ANALISIS KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA SOLANACEAE BERDASARKAN SIKUEN DNA DAERAH ITS (INTERNAL TRANSCRIBED SPACER).

(1)

ANALISIS KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA SOLANACEAE BERDASARKAN SIKUEN DNA DAERAH ITS

(INTERNAL TRANSCRIBED SPACER)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Biologi

Oleh:

Dina Karina Islami 1102832

PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

ANALISIS KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA

SOLANACEAE BERDASARKAN SIKUEN DNA

DAERAH ITS (

INTERNAL TRANSCRIBED SPACER

)

Oleh Dina Karina Islami

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Dina Karina Islami 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA SOLANACEAE BERDASARKAN SIKUEN DNA DAERAH ITS

(INTERNAL TRANSCRIBED SPACER) Oleh

Dina Karina Islami 1102832

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Topik Hidayat, M.Si. NIP. 197004101997021001

Pembimbing II

Dr. Didik Priyandoko, M.Si. NIP. 196912012001121001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Biologi


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul "ANALISIS

KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA SOLANACEAE

BERDASARKAN SIKUEN DNA DAERAH ITS (INTERNAL TRANSCRIBED SPACER) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015

Dina Karina Islami 1102832


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta memberi kelancaran dan kemudahan untuk melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kekerabatan Anggota Familia Solanaceae Berdasarkan Sikuen DNA Daerah ITS (Internal Transcribed Spacer)”, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Banyak pihak yang berperan dan membantu dalam melaksanakan penelitian dan penulisan. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Topik Hidayat, M. Si. selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, dan motivasi selama penelitian dan penulisan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Dr. Didik Priyandoko, M. Si. selaku dosen pembimbing II dan Ketua

Program Studi Biologi FPMIPA UPI yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Dr. Bambang Supriatno, M. Si. selaku Ketua Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

4. Seluruh dosen dan staff Departemen Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. 5. Bapak Rahadian Deden Juansah, S.Pd. selaku laboran Laboratorium

Mikrobiologi dan Bapak Sarna Suryana, M. Pd. Selaku laboran Laboratorium Struktur Tumbuhan FPMIPA UPI yang telah sangat membantu memberikan fasilitas, bimbingan, motivasi, serta berbagai kemudahan selama penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Struktur Tumbuhan.

6. Kedua orang tua, Mama Elly Tri Yuliani dan Papa Ayi Kustiaji, serta adik Muhammad Amal Ramdhani dan Fadiah Idzni Maimuni atas segala doa, motivasi, dukungan, pengorbanan, dan cinta yang tiada hentinya kepada penulis.


(6)

7. Putri Yunitha Wardiny, S. Si. selaku rekan satu penelitian sekaligus keluarga di kampus yang dengan sabar untuk selalu bersama-sama berjuang sejak awal perkuliahan, penelitian, penulisan skripsi, hingga akhirnya memperoleh gelar sarjana ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan Laboratorium Mikrobiologi Nilamsari K. I., S. Si., Pina Rosica, S. Si., Puji Nurhayat, S. Si., Amelia Qadaryanti, S. Si., atas kebersamaan, diskusi, motivasi, dan segala suka duka yang dialami bersama. 9. Hestiarahma Purnamasari, S. Si., Angga Kly Sandy, S. Si., Sandy Ahmad

Herdiansyah, S. Si., Radita Maulasari, S. Si., dan Afri Irawan, S. Si. untuk selalu ada dalam suka duka selama 4 tahun ini.

10. Keluarga Tocsic’11 yang selalu memberikan warna selama masa perkuliahan. 11. Semua kakak tingkat Biologi atas semua bantuan, saran, motivasi, dan

dukungan yang telah diberikan.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga diberi keberkahan dan balasan yang lebih baik oleh Allah SWT atas segala jasa yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang berperan dalam kemajuan ilmu dan teknologi bagi pembaca.

Bandung, Agustus 2015


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dina Karina Islami, lahir di Bandung pada tanggal 22 November 1993 merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayi Kustiaji dan Elly Tri Yuliani. Penulis mulai mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal XIX pada tahun 1998. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studi ke SDN Ciporeat 3. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 8 Bandung. Tiga tahun setelahnya, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 24 Bandung. Tahun 2011 penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di Universitas Pendidikan Indonesia, Program Studi Biologi, Departemen Pendidikan Biologi. Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Botani Cryptogamae selama tiga tahun ajaran berturut-turut, yaitu 2012-2013, 2013-2014, dan 2014-2015, serta pada mata kuliah Ekologi Umum pada tahun ajaran 2014-2015.


(8)

ANALISIS KEKERABATAN ANGGOTA FAMILIA SOLANACEAE BERDASARKAN SIKUEN DNA DAERAH ITS

(INTERNAL TRANSCRIBED SPACER) ABSTRAK

Solanaceae merupakan familia tumbuhan dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi sehingga diperlukan penanda molekuler untuk memberikan karakter yang lebih akurat dalam membentuk pola kekerabatan. Internal Transcribed Spacer (ITS) merupakan penanda molekuler universal yang sering digunakan dalam analisis kekerabatan tumbuhan tinggi maupun rendah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengelompokan anggota familia Solanaceae berdasarkan daerah ITS-1; 5,8S; dan ITS-2 secara terpisah, serta gabungan dari ketiganya, selain itu juga untuk mengetahui konsistensi pengelompokan tersebut dengan pengelompokan yang telah ada sebelumnya. Analisis filogenetik dilakukan terhadap dua puluh spesies anggota Solanaceae yang terdiri dari sebelas genus serta tiga outgroup yang berasal dari familia Convolvulaceae, Apocynaceae, dan Plantaginaceae. Pembentukan pohon filogeni menggunakan software Mega versi 4 dengan metode bootstrap test of phylogeny dan maximum parsimony dengan data yang berasal dari ITS-1; 5,8S; ITS-2, serta gabungan ketiganya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pohon dengan data yang berasal dari gabungan daerah ITS membentuk pola kekerabatan secara tepat dibandingkan jika hanya menggunakan salah satu daerah ITS saja. Terdapat tiga kelompok besar yang terbentuk yaitu kelompok I terdiri dari supergenus Datureae, Cestreae, dan Petuninae, kelompok II terdiri dari supergenus Withaninae dan Physalinae yang merupakan anggota dari tribe Physaleae, serta kelompok III terdiri dari supergenus Solaneae. Penggunaan ITS sebagai penanda molekuler mendukung pengelompokan yang telah ada sebelumnya.


(9)

PHYLOGENETIC ANALYSIS OF SOLANACEAE BASED ON ITS (INTERNAL TRANSCRIBED SPACER) SEQUENCE

ABSTRACT

Solanaceae is a family of plants with high diversity so that the molecular marker needed to provide more accurate character in determine of relationship among Solanaceae members. Internal Transcribed spacer (ITS) is a universal molecular marker that is often used for relationship analysis of plants. This study aims to find out relationship among the member of Solanaceae family based on ITS-1; 5,8S; ITS-2; and the combination of all, and also to determine the consistency of the relationship based on previous study. Phylogenetic analysis has been conducted on twenty species of eleven genera Solanaceae and three outgroup derived from family Convolvulaceae, Apocynaceae, and Plantaginaceae. Phylogeny tree analysis using software Mega version 4 with bootstrap test of phylogeny and maximum parsimony method with data derived from the ITS-1; 5,8S; ITS-2, and the combination of all. Results from this study indicate that phylogeny tree with the data derived from the combined sequences of ITS establish relationship patterns accurately than if use only one of ITS region. There are three major groups formed namely group I consists of supergenus Datureae, Cestreae, and Petuninae; group II consists of supergenus Withaninae and Physalinae that are member of tribe Physaleae, and group III consists of supergenus Solaneae. The use of ITS as a molecular markers support the Solanaceae relationship that has been studied before.


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT……… ii

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR TABEL……….. v

DAFTAR GAMBAR……….. vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. viii

BAB I PENDAHULUAN……….

1.1Latar Belakang……….

1.2Rumusan Masalah………

1.3Pertanyaan Penelitian………...

1.4Batasan Masalah………..

1.5Tujuan Penelitian……….

1.6Asumsi……….

1.7Manfaat Penelitian………...

1 1 4 4 4 5 5 5 BAB II ANALISIS FILOGENETIK MOLEKULER FAMILIA SOLANACEAE

2.1 Sistem Klasifikasi……….

2.2 Familia Solanaceae………...

2.2.1 Sistematika……….

2.2.2 Morfologi………...

2.2.3 Distribusi………

2.2.4 Manfaat………..

2.3 Analisis Kekerabatan………

2.3.1 Analisis Fenetik……….

2.3.2 Analisis Filogenetik………... 2.4 Daerah Internal Transcribed Spacer (ITS)……….. 2.5 Polymerase Chain Reaction (PCR)……….. 2.6 Elektroforesis Gel Agarosa………..

