DAYA PEMBENGKAKAN (SWELLING POWER) CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) TERHADAP Daya Pembengkakan (Swelling Power) Campuran Tepung Terigu Dan Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium) Terhadap Elastisitas Dan Kesukaan Senso
DAYA PEMBENGKAKAN (SWELLING POWER) CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) TERHADAP
ELASTISITAS DAN KESUKAAN SENSORIK MIE BASAH
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI
Disusun Oleh:
MUHAMMAD KHADZIQUL FAHMI NIM : J 310 080 035
PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
(2)
(3)
2
ABSTRACT
MUHAMMAD KHADZIQUL FAHMI. J 310 080 035
SWELLING POWER RATIO MIXTURE OF WHEAT FLOUR AND XANTHOSOMA SAGITTIFOLIUM FLOUR TOWARD ELASTICITY AND SENSORY PREFERENCE OF WET NOODLE.
Elasticity of wet noodle is a textural characteristic which related to power or consistency of the formed gel. One of the factors that effect elasticity is a swelling power. Swelling power can determined starch ability to inflate.
The aims of this research is to determine the swelling power effect of wheat flour and xanthosoma sagittifolium flour mixture on elasticity and sensory preference of wet noodle.
The design of the research was completely randomized design. The research was done in three treatment groups and one control group, each with three times of repeat analysis. The data was analyzed with one way anova.
The result shows that there are not effect of wheat flour and xanthosoma sagittifolium mixture ratio on swelling power. However there are effect on wet noodle elasticity, the highest value elasticity (0,111 N) was found in wheat flour and xanthosoma sagittifolium flour mixture with ratio 70%:30% and the lowest value of elasticity (0,051 N) found in ratio 50%:50%. There are effect of wheat flour and xanthosoma sagittifolium flour mixture ratio on sensory preference at colour, taste, and overall preference. However there are not effect on flavor and texture of wet noodle. There are not effect of swelling power on elasticity of wet noodle.
From the result, it can be conclude that the maximum substitution of xanthosoma sagittifolium at manufactured wet noodle is 30%.
Keywords : Elasticity, Swelling Power, Ratio Mixture of Wheat Flour and Xanthosoma Sagittifolium Flour, Wet Noodle.
(4)
3
A. PENDAHULUAN
Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan. Melalui penganekaragaman pangan akan didapatkan variasi makanan yang beranekaragam dan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia (Soenardi, 2002). Penganekaragaman pangan juga berguna untuk mengurangi ketergantungan pada produk makanan yang berbahan dasar tepung terigu.
Tepung terigu adalah salah satu bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan berbagai macam makanan seperti biskuit, roti, cake, mie dan lain sebagainya. Konsumsi tepung terigu masyarakat Indonesia termasuk tinggi yaitu hampir sebesar
3,8 juta ton per tahunnya (Purna dkk, 2009).
Konsumsi yang berlebih pada tepung terigu juga berdampak buruk bagi kesehatan karena waktu metabolisme dalam tubuh yang lama. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan atas gandum adalah dengan mensubstitusi tepung terigu dengan bahan tepung lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal (Muchtadi dan Soeryo, 1991).
Sumber pangan lokal yang berbasis karbohidrat untuk dapat dikembangkan menjadi suatu produk yaitu kimpul (Xanthosoma sagittifolium). Pemanfaatan kimpul dilakukan karena selain harganya murah juga untuk meningkatkan nilai ekonominya. Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram kimpul meliputi energi 108 kalori, protein 1,4
(5)
4
gram, lemak 0,4 gram, karbohidrat 25,0 gram, kalsium 47 mg, fosfor 67 mg, Fe 0,7 mg, thiamin 0,06 mg, vitamin C 4 mg, air 72,4% (DKBM, 2005). Salah satu contoh produk pangan lokal yang berbasis karbohidrat adalah mie.
Mie merupakan makanan yang sangat digemari anak – anak sampai dengan orang dewasa karena rasanya enak, praktis, dan mengenyangkan. Di pasaran, saat ini dikenal ada beberapa jenis mie antara lain mie basah, mie segar, mie kering, dan mie instant.
Mie basah merupakan salah satu jenis mie yang sudah dikenal luas dan menjadi makanan yang disukai masyarakat di Indonesia. Mie basah merupakan makanan yang berbahan dasar tepung terigu. Hal tersebut berkaitan dengan adanya ketergantungan pada tepung terigu.
