Studi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sampai dengan selesainya Tugas Akhir Studi ini.

5. Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak, selaku Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan memberikan dorongan selama menempuh pendidikan di


(4)

iv

Program Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

6. Dosen Pengajar pada Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah mendidik dan memberi bekal ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.

7. Arief Satriawan SE., Ak, selaku Pimpinan Kantor Konsultan Pajak Prima Artha Konsultama yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada lembaga yang beliau pimpin.

8. Seluruh karyawan/karyawati Kantor Konsultan Pajak Prima Artha Konsultama yang telah banyak membantu memberikan arahan selama mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta telah memberi semangat dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 9. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan

perhatian, juga memberikan dorongan material maupun spiritual yang tak terhingga serta doa restu kepada penulis dalam kuliah sampai penyusunan laporan ini.

10.Sahabat dan teman-teman angkatan 2013 Program Diploma III Perpajakan khususnya dan teman-teman di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana atas kebersamaan selama perkuliahan dan dukungan selama penulis menyelesaikan tugas akhir studi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan semangat dan dorongan selama penyusunan tugas akhir ini.


(5)

v

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, mengingat kemampuan yang penulis miliki sangat terbatas. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar laporan ini lebih sempurna. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Denpasar, 17 April 2016


(6)

vi

Judul : Analisis Pemungutan PPN Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X Tahun 2015

Nama : Luh Putu Irma Anggarini Nim : 1306043035

ABSTRAK

Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan BKP yang disediakan oleh perusahaan ini dipungut PPN disebut Pajak Keluaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X.

Dalam penelitian yang dilakukan, jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Semua data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi non partisipan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PT X sebagai penyedia jasa yang merupakan pelaksanaan konstruksi telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar. Dengan peredaran usaha melebihi Rp 4,8 milyar dalam satu tahun pajak, maka PT X dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai PKP, PT X berpedoman pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 untuk melaksanakan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutangnya.


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kegunaan Penelitian…………... 4

1.4 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Landasan Teori ... 7

2.1.1 Pengertian Pajak ... 7

2.1.2 Fungsi Pajak ... 9

2.1.3 Pengelompokan Pajak ... 9

2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak ... 11

2.1.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 12

2.1.6 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 13

2.1.7 Barang Kena Pajak (BKP)... 15

2.1.8 Jasa Kena Pajak (JKP) ... 18

2.1.9 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 22 2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)... 25

2.1.11 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 26

2.1.12 Jasa Konstruksi ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2 Objek Penelitian ... 30

3.3 Identifikasi Variabel ... 30

3.4 Defisini Operasional Variabel ... 30

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 32


(8)

viii

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 33

4.1 Gambaran Umum Daerah/ Deskripsi Hasil Penelitian ... 33

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 33

4.2.1 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan... 33

4.2.2 Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai ... 34

4.2.3 Analisis Pemungutan PPN atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X Tahun 2015 ... 36

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42 DAFTAR RUJUKAN


(9)

ix

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

4.1 Tabel Rekapitulasi Penghasilan Bruto PT X Tahun Pajak

2015... 37 4.2 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Jasa Konstruksi

masa Januari sampai Desember 2015... 38 4.3 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Perdagangan

Bahan Bangunan masa Januari sampai Desember 2015... 39 4.4 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Jasa Konstruksi

dan Perdagangan Bahan Bangunan masa Januari sampai


(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Faktur Pajak

Lampiran 2 Surat Setoran Pajak (SSP) Elektronik


(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan Negara berasal dari dari sektor pajak. Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Penerimaan dari sektor pajak sangat mendukung terlaksananya pembangunan di berbagai sektor sebagai wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Secara umum pajak merupakan sumber pendapatan negara yang berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang – Undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang bertujuan untuk keperluan negara maupun Pemerintah Daerah. Salah satu pajak yang dipungut oleh Pemerintah bagi Pengusaha Kena Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atau sering disebut PPN.

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dikenal dengan nama UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 merupakan salah satu produk reformasi sistem perpajakan nasional 1983. Undang-undang ini telah mengalami tiga kali perubahan. Perubahan yang pertama dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995,


(12)

2

sedangkan perubahan yang kedua dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan yang ketiga yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan dari penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pajak.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajka (JKP) akan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari nilai Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tersebut. PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (Daerah Pabean), baik berupa Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Dimana Daerah Pabean merupakan wilayah Republik Indonesia baik wilayah darat, laut dan udara.