7 8 8 10 11 12 13 13 13 15 17 21 BAB III METODE PENELITIAN………..

3.1 Jenis Penelitian……….

26 26


(11)

3.2 Sampel Penelitian……….

3.3 Lokasi Penelitian………..

3.4 Alat dan Bahan……….

3.5 Prosedur Kerja………..

3.5.1 Sampling………...

3.5.2 Isolasi DNA Genom……….

3.5.3 Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA………...

3.5.4 Elektroforesis………...

3.5.5 Amplifikasi DNA daerah ITS………..

3.5.6 Sikuensing DNA………..

3.5.7 Analisis Data………

3.6 Alur Penelitian……….

26 27 27 29 29 29 32 32 32 33 33 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………......

4.1 Isolasi DNA………..

4.2 Amplifikasi DNA Daerah ITS……….

4.3 Verifikasi Data Hasil Sikuensing……….

4.4 Struktur daerah ITS………..

4.5 Hubungan Kekerabatan Anggota Solanaceae………...

4.6 Implikasi taksonomi……….

4.7 Aplikasi dalam Bidang Pertanian……….

36 36 38 41 43 49 59 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………

5.1 Kesimpulan………...

5.2 Saran……….

64 64 64

DAFTAR PUSTAKA………... 65


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Konsentrasi gel agarosa untuk memisahkan DNA dengan berbagai

rentang berat molekul……….. 24

3.1 Daftar Tumbuhan yang Digunakan dalam Penelitian………. 26

3.2 Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian……… 28

3.3 Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian………. 28

4.1 Hasil Spektrofotometri DNA Solanaceae dan Outgroup……… 36

4.2 Hasil Spektrofotometri Amplikon DNA Daerah ITS Solanaceae dan Outgroup………... 40

4.3 Panjang daerah ITS pada Anggota Familia Solanaceae dan Outgroup 43 4.4 Sikuen DNA daerah ITS Anggota Solanaceae dan Outgroup……….. 45

4.5 Karakter Morfologi Solanum pseudocapsicum dan Capsicum annuum………. 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Spesies-spesies Schizanthus………. 9

2.2 Heterostilus pada bunga………... 10

2.3 Peta persebaran Solanaceae………. 11

2.4 Pohon kekerabatan dan polarisasi karakter dalam analisis filogenetik……….... 14

2.5 Susunan nrDNA dan daerah ITS………. 16

2.6 Siklus PCR………... 21

2.7 Skema Elektroforesis………... 22

3.1 Skema Isolasi DNA………. 31

3.2 Data yang dihasilkan pada proses alignment setelah melalui proses editing………... 34

3.3 Alur Penelitian…………...……….. 35

4.1 Elektroforegram hasil isolasi DNA……….. 38

4.2 Elektroforegram hasil amplifikasi DNA daerah ITS………... 39

4.3 Contoh uji homologi Physalis angulata menggunakan program BLAST………... 41

4.4 Contoh hasil BLAST sikuen DNA sampel……….. 42

4.5 Pohon filogeni berdasarkan daerah ITS-1……… 50

4.6 Pohon filogeni berdasarkan daerah 5,8S……….. 51

4.7 Pohon filogeni berdasarkan daerah ITS-2……… 52

4.8 Pohon filogeni gabungan daerah ITS………... 54

4.9 Bunga anggota kelompok I……….. 55

4.10 Buah A. Brugmansia suaveolens, B. Brugmansia candida…………. 56

4.11 Bunga A. Brugmansia, B. Datura……… 56

4.12 Bunga A. Cestrum cultum, B. Cestrum nocturnunm………... 57

4.13 Buah yang diselimuti kaliks………. 58 4.14 Bunga A. Solanum wrightii, B. S. melongena, C. S. viarum, D. S.


(14)

lycopersicum, E. S. tuberosum, F. S. nigrum, G. S. pseudocapsicum,

H. Capsicum annuum………... 58

4.15 Plasentasi aksilaris pada buah A. Solanum melongena, B. S. viarum, C. S. lycopersicum, D. S. tuberosum, E. S. nigrum, F. S. pseudocapsicum, G. Capsicum annuum……….. 59

4.16 Bunga A. C. annuum, B. S. pseudocapsicum………... 61

4.17 Buah A. C. annuum, B. S. pseudocapsicum………. 61


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I Hasil Sikuensing Daerah ITS Solanaceae dan Outgroup……… 73

II Dokumentasi Morfologi Solanaceae dan Outgroup……… 113

III Daftar Alat dan Bahan………. 117


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang tertelak di garis khatulistiwa. Secara geografis, letak Indonesia berada pada garis 6° LU-11° LS dan 95° BT-141° BT (Sukojo, 2003, hlm. 30). Iklim tropis serta curah hujan yang tinggi sepanjang tahun merupakan akibat dari letak geografis Indonesia. Selain itu, Indonesia pun memiliki topografi berbeda-beda di setiap daerahnya sehingga menyebabkan Indonesia kaya akan sumber daya hayati. Hal ini dikemukakan oleh Herbarium Bogoriense (2005, hlm. 28) yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversitas dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi di dunia, salah satunya keanekaragaman tumbuhan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Webb et al. (2010, hlm.7), bahwa hingga tahun 2009, baru teridentifikasi sekitar 51.911 jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia, 25.000 diantaranya merupakan tumbuhan berbiji.

Tumbuhan berbiji terbagi ke dalam dua kelas, yaitu Liliopsida (monokotiledon), dan Magnoliopsida (dikotiledon). Familia-familia yang tergolong ke dalam Liliopsida diantaranya Musaceae dan Zingiberaceae, sedangkan familia-familia yang tergolong ke dalam Magnoliopsida diantaranya Convolvulaceae, Plantaginaceae, Apocynaceae, dan Solanaceae. Penyebaran tumbuhan berbiji di seluruh dunia tergolong tinggi. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dapat hidup di berbagai daerah di dunia dengan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhannya.

Salah satu familia tumbuhan yang memiliki tingkat penyebaran tinggi di dunia adalah familia Solanaceae, meliputi 85 genus dengan jumlah spesies mencapai 2800 dan paling banyak ditemukan di negara-negara beriklim tropis (Cronquist, 1981, hlm. 895), salah satunya Indonesia. Hal ini disebabkan karena iklim, curah hujan, dan faktor edafik di Indonesia sesuai bagi pertumbuhan tanaman dari familia Solanaceae.


(17)

2

Banyak anggota familia Solanaceae yang merupakan tumbuhan liar (Cronquist, 1981, hlm. 895), tumbuh subur di beberapa daerah Indonesia. Sebagai contoh, Solanum viarum (terong hutan berduri) dan Solanum mauritianum (takokak hutan). Anggota Solanaceae selain tumbuh sebagai tanaman liar, banyak pula yang dikembangbiakkan di perkebunan dan pertanian. Hal ini dikarenakan manfaat dari tanaman Solanaceae itu sendiri. Berbagai manfaat tersebut antara lain sebagai sumber makanan, seperti pada Solanum nigrum (leunca), Solanum lycopersicum (tomat), Solanum melongena (terong), dan Solanum tuberosum (kentang); sebagai tanaman hias seperti Petunia grandiflora (petunia), Solandra physalodes, dan Cestrum (kembang dayang); sebagai bahan baku pembuatan rokok yaitu Nicotiana tabacum (tembakau); dan juga sebagai tanaman obat, seperti Physalis angulata (ciplukan).

Beragam manfaat yang dimiliki tumbuhan-tumbuhan anggota Solanaceae dapat dijadikan sebagai dasar pengelompokan tumbuhan. Dasar-dasar pengelompokan seperti ini dikenal sebagai sistem klasifikasi alami (Subagja, 2006, hlm. 102). Pengelompokan tumbuhan ini sangat diperlukan, tujuannya yaitu untuk mempermudah dalam mempelajari tumbuhan tersebut agar diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia. Selain sistem klasifikasi alami, dikenal pula sistem klasifikasi buatan yang dipopulerkan oleh Linnaeus pada zaman pertengahan. Sistem klasifikasi buatan ini mengelompokkan organisme berdasarkan kesamaan ciri morfologi yang dimilikinya (Subagja, 2006, hlm. 102).

Selain untuk memudahkan dalam mempelajari dan mengetahui manfaat dari suatu tumbuhan, sistem klasifikasi pun memiliki tujuan untuk mengetahui kekerabatan antar satu jenis tumbuhan dengan jenis tumbuhan lainnya. Pengelompokan yang biasa digunakan dalam menentukan kekerabatan adalah pengelompokan secara filogenetik.

