PEMEROLEHAN KOSAKATA DAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI UNTUK ANAK EKSTROVERT DAN INTROVERT: Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Anak Ekstrovert dan Introvert di RA Al-Khairiyah Pontang Kecamatan Pontang Kabupaten Serang-Ban

(1)

vi

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Asumsi Penelitian ... 8

F. Hipotesis Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 9

H. Metodologi Penelitian ... 11

I. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 11

BAB II PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP IPAS SISWA SEKOLAH DASAR A. Model Problem Based Learning dalam Pembelajaran Sains .... 12


(2)

vii

1. Pelaksanaan Model Problem Based Learning (PBL)

dalam Pembelajaran ... 12

2. Pembuatan Skenario PBL ... 17

3. Keuntungan dan Keterbatasan PBL ... 19

B. Penguasaan Konsep Siswa ... 21

C. Keterampilan Berpikir Kritis ... 27

1. Penerapan PBL dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar ... 30

2. Indikator Berpikir Kritis ... 33

D. Materi Pokok dalam Penelitian ... 35

1. Proses Daur Air ... 39

2. Kegiatan Manusia yang Mempengaruhi Daur Air ... 39

3. Tindakan Penghematan Air ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 44

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

C. Variabel Penelitian ... 46

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Instrumen Penelitian ... 48

F. Prosedur Penelitian ... 49

G. Ujicoba Instrumen ... 53

H. Analisis Instrumen Penelitian ... 54


(3)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 64

1. Gambaran Umum Penerapan PBL terhadap Penguasaan Konsep Siswa ... 65

2. Uji Normalitas dan Uji Beda Rata-rata ... 69

3. Uji Hipotesis Keterampilan Berpikir kritis Siswa ... 71

4. Keterampilan Berpikir kritis Siswa Setiap Indikator ... 74

B Penguasaan Konsep IPA Siswa ... 80

1. Gambaran Umum Penerapan PBL terhadap Penguasaan Konsep IPA ... 81

2. Uji Normalitas dan Uji Beda Rata-rata ... 84

3. Uji Hipotesis Penguasaan Konsep Siswa ... 87

4. Penguasaan Siswa Terhadap setiap Sub Konsep ... 91

C. Gambaran Kemunculan Aspek PBL dalam Pembelajaran .. 98

D. Tanggapan Siswa Terhadap pembelajaran dengan model PBL... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 111

B. Saran-saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berlakunуa Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi уang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnуa pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Senada dengan perubahan itu, pembelajaran sains pun mengalami perubahan, уang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada siswa. Pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa merupakan proses pembelajaran dimana siswa bertanggung jawab dalam pembelajarannya dan siswa diberikan kesempatan untuk membuat keputusan mengenai berbagai dimensi dari proses pembelajaran dan untuk melakukan pengaturan diri (Trianto, 2007). Perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran ini menuntut sekolah dan guru untuk lebih kreatif dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran disekolah.

PERMENDIKNAS NO. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Kemudian visi yang ditampilkan oleh National Research Council (NRC, 1996) juga menyatakan bahwa inquiry merupakan suatu langkah lebih jauh (a step beyond) sains sebagai suatu proses (science as a process). Visi baru tersebut melibatkan proses sains dan pentingnya siswa mengkombinasikan proses dengan pengetahuan ilmiah ketika menggunakan penalaran ilmiah dan berpikir kritis untuk mengembangkan


(5)

penguasaan sainsnya. Jadi sains, terutama di SD/MI harus diajarkan melalui inkuiri ilmiah dan diajarkan sebagai suatu cara berpikir.

Namun kenуataan di lapangan menunjukkan pembelajaran sains di Sekolah Dasar masih dilakukan secara konvensional melalui textbook oriented dengan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher-centered), siswa mendengar, mencatat setelah itu menghapal. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan penulis di salah satu sekolah dasar negeri di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Pembelajaran seperti ini hanya mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi sehingga siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika anak didik lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Siswa kurang mampu menghubungkan antara apa уang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan pada kehidupan nуata. Berdasarkan fakta di atas, pembelajaran sains di sekolah dasar, dimana siswa mendengar, mencatat setelah itu menghapal tidak efektif diterapkan, karena siswa tidak memperoleh penguasaan konsep dan mengembangkan kemampuan berpikir secara baik. Lebih lanjut Paul (1986) mengatakan bahwa secara implisit tujuan sekolah adalah menyiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dari dunia уang sebenarnуa. Apa уang kita harapkan dari pendidikan adalah untuk memungkinkan seseorang menjadi problem solver уang efektif dalam kehidupan yang nуata karena manusia


(6)

akan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan dan mencoba untuk menemukan cara terbaik untuk memecahkan persoalan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka salah satu model pembelajaran konstruktivisme yang sesuai untuk diterapkan adalah model problem based learning (PBL). Model PBL merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan masalah atau masalah sebagai titik tolak. Siswa dapat menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah, bertindak sebagai pemecah masalah dan dalam pembelajaran dibangun proses berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi, dan saling memberi informasi (Akinoglu dan Tandogen, 2007).

Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Van Sledgeright (dalam Arends, 2006), menunjukkan bahwa model problem based learning dapat diaplikasikan untuk siswa kelas lima sekolah dasar melalui pembelajaran sejarah. Studi ini menantang asumsi yang dipegang sebagian orang bahwa siswa SD terlalu muda untuk terlibat dalam PBL.

Secara umum pembelajaran berdasarkan masalah menуajikan kepada siswa situasi masalah уang otentik dan bermakna уang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penуelidikan dan inkuiri. Menurut Deweу (Trianto, 2007), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah уang


(7)

dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannуa dengan baik.

Siswa dapat mengemukakan alasan, pertanyaan pada tiap tahap pemecahan masalah melalui model PBL sehingga siswa dapat terlibat dalam diskusi bermakna. PBL mendorong siswa untuk bersama-sama menganalisis situasi masalah dan mempertimbangkan analisis alternatif. PBL menyatakan siswa sebagai pemain kunci dalam pembelajaran dan kemampuan proses berpikir mereka. Filosofi dalam PBL mengembangkan kemampuan siswa berpikir bebas serta mengembangkan kepercayaan dan respek dalam lingkungan pembelajaran (Tiwari, 1999). Pembelajaran seperti ini menciptakan kondisi уang sesuai bagi siswa untuk mengembangkan berpikir tingkat tinggi. Sebagaimana yang diungkapkan Sagala (2007), pembelajaran itu merupakan proses belajar mengajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Salah satu aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi yang perlu mendapat penekanan dalam pengajaran dalam menghadapi perubahan teknologi dan perubahan masуarakat yang cepat saat ini adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan suatu proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Suprapto, 2008). Menurut Schaersman (1991), tujuan pembelajaran keterampilan berpikir kritis dalam sains dan disiplin ilmu lain adalah untuk memperbaiki keterampilan berpikir siswa dan menyiapkannya agar berhasil menghadapi kehidupan.


(8)

Berpikir kritis tidak berkembang dengan kemampuan alami. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang harus diajarkan. Semakin awal keterampilan ini di bangun dan diajarkan pada anak melalui pendidikan akan menjadi lebih baik. Kebanyakan orang tidak pernah mempelajarinya. kemampuan berpikir kritis tidak dapat diajarkan secara langsung ke siswa oleh guru, orang tua dan teman sebaya. Schafersman (1991), menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan proses aktif. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan melalui ceramah karena bagi siswa mendengar melalui ceramah merupakan aktivitas pasif. Mengingat pentingnya keterampilan berpikir kritis dalam kehidupan maka sudah sepantasnyalah dalam pembelajaran guru melatih keterampilan tersebut agar siswa menjadi pemikir yang kritis dan pemecah masalah.