Kualitas mie basah, baik mutu organoleptik, sifat fisik, maupun daya awetnya dapat bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan, penggunaan bahan tambahan, dan juga dipengaruhi oleh daya elastisitas yang akan sangat berpengaruh pada daya terima konsumen.
Salah satu faktor yang mempengaruhi elastisitas mie basah adalah daya pembengkakan dari tepung. Pengukuran daya pembengkakan (swelling power) tepung dilakukan untuk mengetahui kemampuan granula pati untuk mengembang. Swelling power dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai, dan distribusi berat molekul. Pati dengan swelling power yang terbatas akan menghasilkan mie yang tidak
(6)
5
terlalu mengembang (Ahmad, 2009). Pati yang terlalu mengembang akan mudah hancur. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai daya pembengkakan (swelling power) campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas dan kesukaan sensorik mie basah.
B. TUJUAN
Untuk menganalisis daya pembengkakan campuran tepung terigu dan tepung kimpul (Xanthosoma sagittifolium) terhadap elastisitas dan kesukaan sensorik mie basah.
C. METODE
Penelitian ini menurut jenisnya termasuk penelitian eksperimen. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya
pembengkakan (swelling power) campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas dan kesukaan sensorik mie basah.
Uji daya pembengkakan (swelling power) campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas dan kesukaan sensorik mie basah dianalisis dengan menggunakan ANOVA satu arah dengan tingkat kepercayaan 95% program SPSS versi 16.
D. PEMBAHASAN
Hasil penelitian pendahuluan daya terima antara mie basah dengan substitusi tepung kimpul 0%, 25%, dan 50% dari atribut kesukaan keseluruhan menunjukkan bahwa 60% panelis menyatakan suka pada mie dengan substitusi tepung kimpul 0% dan 25%. Pada substitusi 50% sebanyak 100% panelis menyatakan
(7)
6
agak suka. Berdasarkan hasil uji pendahuluan tersebut, substitusi tepung kimpul untuk penelitian utama yang digunakan adalah 0%, 30%, 40%, dan 50%.
1. Daya Pembengkakan (Swelling Power)
Pengukuran daya pembengkakan (swelling power) dilakukan untuk menentukan tingkat pengembangan granula pati. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah, tidak terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap daya pembengkakan (swelling power) yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,056 (p>0,05).
Gambar 1. Daya Pembengkakan Campuran Tepung Terigu dan Tepung
Kimpul.
Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa nilai daya pembengkakan (swelling power) campuran tepung terigu dan tepung kimpul dengan perbandingan 100% : 0% (kontrol) sebesar 683%. Pada perbandingan 70% : 30% nilai swelling power naik menjadi 693% dan meningkat menjadi 922% pada perbandingan 60% : 40%. Namun pada perbandingan 50% : 50% nilai swelling power turun menjadi 482%. Apabila dibandingkan
683 693
922
482
0 200 400 600 800 1000
100% : 0 %
70% : 30%
60% : 40%
50% : 50%
Daya Pembengkakan
(%)
Campuran tepung terigu dan tepung kimpul
(8)
7
dengan kontrol, perbandingan terbaik adalah perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 70% : 30% karena nilai swelling powernya mendekati nilai s welling power kontrol. Hal itu berpengaruh pada elastisitas mie basah yang akan dihasilkan.
2. Elastisitas Mie Basah Campuran Tepung Terigu dan Tepung Kimpul
Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah, terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas mie basah yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Terdapat perbedaan
nyata pada perbandingan campuran tepung 100%:0% dan 70%:30%. Namun terdapat perbedaan tidak nyata pada perbandingan campuran tepung 60% : 40% dan 50% : 50%.
Gambar 2. Elastisitas Mie Basah Campuran Tepung Terigu dan Tepung
Kimpul
Dari Gambar 2 dapat diketahui semakin banyak persentase substitusi tepung kimpul maka tingkat elastisitas mie basah semakin menurun. Hal yang berbeda ditunjukkan pada perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100:0 yang menghasilkan tingkat
0.135
0.111
0.071
0.051
0 0.1 0.2
100% : 0%70% : 30%60% : 40%50% : 50%
Elastisitas (N)
(9)
8
elastisitas paling tinggi. Hal ini disebabkan karena elastisitas berhubungan dengan kadar protein, dimana kadar protein yang tinggi akan memberikan tingkat elastisitas yang tinggi pula. Semakin tinggi kadar protein dalam tepung berarti semakin panjang ikatan peptidanya dan dibutuhkan energi yang lebih besar untuk memutuskan ikatan peptida tersebut (Hoseney, 1994).