Sistem klasifikasi tumbuhan secara filogenetik merupakan pengelompokan tumbuhan berdasarkan proses perjalanan evolusi. Kelompok yang memiliki banyak persamaan ciri dianggap berkerabat dekat dan berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dalam pengelompokan filogenetik ini


(18)

3

memerlukan outrgoup untuk menunjukkan polarisasi karakter (Hidayat & Pancoro, 2006, hlm. 2). Karakter-karakter yang menunjukkan ciri khas dari suatu tumbuhan perlu diketahui secara tepat agar pada akhirnya didapatkan pohon filogenetik yang akurat.

Penggunaan karakteristik morfologi tumbuhan untuk menentukan kekerabatan, meliputi karakteristik akar, batang, daun, buah, dan bunga saat ini dirasakan kurang akurat. Banyak perdebatan mengenai pengelompokan tersebut. Hal ini dikarenakan karakter morfologi tumbuhan sangat bervariasi dan dapat berubah tergantung kondisi lingkungan. Berubahnya morfologi tumbuhan akibat kondisi lingkungan seperti terjadinya plastisitas fenotip pada tumbuhan. Plastisitas fenotip merupakan salah satu cara tumbuhan dalam mengatasi bervariasinya faktor lingkungan (Gratani, 2014, hlm. 1). Selain itu, perbedaan dari sudut pandang orang yang meneliti pun dapat memberikan hasil yang tidak konsisten terhadap karakter morfologi suatu tumbuhan (Hamdan et al, 2013, hlm. 30). Karena keterbatasan karakteristik morfologi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mendorong perkembangan penanda lain yang dapat langsung mengakses ke bagian material yang mengendalikan karakter suatu individu yang dikenal dengan penanda molekuler (Zulfahmi, 2013, hlm. 41).

Penanda molekuler merupakan segmen DNA tertentu yang mewakili perbedaan pada tingkat genom. Karena berkaitan dengan materi genetik, tingkat akurasi penanda molekuler lebih sesuai dalam menghasilkan pola kekerabatan. Penanda molekuler digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu penanda molekuler tanpa PCR dan penanda molekuler berdasarkan PCR. Salah satu penanda molekuler berdasarkan PCR adalah Internal Transcribed Spacer (ITS) (Zulfahmi, 2013, hlm. 46).

Penanda Internal Transcribed Spacer merupakan salah satu penanda molekuler DNA yang sering digunakan oleh para ahli untuk menganalisis kekerabatan pada tumbuhan, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan rendah (Schoch et al., 2012, hlm. 6244). Menurut Baldwin et al. (1995, hlm. 249), ITS memiliki beberapa keunggulan untuk analisis filogenetik angiospermae, diantaranya yaitu letaknya yang berulang-ulang di sepanjang


(19)

4

DNA genom, mudah mengalami mutasi sehingga dapat menunjukkan variasi sikuen yang dapat membantu menentukan pola kekerabatan, dan berukuran kecil yaitu kurang dari 700 pasang basa.

Penanda molekuler DNA daerah ITS ini dapat digunakan dalam meneliti hubungan kekerabatan antar anggota familia Solanaceae. Hal ini disebabkan karena belum banyak penelitian mengenai kekerabatan anggota familia Solanaceae menggunakan penanda molekuler, khususnya di Indonesia, padahal penyebaran tumbuhan anggota familia Solanaceae di Indonesia cukup tinggi dengan berbagai manfaat yang dimilikinya. Penanda DNA daerah ITS pun memiliki kemampuan-kemampuan yang membuatnya mudah untuk ditangani. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis kekerabatan anggota familia Solanaceae berdasarkan penanda DNA daerah ITS.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana kekerabatan anggota familia Solanaceae berdasarkan Sikuen DNA daerah ITS?

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.3.1 Bagaimana pola kekerabatan anggota familia Solanaceae jika menggunakan sikuen DNA ITS-1; 5,8S; dan ITS-2 secara terpisah; serta gabungan dari ketiga sikuen tersebut?

1.3.2 Apakah sikuen DNA daerah ITS mendukung pengelompokan anggota familia Solanaceae yang telah ada sebelumnya?

1.4Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1.4.1 Sampel tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh spesies dari sebelas genus anggota familia Solanaceae, yaitu


(20)

5

Physalis, Solanum, Brugmansia, Capsicum, Nicotiana, Withania, Cestrum, Petunia, Datura, Nicandra, dan Brunfelsia. Tiga outgroup digunakan dalam penelitian ini, yaitu familia Convolvulaceae diwakili oleh Ipomoea, Plantaginaceae menggunakan genus Plantago, dan Allamanda yang merupakan genus dari familia Apocynaceae.

1.4.2 Metode analisis kekerabatan yang digunakan adalah metode filogenetik. 1.4.3 Primer yang digunakan adalah primer ITS-4 (5’

-CCCGCCTGACCTGGGGTCGC-3’) sebagai reverse primer dan ITS-5 (5’-TAGAGGAAGGAGAAGTCGTAACAA-3’) sebagai forward primer.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1.5.1 Mengetahui hubungan kekerabatan anggota familia Solanaceae berdasarkan sikuen DNA daerah ITS-1; 5,8S; dan ITS-2 secara terpisah, serta gabungan dari ketiganya.

1.5.2 Mengetahui konsistensi pengelompokan kekerabatan anggota familia Solanaceae berdasarkan DNA daerah ITS dengan pengelompokan yang telah ada sebelumnya.

1.6Asumsi

1.6.1 Analisis filogenetik berdasarkan sikuen DNA daerah ITS pada berbagai spesies tumbuhan Solanaceae dalam satu genus menunjukkan adanya kesamaan baik dalam analisis secara morfologi maupun menggunakan penanda molekuler lainnya (Marshall et al., 2001, hlm. 1216).

1.6.2 Unit berulang DNA daerah ITS tidak berevolusi secara independen, tetapi relatif homogen dalam suatu spesies (Fritz et al., 1994, hlm. 406).

1.7Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1.7.1 Sebagai informasi awal mengenai sistem klasifikasi berbasis DNA bagi familia Solanaceae.


(21)

6

1.7.2 Sebagai penelitian awal bagi penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mencari alternatif tumbuhan lain dengan kandungan senyawa kimia yang sama berdasarkan hubungan kekerabatan yang paling dekat. 1.7.3 Mengetahui spesies-spesies yang berkerabat dekat dalam rangka


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu untuk menganalisis hubungan kekerabatan antar anggota familia Solanaceae dengan cara merekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan siuken DNA daerah ITS.

3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak dua puluh spesies tumbuhan dari sebelas genus anggota familia Solanaceae. Familia Convolvulaceae, Apocynaceae, dan Plantaginaceae digunakan sebagai outgroup. Pemilihan familia Convolvulaceae sebagai outgroup didasarkan pada penelitian Stefanovic et al., (2002, hlm. 1510) yang menyatakan bahwa Convolvulaceae merupakan sister group dari familia Solanaceae. Sedangkan Plantaginaceae, dan Apocynaceae dipilih sebagai outgroup karena memiliki kekerabatan yang dekat dengan familia Solanaceae (Melotto-Passarin et al., 2008, hlm. 91; Haston et al., 2009, hlm. 161). Sikuen DNA daerah ITS untuk genus Capsicum dan Withania diperoleh dari genbank dengan alamat http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Daftar tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini tercantum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Tumbuhan yang Digunakan dalam Penelitian

No (1)

Spesies (2)

Nama Daerah (3)

Keterangan (4)

Lokasi Sampling

(5)

1 Physalis angulata Ciplukan Ingroup Ujung Berung

2 Solanum nigrum Leunca Ingroup UPI

3 Solanum wrightii Karundung Ingroup UPI dan Dago

4 Solanum lycopersicum Tomat Ingroup UPI & Ujung


(23)

27

5 Solanum viarum Terong hutan Ingroup UPI

(1) (2) (3) (4) (5)

6 Solanum melongena Terong ungu Ingroup Ujung Berung

7 Nicotiana tabacum Tembakau Ingroup Ujung Berung

8 Brugmansia suaveolens Kecubung orange Ingroup UPI

9 Brugmansia candida Kecubung putih Ingroup UPI

10 Brunfelsia uniflora Manacá Ingroup UPI

11 Cestrum nocturnum Kembang dayang Ingroup UPI

12 Solanum pseudocapsicum Leunca kuning Ingroup UPI

13 Capsicum annum Cabai merah Ingroup Genbank

14 Withania somnifera Ashwagandha Ingroup Genbank

15 Datura metel Kecubung ungu Ingroup Cihideung

16 Petunia grandiflora Petunia Ingroup Cihideung

17 Nicandra physalodes Ciplukan keras Ingroup UPI

18 Cestrum cultum Kembang dayang Ingroup Dago

19 Physalis peruviana Ciplukan Ingroup Dago

20 Solanum tuberosum Kentang Ingroup Cimahi

21 Plantago major Ki sendok Outgroup UPI & Dago

22 Allamanda cathartica Alamanda Outgroup UPI

23 Ipomoea cairica Bunga terompet Outgroup UPI

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sikuensing hasil amplifikasi DNA daerah ITS dari sampel-sampel tumbuhan dilakukan di Macrogen Inc., Seoul-Korea.