Seorang siswa harus mengetahui aturan yang relevan dan aturan-aturan itu didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah. Menurut Dahar (1989), konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir. Jadi penguasaan konsep dalam proses belajar-mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Siswa yang menguasai konsep tidak hanya mampu menghafal sejumlah konsep yang telah dipelajarinya, tetapi ia mampu menerapkannya pada aspek lainnya dengan mengembangkan konsep berpikirnya.

Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan terhadap penerapan model PBL ini. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model problem based learning menggunakan hypermedia dapat meningkatkan pemahaman, sikap dan motivasi siswa. Penelitian tersebut diperkuat penelitian Akinoglu dan Tandogen (2007) menunjukkan bahwa pengajaran sains di sekolah


(9)

lanjutan уang menggunakan model PBL memiliki efek lebih besar pada peningkatan pencapaian prestasi, sikap dan konsep belajar siswa pada materi tentang energi daripada kelompok kontrol yang menggunakan metode pengajaran tradisional.

Bukti empirik уang mendukung model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah hasil penelitian Sari (2005) dan Tiwari et.al (2006). Penelitian Sari (2005), menunjukkan bahwa implementasi model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam pembelajaran biologi. Penelitian ini diiperkuat oleh hasil penelitian Tiwari. et.al (2006), yang menyatakan bahwa ada peningkatan secara signifikan kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan yang diajarkan melalui problem based learning dibandingkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran ceramah.

Berdasarkan kajian teoritis dan bukti empirik diatas maka pada penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) dalam pembelajaran IPA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas maka permasalahan pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA antara siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) yang menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dibandingkan dengan siswa yang menerapkan model non PBL?”


(10)

Secara rinci permasalahan di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan berpikir kritis antara siswa kelas V SD yang menerapkan model problem based learning dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model non PBL?

2. Bagaimanakah hasil peningkatan penguasaan konsep IPA antara siswa kelas V SD yang menerapkan model problem based learning dibandingkan dengan siswa yang menerapkan model non PBL

3. Bagaimana aktivitas guru-siswa pada pembelajaran model PBL dan non PBL?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisis penggunaan model PBL pada pembelajaran IPA dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas V sekolah dasar.

2. Mengetahui dan menganalisis pelaksanaan pembelajaran sains dengan model PBL dalam meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa kelas V sekolah dasar.

3. Mengetahui dan menganalisis aktivitas pembelajaran dalam model PBL dan non PBL


(11)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur bagi penelitian selanjutnya dan dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan terutama bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagai alternatif model pembelajaran dalam pembelajaran IPA dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sains terutama pada jenjang pendidikan dasar .

E. Asumsi Penelitian

Asumsi atau anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik yang harus dirumuskan dengan jelas (Suharsimi Arikunto 1996:60). Asumsi dapat berupa teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri (Riduwan, 2006). Adapun Asumsi dalam penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah yang nyata dan kontekstual dapat melatih siswa dalam meningkatkan proses berpikir kritis (Trianto, 2007)

2. Setiap pembelajaran yang dibangun guru untuk mengembangkan keterampilan berfikir siswa dapat meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran Sagala (2007).

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:


(12)

1. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar IPA menggunakan pembelajaran model problem based learning (PBL) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL.

2. Peningkatan penguasaan konsep IPA siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model problem based learning (PBL) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL.

G. Definisi Operasional

Interpretasi dari istilah-istilah yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung dalam mengerjakan permasalahan уang otentik dengan maksud untuk menуusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaуa diri melalui fase kegiatan: 1) Mengorientasi tentang permasalahan kepada siswa; 2) Mengorganisasikan siswa untuk meneliti, 3) Membantu investigasi mandiri dan kelompok, 4) Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit, dan 5) Menganalisa dan mengevaluasi proses mengatasi masalah (Arends, 2007). Pembelajaran IPA dengan model ini dilakukan di kelas eksperimen sebanyak tiga kali pertemuan. Alokasi waktu pada setiap pertemuan adalah 2 x 35 menit dengan konsep mengenai daur air.


(13)

2. Model non PBL didefinisikan sebagai model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi yang seringkali dilakukan secara verbal (ceramah) dimana guru masih mendominasi dalam proses pembelajaran (teacher-centered). Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model ini dilaksanakan di kelas kontrol sebanyak 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap pertemuan dengan konsep daur air. 3. Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan mental yang

terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah (Suprapto, 2008). Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 1) Memahami konsep relevan dan tidak relevan, 2) Mengungkapkan masalah, 3) Memprediksi akibat уang mungkin terjadi, 4) Memahami konsep hipotesis, dan 5) Membuat kesimpulan. Keterampilan berpikir kritis ini diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran. Tes ini juga diperuntukkan bagi siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol

4. Penguasaan konsep IPA merupakan kemampuan siswa dalam memahami konsep IPA secara ilmiah, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Dahar, 1989), yang meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat sesuai dalam taksonomi bloom revisi. Penguasaan konsep IPA siswa diukur melalui tes tertulis, yaitu tes awal dan tes akhir pembelajaran. Tes ini juga diperuntukkan bagi siswa di kelas eksperimen maupun kelas kontrol.


(14)

H. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain “A Randomize Pre Test - Post Test Control Group Design”. Penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak terhadap kelas-kelas yang ada dengan subjek relatif sama. seperti usia, tingkat, jumlah siswa, waktu belajar, keterampilan dan lain-lain (Sugiyono, 2006). Instrumen pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan observasi, dan sebagai alat pengumpul data tambahan digunakan angket siswa.

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian di SD yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 21 dan SDN 4 Sungailiat, Kab. Bangka. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di sekolah tersebut kemiripan karakteristik sekolah, baik dari lokasi, kondisi lingkungan belajar, profil guru, tingkat pencapaian dan rata-rata UASBN IPA yang termasuk kategori sedang, serta ketersediaan sarana dan prasarana. Pemilihan tingkat kelas karena siswa kelas V SD rata-rata pada usia 11 tahun keatas dan diasumsikan sudah dapat berpikir secara rasional. Menurut (Arifin, 2002), anak pada usia ini sudah dapat berpikir logis yang dapat diterapkan dalam masalah yang kongkrit.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Model desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah “A Randomize Pretest Posttest Control Group Design”. Pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol pilih secara random (Sugiyono, 2006). Penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak terhadap kelas-kelas yang ada dengan subjek relatif sama. seperti usia, tingkat, jumlah siswa, waktu belajar, keterampilan dan lain-lain. Skor tes awal kedua kelompok harus relatif sama agar perlakuan betul-betul terbebas dari variabel lain. Desain penelitian seperti ini digambarkan pada Gambar 3.1

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 O2

(Sumber: Sugiyono, 2006)

Gambar 3.1 Desain Penelitian Penjelasan:

O1 dan O2 = Tes awal dan tes akhir tentang materi daur air X = Pembelajaran dengan menggunakan model PBL

Sebelum perlakuan (X) diberikan, dilakukan tes awal dengan soal tes yang sama untuk kedua kelas. Selanjutnya kelas ekperimen diberikan perlakuan


(16)

dengan menggunakan model PBL (Problem Based Learning) sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional atau dapat dikatakan sebagai model pembelajaran non PBL. Setelah beberapa waktu, kedua kelompok diberikan tes dengan tes yang sama sebagai tes akhir (tes akhir). Hasil dari tes awal dan akhir serta tes akhir masing-masing kelompok diperbandingkan (diuji perbedaannya). Perbedaan yang signifikan antara kedua hasil tes menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Sukmadinata, 2006).

