MADYA PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA.

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA
MADYA

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi

Disusun oleh :
RIZKIAN TIARA DYAH PRADIPTA
F 100 110 140

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

i

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG
DEWASA MADYA


NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Syaratan
Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Disusun oleh :
Rizkiana Tiara Dyah Pradipta
F 100110140

Kepada

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

i

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA
MADYA


Yang Diajukan Oleh :
RIZKIANA TIARA DYAH PRADIPTA
F 100 110 140

Telah disetujui untuk dipertahankan
di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh :
Pembimbing

13 Oktober 2015

Dra. Juliani Prasetyaningrum, M.Si

ii

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA
MADYA

Yang Diajukan Oleh :

RIZKIANA TIARA DYAH PRADIPTA
F 100 110 140

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 27 Oktober 2015
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Penguji Utama

Dra. Juliani Prasetyaningrum, M.Si
Penguji Pendamping I

Dra. Partini, M.Si
Penguji Pendamping II

Dra. Zahrotul Uyun, M.Si
Surakarta, 27 Oktober 2015
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan


Taufik, M.Si, Phd

iii

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA

Rizkiana Tiara Dyah Pradipta
Juliani Prasetyaningrum

tiaradyah21@gmail.com
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAKSI
Wanita dewasa yang belum menikah dianggap sebagai suatu hal yang tidak
sesuai dengan nilai yang ada pada masyarakat umumnya, karena masyarakat
menilai bahwa menikah merupakan salah satu kewajiban yang harus dijalani oleh
wanita. Masalah umum yang ditemui oleh orang dewasa yang masih melajang
biasanya mencangkup relasi akrab dengan orang dewasa lainnya, menghadapai
kesepian dan menemukan posisi yang sesuai dalam masyarakat yang berorientasi

pada pernikahan. Sedangkan psychological well being adalah kondisi seseorang
yang dapat menerima dirinya apa adanya, dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki untuk mencapai tujuan hidupnya serta aktif dalam membangun hubungan
dengan lingkungan sekitar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan gambaran psychological well being pada wanita lajang dewasa
madya. Informan penelitian berjumlah 3 orang, pemilihan informan menggunakan
purposive sampling dengan karakteristik wanita berusia 40-60 tahun yang belum
pernah menikah dan sedang tidak menjalin percintaan dengan siapa pun.
Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil
penelitian yang didapat mengenai gambaran psychological well being pada wanita
lajang dewasa madya yang pendidikan tinggi menekankan pada mengembangkan
penghargaan hubungan dengan orang lain sedangkan gambaran psychological
well being pada wanita lajang dewasa madya yang pendidikan rendah lebih
menekankan pada pemenuhan kebutuhan individu mereka sendiri.

Kata kunci : psychological well being, wanita lajang dewasa madya

1

tua, tidak laku, banyak memilih dari


PENDAHULUAN
masyarakat

masyarakat.

menilai wanita dewasa yang belum

Jika

menikah sebagai suatu hal yang tidak

perkembangannya,

sesuai dengan nilai yang ada pada

merupakan

masyarakat


karena

perkembangan pada masa dewasa

masyarakat menilai bahwa menikah

awal. Sumanto (2014), masa dewasa

merupakan salah satu kewajiban

awal (early adulthood) dimulai pada

yang harus dijalani oleh wanita. Oleh

usia 22 thn – 40 thn dimana

karena itu, wanita dewasa yang

merupakan


belum menikah dianggap sebagai

kemantapan dan masa reproduktif

masalah, dan status para wanita

yaitu suatu masa yang penuh dengan

lajang ini dianggap sebagai suatu hal

masalah dan ketegangan emosional,

yang

periode

Pandangan

umumnya,


perlu

diperbaiki.

Dalam

dilihat

dari

menikah

salah

satu

masa

isolasi


tugas

tugas

pencarian

sosial,

periode

Hurlock (2003), pada masyarakat

komitmen dan penyesuaian diri pada

tradisional melajang merupakan hal

pola hidup yang baru.

yang


tidak

masyarakat

wajar.

Menurut

Kebanyakan

memandang

seseorang

status

gagal

Erikson,

jika

mengembangkan

pernikahan sebagai hal yang penting

relasi intim di masa dewasa awal,

bagi wanita.

maka

Masyarakat

biasanya

kemungkinan

mengalami

akan

ia

isolasi

serta

melabeli mereka dengan sebutan

mengakibatkan

perawan tua. Sebutan perawan tua ini

mencari letak kesalahannya yang

biasa diberikan oleh masyarakat

sering kali mengarah pada depresi

kepada wanita berumur yang belum

dan sikap tidak mempercayai orang

menikah. Menurut Sudiro dalam

lain (Santrock, 2012).
Menurut

Susanti (2012), wanita yang belum
menikah

baik

karena

dikutip

belum

oleh

individu

akan

Erikson
Santrock

akan

yang
(2012),

menemukan pasangan yang tepat

masalah umum yang ditemui oleh

atau belum ingin menikah, kerap kali

orang dewasa yang masih melajang

mendapatkan label sebagai perawan

biasanya mencangkup relasi akrab

1

dengan

orang

dewasa

menghadapai

Tujuan penelitian ini adalah

lainnya,

kesepian

untuk

dan

mendeskripsikan

gambaran

sesuai

psychological well being pada wanita

dalam masyarakat yang berorientasi

dewasa madya yang belum menikah.

menemukan

pada

posisi

yang

pernikahan.