3.4 Alat dan Bahan

Fungsi alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 3.2.


(24)

28

Tabel 3.2 Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian

No Alat Fungsi

1 Autoclave Sterilisasi

2 Mikropipet Mengambil larutan

3 Tabung mikro Tempat isolasi DNA dan penyimpanan

DNA genom

4 Tabung PCR Tempat penyimpanan amplikon

5 Lumpang dan alu Menghaluskan sampel

6 Vorteks Menghomogenkan larutan

7 Timbangan digital Mengukur masa bahan

8 Spatula Mengambil bahan

9 Penangas air dan shaker Shocking saat isolasi DNA

10 Shaker Mencampurkan larutan

11 Mesin sentrifugasi Memisahkan fasa larutan

12 Freezer Menyimpan sampel

13 Spektrofotometer Mengukur konsentrasi DNA

14 Microwave Memanaskan bahan

15 Mesin elektroforesis Memisahkan sampel DNA

16 UV transluminator Melihat hasil elektroforesis

17 Mesin PCR Amplifikasi

18 Magnetic Stirrer with Hot Plate Menghomogenkan larutan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya terdapat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No Bahan Fungsi

1 Kit isolasi DNA tumbuhan Isolasi DNA

2 Nitrogen cair Menghaluskan sampel

3 Buffer TAE Penyangga untuk elektroforesis DNA

4 ddH2O Melarutkan bahan

5 RNAse Mendegradasi molekul RNA

6 Agarose Media untuk mengelektroforesis DNA

7 DNA ledder Penanda ukuran pita DNA

8 Loading dye Pemberat dan pewarna molekul DNA

9 EtBr Pewarna DNA pada proses elektroforesis

10 Larutan TE Melarutkan bahan

11 PCR master mix Campuran bahan-bahan untuk amplifikasi

12 Primer ITS-5 dan ITS-4 Pembatas fragmen DNA target saat

amplifikasi


(25)

29

Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian secara rinci terdapat dalam lampiran III.

3.5 Prosedur Kerja 3.5.1. Sampling

Sampel tumbuhan didapatkan dari beberapa daerah di Bandung, diantaranya Ujung Berung, Dago, Cihideung, dan Setiabudhi, serta Kota Cimahi. Secara garis besar morfologi tumbuhan diamati dan didokumentasikan. Sampel yang diambil dari tiap-tiap tumbuhan yaitu daun muda, disimpan di dalam kantung plastik, diberi label, dan disimpan di dalam box berisi es. Selanjutnya di laboratorium, sampel tumbuhan disimpan di dalam freezer pada suhu -20°C. Penyimpanan sampel tumbuhan pada suhu dibawah 0°C ini dimaksudkan untuk menjaga DNA sampel agar tidak rusak.

3.5.2. Isolasi DNA Genom

DNA tumbuhan anggota suku Solanaceae diisolasi menggunakan kit dari Thermo Scientific. Tahapan isolasi DNA menggunakan protokol dari kit tersebut dengan sedikit modifikasi (Gambar 3.1). Sebanyak 100 mg daun muda dihaluskan di dalam lumpang dan alu yang berisi nitrogen cair hingga daun muda tersebut berbentuk serbuk. Selanjutnya, serbuk daun muda dimasukkan ke dalam tabung mikro berisi 350 µl lysis buffer A, kemudian sampel dihomogenkan menggunakan vorteks selama lima belas detik. Sampel yang telah homogen ditambahkan lysis buffer B dan RNAse, masing-masing sebanyak 50 µl dan 5 µl. Sampel diinkubasi di dalam penangas air bersuhu 65°C selama sepuluh menit. Selama inkubasi, sampel dihomogenkan menggunakan shaker dalam penangas.

Setelah diinkubasi, sampel diangkat, kemudian ditambahkan precipitation solution sebanyak 130 µl. Larutan tersebut dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan tabung mikro sebanyak 2-3 kali. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam kotak berisi es selama lima menit. Setelah itu, sampel disentrifugasi selama lima menit dengan


(26)

30

kecepatan 14.000 rpm. Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi dipindahkan kedalam tabung mikro baru kemudian diberi larutan plant gDNA binding solution dan etanol 96%, masing-masing sebanyak 400 µl, selanjutnya dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan tabung mikro.

Sebanyak setengah volume sampel (600-700 µl) dimasukkan ke dalam spin column with collection tube dan disentrifugasi selama satu menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Cairan yang terdapat pada bagain bawah dari collection tube dibuang. Hal yang sama dilakukan untuk sisa volume sampel lainnya. Setelah semua sampel disaring pada spin column, ditambahkan wash buffer I sebanyak 500 µl dan disentrifugasi selama satu menit dengan kecepatan 8.000 rpm. Setelah disentrifugasi, cairan yang berada dibawah collection tube dibuang. Ditambahkan wash buffer II sebanyak 500 µl kedalam spin column, kemudian disentrifugasi selama tiga menit dengan kecepatan 14.000 rpm. Setelah itu, tabung dikosongkan dan dispin kembali selama satu menit dengan kecepatan 14.000 rpm.

Spin column dipindahkan ke dalam tabung mikro baru, ditambahkan 50 µl elution buffer ke tengah column membrane, kemudian diinkubasi selama lima menit pada suhu ruangan. Setelah selesai inkubasi, spin column dan tabung mikro tersebut disentrifugasi selama satu menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Ditambahkan kembali 50 µl elution buffer ke tengah column membrane, dan disentrifugasi selama satu menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Untuk penyimpanan jangka panjang, DNA hasil isolasi disimpan dalam freezer bersuhu -20°C.


(27)

31

(1) Nitrogen Cair

(2) 100mg daun muda dihaluskan

(3) 350µl Lysis Buffer A

Vorteks ”

(6) 50µl Lysis Buffer B (7) 5µl RNase

(4) Serbuk daun

(8) Inkubasi 65°C & shake

(9) 130µl Precipitation Solution

(10) Dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung

(11) Disimpan dalam box berisi es

sela a ’

(12) Disentrifugasi kec. 14.000rpm

sela a ’

(13) Supernatan dipindahkan ke

microtube baru (14) 400µl Plant gDNA Binding Solution

(15) 400µl Etanol 96%

(16) Dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung (17, 20) 600-700µl larutan dipindahkan

ke dalam spin column

(18, 21) Disentrifugasi kec. 8.000rpm

sela a ’

(19, 22) Cairan dibuang

(23) 500µl Wash Buffer I

(25) Cairan

(26) 500µl Wash Buffer II

(28 )Tube

dikosongkan

(30) 50µl Elution Buffer

(31) Inkubasi di suhu ruangan

sela a ’

(33) 50µl Elution Buffer


(28)

32

3.5.3 Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA

Sebanyak 1 µl DNA hasil isolasi ditambahkan 499 µl ddH2O,

kemudian dihomogenkan. Konsentrasi dan kemurnian DNA genom diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280Å. Konsentrasi dan kemurnian DNA yang diperoleh dihitung menggunakan rumus :

[DNA] = A x 50 x faktor pengenceran Kemurnian DNA = A260 x A280

Keterangan :

A = Nilai absorbansi pada panjang gelombang tertentu 3.5.4 Elektroforesis

Gel agarose dibuat dengan konsentrasi 1% dalam buffer TAE, dididihkan dalam microwave hingga campuran terlihat bening. Gel agarose dituangkan ke dalam cetakan gel lengkap dengan sisir yang dipasang dengan posisi tegak dan berjarak 0,5-1 mm dari dasar cetakan. Selanjutnya, gel dibiarkan mengeras pada suhu ruang.

Sampel DNA disiapkan dan ditambahkan loading dye dengan perbandingan 3:2, kemudian dimasukkan kedalam sumur gel yang berada di dalam alat elektroforesis berisi buffer TAE 1x. Proses elektroforesis dilakukan selama 120 menit dengan daya 100 volt. Gel agarose kemudian direndam dalam EtBr selama 5 menit dan H2O selama 2 menit. Hasil

elektroforesis diamati dibawah lampu UV dan didokumentasikan (Hidayat, 2014, hlm. 5).