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 4 Mei s.d 20 mei 2009. Penelitian ini dilaksanakan di SD yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 21 dan SDN 4 Sungailiat, Kab. Bangka. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di sekolah tersebut kemiripan karakteristik sekolah, baik dari lokasi, kondisi lingkungan belajar, profil guru, tingkat pencapaian dan rata-rata UASBN IPA yang termasuk kategori sedang, serta ketersediaan sarana dan prasarana. Pertimbangan lain adalah karakteristik siswa yang memiliki kemiripan dalam latar belakang kebudayaan serta status sosial ekonomi siswa. Untuk memastikankan homogenitas maka dilakukan uji beda rata-rata hasil tes awal kedua kelas. Ternyata dari hasil uji tersebut menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata dari kedua kelas sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan pada kedua kelas tersebut.


(17)

C. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian kita dalam suatu penelitian (Arikunto, 2006). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dan model non PBL sebagai variabel bebas dengan 2 variabel terikat yaitu keterampilan berpikir kritis dan penguasan konsep IPA siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan pernyatan Riduan (2006) bahwa dalam melaksanakan suatu penelitian biasanya digunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data agar kelemahan yang satu dapat ditutup dengan kebaikan yang lain. Namun apabila memang satu teknik dipandang dapat mencukupi, maka teknik lain tidak perlu digunakan. Yang penting bahwa teknik pengumpulan data tersebut benar-benar mendapatkan data yang valid dan reliabel. Terdapat tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

1. Tes Tertulis

Teknik pertama yang digunakan adalah tes tertulis. Tes tertulis pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep sains siswa sebagai hasil implementasi model problem based learning (PBL) dan model non PBL yang dikontruksi dalam bentuk tes objektif model pilihan ganda.


(18)

2. Angket

Teknik pengumpulan data melalui angket dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap model problem based learning (PBL) yang digunakan. Skala pengukuran yang digunakan dalam angket ini adalah skala likert. Skala Likert biasanya digunakan untuk mengukur sikap sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu peristiwa atau kejadian (Riduan, 2006). Adapun responden dalam pengisian angket adalah siswa yang termasuk dalam kelompok eksperimen atau siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model problem based learning (PBL).

3. Observasi

Observasi digunakan untuk melihat dan mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dan model non PBL. Observasi pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, yaitu tiga kali pertemuan pada kelas eksperimen dan tiga kali pertemuan pada kelas kontrol. Teknik untuk observasi dalam penelitian ini menggunakan alat perekam elektronik, yaitu kamera dan handycamp. Selanjutnya Rekaman video pembelajaran ini kemudian dianalisis menggunakan videograph.

E. Instrumen Penelitian

Keberhasilan dalam suatu penelitian juga ditentukan oleh instrumen yang digunakan. Instrumen yang salah dapat menggambarkan hasil dan kesimpulan yang salah pula sehingga instrumen yang kita gunakan harus valid dan reliabel . Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:


(19)

1. Tes Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis

Soal tes digunakan terdiri dari keterampilan berpikir kritis 15 soal objektif dan penguasaan konsep 35 soal objektif. Setiap soal dibuat untuk menguji keterampilan siswa berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep yang terkait dengan materi daur air. Soal tes ini dipergunakan dua kali, yaitu pada saat tes awal dan pada saat tes akhir. Soal-soal tes yang digunakan telah diujicobakan dan dianalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda tiap butir soal.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dikembangkan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran untuk model problem based learning dan telah disesuaikan pula dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini dirancang untuk tiga kali pertemuan, dimana dalam satu kali pertemuan dialokasikan waktu 2x35 menit. Pertemuan pertama membahas tentang proses daur air, kedua membahas tentang kegiatan yang mempengaruhi daur air dan pertemuan ketiga membahas mengenai tindakan penghematan air. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.

3. Angket

Angket yang digunakan berupa angket siswa. Angket ini terdiri dari 28 pernyataan dan disusun dalam bentuk skala Likert. Setiap siswa diminta untuk menjawab suatu pernyataan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),


(20)

ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS ) dengan respondennya siswa kelas V SD yang termasuk dalam kelompok eksperimen.

4. Pedoman Observasi.

Pedoman observasi dibuat untuk memudahkan dan membantu dalam melakukan observasi pembelajaran. Pedoman observasi ini berisi indikator-indikator PBL yang mungkin timbul dan akan diamati dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pedoman observasi yang peneliti gunakan, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan berupa prosedur kegiatan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Pendahuluan

Pada tahap implementasi model pembelajaran ini, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain

1) Studi Pendahuluan

Penelitian diawali dengan studi pendahuluan berupa observasi awal mengenai pelaksanaan pembelajaran IPA dan studi literatur tentang model pembelajaran serta variabel penelitian yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar. Pembahasan mengenai beberapa model dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam materi perkuliahan sangat membantu peneliti dalam menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian. Selain itu juga dilakukan studi pustaka untuk mengetahui


(21)

penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan dan variabel yang akan diambil dalam penelitian serta metodologi penelitian yang akan digunakan. 2) Pengembangan instrumen

Pengembangan instrumen penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut: menentukan materi dan subjek penelitian, menyusun RPP dan LKS, menyusun kisi-kisi soal penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis, menyusun soal tes penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa, validasi instrumen oleh pakar, uji coba instrumen, analisis instrumen dan penyusunan soal untuk tes awal dan tes akhir.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan pengumpulan data. Pada tahap implementasi model pembelajaran ini, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:

1) Pemberian tes awal terhadap kedua kelompok untuk mendapatkan data awal keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa sebelum mengikuti pembelajaran melalui model PBL dan model non PBL.

2) Melakukan persiapan pelaksanaan pembelajaran bersama guru dengan cara diskusi untuk melatih dan menambah wawasan kepada guru dalam mengimplementasikan model problem based learning (PBL) dan agar guru dalam menerapkan model tidak kaku. Penerapan model sepenuhnya dilakukan oleh guru, peneliti sebagai observer pada waktu pembelajaran berlangsung.

3) Pelaksanaan proses belajar mengajar, kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) sedangkan pada kelas kontrol


(22)

sebagai kelas pembanding dilakukan pembelajaran non PBL. Selama kegiatan pembelajaran dilakukan observasi terhadap proses belajar mengajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan rekaman menggunakan video

4) Pemberian tes akhir untuk melihat peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa setelah penerapan model PBL dan non PBL. 5) Pemberian angket siswa untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai

pembelajaran dengan model PBL 3. Tahap Penyelesaian

Tahap ini merupakan tahap pengolahan dan analisis data penelitian. Data hasil penelitian yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil tes siswa, diolah dan dianalisis dengan cara:

1) Mneghitung nilai hasil tes awal dan tes akhir penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa

2) Menghitung gain dan N-gain kedua soal tes

3) Menghitung perbedaan rerata N-gain secara statistik dengan menggunakan Software Statistical Package for Sosial Science (SPSS) for windows versi 12. Analisis data kualitatif hasil observasi dengan mentranskip video hasil pembelajaran menggunakan sebuah software “videograph” yang memang khusus dirancang menganalisis video (Rimmele, dalam Widodo, 2006). Kemudian dibuat pembahasan, kesimpulan dan laporan hasil penelitian. Selengkapnya alur proses penelitian digambarkan pada Gambar 3.2


(23)

Gambar 3.2 Alur Penelitian

Kajian Literatur

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Identifikasi Masalah

Non Tes (RPP, Lembar observasi, Angket)