3. Kesukaan Sensorik a. Warna
Dari atribut warna 50% panelis menyatakan suka pada mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), sedangkan pada
perbandingan 70% : 30% sebanyak 55% panelis menyatakan agak suka, pada perbandingan 60% : 40% sebanyak 55% panelis menyatakan tidak suka, dan pada perbandingan 50% : 50% sebanyak 45% panelis meyatakan agak suka. Hal ini berarti penambahan tepung kimpul pada pembuatan mie basah dari atribut warna kurang disukai oleh panelis.
Menurut Hoseney (1994), konsumen cenderung menyukai mie basah yang berwarna putih atau kuning muda. Penambahan tepung kimpul mempengaruhi warna mie basah yang dihasilkan. Warna mie basah menjadi
(10)
9
agak gelap (coklat) bila dibandingkan dengan kontrol. Semakin banyak tepung kimpul yang ditambahkan semakin coklat warna mie basah yang dihasilkan. Perubahan warna mie basah ini disebabkan karena reaksi antara gula reduksi dan protein pada saat proses pemanasan (Winarno, 1997).
b. Aroma
Dari atribut aroma rata-rata 40% panelis menyatakan agak suka pada aroma mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), 70% : 30%, 60% : 40%, dan 50% : 50%. Hal
ini karena aroma yang timbul dari mie basah tersebut tidak berbeda jauh. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah, tidak terdapat pengaruh daya terima aroma pada keempat mie basah tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p=0,428 (p > 0,05) sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan.
Aroma merupakan sesuatu yang dapat diukur dengan indera pembau. Namun pengukuran tingkat kevalidan aroma sangat sulit dikarenakan perbedaan tingkat sensitifitas panelis. c. Rasa
Dari atribut rasa 45% panelis menyatakan agak
(11)
10
suka pada rasa mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), pada perbandingan 70% : 30% sebanyak 40% panelis menyatakan agak suka, pada perbandingan 60% : 40% sebanyak 50% panelis menyatakan tidak suka, dan pada perbandingan 50% : 50% sebanyak 40% panelis menyatakan tidak suka. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah terdapat pengaruh daya terima rasa pada keempat mie basah tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,008 (p < 0,05).
d. Tekstur
Dari atribut tekstur 50% panelis menyatakan suka pada tekstur mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), sedangkan pada perbandingan 70% : 30% sebanyak 60% panelis menyatakan agak suka, pada perbandingan 60% : 40% sebanyak 55% panelis menyatakan agak suka, dan pada perbandingan 50% : 50% sebanyak 35% panelis meyatakan agak suka. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah tidak terdapat pengaruh daya terima tekstur pada keempat mie basah tersebut. Hal ini ditunjukkan
(12)
11
dengan nilai signifikansi p = 0,410 (p > 0,05).
Mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol) mempunyai tekstur lebih bagus dari pada perbandingan 70% : 30%, 60% : 40%, dan 50% : 50%. Hal ini karena mie basah dengan perbandingan 100% : 0% mempunyai kandungan protein lebih tinggi yang terdapat pada tepung terigu. Peran protein dalam tepung terigu yaitu dapat membentuk adonan yang kohesif, elastis, dan lentur. Mie basah dengan perbandingan 70% : 30%, 60% : 40%, dan 50% : 50% menghasilkan mie basah
dengan tekstur yang kurang bagus. Hal itu disebabkan karena kandungan protein dalam campuran tepung tersebut rendah. Tepung dengan kandungan protein yang terlalu rendah akan menghasilkan mie yang mudah rusak saat dimasak. Ketika mie dimasak terlalu lama, teksturnya akan lembek dan lengket (Hoseney, 1994).
e. Kesukaan keseluruhan Dari atribut 50% panelis menyatakan suka pada mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), sedangkan pada perbandingan 70% : 30% sebanyak 40% panelis
(13)
12
menyatakan agak suka, pada perbandingan 60% : 40% sebanyak 60% panelis menyatakan agak suka, dan pada perbandingan 50% : 50% sebanyak 80% panelis meyatakan agak suka. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah terdapat pengaruh daya terima keseluruhan pada keempat mie basah tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,001 (p<0,05).