3.5.5 Amplifikasi DNA daerah ITS

Amplifikasi DNA daerah ITS mengacu pada Hidayat & Pancoro (2001 dalam Muchtar, 2008, hlm. 27) dengan beberapa modifikasi. Komposisi larutan untuk amplifikasi DNA daerah ITS yaitu 25µl PCR master mix dengan konsentrasi akhir 1x, primer ITS-5 dan ITS-4 masing-masing sebanyak 1,25 µl dengan konsentrasi akhir 0,25 µM, DNA genom sebanyak 5 µl, dan ditambahkan ddH2O hingga volume akhir larutan PCR


(29)

33

Tabung Eppendorf dimasukkan kedalam mesin PCR dengan program mengacu pada Hidayat et al. (2008, hlm. 17). Amplifikasi dimulai dengan denaturasi awal pada suhu 95°C selama 2 menit (1 siklus), selanjutnya 35 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 95°C selama 30 detik, annealing pada suhu 57°C selama 2 menit, dan ekstensi pada suhu 71°C selama 2 menit. Tahapan amplifikasi diakhiri oleh 1 siklus final extension pada suhu 71°C selama 10 menit. Hasil amplifikasi dielektroforesis pada gel agarosa 1% yang dilarutkan dalam buffer TAE 1x (Muchtar, 2008, hlm. 27). 3.5.6 Sikuensing DNA

Sebanyak 21 produk amplifikasi disikuensing di Macrogen Inc., Korea Selatan menggunakan primer ITS-4 (5’

-CCCGCCTGACCTGGGGTCGC-3’) dan ITS-5 (5’-TAGAGGAAGGAGAAGTCGTAACAA-3’) dengan

menggunakan mesin ABI377A dan pewarnaan dengan kit ABI PRISMTM Dye Terminator.

3.5.7 Analisis Data 3.5.7.1 Contig

Terdapat dua set data urutan basa nukleotida yang diperoleh dari hasil sikuensing untuk setiap sampel hasil isolasi DNA daerah ITS. Satu set data berasal dari sikuensing menggunakan primer ITS-5 dan satu set data lainnya berasal dari hasil sikuensing menggunakan primer ITS-4. Dilakukan contig menggunakan software CodonCode Aligner untuk kedua data tersebut. Pada saat proses contig, terdapat daerah overlap dari masing-masing data. Hasil yang diperoleh adalah urutan DNA daerah ITS secara lengkap. Penggunaan kedua primer tersebut adalah untuk meminimalisir kesalahan baca yang dilakukan mesin sequencer.

3.5.7.2 Verifikasi Data Hasil Sikuensing

Sikuen-sikuen DNA disejajarkan dengan sikuen DNA daerah ITS yang terdapat di genbank dengan alamat http://ncbi.nlm.nih.gov/ untuk memastikan bahwa sikuen DNA daerah ITS yang teramplifikasi merupakan DNA tumbuhan. Untuk melihat homologinya, digunakan program BLAST (Basic Local Alignment Sequence Tool). Dari hasil BLAST, untuk setiap


(30)

34

genus diambil satu sikuen DNA daerah ITS dari genbank untuk dijadikan sebagai sikuen DNA pembanding.

3.5.7.3 Pencarian Daerah ITS

Pencarian daerah ITS yang terdiri dari ITS-1; 5,8S; dan ITS-2 dilakukan menggunakan program BLAST dengan alamat http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Pencarian dilakukan dengan penjajaran DNA sampel yang telah dicontig dengan DNA pembanding dari genbank. Hasil yang didapatkan adalah letak urutan basa dimana daerah ITS-1; 5,8S; dan ITS-2 sampel berada. Selanjutnya, urutan tersebut dicatat rangenya dan dihitung jumlahnya sehingga didapatkan urutan basa beserta jumlah dari daerah ITS sampel.

3.5.7.4 Editing Data

Editing data dilakukan sebelum pembentukan pohon filogeni dengan tujuan untuk membuat setiap data urutan basa nukleotida berada pada awal dan akhir yang bersamaan sehingga diperoleh data yang informatif. Dilakukan alignment terhadap semua sampel DNA menggunakan software clustalX. Editing data dilakukan setelah proses alignment selesai dilakukan. Data yang diedit adalah data dengan format .aln hasil dari alignment clustalX. Contoh data alignment hasil editing terdapat pada Gambar 3.2.


(31)

35

3.5.7.5 Pembentukan Pohon Filogeni

Dilakukan pembentukan pohon filogeni terhadap data yang telah melalui proses editing. Pembentukan pohon filogeni menggunakan software Mega versi 4, dengan memilih menu bootstrap test of phylogeny dan maximum parsimony untuk mengetahui nilai bootstrap dari pohon filogeni yang terbentuk.

3.6 Alur Penelitian

Gambar 3.3 menunjukkan tahapan-tahapan serta hasil yang didapatkan dari masing-masing langkah pada penelitian ini.

Studi literatur

Membuat proposal

Menyiapkan alat dan bahan, pembuatan larutan dan sterilisasi

Isolasi DNA

Amplifikasi dan elektroforesis

Sikuensing DNA

Pengolahan data

Penulisan skripsi

DNA genom

Amplikon DNA daerah ITS

Konsensus pohon filogenetik


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kekerabatan anggota familia Solanaceae menggunakan sikuen DNA daerah ITS secara terpisah menunjukkan pola yang tidak tepat. Sebaliknya, kekerabatan yang sesuai ditunjukkan pada pohon filogeni yang menggunakan keseluruhan sikuen DNA daerah ITS. Terdapat tiga kelompok besar yang dihasilkan oleh pohon filogeni yang dibentuk oleh sikuen DNA daerah ITS. Kelompok I terdiri dari supergenus Nicotianoideae, Datureae, Cestreae, serta Petunieae; kelompok II terdiri dari supergenus Withaninae dan Physalinae yang merupakan anggota tribe Physaleae; dan kelompok III terdiri dari supergenus Solaneae. Posisi Capsicum annuum yang terletak satu node dengan Solanum pseudocapsicum menunjukkan pola kekerabatan yang berbeda dengan pengelompokan sebelumnya. Ditinjau dari segi morfologi, kedua spesies ini memiliki banyak persamaan, sehingga berdasarkan penelitian ini dapat diusulkan adanya penggantian nama Capsicum annuum, misalnya menjadi Solanum capsicum. Namun secara keseluruhan, penggunaan daerah ITS untuk menentukan kekerabatan anggota familia Solanaceae mendukung pengelompokan sebelumnya.

5.2 Saran

Diperlukan lebih banyak lagi sampel anggota Solanaceae, baik pada tingkat genus maupun spesies agar data yang didapatkan lebih valid. Karena jika hanya diwakili oleh beberapa sampel saja, dapat dihasilkan pengelompokan yang kurang tepat. Selain itu, penelitian mengenai Capsicum annuum dan Solanum pseudocapsicum perlu dilakukan untuk memastikan kekerabatan diantara kedua spesies tersebut. Selain data molekuler, data secara morfologi dan anatomi pun diperlukan untuk validitas data.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

ABADS. (2006). Brugmansia suaveolens. [Online]. Tersedia: http://www.abads.org/abads/Gallery/species/brugmansia_suaveolens.htm [1 Juli 2015]

Alamy. (2011). Potato (Solanum tuberosum). [Online]. Tersedia: http://www.alamy.com/stock-photo-potato-solanum-tuberosum-stalk-with-small-green-fruit-and-laved-fruit-41743694.html [20 Juni 2015]

Ampliqon. (2013). MgCl2. Odense: Ampliqon PCR Enzymes & Reagents.

Andreasen, K. & Baldwin, B. G. (2003). Reexamination of Relationships, Habital Evolution, and Phylogeography of Checker Mallows (Sidalcea; Malvaceae) Based on Molecular Phylogenetic Data1. American Journal of Botany. 90, (3), hlm. 436–444.

Arsh. (2015). Jerusalem Cherry Flower. [Online]. Tersedia: http://www.flowersleaf.com/jerusalem-cherry-flower/ [12 Juni 2015]

Backer, C. A. & Brink, R. C. B. V. D. (1965). Flora of Java (Spermathophytes Only). Vol. II. Groningen: N. V. P. Noordhoff.

Bailey, L. H. (1963). How Plants Get Their Names. New York: Pover Publications, Inc.

Baldwin, B. G., Sanderson, M. J., Porter, J. M., Wojciechowski, M. F., Campbell, C. S., Donoghue, M. J. (1995). The ITS Region of Nuclear Ribosomal DNA: A Valuable Source of Evidence on Angiosperm Phylogeny. Annals of The Missouri Botanical Garden. 82 (2), hlm. 247-277.

Black Diamond. (2011). Solanaceae. [Online]. Tersedia: http://www.flickriver.com/photos/blackdiamondimages/sets/721576283503 87249/ [20 Juni 2015]

Bos, A. V. D. (2004). Capsicum annuum var annuum’Thai Dragon’. [Online]. Tersedia: http://www.uniprot.org/taxonomy/40321 [12 Juni 2015]


(34)

66

Boudreaux, B. (2011). Jerusalem Cherery (Solanum pseudocapsicum) Flower

0081. [Online]. Tersedia:

https://www.flickr.com/photos/84094713@N08/8086927471/ [20 Juni 2015]

Bryson, C. T. (2013). Solanum viarum. [Online]. Tersedia: http://www.texasinvasives.org/plant_database/detail.php?symbol=SOVI2 [20 Juni 2015]

Bumi Herbal. (2014). Pemanfaatna Tanaman Solanaceae pada Makanan Sehari-Hari. [Online]. Tersedia: http://bumiherbal.com/2014/06/pemanfaatan-tanaman-solanaceae-pada-makanan-sehari-hari/ [1 Juni 2015]

Cotterill, S. & Kearsey, S. (2002). Encyclopedia of Life Sciences. London: Macmillan Publishers Ltd.