Menurut

Perlakuan

Ryff

(1989),

status

psychological well being merupakan

pernikahan seorang wanita menjadi

deskripsi yang menekankan pada

salah satu faktor dalam membentuk

penerimaan diri dari kehidupan masa

kesejahteraan psikologis. Hal ini

lalu dan masa depan, memiliki dan

didukung oleh penelitian Kim dan

membangun sikap positif terhadap

McKenry yang dikutip oleh Susanti

diri sendiri serta orang lain, serta

(2012) bahwa wanita yang menikah

memiliki perasaan empati dan kasih

memiliki

tingkat

sayang

psikologis

yang

masyarakat

terhadap

kesejahteraan
lebih

untuk

sesama,

merasa

mampu untuk mengambil keputusan,

tinggi

dibandingkan dengan wanita yang

memiliki

tidak

tersebut

mengatur lingkungan disekitarnya

disebabkan karena adanya berbagai

agar sesuai tujuan hidupnya dan

sumber

mengembangan potensinya kearah

menikah,

hal

dukungan

sosial

yang

well-being

untuk

aktualisasi diri.

diperoleh. Seseorang yang memiliki
psychological

kemampuan

Deci

akan

&

Ryan
dua

(2002),

merasa nyaman, damai, dan bahagia

mengemukakan

perspektif

serta dapat menjalankan fungsinya

mengenai well being. Yang pertama

sebagai manusia secara positif.

disebut sebagai hedonism, perspektif
hedonism memandang well being

Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengadakan

sebagai

penelitian

kebahagiaan. Yang kedua adalah

mengenai

fenomenya

kesenangan

atau

akan

eudaimonic, perspektif eudaimonism

mengadakan penelitian dengan judul

memandang well being tidak hanya

“Psychological Well- Being pada

sekedar kebahagiaan, namun juga

wanita lajang dewasa madya.

menekankan pada aktualisasi potensi

diatas,

maka

peneliti

manusia.

2

Menurut Synder dan Lopez

individu dapat menerima segala

yang dikutip oleh Tenggara (2008),

kekurangan dan kelebihan yang

kesejahteraan

ada pada dirinya.

hanya

psikologis

merupakan

bukan

2. Hubungan positif dengan orang

ketiadaan

penderitaan, namun kesejahteraan

lain

psikologis meliputi ketertarikan aktif

others)

relations

(positive

Digambarkan

dalam dunia, memahami arti dan

with

dengan

tujuan dalam hidup dan hubungan

adanya perasaan empati untuk

seseorang pada objek ataupun orang

orang

lain

mencintai
Dari

beberapa

menerima

mengembangkan
dimiliki

untuk

hidupnya

Digambarkan
individu

adanya,

individu

dengan

yang

mampu

menampilakan sikap kemandirian,

yang

mencapai

tujuan

bebas

dalam

sendiri, dan mengevaluasi diri

aktif

hubungan

menentukan

nasibnya

sendiri dengan standar pribadi.

dengan

4. Penguasaan Lingkungan

lingkungan sekitar.
Dalam

dengan

potensi

serta

membangun

apa

membangun

3. Otonomi (autonomy)

seseorang dapat

dirinya

dan

untuk

lain.

psychological well being merupakan
dimana

mampu

persahabatan

pengertian

diatas, dapat disimpulkan bahwa

kondisi

lain,

Ryff

Ryff&Singer (1996),

(1989)

(environmental mastery)

&

Didefinisikan

aspek-aspek

sebagai

yang menyusun psychologycal well-

kemampuan

being antara lain :

memilih

1. Penerimaan diri (self acceptance)

lingkungan yang cocok untuk

individu
atau

kondisi

Penerimaan diri didefinisikan

untuk

menciptakan

dirinya,

dan

sebagai pusat kesehatan mental,

mengendalikan lingkungan yang

karakteristik

aktualisasi

diri,

kompleks

berfungsi

optimal,

dan

sejauh mana individu mengambil

kedewasaan.