4. Daya Pembengkakan (Swelling Power) Terhadap Elastisitas Mie Basah Campuran Tepung Terigu dan Tepung Kimpul.
Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat
pengaruh daya pembengkakan (swelling power) terhadap elastisitas mie basah yang dihasilkan.
Gambar 3. Pengaruh Daya Pembengkakan (Swelling Power)
Terhadap Elastisitas Mie Basah Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai s welling power yang tinggi belum tentu menghasilkan elastisitas mie yang bagus dibuktikan dengan nilai swelling power 683% menghasilkan elastisitas 0,135N sedangkan nilai swelling power 922% menghasilkan elastisitas hanya 0,071N. Hal ini karena elastisitas mie basah tidak hanya dipengaruhi oleh
0.051
0.135
0.111
0.071
0 0.1 0.2
482 683 693 922
Elastisitas (N)
(14)
13
swelling power, namun protein lebih berpengaruh terhadap tingkat elastisitas mie basah (Hoseney, 1994).
Dalam pembuatan mie basah, tepung yang mempunyai tingkat swelling power yang tinggi tidak diinginkan karena cenderung akan menghasilkan mie dengan pembengkakan yang tinggi dan tekstur yang lembek saat dimasak (Sugiyono dkk, 2009).
E. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan penelitian utama adalah sebagai berikut :
1. Tidak terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung
kimpul terhadap daya pembengkakan (swelling power).
2. Terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas mie basah. Nilai elastisitas tertinggi (0,111 N) terdapat pada perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 70% : 30% dan nilai elastisitas terendah (0,051 N) terdapat pada perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 50% : 50%.
3. Terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap kesukaan sensorik pada warna, rasa, dan kesukaan keseluruhan
(15)
14
mie basah. Tetapi tidak terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap kesukaan sensorik pada aroma dan tekstur mie basah.
4. Tidak terdapat pengaruh daya pembengkakan (swelling power) terhadap elastisitas mie basah.
F. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan disarankan bahwa:
1. Dalam pembuatan mie basah penggunaan substitusi tepung kimpul maksimal sebesar 30%. Karena selain daya elastisitasnya lebih tinggi, dari atribut kesukaan sensorik juga lebih disukai
dari daripada substitusi tepung kimpul yang lain. 2. Perlu adanya pengembangan
produk makanan yang berbeda berbahan dasar tepung kimpul untuk dapat meningkatkan nilai ekonominya.
(16)
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ann-Charlotte Eliasson. 2004. Starch in Food. Woodhead Publising Limited Cambridge. England. Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan
Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bukabi-Deptan. 2009. Umbi-umbian. Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Departemen Pertanian.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta. Direktorat Gizi. 2005. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI.
Greenwell, A.B.H. 1974. Taro With Special Reference to Its Culture and Uses in Hawaii. J. Economic Botany I (3): 276-289.
Hee- Joung An. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino Acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation. Submitted to the Graduate Faculty of The Louisiana State University and Agriculture and Mechanical College.
Hoseney, R.C. 1994. Principles of Cereal Science and Technology. American assoc. of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.
Hung, Van P, Morita, N. 2005. Physycochemical Properties and Enzymatic Digestability of Starch From Edible Canna (Canna edulis) Grown In Vietnam. J Carb polym. 61: 314-321.
Leach HW. 1965. Gelatinization of Starch. Di dalam Goldsworth R. editor. Abundan Plant Varieties. New York. World Wide, Inc.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ.1959. Structure of The Starch Granules. Cereal Chem. 36 : 534 – 544.
Lingga, P. 1995. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta. Meilgaard, dkk. 2000. Sensory
Evaluation Techniques. Boston. CRC.
Moningka, Judith SC. 1996. Kajian Viskositas Tepung Umbi Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium Schoot.) Dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Produk Olahannya. Eugenia 2(2) Tahun XII.
Murillo, C.E.C., Wang, Y.i., dan Perez, L.A.B. 2008. Morphological, Physicochemical, and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn
(17)
16
Starches, Starch/ Starke. Vol 60, 634-645.