Tes Tes Tertulis Instrumen

Studi Pendahuluan

ujicoba dan Analisis Tes

Tahap Penyelesaian

Observasi

DISKUSI DAN MELATIH GURU

Tes awal

Tes akhir

Analisis data dan Pembahasan

Data

Kesimpulan Kelas eksperimen

PBL

Tes akhir Angket

Kelas kontrol


(24)

G. Ujicoba Tes

Untuk mendapatkan instrumen tes yang valid dan reliabel maka dilakukan ujicoba instrumen tes. Kegiatan ujicoba ini dimaksudkan untuk menganalisa soal yang telah dikembangkan. Sebelum ujicoba dilakukan, telah terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu variabel penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Indikator-indikator dari tiap variabel penelitian ini dikembangkan sehingga soal tersebut dapat mengukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti. Peneliti menggunakan teori-teori yang ada dalam literatur dan penelitian sebelumnya dalam menentukan indikator variabel. Kemudian dibuat kisi-kisi yang berkenaan dengan materi tentang daur air. Kisi-kisi ini meliputi lingkup materi pertanyaan, keterampilan yang akan diukur, jenis pertanyaan, banyak pertanyaan. Indikator dalam kisi-kisi soal tes penguasaan konsep menggunakan taksonomi bloom (revisi), yaitu menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan membuat. Sedangkan indikator untuk soal keterampilan berpikir kritis, yaitu dapat memahami konsep relevan dan tidak relevan, dapat mengungkapkan masalah, memprediksi akibat уang mungkin terjadi, memahami konsep hipotesis, dan membuat kesimpulan Berdasarkan kisi-kisi tersebut, peneliti menyusun item atau pertanyaan soal.

Soal-soal yang disusun dan dikembangkan berasal dari berbagai sumber, ada yang peneliti buat sendiri, ada yang diterjemahkan dari soal TIMSS dan buku-buku lain yang relevan dengan materi daur air. Selama pengembangan soal, peneliti juga berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Setelah kedua soal tes


(25)

tersebut divalidasi oleh pakar, selanjutnya dilakukan ujicoba untuk melihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda tiap butir soal. Subjek ujicoba adalah siswa SD yang telah mendapatkan materi tentang daur air. Hasil ujicoba soal-soal tersebut kemudian dianalisis. Akhirnya, untuk soal tes penguasaan konsep diperoleh 48 soal dari 60 soal yang dikembangkan. Sedangkan untuk soal Keterampilan berpikir kritis diperoleh 18 soal dari 30 soal yang dikembangkan.

H. Analisis Instrumen Tes

Tes yang baik biasanya memenuhi kriteria validitas tinggi, reliabilitas tinggi, daya pembeda yang baik, dan tingkat kesukaran yang layak ( Arikunto, 2005). Untuk memenuhi kriteria itu, peneliti telah melakukan ujicoba instrumen. Analisis ini di lakukan untuk soal tes penguasaan konsep siswa dan soal tes Keterampilan berpikir kritis siswa. Pemberian skor untuk kedua tes adalah setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Analisis instrumen penelitian ini ada dua, yaiti analisis instrumen soal tes penguasaan konsep dan analisis soal tes Keterampilan berpikir kritis siswa. Analisis yang dilakukan sebagai berikut:

1. Validitas Soal

Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur (Sudjana, 2007). Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada tiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas


(26)

yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Koefisen korelasi diperoleh dengan menggunakan program anates yang dikembangkan oleh Karno To dan Yudi Wibisono (2004). Selanjutnya dihitung dengan uji-t dengan kaidah keputusan terlihat pada tabel 3.1:

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Soal

Kriteria Keputusan

t hitung > t tabel Valid t hitung < t tabel Tidak Valid

(Sumber: Akdon 2008: 144).

Berikut hasil analisis dari validasi soal dalam penelitian: 1) Validasi Soal Penguasaan Konsep Sains Siswa

Soal yang peneliti kembangkan sebelum ujicoba ada 60 soal bentuk objektif dari 26 indikator soal. Indikator-indikator soal ini sesuai dengan indikator pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun. Kisi-kisi soal untuk soal tes penguasaan konsep sebelum dan setelah validasi dapat dilihat dalam lampiran.

Setelah dilakukan ujicoba dan analisis validitas terhadap 60 soal tersebut ternyata 48 soal yang valid dan 12 soal yang tidak valid seperti pada tabel 3.2

Tabel. 3.2 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Tes Penguasaan Konsep Siswa

No Butir Soal Keterangan

1 1, 2 , 3, 4, , 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58,59,60

Valid


(27)

2) Validasi Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Soal tes Keterampilan berpikir kritis dikembangkan sebanyak 30 soal dengan 5 indikator berpikir kritis. Kisi-kisi soal berpikir kritis disajikan pada lampiran. Berdasarkan hasil ujicoba didapatkan 18 soal yang valid dan 12 soal yang tidak valid. Hasil analisis validitas keterampilan berpikir kritis pada Tabel. 3.3

Tabel 3.3 Hasil analisis validitas soal tes keterampilan berpikir kritis siswa

No Butir Soal Keterangan

1 3, 8, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 18, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,30

Valid 2 1, 2,4,5.6, 7, 17, 14, 19, 22, 11, 20 Tidak Valid

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah ketetapan hasil tes apabila dites pada subjek yang sama, dan untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil (Arikunto, 2005:90). Tinggi rendahnya reliabilitas tes hasil belajar bentuk obyektif dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya koefisien reliabilitas tes. Reliabilitas tes kedua soal tes dalam penelitian ini dihitung dengan metode non belah dua, yaitu menggunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20). Metode KR-20 berguna untuk mengetahui reliabilitas dari seluruh tes untuk item pertanyaan yang menggunakan jawaban bila benar bernilai 1 dan jika salah bernilai 0 (Akdon, 2008). Menurut Sudijono (1996), rumus KR-20 ini juga cocok untuk soal yang berbentuk objektif.

Peneliti memilih menggunakan rumus ini karena peneliti memiliki instrumen dengan jumlah butir soal tes ganjil yaitu 35 soal tes penguasaan konsep dan 15 soal tes keterampilan berpikir kritis. Selain itu terdapat indikator dengan yang memiliki soal berjumlah ganjil setelah dilakukan validasi sehingga tidak


(28)

memungkinkan untuk untuk menggunakan teknik belah dua untuk pengujian reliabiltas tes yang digunakan. Arikunto (2006), menyatakan bahwa persyaratan pokok yang harus di penuhi dalam teknik belah dua selain butir soal harus genap, belahan pertama dan kedua juga harus mengungkap aspek yang sama dan jika peneliti memiliki instrumen dengan soal ganjil maka dapat menggunakan rumus KR-20 untuk menghitung reliabilitas tes.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan menurut J.P. Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990).

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas Tes

Koefisien Kategori

0.80 < r11 ≤ 1.00 Sangat tinggi 0.60 < r11 ≤ 0.80 Tinggi 0.40 < r11 ≤ 0.60 Cukup 0.20 < r11 ≤ 0.40 Rendah

r11 ≤ 0.20 Sangat rendah Berikut hasil reliabilitas tes dalam penelitian:

1) Reliabilitas Tes Penguasaan Konsep Sains Siswa

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Kuder Richardson-20 (KR-20) didapatkan reliabilitas tes penguasaan konsep siswa: r11 = 0.838, r tabel = 0.20, r11 > r tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa tes ini adalah reliabel dengan kategori sangat tinggi.