Cronquist, A. (1981). An Integrated Systemof Classification of Flowering Plants. New York: Columbia University Press.

Dave. (2001). Shoofy Plant, Apple of Peru Nicandra physalodes. [Online]. Tersedia: http://davesgarden.com/guides/pf/go/654/ [20 Juni 2015]

Dennison, C. (2002). A Guide to Protein Isolation. Springer Netherlands.

Dharmayanti, N. L. P. I. (2011). Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartoza. 21, (1), hlm. 1-10. Encyclopaedia Britannica. (2015). Ilustrations Electrophoresis Gel DNA.

[Online]. Tersedia:

http://www.illustrationsource.com/stock/image/481364/gel-electrophoresis- uses-an-electric-field-and-positive-and-negative-electrodes-to-separate-dna-molecules-according-to-size/ [6 Juni 2015]

Faucon, P. (2005). Night Jessamine. [Online]. Tersedia: http://www.desert-tropicals.com/Plants/Solanaceae/Cestrum_nocturnum.html [20 Juni 2015] Feiertag, S. (2014). Guam Boonies. [Online]. Tersedia:

http://www.ethno- botanik.org/Capsicum/Guam-Boonies/Guam-Boonies-Capsicum-annuum-en.html [12 Juni 2015]

Fritz, G. N., Conn, J., Cockburn, A., Seawright, A. (1994). Sequence Analysis of the Ribosomal DNA Internal Transcribed Spacer 2 from Populations of


(35)

67

Anopheles nuneztovari (Diptera: Culicidae). Mol.Biol.Evol. 11, (3), hlm. 406-416.

Germer, J. (2005). Solanum melongena L. [Online]. Tersedia: http://www.virboga.de/Solanum_melongena.htm [20 Juni 2015]

Ghazanfar, S. (2011). Withania (Withania Somnifera). [Online]. Tersedia: http://www.arkive.org/withania/withania-somnifera/image-G118244.html [12 Juni 2015]

Gopalakrishnan, A. Gopinath, D., Vijayasaraswathy S. G., Kasa, J. (2014). Ethnomedicine in Cancer Therapy: A Review. World Journal of Pharmaceutical Research. 3, (6), hlm. 305-319.

Gratani, L. (2014). Plant Phenotypic Plasticity in Response to Environmental Factors. Advances in Botany, (208747), hlm. 1-17.

Haman, J. & Farmery, C. S. (2010). Ultraviolet Transilluminators. Health and Safety Department University of Edinburgh: Edinburgh.

Hamdan, N. Samad, A. A. Hidayat, T. Salleh, F. M. (2013). Phylogenetic Analysis of Eight Malaysian Pineapple Cultivars using a Chloroplastic Marker (rbcL gene). Jurnal Teknologi, 64 (2), hlm. 29-33.

Handoyo, D. & Rudiretna A. (2000). Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas. 9, (1), hlm. 17-29.

Haston, E. Richardson, J. E. Stevens, P. F. Chase, M. F. Harris, D. J. (2009). The Linear Angiosperm Phylogeny Group (LAPG) III: A Linear Sequence of The Families in APG III. Botanical Journal of the Linnean Society, 161, hlm. 128-131.

Herbarium Bogoriense. (2005). Keanekaragaman Jenis dan Sumber Plasma Nutfah Durio (Durio spp.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah, 11 (1), hlm. 28-33.

Hidayat, T. & Pancoro, A. (2006). Sistematika dan Filogenetika Molekuler. Makalah pada Kursus Singkat Perangkat Lunak PAUP dan MrBayes untuk Penelitian Filogenetika Molekuler SITH-ITB, Bandung.

Hidayat, T. (2014). Handout Praktikum Analisis DNA. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.


(36)

68

Hidayat, T. Kusumawaty, D. Kusdianti, Yati, D. D. Muchtar, A. A. Mariana, D. (2008). Analisis Filogenetik Molekuler pada Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae) Menggunakan Urutan Basa DNA Daerah Internal Transcribed Spacer (ITS). Jurnal Matematika dan Sains, 13 (1), hlm. 16-21.

Hidayat, T., & Pancoro, A. (2008). Kajian Filogenetika Molekuler dan Peranannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek. AgroBiogen. 4, (1), hlm. 35-40.

Holmes, S. (2003). Bootstraping Phylogenetics Trees: Theory and Methods. Statistics Department, Stanford.

Hoof, B. (2014). Solanum lycopersicum. [Online]. Tersedia: http://www.ethno-botanik.org/Tomaten/Boars-Hoof/Boars-Hoof-Tomatensorte.html [20 Juni 2015]

Hunter, R. L. LaJeunesse, T. C. Santos, S. R. (2007). Structure and Evolution of The rDNA Internal Transcribed Spacer (ITS) Region 2 In The Symbiotic Dinoflagellates (Symbiodinium, Dinophyta). Phycol. 43, hlm. 120-128. Janssens. (2009). Solanaceae. [Online]. Tersedia:

http://www.mobot.org/mobot/research/apweb/orders/solanalesweb.htm [20 Juni 2015]

Jha, T. B. Samaddar, T. Nath, S. Das, A. (2014). Direct Organogenesis and Genetic Characterization of Solanum pseudocapsicum L. in vitro Regenerated Plants. Plant Tissue Cult & Biotech. 24, (1), hlm. 65-76.

Jobes, D. V. & Thien, L. B. (1997). A Conserved Motif in The 5,8S Ribosomal RNA (rRNA) Gene is a Useful Diagnostic Marker for Sequences. Plant Molecular Biology Reporter. 15, hlm. 326-334.

Khosravinia, H. Murthy, H. N. M. Parasad, D. T. Pirany, N. (2007). Optimizing Factor Influencing DNA Extraction from Fresh Whole Avian Blood. African Journal of Biotechnology. 6, (4), hlm. 481-486.

Marshall, J. A. Knapp, S. Davey, M. R. Power, J. B. Cocking, E. C. Bennett, M. D. Cox, A. V. (2001). Molecular systematics of Solanum section Lycopersicum (Lycopersicon) using the nuclear ITS rDNA region. Springer-Verlag, 103, hlm. 1216-1222.

Melotto-Passarin, D. M. Berger, I. J. Dressano, K. Martin, V. d. F. D. Conde, G. Oliveira, X. Bock, R. Carrer, H. (2008). Phylogenetic relationships in


(37)

69

Solanaceae and Related Species Based on cpDNA Sequence from Plastid trnEtrnT Region. Crop Breeding and Applied Biotechnology, 8, hlm. 85-95. Moreira, P. A. & Oliviera, D. A. (2011). Leaf Age Affects The Quality of DNA

Extracted from Dimorphandra mollis (Fabaceae), A Tropical Tree Species from The Cerrado Region of Brazil. Genetics and Molecular Research. 10, (1), hlm. 353-358.

Morris, S. C. Forbes-Smith, M. R. Scriven, F. M. (1989). Determination of Optimum Conditions for Suberization, wound Periderm Formation, Cellular Desiccation and Pathogen Resistance in wounded Solanum tuberosum Tubers. Physiological and Molecular Plant Pathology, 35 (2), hlm. 177-190.

Muchtar, A. A. (2008). Analisis Kekerabatan Marga-Marga pada Suku Euphorbiaceae berdasarkan Sikuen DNA daerah ITS. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Olmstead, R. G. Bohs, L. Migid, H. A. Valentin, E. S. Garcia, V. F. Collier S. M. (2008). A Molecular Phylogeny of The Solanaceae. Taxon, 57 (4), hlm. 1159-1181.

Pekarskyi, I. (2015). Red Chili Pepper with Slices and Seeds. [Online]. Tersedia: http://www.shutterstock.com/pic-110267027/stock-photo-red-chili-pepper-with-slices-and-seeds.html?src=0_qovdPatm7zhZ8jL-7RHQ-1-55 [20 Juni 2015]

Perez, F. Arroyo, M. T. K. Medel, R. Hershkovitz, M. A. (2006). Ancestral Reconstruction of Flower Morphology and Pollination Systems in Schizanthus (Solanaceae). American Journal of Botany, 93 (7), hlm. 1029-1038.