Penerimaan

diri

keuntungan dari peluang yang ada

berarti

suatu

kondisi

serta

di lingkungan.

dimana

3

menekankan

5. Tujuan Hidup (purpose in life)
Menjelaskan

Istilah lajang menurut Kamus
Besar

tentang

Bahasa

Indonesia

(2005),

dalam

merupakan sebutan bagi mereka

mencapai maksud dan tujuan

yang belum menikah dalam arti

hidupnya. Individu yang memiliki

belum pernah mempunyai suami atau

tujuan hidup akan lebih memaknai

istri. Stein yang dikutip dalam

hidupnya di masa sekarang dan

Susanto & Haryoko (2010) bahwa

masa

arah

orang yang lajang adalah orang yang

kemampuan

seseorang

lalu,

sadar

akan

hidupnya,

serta

memegang

tidak menikah, sedang tidak terlibat

keyakinan

yang

memberikan

dalam hubungan romantis dengan
seseorang, dan tidak memiliki teman

tujuan hidup.

hidup yang tinggal bersama-sama.

6. Pertumbuhan Pribadi (personal
growth)

Batasan

usia

pada

masa

bahwa

dewasa madya dimulai pada usia 40

individu terus mengembangkan

tahun sampai 60 tahun (Sumanto,

potensi

2014).

Digambarkan

yang

dimiliki

untuk

Santrock

(2011),

masa

tumbuh dan berkembang sebagai

dewasa menengah sebagai periode

pribadi.

untuk

perkembangan yang dimulai pada

mengaktualisasikan diri sendiri

usia kurang lebih 40 tahun hingga 60

dan menyadari potensi seseorang

atau 65 tahun.

Kebutuhan

merupakan

Sehingga disimpulkan bahwa

perspektif

wanita lajang dewasa madya adalah

pertumbuhan pribadi.

wanita yang berusia antara 40 tahun

Menurut Ryff & Singer (1996)
faktor

yang

psychological

hingga 60 tahun yang belum pernah

mempengaruhi
well

being

terlibat dalam hubungan dengan

pada

seseorang, yaitu :

lawan

jenisnya

a. Usia

perkawinan.

dalam

ikatan

b. Jenis Kelamin
c. Budaya

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan

d. Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

metode penelitian kualitatif dengan

4

metode

pengumpulan

menggunakan

wawancara

data

untuk mendapatkan aktualisasi dari

dan

potensi diri mereka ketika telah
meraih kepuasan dari kebutuhan

observasi.
Informan

yang mendasar.

yang

digunakan

orang.

Pemilihan

Informan S dan K merasa

informan mengggunakan purposive

hidupnya lebih baik ketika telah

sampling.

purposive

memiliki

pekerjaan

dipilih

memiliki

uang

berjumlah

3

Melalui

sampling,

informan

dan

sendiri.

telah
Dalam

berdasarkan kriteria wanita berusia

hierarchy of needs S dan K masih

40-60 tahun yang belum pernah

berada dalam kebutuhan fisiologis.

menikah.

Hal ini sesuai dengan Maslow (Feist,
2011)

Teknik analisis data yang

bahwa

kebutuhan

analisis

mendasarkan dari setiap manusia

deskriptif. Hasil wawancara dan

adalah kebutuhan fisiologis, jika

observasi dikelompokkan, kemudian

kebutuhan

ini

memberikan coding dan kategorisasi

manusia

akan

untuk mendeskripsikan tema-tema

kemampuannya untuk memenuhi ini.

yang muncul kemudian digunakan

S dan K dulu merasa hidupnya susah

untuk

ketika belum memiliki pekerjaan

digunakan

menggunakan

menjawab

pertanyaan

tidak

tercukupi

mencurahkan

sehinggga ingin menjadi orang lain

penelitian.

namun setelah mendapat pekerjaan
dan memiliki uang sendiri, S dan K

HASIL DAN PEMBAHASAN
Psychological
memandang

well

being

telah

kesejahteraan

bukan

hidupnya dan menerima keadaan

mampu

untuk

menikmati

dirinya.

hanya kebahagiaan saja namun juga
menekankan pada aktualisasi potensi

Informan I telah memiliki

yang dimiliki oleh seseorang. Dalam

pekerjaan tetap sebagai seorang guru

Maslow

dengan

(Feist,

2011)

tahapan

penghasilan

tetap

setiap

tertinggi dari hierarchy of needs

bulannya

adalah kebutuhan akan aktualisasi

memenuhi

diri, manusia akan bekerja keras

sehingga I telah mampu mencukupi

5

yang digunakan untuk
kebutuhan

hidupnya

kebutuhan fisiologisnya. I lebih aktif

ketika dapat ikut serta berpartisipasi

dalam segala kegiatan yang ada di

aktif dalam segala kegiatan yang ada

lingkungan

masyarakat

dalam lingkungan masyarakat dan

lingkungan

pekerjaan

dan

lingkungan

seperti

pekerjaan

sehingga

mengikuti pengajian arisan, aktif

mereka dapat bermanfaat bagi orang

sebagai

ikut

lain. Gambaran psychological well

menengok teman yang sakit. Dalam

being pada wanita lajang dewasa

hierarchy of needs, I berada dalam

madya yang pendidikan rendah lebih

kebutuhan akan penghargaan. Hal ini

menekankan

sesuai dengan Maslow (Feist, 2011)

kebutuhan individu mereka sendiri.