2) Reliabilitas Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Kuder Richardson-20 (KR-20) didapatkan reliabilitas tes keterampilan berpikir kritis siswa: r11 = 0.91, r tabel = 0.30, r11 > r tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa tes ini adalah reliabel dengan kategori sangat tinggi.


(29)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah keterampilan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berketerampilan tinggi dengan siswa yang berketerampilan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskrimasi tes atau daya pembeda (D). Diskriminasi atau daya pembeda diperoleh dari hasil pengurangan proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar dengan proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Arikunto, 2005).

Tabel 3. 5 Kategori Daya Pembeda Soal

Batasan Kategori

Negatif – 9 % Sangat buruk, harus dibuang 10 % - 19 % Buruk, sebaiknya dibuang

20 % - 29 % Agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30 % - 49 % Baik

50 % ke atas Sangat baik (Sumber: Karno To, 2003)

Analisis daya pembeda soal dicari dengan menggunakan program anates dengan hasil sebagai berikut:

1. Daya Pembeda Soal Tes Penguasaan Konsep Sains Siswa

Berdasarkan perhitungan daya pembeda, dari 60 soal tes penguasaan konsep IPA diperoleh 8 soal mempunyai kategori daya pembeda sangat buruk, 11 soal daya pembeda buruk, 15 soal daya pembeda agak baik, 21 soal daya pembeda baik, dan 5 soal daya pembeda sangat baik. Keterangan lengkap pada Tabel 3.6

Tabel 3.6 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Penguasaan Konsep Siswa

No Item Soal Keterangan

1 7, 16, 20, 30, 32, 35, 43, 45, Sangat Buruk

2 8, 12, 13, 14, 15, 23, 26, 31, 33, 36, 60 Buruk 3 1, 2, 5, 17, 18, 22, 25, 27, 28, 34, 40, 42, 55, 56, 57, Agak Baik 4 3, 4, 9, 10, 11, 19, 21, 24, 29, 37, 38, 41, 44, 46, 47,

48, 49, 50, 51, 52,53,

Baik


(30)

2. Daya Pembeda Soal Tes Berpikir Kritis Siswa

Hasil perhitungan daya pembeda soal tes keterampilan berpikir kritis siswa yang berjumlah 30 butir maka diperoleh soal yang mempunyai kategori daya pembeda sangat buruk, buruk, agak baik, baik, dan soal dengan kategori daya pembeda sangat baik. Keterangan lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.7

Tabel 3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

No Item Soal Keterangan

1 7, 11 Sangat Buruk

2 3, 5, 14, 19, 20, 25 Buruk

3 22, 6 Agak Baik

4 1, 2, 4, 10, 12, 17, 19 Baik

5 8, 9, 13, 15, 16, 18, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30 Sangat Baik 4. Tingkat Kesukaran

Soal yang dapat dinyatakan baik jika tingkat kesukaran dari butir soal tersebut berderajat sedang atau cukup. Tingkat kesukaran dari setiap item soal diperoleh dari hasil pembagian Jumlah seluruh siswa peserta tes dengan Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar (Arikunto, 2005).

Tabel 3.8 Kategori Tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0 % -15 % Sangat sukar, sebaiknya dibuang 16 % - 30 % Sukar

31 % - 70 % Sedang 71 % - 85 % Mudah

86 % - 100 % Sangat mudah, sebaiknya dibuang (Sumber: Karno To, 2003)

Analisis tingkat kesukaran setiap item soal dicari dengan menggunakan program anates. Adapun hasil dari perhitungan diperoleh sebagai berikut:


(31)

1) Tingkat Kesukaran Soal Penguasaan Konsep Sains Siswa

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran , dari 60 soal yang diujicobakan diperoleh 11 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran sangat mudah, 7 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran mudah, 32 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran sedang, 4 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran yang sukar dan 6 butir soal mempunyai kategori tingkat kesukaran yang sukar.

Tabel 3.9 Hasil Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Penguasaan Konsep Siswa

No Item Soal Keterangan

1 1, 13, 28,31, 33, 46, 51, 57, 58,59, 60 Sangat Mudah

2 2, 18, 22, 23, 34, 47, 48, Mudah

3 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 30, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 44, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56

Sedang

4 8, 10, 14, 41 Sukar

5 15, 20,15, 32, 43, 45, Sangat sukar

2) Tingkat Kesukaran Soal Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran soal tes yang berjumlah 30 diperoleh 3 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran sangat mudah, 8 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran mudah, 16 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran sedang 3 soal mempunyai kategori tingkat kesukaran sukar. Tabel 3.10 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Keterampilan Berpikir

Kritis Siswa

No Item Soal Keterangan

1 3, 5, 11 Sangat Mudah

2 2, 10, 13, 18, 19, 23, 24, 29 Mudah

3 1,4, 7, 8, 9, 14, 15, 16, 17, 20, 21, 25, 26, 27, 28, 30 Sedang

4 6, 12,22 Sukar

5. Penyusunan Soal Tes awal dan Tes akhir

Setelah memperhatikan hasil perhitungan validitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes maka dilakukan penyusunan soal tes awal dan tes akhir


(32)

yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun hasil penyusunan untuk soal tes awal dan tes akhir sebagai berikut:

1) Soal Tes Penguasaan Konsep Siswa

Berdasarkan hasil ujicoba, dari 60 soal diperoleh 48 soal yang baik dan layak untuk dipakai yaitu nomor: 1, 2 , 3, 4, , 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58,59 dan 60. Soal tersebut kemudian dipilih sebanyak 35 soal untuk digunaan sebagai tes awal dan tes akhir. Indikator untuk mengukur penguasaan konsep siswa mengenai materi daur air yang terdapat dalam kisi-kisi soal telah terpenuhi dalam 35 soal tersebut.

2) Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Berdasarkan hasil ujicoba, dari 30 soal diperoleh 18 soal yang baik dan layak untuk dipakai yaitu nomor: 8, 9, 12, 13, 15, 16, 18, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29. Seperti pada soal tes penguasaan konsep siswa, dari 18 soal tersebut dipilih lagi sebanyak 15 butir soal sebagai soal tes awal dan tes akhir yang digunakan dalam penelitian. 15 soal tersebut telah memenuhi seluruh indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang digunakan dalam penelitian, dimana setiap indikator berpikir kritis diwakili oleh tiga soal.

Rekapitulasi hasil perhitungan analisis instrumen penelitian serta soal tes awal dan tes akhir penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.


(33)

I. Analisis Data Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini ada 2, yaitu analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif.

1. Analisis data kuantitatif

Data kuantitatif berupa hasil tes siswa, diolah dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Software Statistical Package for Sosial Science (SPSS) for windows versi 12.0 dengan tahapan sebagai berikut:

1) Menghitung Skor Gain yang di Normalisasi (N-Gain)

Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) ( Hake dalam Meltzler, 2002). Kriteria tingkat N-Gain dapat dilihat pada Tabel 3.11

Tabel 3.11 Kriteria Tingkat N-Gain

Batasan Kategori

0.00 < N-Gain ≤ 0.30 Tinggi 0.30 < N-Gain ≤ 0.70 Sedang 0.70 < N-Gain ≤ 1.00 Mudah 2) Uji Normalitas Distribusi Data

Sebelum menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One Kolmogorov Smirnov test dengan bantuan SPSS for windows versi 12.0. Uji ini dilakukan untuk nilai tes awal, tes akhir dan N-Gain baik kelas kontrol maupun eksperimen.

3) Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene melalui bantuan SPSS for windows versi 12.0 dengan batas signifikansi 95%.