Purna I, Hamidi, Prima. 2009. Harga gula di akhir tahun 2009 dan potensi pemberdayaan tepung terigu.
www.setneg.go.id/index2.php diakses pada 19 juli 2011 pukul 20.34 WIB.
Rustandi, Deddy. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai. Solo.
Schoch, TJ. 1964. In RL Whistler (ed). Methods in Charbohydrate Chemistry. Vol IV. (pp. 106-108). New York. Academis Press.
Soeharto, Dina. 1984. Daya Terima. Agriwidia. Yogyakarta.
Soekarto. T. Soewarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Bahasa Karya Aksana. Jakarta.
Soenardi, T. 2002. Makanan Alternatif Untuk Ketahanan Pangan Nasional . Buku Kompas. Jakarta.
Sutomo, B. 2006. Memilih Tepung Terigu yang Benar untuk Membuat Roti, Cake dan Kue Kering.
http://www.gizi.org/gizi/kesehat an /masyarakat.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 19.00 WIB.
Sutomo, Budi. 2008. Variasi Mie dan Pasta. PT Kawan Pustaka. Jakarta.
Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. Widowati, S. 2009. Tepung Aneka
Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dalam Tabloid Sinar Tani.
Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan
dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
(1)
11 dengan nilai signifikansi p = 0,410 (p > 0,05).
Mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol) mempunyai tekstur lebih bagus dari pada perbandingan 70% : 30%, 60% : 40%, dan 50% : 50%. Hal ini karena mie basah dengan perbandingan 100% : 0% mempunyai kandungan protein lebih tinggi yang terdapat pada tepung terigu. Peran protein dalam tepung terigu yaitu dapat membentuk adonan yang kohesif, elastis, dan lentur. Mie basah dengan perbandingan 70% : 30%, 60% : 40%, dan 50% : 50% menghasilkan mie basah
dengan tekstur yang kurang bagus. Hal itu disebabkan karena kandungan protein dalam campuran tepung tersebut rendah. Tepung dengan kandungan protein yang terlalu rendah akan menghasilkan mie yang mudah rusak saat dimasak. Ketika mie dimasak terlalu lama, teksturnya akan lembek dan lengket (Hoseney, 1994).
e. Kesukaan keseluruhan Dari atribut 50% panelis menyatakan suka pada mie basah dengan perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 100% : 0% (kontrol), sedangkan pada perbandingan 70% : 30% sebanyak 40% panelis
(2)
12 menyatakan agak suka, pada perbandingan 60% : 40% sebanyak 60% panelis menyatakan agak suka, dan pada perbandingan 50% : 50% sebanyak 80% panelis meyatakan agak suka. Berdasarkan hasil uji statistik anova satu arah terdapat pengaruh daya terima keseluruhan pada keempat mie basah tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi p = 0,001 (p<0,05).
4. Daya Pembengkakan
(Swelling Power) Terhadap Elastisitas Mie Basah Campuran Tepung Terigu dan Tepung Kimpul.
Berdasarkan hasil uji statistik tidak terdapat
pengaruh daya pembengkakan (swelling power) terhadap elastisitas mie basah yang dihasilkan.
Gambar 3. Pengaruh Daya Pembengkakan (Swelling Power)
Terhadap Elastisitas Mie Basah Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai s welling power yang tinggi belum tentu menghasilkan elastisitas mie yang bagus dibuktikan dengan nilai swelling power 683% menghasilkan elastisitas 0,135N sedangkan nilai
swelling power 922%
menghasilkan elastisitas hanya 0,071N. Hal ini karena elastisitas mie basah tidak hanya dipengaruhi oleh
0.051
0.135
0.111
0.071
0 0.1 0.2
482 683 693 922
Elastisitas (N)
(3)
13 swelling power, namun protein lebih berpengaruh terhadap tingkat elastisitas mie basah (Hoseney, 1994).
Dalam pembuatan mie basah, tepung yang mempunyai tingkat swelling
power yang tinggi tidak
diinginkan karena cenderung akan menghasilkan mie dengan pembengkakan yang tinggi dan tekstur yang lembek saat dimasak (Sugiyono dkk, 2009).
E. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan penelitian utama adalah sebagai berikut :
1. Tidak terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung
kimpul terhadap daya pembengkakan (swelling power).
2. Terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap elastisitas mie basah. Nilai elastisitas tertinggi (0,111 N) terdapat pada perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 70% : 30% dan nilai elastisitas terendah (0,051 N) terdapat pada perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul 50% : 50%.
3. Terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap kesukaan sensorik pada warna, rasa, dan kesukaan keseluruhan
(4)
14 mie basah. Tetapi tidak terdapat pengaruh perbandingan campuran tepung terigu dan tepung kimpul terhadap kesukaan sensorik pada aroma dan tekstur mie basah.
4. Tidak terdapat pengaruh daya pembengkakan (swelling power) terhadap elastisitas mie basah.
F. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan disarankan bahwa:
1. Dalam pembuatan mie basah penggunaan substitusi tepung kimpul maksimal sebesar 30%. Karena selain daya elastisitasnya lebih tinggi, dari atribut kesukaan sensorik juga lebih disukai
dari daripada substitusi tepung kimpul yang lain. 2. Perlu adanya pengembangan
produk makanan yang berbeda berbahan dasar tepung kimpul untuk dapat meningkatkan nilai ekonominya.
(5)
15 DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ann-Charlotte Eliasson. 2004. Starch in Food. Woodhead Publising Limited Cambridge. England. Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan
Bihun. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Bukabi-Deptan. 2009. Umbi-umbian. Direktorat Budidaya Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Departemen Pertanian.
Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta. Direktorat Gizi. 2005. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI.
Greenwell, A.B.H. 1974. Taro With Special Reference to Its Culture and Uses in Hawaii. J. Economic Botany I (3): 276-289.
Hee- Joung An. 2005. Effects of Ozonation and Addition of Amino Acids on Properties of Rice Starches. A Dissertation. Submitted to the Graduate Faculty of The Louisiana State University and Agriculture and Mechanical College.
Hoseney, R.C. 1994. Principles of Cereal Science and Technology. American assoc. of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, MN. 378 pp.
Hung, Van P, Morita, N. 2005. Physycochemical Properties and Enzymatic Digestability of Starch From Edible Canna (Canna edulis) Grown In Vietnam. J Carb polym. 61: 314-321.
Leach HW. 1965. Gelatinization of Starch. Di dalam Goldsworth R. editor. Abundan Plant Varieties. New York. World Wide, Inc.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ.1959. Structure of The
Starch Granules. Cereal
Chem. 36 : 534 – 544.
Lingga, P. 1995. Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta. Meilgaard, dkk. 2000. Sensory
Evaluation Techniques. Boston. CRC.
Moningka, Judith SC. 1996. Kajian Viskositas Tepung Umbi Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium Schoot.) Dan Kemungkinan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Produk Olahannya. Eugenia 2(2) Tahun XII.
Murillo, C.E.C., Wang, Y.i., dan Perez, L.A.B. 2008. Morphological, Physicochemical, and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn
(6)
16 Starches, Starch/ Starke. Vol 60, 634-645.
Purna I, Hamidi, Prima. 2009. Harga gula di akhir tahun 2009 dan potensi pemberdayaan tepung terigu.
www.setneg.go.id/index2.php diakses pada 19 juli 2011 pukul 20.34 WIB.
Rustandi, Deddy. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai. Solo.
Schoch, TJ. 1964. In RL Whistler (ed). Methods in Charbohydrate Chemistry. Vol IV. (pp. 106-108). New York. Academis Press.
Soeharto, Dina. 1984. Daya Terima. Agriwidia. Yogyakarta.
Soekarto. T. Soewarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Bahasa Karya Aksana. Jakarta.
Soenardi, T. 2002. Makanan Alternatif Untuk Ketahanan Pangan
Nasional . Buku Kompas.
Jakarta.
Sutomo, B. 2006. Memilih Tepung Terigu yang Benar untuk Membuat Roti, Cake dan Kue Kering.
http://www.gizi.org/gizi/kesehat an /masyarakat.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 19.00 WIB.
Sutomo, Budi. 2008. Variasi Mie dan Pasta. PT Kawan Pustaka. Jakarta.
Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. Widowati, S. 2009. Tepung Aneka
Umbi Sebuah Solusi
Ketahanan Pangan. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian dalam Tabloid Sinar Tani.
Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan
dan Gizi. PT. Gramedia