Pettersson, M. (2003). Pimiento de Padron (Capsicum annuum). [Online]. Tersedia:

http://petterssononline.com/habanero/peppers.php?action=variety&id=125 [20 Juni 2015]

Pettersson, M. (t. t.). 144 4436 jpg. [Online]. Tersedia: http://imgarcade.com/1/capsicum-annuum-flower/ [12 Juni 2015]

Pigatto, A. G. S. Mentz, L. A. Soares, G. L. G. (2015). Chemotaxonomic Characterization and Chemical Similarity of Solanaceae Subfamilies based on Ornithine Derivates. Cloning and Transgenesis, 4 (1), hlm. 1-8.


(38)

70

Rahim, M. D. & Nasruddin, A. (2010). Deteksi Molekuler Rice Tungro Baciliform Virus di Sulawesi Selatan dengan Menggunakan PCR Genomik dan Optimalisasinya. Fitomedika. 7, (1), hlm. 55-61.

Rasbak. (2011). Solanum tuberosum flower. [Online]. Tersedia: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Solanum_tuberosum_flower,_%2 7Dor%C3%A9%27_bloem_%285%29.jpg [20 Juni 2015]

Richards, J. H. & Barrett, S. C. H. (1992). Monographs on Theoretical and Applied Genetics. Berlin: Springer.

Rosliani, R. (t.t.). Budidaya Kentang. [Online]. Tersedia:

http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/images/Isi%20poster/MP-17%20Budidaya%20Kentang.pdf [1 Juni 2015]

Saha, S. R. Hossain, M. M. Rahman, M. M. Kuo, C. G. Abdullah, S. (2010). Effect of High Temperature of Twelve Sweet Pepper Genotypes. Bangladesh J. Agril, 35 (3), hlm. 525-534.

Sanders, R. (2003). D. metel var. fastuosa form fastuosa. [Online]. Tersedia: http://www.abads.org/abads/Rich_Sanders/datura_metel.htm [20 Juni 2015] Schoc, C. L. Seifert, K. A. Huhndorf, S. Robert, V. Spouge, J. L. Levesque, C. A.

Chen, W. Fungal Barcoding Consortium. (2012). Nuclear Ribosomal Internal Transcribed Spacer (ITS) Region as a Universal DNA Barcode Marker for Fungi. PNAS, 109 (16), hlm. 6241-6246.

Sibilio, G. (2015). Brunfelsia uniflora. [Online]. Tersedia: http://www.flickriver.com/photos/tags/brunfelsia/interesting/ [20 Juni 2015] Simpson. (1998). Gel Electrophoresis and Photography An Application Note.

UVP Inc.: Cambridge.

Stefanovic, S. Krueger, L. Olmstead, R. G. (2002). Monophyly of The Convolvulaceae and Circumscription of Their Major Lineages Based on DNA Sequences of Multiple Chloroplast Loci1. American Journal of Botany, 89 (9), hlm. 1510-1522.

Subagja, J. (2006). Pembelajaran Taksonomi Fauna di Perguruan Tinggi. Jurnal Fauna Tropika, 15 (2), hlm. 101-105.


(39)

71

Sukojo, B. M. (2003). Penggunaan Metode Analisa Ekologi Dan Penginderaan Jauh Untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai. Makara Sains, 7 (1), hlm. 30-37.

Teare, J. M. Islam, R. Flanagan, R. Gallagher, S. Davies, M. G. Grabau, C. (1997). Measurement of Nucleid Acid Concentrations Using The DyNA

Quant™ and The GeneQuant™. BioTechniques. 22, hlm. 1170-1174.

Tippery, N. P. & Les, D. H. (2008). Phylogenetic Analysis of The Internal Transcribed Spacer (ITS) Region in Menyanthaceae Using Predicted Secondary Structure. Molecular Phylogenetics and Evolution. 49, hlm. 526-537.

Top Tropicals. (2007). Solanum viarum. [Online]. Tersedia: http://toptropicals.com/catalog/uid/Solanum_viarum.htm [20 Juni 2015] Torres, S. (2012). Jazmin de Noche. [Online]. Tersedia:

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Jazm%C3%ADn_de_Noche.JPG [12 Juni 2015]

Vos, J. M. d. Hughes, C. E. Schneewiss, G. M. Moore, B. R. Conti, E. (2014). Heterostyly Accelerates Diversification via Reduced Extinction in Primeroses. Proceedings of The Royal Society. hlm. 1-9.

Webb, C. O. Slik, J. W. F. Triono, T. (2010). Biodiversity Inventory and Informatics in Southeast Asia. Biodivers Conserv. 10, hlm. 1-8.

Xeramtheum. (2007). Datura Brugmansia Whtat’s The Difference?. [Online]. Tersedia: https://davesgarden.com/community/forums/fp.php?pid=3333529 [12 Juni 2015]

Yati, D. D. (2008). Analisis Hubungan Kekerabatan pada Phyllanthus niruri L. Berdasarkan Karakter DNA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Yilmaz, M. Ozic, C. Gok, I. (2012). Gel Electrophoresis. Shanghai: InTech China.

Yulianti, E. (2006). Pengembangan Teknik Isolasi DNA Tumbuhan Menggunakan Detergen Komersial. Makalah pada Seminar Nasional MIPA UNY, Yogyakarta.


(40)

72

Zell, H. (2009). Nicotiana tabacum. [Online]. Tersedia: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Nicotiana_tabacum_003.JPG [20 Juni 2015]

Zulfahmi. (2013). Penanda DNA untuk Analisis Genetik Tanaman. Jurnal Agroteknologi, 3 (2), hlm. 41-52.


(1)

Anopheles nuneztovari (Diptera: Culicidae). Mol.Biol.Evol. 11, (3), hlm. 406-416.

Germer, J. (2005). Solanum melongena L. [Online]. Tersedia: http://www.virboga.de/Solanum_melongena.htm [20 Juni 2015]

Ghazanfar, S. (2011). Withania (Withania Somnifera). [Online]. Tersedia: http://www.arkive.org/withania/withania-somnifera/image-G118244.html [12 Juni 2015]

Gopalakrishnan, A. Gopinath, D., Vijayasaraswathy S. G., Kasa, J. (2014). Ethnomedicine in Cancer Therapy: A Review. World Journal of Pharmaceutical Research. 3, (6), hlm. 305-319.

Gratani, L. (2014). Plant Phenotypic Plasticity in Response to Environmental Factors. Advances in Botany, (208747), hlm. 1-17.

Haman, J. & Farmery, C. S. (2010). Ultraviolet Transilluminators. Health and Safety Department University of Edinburgh: Edinburgh.

Hamdan, N. Samad, A. A. Hidayat, T. Salleh, F. M. (2013). Phylogenetic Analysis of Eight Malaysian Pineapple Cultivars using a Chloroplastic Marker (rbcL gene). Jurnal Teknologi, 64 (2), hlm. 29-33.

Handoyo, D. & Rudiretna A. (2000). Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas. 9, (1), hlm. 17-29.

Haston, E. Richardson, J. E. Stevens, P. F. Chase, M. F. Harris, D. J. (2009). The Linear Angiosperm Phylogeny Group (LAPG) III: A Linear Sequence of The Families in APG III. Botanical Journal of the Linnean Society, 161, hlm. 128-131.

Herbarium Bogoriense. (2005). Keanekaragaman Jenis dan Sumber Plasma Nutfah Durio (Durio spp.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah, 11 (1), hlm. 28-33.

Hidayat, T. & Pancoro, A. (2006). Sistematika dan Filogenetika Molekuler. Makalah pada Kursus Singkat Perangkat Lunak PAUP dan MrBayes untuk Penelitian Filogenetika Molekuler SITH-ITB, Bandung.

Hidayat, T. (2014). Handout Praktikum Analisis DNA. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.


(2)

Hidayat, T. Kusumawaty, D. Kusdianti, Yati, D. D. Muchtar, A. A. Mariana, D. (2008). Analisis Filogenetik Molekuler pada Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae) Menggunakan Urutan Basa DNA Daerah Internal Transcribed Spacer (ITS). Jurnal Matematika dan Sains, 13 (1), hlm. 16-21. Hidayat, T., & Pancoro, A. (2008). Kajian Filogenetika Molekuler dan Peranannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek. AgroBiogen. 4, (1), hlm. 35-40.

Holmes, S. (2003). Bootstraping Phylogenetics Trees: Theory and Methods. Statistics Department, Stanford.

Hoof, B. (2014). Solanum lycopersicum. [Online]. Tersedia: http://www.ethno-botanik.org/Tomaten/Boars-Hoof/Boars-Hoof-Tomatensorte.html [20 Juni 2015]

Hunter, R. L. LaJeunesse, T. C. Santos, S. R. (2007). Structure and Evolution of The rDNA Internal Transcribed Spacer (ITS) Region 2 In The Symbiotic Dinoflagellates (Symbiodinium, Dinophyta). Phycol. 43, hlm. 120-128. Janssens. (2009). Solanaceae. [Online]. Tersedia:

http://www.mobot.org/mobot/research/apweb/orders/solanalesweb.htm [20 Juni 2015]

Jha, T. B. Samaddar, T. Nath, S. Das, A. (2014). Direct Organogenesis and Genetic Characterization of Solanum pseudocapsicum L. in vitro Regenerated Plants. Plant Tissue Cult & Biotech. 24, (1), hlm. 65-76.