Dalam laporan ini akan dibahas mengenai pemungutan PPN atas perusahaan Jasa Konstruksi dan penyediaan bahan bangunan, dimana atas


(13)

3

transaksi barang dan jasa tersebut yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) harus dipungut PPNnya. Industri konstruksi mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di Indonesia. Bisnis Monitoring Internasional (2009) memprediksi jika Indonesia adalah “rumah” bagi industri konstruksi karena memiliki pertumbuhan tercepat di Asia. Industri konstruksi mempunyai prospek yang sangat baik di negara berkembang seperti Indonesia, karena setiap daerah pasti membutuhkan banyak jasa konstruksi untuk melakukan pembangunan. Dengan banyaknya penggunaan jasa konstruksi maka akan semakin banyak pula pendapatan dari sektor pajak yang dikenakan terhadap jasa tersebut, yang secara tidak langsung juga akan membantu pembangunan nasional.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konstruksi pengawasan pekerjaan konstruksi. Peraturan perpajakan mengenai usaha konstruksi diatur khusus dalam hal ini pengenaan pajak atas usaha konstruksi. Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan BKP


(14)

4

yang disediakan oleh perusahaan ini memungut Pajak Keluaran. Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama tetapi jika belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama maka dapat dikreditkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah dari laporan ini adalah “Bagaimana Pemungutan PPN Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X di Denpasar Tahun 2015?”

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas dapat dikemukakan tujuan yaitu untuk mengetahui dan memahami bagaimana pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X Tahun 2015.

1.3 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peningkatkan mutu pendidikan di bidang perpajakan khususnya mengenai pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X Tahun 2015.


(15)

5 2) Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi wajib pajak untuk mengetahui pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X Tahun 2015 serta bagi pihak lain ini juga diharapkan dapat membantu dalam penyajian informasi jika melakukan penelitian serupa.

1.4 Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam pembahasan materi yang ada di dalam Tugas Akhir Studi ini, maka sistematika penulisan laporan ini dapat disajikan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,tujuan, kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Kajian Pustaka

Bab ini memuat tentang landasan teori yang mendukung pembahasan penelitian dalam menganalisa masalah meliputi: pengetian pajak, fungsi pajak, pengelompokkan pajak, sistem pemungutan pajak, definisi PPN, barang kena pajak dan jasa kena pajak, subjek dan objek PPN, dasar pengenaan pajak, tarif PPN, dan usaha jasa konstruksi.


(16)

6 Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini berisikan gambaran umum daerah/deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian.

Bab V Simpulan dan Saran

Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan yang berisi simpulan berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dapat ditarik simpulan yang berguna bagi wajib pajak di masa mendatang.


(17)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Menurut Mardiasmo (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan


(18)

8

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Waluyo (2011;2) “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaram-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas yang menyelenggarakan pemerintahan”.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a) Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b) Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.


(19)

9 2.1.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan Negara, namun fungsi tersebut bukanlah merupakan fungsi utama. Ada dua fungsi pajak, yaitu:

1) Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument pengumpul dana guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Ditujukkan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

2) Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrumen pengatur melalui kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.

2.1.3 Pengelompokan Pajak 1) Menurut golongannya

a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.


(20)

10

b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut sifatnya

a) Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3) Menurut lembaga pemungutnya

a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.


(21)

11 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2010:17), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3, yaitu.

1) Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.

Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut.

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2) Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jwab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

3) Withholding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.


(22)

12 2.1.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Menurut Mardiasmo (2011:294) Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Nomor 42 Tahun 2009. undang ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang


(23)

13

Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2011:294)

2.1.6 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Karakteristik PPN yang berlaku di Indonesia (Untung Sukardji, 2011:1) adalah sebagai berikut:

1) Pajak Tidak Langsung

Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pihak lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak).

2) Pajak Objektif

Sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan.

3) PPN Bersifat Multi Stage Levy

Multi Stage Levy mengandung pengertian bahwa PPN

dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi BKP atau JKP.


(24)

14

4) Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara Menggunakan Indirect Subtraction Method

Indirect Subtraction Method (metode pengurangan secara tidak

langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa.

5) PPN Bersifat Non Kumulatif

PPN tidak bersifat kumulatif (non kumulatif) meskipun memiliki karakteristik Multi Stage Tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa.

6) PPN Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)

PPN di Indonesia menganut tarif tunggan yang dalam UU PPN 1984 ditetapkan sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk penyerahan ekspor.

7) PPN Adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri, tidak dikenakan PPN di Indonesia.


(25)

15

8) PPN yang Diterapkan di Indonesia Adalah PPN Tipe Konsumsi

(Consumption Type VAT)

Dilihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.

2.1.7 Barang Kena Pajak (BKP)

Pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut. “Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat merupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini.”

Pada dasarnya semua barang dikenai PPN, kecuali barang barang tertentu yang disebutkan dalam UU PPN, barang yang tidak dikenai PPN sebagaimana disebutkan dalan Pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984 didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :

1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Diambil langsung dari sumbernya artinya barang tersebut belum diolah atau belum diproses. Sesuai dengan penjelasan pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 huruf a, yang dimaksud dengan barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti:


(26)

16

b) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;

c) Panas bumi;

d) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;

e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan

f) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit.

2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN 1984. Dalam Undang-Undang PPN ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang meliputi:

a) Beras; b) Gabah; c) Jagung; d) Sagu; e) Kedelai;


(27)

17

g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;

h) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;

i) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

j) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas, dan;

k) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering; dan

4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya).