(34)

4) Uji Beda Rata-Rata

Uji beda rata-rata skor tes awal dan tes akhir penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis menggunakan analisis statistik parametrik menggunakan uji-t jika sebaran data berdistribusi normal dan varian data kedua kelas homogen. Jika data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan statistik non parametrik menggunakan uji-Wilcoxon dengan batas signifikansi 95%. Uji yang dilakukan adalah uji satu pihak, karena dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan peneliti lebih cenderung pada pembelajaran yang dikembangkan, yaitu Problem Based Learning. Sebagaimana Arikunto (2006) menyatakan bahwa dalam penelitian eksperimen itu cenderung uji satu pihak karena biasanya peneliti mengharapkan akibat positif dari perlakuan yang diberikan.

2. Analisis data kualitatif,

Data kualitatif yang diolah dan dianalisa adalah data angket dan data hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil pengisian angket yang merupakan tanggapan siswa terhadap implementasi model pembelajaran dihiyung skor kemudian ditabulasi dan dihitung dalam persentase. Pengolahan dan analisis data hasil observasi pembelajaran adalah dengan mentranskip video hasil pembelajaran. Proses transkip dan analisa dilakukan dengan menggunakan sebuah software “videograph” yang memang khusus dirancang menganalisis video (Widodo, 2005). Melalui software ini peneliti bisa menganalisis setiap adegan dan mengkode adegan tersebut sesuai indikator yang dikembangkan dalam penelitian.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan dan analisis data penelitian, mengenai kemampuan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran dengan model PBL dan pembelajaran non PBL, maka penulis menyimpulkan, pertama,, bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar menggunakan model problem based learning lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL. Hal ini dapat terlihat dari perolehan nilai N-gain kedua kelas. Walaupun peningkatan kedua kelas termasuk pada kategori rendah, namun perbedaan hasil peningkatan keterampilan berpikir kritis menunjukkan hasil berbeda secara signifikan.

Kedua, peningkatan penguasaan konsep IPA siswa yang belajar menggunakan model problem based learning lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran model non PBL. Penguasaan konsep IPA siswa yang menggunakan model PBL termasuk pada kategori sedang sedangkan penguasaan konsep IPA siswa yang menggunakan model non PBL berada pada kategori rendah.

Pembelajaran melalui model Problem Based Learning dapat mendorong siswa untuk aktif karena menuntut siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan masalah yang disajikan. Kendala yang terjadi selama proses


(36)

pembelajaran ini yaitu: waktu yang tersedia dan koleksi perpustakaan yang kurang memadai.

Siswa memiliki tanggapan yang positif tentang pembelajaran dengan model PBL. Berdasarkan hasil penelitian siswa merasa termotivasi dalam belajar dan menjadi lebih percaya diri untuk mengeluarkan pendapat dan ide-ide. Menurut siswa secara keseluruhan pembelajaran PBL ini menyenangkan dan tidak membosankan.

B. SARAN

Model PBL ini didasari oleh prinsip-prinsip teoritis yang solid dan bukti empiris yang mendukung pengunaannya. Berdasarkan temuan dan hasil dari penelitian ini maka penulis menyarankan, Pertama, Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang menekankan bahwa siswa yang aktif dalam pelajaran, dimana guru berperan sebagai fasilitator bukan hanya sebagai pemberi informasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA siswa yang belajar dengan menerapkan model PBL lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan model non PBL. Namun peningkatan ini masih dalam kategori rendah. Sedangkan untuk peningkatan penguasaan konsep siswa termasuk kategori sedang. Oleh karena itu kemampuan guru sebagai pembimbing atau fasilitator dalam memfasilitasi pembelajaran PBL serta keterampilan dalam mengembangkan soal-soal yang berhubungan dengan keterampilan berpikir kritis masih perlu untuk ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan dan literatur yang


(37)

relevan sehingga dapat lebih mendukung keterlaksanaan penerapan model PBL dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar. Selain itu kurangnya literatur di perpustakaan dan sumber daya yang memadai untuk mendukung proses penyelidikan siswa dalam pembelajaran ini juga dapat menjadi perhatian pihak-pihak yang terkait.

Kedua, selain peningkatan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa, tampak ada antusiasme yang cukup besar dikalangan siswa terhadap model ini. Hal ini terlihat dari hasil angket yang disebarkan kepada siswa bahwa pembelajaran ini menyenangkan dan tidak membosankan. Tidak salah kiranya jika model problem based learning menjadi alternatif bagi guru dalam pembelajaran untuk mengembangkan proses berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA pada siswa sekolah dasar

Ketiga, Pembelajaran IPA melalui model problem based learning pada jenjang sekolah dasar dapat digunakan oleh peneliti lain untuk meneliti lebih dalam lagi tentang keefektifan model pembelajaran IPA dengan model PBL. Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada konsep dan materi yang berbeda dengan intensitas pertemuan yang lebih banyak sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lengkap dan dapat menggambarkan pelaksanaan model ini dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar. Berbagai temuan dan kendala dalam penelitian ini juga kiranya dapat dijadikan masukan bagi para peneliti selanjutnya dalam meneliti penerapan model problem based learning pada jenjang sekolah dasar.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://Pendidikannetwork.com [20 Desember 2008]

Akdon. (2008). Aplikasi Statisika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi

Akinoglu. O. dan Tandogen. R.O. (2007). “The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3, (1), 71-81

Amir, M. T. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana

Arend, R. L. (2008). Learning To Teach: Belajar Untuk Mengajar. Buku Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arifin, M. (2002). Strategi Belajar Mengajar Kimia: Prinsip dan Aplikasinya Menuju Pembelajaran Yang efektif. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara Azmiyawati, C., Omegawati, W.N. dan Kusumawati, R. (2008). IPA Salingtemas

untuk kelas V SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Carin, A. A. (1997). Teaching Science through Discovery. Columbus Ohio: Merril Publishing Company.

Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta, Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional


(39)

Devi, P. K. (2001). “Penerapan Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Kegiatan Eksperimen dan Non Eksperimen”. Proceeding of the Seminar on Quality Improvement of Mathematics and Science Education in Indonesia August 21. Bandung: JICA-IMSTEP FMIPA UPI

Finucane, P.M., Johnson, S.M. dan Prideaux, D.J. (1998). “Problem Based Learning: Its Rationale and Efficiency”. Medical Journal of Australia, 168, 445-448

Galagher, S. dan Stepien, V. (1997). “Problem Based Learning: As authentic as it gets”. Educational Leadership, 50 (7). 25-8

Hmelo-Silver, C. E. dan Barrows, H. S. (2006). “Goals and strategies of a Problem Based Learning Facilitator”. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning , 1, (1), 21-39

Iskandar, S. M. (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jones, D. (1996). Disadvantages of problem Based Learning. [Online]. Tersedia: http://edweb.sdsu.edu/clirit/learningtree/PBL/DisPBL.html [20 Desember 2008]

Karno To. (2003). Mengenal Analisis Tes. Pengantar ke Program Komputer Anates. Edisi ke-2. Bandung: UPI.

Lepinski. (2005). Problem-Based Learning: A New Approach To Teaching, Training & Developing Employees. Cokie Lepinski, Assistant Communications Manager Marin County Sheriff’s Office. [Online]. Tersedia: http://www.sacpd.org/RCPI/ [26 Desember 2008]

Lee, H. dan Sonmez, D. (2003). “Problem Based Learning in Science”. Eric Digest. [ED 482724]

Liu, M. (2005). Motivating Students Through Problem-based Learning. Austin: Dept. of Curriculum & Instruction University of Texas

Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B. F., Presseisen, B. Z., Rankin, S.C. dan Suhor, C. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for curriculum and Instruction. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development


(40)

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: ‘hidden variable’ in Diagnostic Pretestt Scores”. American Journal of Physics, 70, (12), 1259-1267.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standard (NSES). Washington: National Academy Press.