bahwa

pembina

ketika

dibawahnya

pramuka,

semua

kebutuhan

Mereka

telah

terpenuhi,

mendapatkan

pada

merasa

pemenuhan

bahagia

ketika

pekerjaan

dan

kebutuhan seseorang akan naik ke

memiliki penghasilan sendiri yang

tingkat

dapat digunakan untuk memenuhi

selanjutnya.

Kebutuhan

segala kebutuhan mereka.

penghargaan merupakan perasaan
seseorang bahwa dirinya bermanfaat
bagi orang lain serta pengakuan yang

SARAN

dimiliki seseorang dilihat dari sudut

1.

Bagi para informan untuk lebih
mengembangkan potensi yang

pandang orang lain.

dimiliki

agar

keberadaannya

diakui oleh masyarakat, dan

KESIMPULAN
Gambaran psychological well

memperluas dan menjalin relasi

being pada wanita lajang dewasa

baik dengan orang orang sekitar.

madya

yang

pendidikan

2.

tinggi

Bagi para wanita yang memiliki

menekankan pada mengembangkan

pengalaman yang hampir sama

hubungan dengan orang lain. Mereka

agar lebih memikirkan apa yang

telah memiliki pekerjaan dengan

dapat dilakukan bagi orang-

penghasilan

tetap

orang

digunakan

untuk

yang

dapat

disekitarnya,

tetap

memenuhi

menjalin hubungan baik dengan

kebutuhan fisiologis mereka. Mereka

orang lain dan bersoasialisasi

merasa potensi mereka teraktualisasi

dengan lingkungan sekitar agar

6

psychological

memiliki

Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.

well

being.
3.

Bagi masyarakat agar dapat
lebih

memahami

Ryff, C. D. (1989). Happiness Is
Everything,
or
Is
It?
Explorations on the Meaning
of Psychological Well-Being.
Journal of Personality and
Social Psychology , 57 (6),
1069-1081.

mengapa

beberapa wanita masih melajang
di usia dewasa madya dan
menerima keberadaan mereka
karena wanita-wanita tersebut

Ryff, C. D., & Singer, B. (1996).
Psychological Well Being :
Meaning, Measurment and
Implication
for
Psychotherapy
Research.
Journal of Psychoterapy and
Psychosomatics , 65, 14-23.

ingin ikut berperan aktif dalam
masyarakat.
4.

Bagi peneliti lain yang tertarik
dengan

tema

ini

dapat

menggunakan hasil penelitian

Santrock, J. W. (2012). Life Span
Development
:
Perkembangan Masa Hidup
Buku 2. Jakarta: Erlangga.

sebagai data awal untuk meneliti
wanita lajang dewasa madya.

Sumanto.
(2014).
Psikologi
Perkembangan Fungsi dan
Teori. Yogyakarta: Center of
Academic
Publishing
Service.

DAFTAR PUSTAKA
Deci, E. M., & Ryan, R. M. (2001).
On Happiness And Human
Potentials : A Review of
Research on Hedonic and
EudaimonicWell-Being.
Annual
Reviews
of
Psychology , 52, 141-166.

Susanti. (2012). Hubungan Harga
Diri Dan Psychological Well
Being Pada Wanita Lajang
Ditinjau
Dari
Bidang
Pekerjaan. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa
Universitas
Surabaya , 1 (1), 1-8.

Hurlock, E. B. (2003). Psikologi
Perkembangan
:
Suatu
Pendekatan
Sepanjang
Rentang kehidupan. Jakarta:
Erlangga.

Susanto, P., & Haryoko, F. (2010).
Gambaran Konsep Diri Pada
Wanita Berkarier Sukses
Yang Belum Menikah. Insan,
2 (1), 11-20.

Papalia, D. E., Olds, S. W., &
Feldman, R. D. (2009).
Human
Development.
Jakarta: Salemba Humanika.
Pusat

Tenggara, H., Zamralita, & Suyasa,
P. Y. (2008). Kepuasan Kerja
Dan Kesejahteraan Psikologis

Bahasa
Departemen
Pendidikan Nasional. 2005.

7

Karyawan. Phronesis Jurnal
Ilmiah Psikologi Industri dan
Organisasi , 10 (1), 96-115.

8