(28)

18 2.1.8 Jasa Kena Pajak (JKP)

Dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa: “Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hokum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.” Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok sebagai berikut:

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, meliputi: a) Jasa dokter umum,dokter spesialis, dan dokter gigi; b) Jasa dokter hewan;

c) Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan fisioterapi;

d) Jasa kebidanan dan dukun bayi; e) Jasa paramedis dan perawat;

f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan Sanatorium;

g) Jasa psikolog dan psikiater; dan

h) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:


(29)

19 b) Jasa pemadam kebakaran;

c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan; d) Jasa lembaga rehabilitasi;

e) Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk krematorium;

f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.

4) Jasa keuangan meliputi:

a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;

b) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;

c) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan/atau pembiayaan konsumen;

d) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan

e) Jasa penjaminan

5) Jasa Asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi


(30)

20

kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. 6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a) Jasa pelayanan rumah ibadah;

b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;

c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan; d) Jasa lainnya di bidang keagamaan.

7) Jasa di bidang pendidikan,meliputi:

a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional

b) Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus 8) Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang

dilakukan oleh pekerja seni nyang telah dikenakan Pajak Tontonan. 9) Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik

yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupn swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bersetujuan komersial.

10)Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.

11)Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi: a) Jasa tenaga kerja;


(31)

21

b) Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;

c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja. 12)Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

a) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;

b) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.

13)Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

14)Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.

15)Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, yaitu jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.

16)Jasa penerimaan uang dengan wesel pos. 17)Jasa boga atau katering


(32)

22

2.1.9 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Objek PPN

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, dengan syarat-syarat berikut:

a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP

b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud.

c) Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean, dan

d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2) Impor BKP

Pemungutan pajak atas impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya ataukah tidak.

3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:

a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.


(33)

23

4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merk dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam Daerah Pabean.

6) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan orang lain.

8) Penyerahan BKP berupa aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

b. Subjek PPN

1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun.


(34)

24

2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).” Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP.

3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.

4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah :

(a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi (b) Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat

usaha

(c) Bangunan bersifat permanen

(d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan

(e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan sendiri oleh pihak lain.


(35)

25

5) Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk bendahara Proyek.

2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Untuk menghitung besarnya Pajak (PPN dan PPnBM) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP adalah:

1) Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2) Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.


(36)

26 3) Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

4) Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5) Nilai Lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut:

1) Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah harga jual.

2) Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian. 3) Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.

4) Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.

2.1.11 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif PPN menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 adalah:

a. Tarif PPN sebesar 10%. Tariff PPN BKP dan JKP merupakan tarif tunggal yang dikenakan untuk semua jenis BKP dan JKP. Dalam keadaan tertentu, sesuai peraturan pemerintah, tarif PPN


(37)

27

dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% dan serendah-rendahnya 5%.

b. Tarif PPN sebesar 0%. Tarif PPN 0% dikenakan atas ekspor BKP untuk mendorong para pengusaha agar mampu menghasilkan barang ekspor sehingga dapat bersaing di pasar luar negeri. Penerapan tarif PPN 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, melainkan agar pajak masukan yang telah dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.

2.1.12 Jasa Konstruksi

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 “Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.” “Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.” Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.


(38)

28

Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.

Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.

Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan BKP yang disediakan oleh perusahaan ini memungut Pajak Keluaran. Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama tetapi jika belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa


(39)

29

pajak yang sama maka dapat dikreditkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.


(1)

24

2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).” Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP.

3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.

4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah :

(a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi (b) Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat

usaha

(c) Bangunan bersifat permanen

(d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan

(e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan sendiri oleh pihak lain.


(2)

25

5) Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk bendahara Proyek.

2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Untuk menghitung besarnya Pajak (PPN dan PPnBM) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP adalah:

1) Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2) Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.


(3)

26 3) Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

4) Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5) Nilai Lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut:

1) Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah harga jual.

2) Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian. 3) Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.

4) Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.

2.1.11 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif PPN menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 adalah:

a. Tarif PPN sebesar 10%. Tariff PPN BKP dan JKP merupakan tarif tunggal yang dikenakan untuk semua jenis BKP dan JKP. Dalam keadaan tertentu, sesuai peraturan pemerintah, tarif PPN


(4)

27

dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% dan serendah-rendahnya 5%.

b. Tarif PPN sebesar 0%. Tarif PPN 0% dikenakan atas ekspor BKP untuk mendorong para pengusaha agar mampu menghasilkan barang ekspor sehingga dapat bersaing di pasar luar negeri. Penerapan tarif PPN 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, melainkan agar pajak masukan yang telah dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.

2.1.12 Jasa Konstruksi

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 “Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.” “Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.” Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.


(5)

28

Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.

Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu.

Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan BKP yang disediakan oleh perusahaan ini memungut Pajak Keluaran. Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama tetapi jika belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa


(6)

29

pajak yang sama maka dapat dikreditkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.