Ngeow, K. dan Kong. (2001). “Learning to Learn: Preparing Teachers and Students for Problem-Based Learning”. Eric Digest. [ED 457524]

Nurhasanah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Sistem Respirasi Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Paul, R.W. dan Walsh, D. (1986). The Goal Of Critical Thinking: From Educational Ideal to Educational Reality. Washington, D. C: American Federation of Teachers Educational Issues Department

Penner. K. (1995). Teaching Critical Thinking. Regent College. [Online]. Tersedia: http://web.ucs,ubc.ca/k/penner/c-think.htm [26 Desember 2008] Ramli, M. P. (1997). Mari Mencoba Sains : Air, Udara, Cuaca. Bogor: Regina Riduan. (2006). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta

Rositawaty, S. dan Muharam, A. (2008). Senang belajar Ilmu Pengetahuan Alam 5: untuk Kelas V Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sari, Y. D. (2005). “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi dan Kemampuan Berpikir kritis Siswa SMA Lab UM Melalui Program Piloting IMSTEP-JICA FMIPA UM”. Prosiding Seminar Nasional: MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP 5-6 September. Malang: JICA-IMSTEP FPMIPA UM


(41)

Savery, J. R. dan Duffy, T. M. (1995). “Problem Based Learning: An Instructional Model and its Constructivist Framewok”. Educational Technology, 35, 31-38

Schafersman, S. D. (1991). An Introduction To Critical Thinking. [Online] Tersedia: http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html [5 Desember 2008]

ScienceNetLinks. (2009). The Water Cycle. [Online]. Tersedia: http://edweb.sdsu.edu/clirit/learningtree/PBL/DisPBL.html [2 Juni 2009) Semiawan, C. R, (2008). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah

Dasar. Jakarta: PT Indeks

Setiono, A. (2007). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://wordpress.com [20 Maret 2009]

Smith, C. A. (1995). Features Section: Problem Based Learning Biochemisry and Molecular Biology Education, The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning. 23, (3), 149-152

Suci, N. M. (2008). “Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan ekonomi UNDIKSHA”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Undiksha. 2, (1),74-86.

Sudarman. (2007). “Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman Samarinda. 2, (2), 68-73.

Sudijono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar Proses BelajarMengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sukamadinata, N. S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya


(42)

Sulistyanto, H. dan Wiyono, E. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam 5 : Untuk SD Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Suprapto. (2008). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://Pendidikannetwork.com [20 Desember 2008]

Susanto, P. (2002). Ketrampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

Tiwari, A. et.al. (2006). A comparison of the effects of problem-based learning and lecturing on the development of students' critical thinking. [Online]. Tersedia : http://www.blackwell-synergy.com/toc/med/40/6 [4 Januari 2009] Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka

Visser, Y. L. (2002). Effects of Problem Based and Lecture-Based Instructional Strategies on Problem Solving Performance and Learner Attitudes in a High School Genetics Class. Paper Presented at The 2002 Annual Meeting of The American Educational Research Association, New Orleans, LA

Wang, H. C. A., Thompson, P. dan Shuler, C. F. (1998). Essential Components of Problem-Based Learning or the K-12 Inquiry Science Instruction. California: School of Dentistry University of Southern California

Ward, J. D. dan Lee, C. L . (2002). “A Review Problem-Based Learning”. Journal of Family and Consumer Sciences Education, 2, (1), 16-25

Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA UNM.

Widodo, A. (2005). Analisis pembelajaran Biologi dengan menggunakan Video. Makalah Seminar Nasional Pendidikan IPA III, Bandung.

Widodo, A. (2007). “Peranan Lesson Study Dalam Peningkatan Kemampuan Mengajar Mahasiswa Calon Guru”. Jurnal Varia Pendidikan. 19, (1,) 15-28. Widodo, A. (2008). Taksonomi dan Pengembangan Butir Soal. Jurusan

Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Wikipidia. (2008). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://www.wikipedia.org [20 Desember 2008]


(43)

Wikipidia. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://www.wikipedia.org [20 Desember 2008]


(44)

Wikipedia (2008) Suprapto (2008) Haskins (2006)

http://jurnaljpi.wordpress.com/category/muchamad-afcariono/

Air tawar merupakan sumber kehidupan manusia, hewan dan Tumbuhan. Dalam tubuhmanusia air adalah hal yang pokok untuk melarutkan dan menyebarkan keperluan hidup keseluruh tubuh (misalnya: Karbon dioksida. Oksigen dan garam), penyingkiran bahan limbah bahkan untuk pergerakan otot. Tanpa air manusia takkan sanggup untuk mengejapkan mata. Tubuh manusia terdiri dan 60 % air, adalah merupakan jumlah yang cukup besar bila dibandingkan dengan komponen lain. Manusia dapat hidup beberapa pekan tanpa makan, contohnya : seorang takir India dapat hidup 81 hari lamanya tanpa makan sedikitpun. Tetapi tanpa air, manusia hanya dapat mengharapkan hidup paling lama 10 hari. Makin tinggi taraf hidup manusia, maka kebutuhan air tawar semakin meningkat, padahal persediaan air hanya tergantung pada sistim pemurnian air secara alamiah yaitu air tanah. Kekurangan air dari hari ke hari semakin meningkat, problem ini juga merupakan masalah yang akut pada daerah yang berarea sempit tetapi berpenduduk sangat padat. Oleh karena itu, para ahli tanah terus menerus berusaha mencari tandon air bawah tanah yang baru. Sementara itu para ilmuwan mencoba berbagai cara untuk memproduksi air tawar dari tandon air alami yang sangat luas yaitu laut.


(1)

Devi, P. K. (2001). “Penerapan Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Kegiatan Eksperimen dan Non Eksperimen”. Proceeding of the Seminar on Quality Improvement of Mathematics and Science Education in Indonesia August 21. Bandung: JICA-IMSTEP FMIPA UPI

Finucane, P.M., Johnson, S.M. dan Prideaux, D.J. (1998). “Problem Based Learning: Its Rationale and Efficiency”. Medical Journal of Australia, 168, 445-448

Galagher, S. dan Stepien, V. (1997). “Problem Based Learning: As authentic as it gets”. Educational Leadership, 50 (7). 25-8

Hmelo-Silver, C. E. dan Barrows, H. S. (2006). “Goals and strategies of a Problem Based Learning Facilitator”. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning , 1, (1), 21-39

Iskandar, S. M. (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jones, D. (1996). Disadvantages of problem Based Learning. [Online]. Tersedia: http://edweb.sdsu.edu/clirit/learningtree/PBL/DisPBL.html [20 Desember 2008]

Karno To. (2003). Mengenal Analisis Tes. Pengantar ke Program Komputer Anates. Edisi ke-2. Bandung: UPI.

Lepinski. (2005). Problem-Based Learning: A New Approach To Teaching, Training & Developing Employees. Cokie Lepinski, Assistant Communications Manager Marin County Sheriff’s Office. [Online]. Tersedia: http://www.sacpd.org/RCPI/ [26 Desember 2008]

Lee, H. dan Sonmez, D. (2003). “Problem Based Learning in Science”. Eric Digest. [ED 482724]

Liu, M. (2005). Motivating Students Through Problem-based Learning. Austin: Dept. of Curriculum & Instruction University of Texas

Marzano, R.J., Brandt, R.S., Hughes, C.S., Jones, B. F., Presseisen, B. Z., Rankin, S.C. dan Suhor, C. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for curriculum and Instruction. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development


(2)

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: ‘hidden variable’ in Diagnostic Pretestt Scores”. American Journal of Physics, 70, (12), 1259-1267.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standard (NSES). Washington: National Academy Press.