Jobes, D. V. & Thien, L. B. (1997). A Conserved Motif in The 5,8S Ribosomal RNA (rRNA) Gene is a Useful Diagnostic Marker for Sequences. Plant Molecular Biology Reporter. 15, hlm. 326-334.

Khosravinia, H. Murthy, H. N. M. Parasad, D. T. Pirany, N. (2007). Optimizing Factor Influencing DNA Extraction from Fresh Whole Avian Blood. African Journal of Biotechnology. 6, (4), hlm. 481-486.

Marshall, J. A. Knapp, S. Davey, M. R. Power, J. B. Cocking, E. C. Bennett, M. D. Cox, A. V. (2001). Molecular systematics of Solanum section Lycopersicum (Lycopersicon) using the nuclear ITS rDNA region. Springer-Verlag, 103, hlm. 1216-1222.

Melotto-Passarin, D. M. Berger, I. J. Dressano, K. Martin, V. d. F. D. Conde, G. Oliveira, X. Bock, R. Carrer, H. (2008). Phylogenetic relationships in


(3)

Solanaceae and Related Species Based on cpDNA Sequence from Plastid trnEtrnT Region. Crop Breeding and Applied Biotechnology, 8, hlm. 85-95. Moreira, P. A. & Oliviera, D. A. (2011). Leaf Age Affects The Quality of DNA

Extracted from Dimorphandra mollis (Fabaceae), A Tropical Tree Species from The Cerrado Region of Brazil. Genetics and Molecular Research. 10, (1), hlm. 353-358.

Morris, S. C. Forbes-Smith, M. R. Scriven, F. M. (1989). Determination of Optimum Conditions for Suberization, wound Periderm Formation, Cellular Desiccation and Pathogen Resistance in wounded Solanum tuberosum Tubers. Physiological and Molecular Plant Pathology, 35 (2), hlm. 177-190.

Muchtar, A. A. (2008). Analisis Kekerabatan Marga-Marga pada Suku Euphorbiaceae berdasarkan Sikuen DNA daerah ITS. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Olmstead, R. G. Bohs, L. Migid, H. A. Valentin, E. S. Garcia, V. F. Collier S. M. (2008). A Molecular Phylogeny of The Solanaceae. Taxon, 57 (4), hlm. 1159-1181.

Pekarskyi, I. (2015). Red Chili Pepper with Slices and Seeds. [Online]. Tersedia: http://www.shutterstock.com/pic-110267027/stock-photo-red-chili-pepper-with-slices-and-seeds.html?src=0_qovdPatm7zhZ8jL-7RHQ-1-55 [20 Juni 2015]

Perez, F. Arroyo, M. T. K. Medel, R. Hershkovitz, M. A. (2006). Ancestral Reconstruction of Flower Morphology and Pollination Systems in Schizanthus (Solanaceae). American Journal of Botany, 93 (7), hlm. 1029-1038.

Pettersson, M. (2003). Pimiento de Padron (Capsicum annuum). [Online]. Tersedia:

http://petterssononline.com/habanero/peppers.php?action=variety&id=125 [20 Juni 2015]

Pettersson, M. (t. t.). 144 4436 jpg. [Online]. Tersedia: http://imgarcade.com/1/capsicum-annuum-flower/ [12 Juni 2015]

Pigatto, A. G. S. Mentz, L. A. Soares, G. L. G. (2015). Chemotaxonomic Characterization and Chemical Similarity of Solanaceae Subfamilies based on Ornithine Derivates. Cloning and Transgenesis, 4 (1), hlm. 1-8.


(4)

Rahim, M. D. & Nasruddin, A. (2010). Deteksi Molekuler Rice Tungro Baciliform Virus di Sulawesi Selatan dengan Menggunakan PCR Genomik dan Optimalisasinya. Fitomedika. 7, (1), hlm. 55-61.

Rasbak. (2011). Solanum tuberosum flower. [Online]. Tersedia: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Solanum_tuberosum_flower,_%2 7Dor%C3%A9%27_bloem_%285%29.jpg [20 Juni 2015]

Richards, J. H. & Barrett, S. C. H. (1992). Monographs on Theoretical and Applied Genetics. Berlin: Springer.

Rosliani, R. (t.t.). Budidaya Kentang. [Online]. Tersedia:

http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/images/Isi%20poster/MP-17%20Budidaya%20Kentang.pdf [1 Juni 2015]

Saha, S. R. Hossain, M. M. Rahman, M. M. Kuo, C. G. Abdullah, S. (2010). Effect of High Temperature of Twelve Sweet Pepper Genotypes. Bangladesh J. Agril, 35 (3), hlm. 525-534.

Sanders, R. (2003). D. metel var. fastuosa form fastuosa. [Online]. Tersedia: http://www.abads.org/abads/Rich_Sanders/datura_metel.htm [20 Juni 2015] Schoc, C. L. Seifert, K. A. Huhndorf, S. Robert, V. Spouge, J. L. Levesque, C. A.

Chen, W. Fungal Barcoding Consortium. (2012). Nuclear Ribosomal Internal Transcribed Spacer (ITS) Region as a Universal DNA Barcode Marker for Fungi. PNAS, 109 (16), hlm. 6241-6246.

Sibilio, G. (2015). Brunfelsia uniflora. [Online]. Tersedia: http://www.flickriver.com/photos/tags/brunfelsia/interesting/ [20 Juni 2015] Simpson. (1998). Gel Electrophoresis and Photography An Application Note.

UVP Inc.: Cambridge.

Stefanovic, S. Krueger, L. Olmstead, R. G. (2002). Monophyly of The Convolvulaceae and Circumscription of Their Major Lineages Based on DNA Sequences of Multiple Chloroplast Loci1. American Journal of Botany, 89 (9), hlm. 1510-1522.

Subagja, J. (2006). Pembelajaran Taksonomi Fauna di Perguruan Tinggi. Jurnal Fauna Tropika, 15 (2), hlm. 101-105.


(5)

Sukojo, B. M. (2003). Penggunaan Metode Analisa Ekologi Dan Penginderaan Jauh Untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai. Makara Sains, 7 (1), hlm. 30-37.

Teare, J. M. Islam, R. Flanagan, R. Gallagher, S. Davies, M. G. Grabau, C. (1997). Measurement of Nucleid Acid Concentrations Using The DyNA

Quant™ and The GeneQuant™. BioTechniques. 22, hlm. 1170-1174.

Tippery, N. P. & Les, D. H. (2008). Phylogenetic Analysis of The Internal Transcribed Spacer (ITS) Region in Menyanthaceae Using Predicted Secondary Structure. Molecular Phylogenetics and Evolution. 49, hlm. 526-537.

Top Tropicals. (2007). Solanum viarum. [Online]. Tersedia: http://toptropicals.com/catalog/uid/Solanum_viarum.htm [20 Juni 2015] Torres, S. (2012). Jazmin de Noche. [Online]. Tersedia:

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Jazm%C3%ADn_de_Noche.JPG [12 Juni 2015]

Vos, J. M. d. Hughes, C. E. Schneewiss, G. M. Moore, B. R. Conti, E. (2014). Heterostyly Accelerates Diversification via Reduced Extinction in Primeroses. Proceedings of The Royal Society. hlm. 1-9.

Webb, C. O. Slik, J. W. F. Triono, T. (2010). Biodiversity Inventory and Informatics in Southeast Asia. Biodivers Conserv. 10, hlm. 1-8.

Xeramtheum. (2007). Datura Brugmansia Whtat’s The Difference?. [Online]. Tersedia: https://davesgarden.com/community/forums/fp.php?pid=3333529 [12 Juni 2015]

Yati, D. D. (2008). Analisis Hubungan Kekerabatan pada Phyllanthus niruri L. Berdasarkan Karakter DNA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Yilmaz, M. Ozic, C. Gok, I. (2012). Gel Electrophoresis. Shanghai: InTech China.

Yulianti, E. (2006). Pengembangan Teknik Isolasi DNA Tumbuhan Menggunakan Detergen Komersial. Makalah pada Seminar Nasional MIPA UNY, Yogyakarta.


(6)

Zell, H. (2009). Nicotiana tabacum. [Online]. Tersedia: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Nicotiana_tabacum_003.JPG [20 Juni 2015]

Zulfahmi. (2013). Penanda DNA untuk Analisis Genetik Tanaman. Jurnal Agroteknologi, 3 (2), hlm. 41-52.