Ngeow, K. dan Kong. (2001). “Learning to Learn: Preparing Teachers and Students for Problem-Based Learning”. Eric Digest. [ED 457524]

Nurhasanah. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Sistem Respirasi Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Paul, R.W. dan Walsh, D. (1986). The Goal Of Critical Thinking: From Educational Ideal to Educational Reality. Washington, D. C: American Federation of Teachers Educational Issues Department

Penner. K. (1995). Teaching Critical Thinking. Regent College. [Online]. Tersedia: http://web.ucs,ubc.ca/k/penner/c-think.htm [26 Desember 2008] Ramli, M. P. (1997). Mari Mencoba Sains : Air, Udara, Cuaca. Bogor: Regina Riduan. (2006). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta

Rositawaty, S. dan Muharam, A. (2008). Senang belajar Ilmu Pengetahuan Alam 5: untuk Kelas V Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Rustaman, N. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sari, Y. D. (2005). “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi dan Kemampuan Berpikir kritis Siswa SMA Lab UM Melalui Program Piloting IMSTEP-JICA FMIPA UM”. Prosiding Seminar Nasional: MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP 5-6 September. Malang: JICA-IMSTEP FPMIPA UM


(3)

Savery, J. R. dan Duffy, T. M. (1995). “Problem Based Learning: An Instructional Model and its Constructivist Framewok”. Educational Technology, 35, 31-38

Schafersman, S. D. (1991). An Introduction To Critical Thinking. [Online] Tersedia: http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html [5 Desember 2008]

ScienceNetLinks. (2009). The Water Cycle. [Online]. Tersedia: http://edweb.sdsu.edu/clirit/learningtree/PBL/DisPBL.html [2 Juni 2009) Semiawan, C. R, (2008). Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah

Dasar. Jakarta: PT Indeks

Setiono, A. (2007). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://wordpress.com [20 Maret 2009]

Smith, C. A. (1995). Features Section: Problem Based Learning Biochemisry and Molecular Biology Education, The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning. 23, (3), 149-152

Suci, N. M. (2008). “Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan ekonomi UNDIKSHA”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Undiksha. 2, (1),74-86.

Sudarman. (2007). “Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman Samarinda. 2, (2), 68-73.

Sudijono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar Proses BelajarMengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika untuk Guru dan Calon Guru Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.

Sukamadinata, N. S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya


(4)

Sulistyanto, H. dan Wiyono, E. (2008). Ilmu Pengetahuan Alam 5 : Untuk SD Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Suprapto. (2008). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://Pendidikannetwork.com [20 Desember 2008]

Susanto, P. (2002). Ketrampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

Tiwari, A. et.al. (2006). A comparison of the effects of problem-based learning and lecturing on the development of students' critical thinking. [Online]. Tersedia : http://www.blackwell-synergy.com/toc/med/40/6 [4 Januari 2009] Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik: Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka

Visser, Y. L. (2002). Effects of Problem Based and Lecture-Based Instructional Strategies on Problem Solving Performance and Learner Attitudes in a High School Genetics Class. Paper Presented at The 2002 Annual Meeting of The American Educational Research Association, New Orleans, LA

Wang, H. C. A., Thompson, P. dan Shuler, C. F. (1998). Essential Components of Problem-Based Learning or the K-12 Inquiry Science Instruction. California: School of Dentistry University of Southern California

Ward, J. D. dan Lee, C. L . (2002). “A Review Problem-Based Learning”. Journal of Family and Consumer Sciences Education, 2, (1), 16-25

Wartono. (2003). Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: JICA UNM.

Widodo, A. (2005). Analisis pembelajaran Biologi dengan menggunakan Video. Makalah Seminar Nasional Pendidikan IPA III, Bandung.

Widodo, A. (2007). “Peranan Lesson Study Dalam Peningkatan Kemampuan Mengajar Mahasiswa Calon Guru”. Jurnal Varia Pendidikan. 19, (1,) 15-28. Widodo, A. (2008). Taksonomi dan Pengembangan Butir Soal. Jurusan

Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Wikipidia. (2008). Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://www.wikipedia.org [20 Desember 2008]


(5)

Wikipidia. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedia: http://www.wikipedia.org [20 Desember 2008]


(6)

Wikipedia (2008) Suprapto (2008) Haskins (2006)

http://jurnaljpi.wordpress.com/category/muchamad-afcariono/

Air tawar merupakan sumber kehidupan manusia, hewan dan Tumbuhan. Dalam tubuhmanusia air adalah hal yang pokok untuk melarutkan dan menyebarkan keperluan hidup keseluruh tubuh (misalnya: Karbon dioksida. Oksigen dan garam), penyingkiran bahan limbah bahkan untuk pergerakan otot. Tanpa air manusia takkan sanggup untuk mengejapkan mata. Tubuh manusia terdiri dan 60 % air, adalah merupakan jumlah yang cukup besar bila dibandingkan dengan komponen lain. Manusia dapat hidup beberapa pekan tanpa makan, contohnya : seorang takir India dapat hidup 81 hari lamanya tanpa makan sedikitpun. Tetapi tanpa air, manusia hanya dapat mengharapkan hidup paling lama 10 hari. Makin tinggi taraf hidup manusia, maka kebutuhan air tawar semakin meningkat, padahal persediaan air hanya tergantung pada sistim pemurnian air secara alamiah yaitu air tanah. Kekurangan air dari hari ke hari semakin meningkat, problem ini juga merupakan masalah yang akut pada daerah yang berarea sempit tetapi berpenduduk sangat padat. Oleh karena itu, para ahli tanah terus menerus berusaha mencari tandon air bawah tanah yang baru. Sementara itu para ilmuwan mencoba berbagai cara untuk memproduksi air tawar dari tandon air alami yang sangat luas yaitu laut.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT TERHADAP KETRAMPILAN BERBICARA PADA ANAK Perbedaan Antara Kepribadian Ekstrovert Dan Introvert Terhadap Ketrampilan Berbicara Pada Anak TK Idola Shiraathal Mustaqiim Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 14

PENDAHULUAN Perbedaan Antara Kepribadian Ekstrovert Dan Introvert Terhadap Ketrampilan Berbicara Pada Anak TK Idola Shiraathal Mustaqiim Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 5

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK-ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA GAMBAR Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Anak-Anak Usia Dini Melalui Media Gambar pada Kelompok B Di TK Pertiwi Jaten I Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 15

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI DI KOTA MEDAN.

0 0 25

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA GAMBAR FOTO KELUARGA Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Media Gambar Foto Keluarga Di Kelompok B Tk Pertiwi Butuhan Delanggu Tahun 2012/2013.

0 0 14

Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini Melalui Pengunaan Media Gambar.

0 2 27

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI.

0 1 46

PENGARUH METODE TOTAL PHYSICAL RESPONSE TERHADAP KEMAMPUAN MENYIMAK DAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA ARAB PADA ANAK USIA DINI: Studi Eksperimen Kuasi Di RA Al-Muqoddasah Jagabaya Banjaran Bandung.

2 21 48

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK INTROVERT DAN EKSTROVERT (STUDI KASUS PADA KELUARGA ANAK INTROVERT DAN EKTROVERT DI DESA BRANGSI).

0 0 109

PENGENALAN AKSARA MELALUI MEDIA GAMBAR TERHADAP ANAK USIA DINI

1 6 25