Media peletakkan telur dan siklus hidup graphiun agamemnon l. (Lepidoptera: papilionidae) pada tanaman glodokan di kampus I Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Nur Azizah Maulidia

106095003212

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Nur Azizah Maulidia

106095003212

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Ketidak berdayaan

membuatmu tertatih-tatih mengarungi kehidupan,

pengasingan terhadapmu membuatmu merenung dalam tapaan.

Kau rela menghancurkan sebagian tubuhmu, kau rela

mengurung diri untuk terlahir kembali. Dan kini, lihatlah

siapa dirimu? Kau mampu menarik perhatian mereka,

mereka yang pernah mengasingkanmu.

Kepakan sayapmu tebarkan pesonamu, komposisi

warnamu pancarkan keindahan. Corakmu memempertegas

kemolekanmu, sinergismu pun mampu menghadirkan buah pada

sang bunga. Kesederhanaan dan ketulusanmu menyuntikkan

kebahagiaan. Inilah kau saat ini, sang

primadona bersayap

yang indah

.

Teruntuk Mama, Papa dan orang-orang yang sangat mencintaiku Terima kasih kalian tak pernah letih menemani dan telah

memberikan segalanya untukku. ”I LOVE YOU ALL”


(4)

(5)

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA

ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2011

Nur Azizah Maulidia 1 0 6 0 9 5 0 0 3 2 1 2


(6)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA, dibimbing oleh Narti Fitriana, M. Si dan Dr. Fahma Wijayanti, M. Si

Kupu-kupu merupakan salah satu serangga yang berperan penting dalam penyerbukan (polinasi) tanaman berbunga yang berada di sekitar kampus I UIN Jakarta. Kupu-kupu sering terlihat mengunjungi tanaman tidak hanya untuk mencari makanan berupa nektar ataupun serbuk sari saja, akan tetapi untuk meletakkan telur. G. agamemnon L. merupakan salah satu jenis kupu-kupu yang mengunjungi beberapa tanaman. Sampai saat ini belum ada penelitian yang melaporkan siklus hidup kupu-kupu pada tanaman Glodokan. Sementara informasi tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian keberadaan jenis kupu-kupu sebagai salah satu serangga penyerbuk. Tujuan penelitian untuk mengetahui: Media peletakan telur, siklus hidup dan morfologi tiap stadia dalam siklus hidup G. agamemnon. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari 2011 di sekitar kampus I dan di Pusat Laborotorium Terpadu UIN Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode survey (semi alami). Hasil penelitian: G. agamemnon memilih daun muda dan daun tua sebagai media untuk meletakan telurnya, dengan posisi telur terletak di permukaan atas atau permukaan bawah daun. Siklus hidup G. agamemnon dimulai dari stadia telur, larva, pupa, hingga imago berkisar antara 31-38 hari dan morfologi tiap stadia memiliki ciri khas yang spesifik.

Kata kunci: Kampus I UIN Jakarta, siklus hidup, kupu-kupu G. agamemnon L. dan Glodogan.


(7)

HIDAYATULLAH JAKARTA, mentored by Narti Fitriana, M. Si and Dr. Fahma Wijayanti, M. Si

Butterflies are one kind of insect that plays an important role in pollination of flower around the campus I UIN Jakarta. They are often seen visiting the plant not only to seek the food such as nectar or pollen, but also to lay their eggs. G. agamemnon L. is one kind of butterfly that visited several plants. Recently, there is no research that reports life cycle the butterfly on Glodokan. However, the information is needed in order to effort the conservation of their species as one of the pollinator insect. The purpose of this research is to know: Media of laying egg, the life cycle of butterflies and morphology of each stadium in the cycle of G. agamemnon. The research was held on July 2010 up to January 2011 around campus I and at the Center of Integrated Laboratory UIN Jakarta. Method of the research is survey method (semi-natural). The results: G. agamemnon chose both of young and old leaves as a medium to lay their eggs that is placed on the up or down surface of leaves. The life cycle of G. agamemnon started from the egg, larva, pupa, and then imago around 31-38 days and the morphology of each stadium have specific characteristics.

Key words: Campus I UIN Jakarta, the life cycle, butterflies G. agamemnon L. and Glodogan.


(8)

i

مْيحَّلا نمْحَّلا ها مْسب

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan nikmat kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, karena Penulis tidak mampu menyelesaikan laporan ini tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik berupa moral maupun materi. Perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Drs. H. Ohan Zarkasi beserta Ibunda Hj. Eti Suhaeti tersayang yang selalu menemani setiap langkahku dengan do’a dan kasih sayang yang tiada batasnya.

2. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

3. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud selaku ketua program studi biologi. 4. Dini Fardila, M.Si selaku sekretaris program studi biologi.

5. Nani Radiastuti, M. Si selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

6. Pembimbing I Narti Fitriana, M. Si dan pembimbing II Dr. Fahma Wijayanti M. Si terima kasih atas segala masukan berupa saran dan kritik yang membangun, serta telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan banyak motivasi kepada Penulis.

7. Penguji I Paskal Sukandar, M. Si dan Priyanti, M. Si beserta penguji II Dini Fardila, M. Si dan Nani Radiastuti, M. Si. Terima kasih atas segala masukan berupa saran serta kritik yang membangun kepada Penulis.

8. Seluruh staf pengajar dan laboran program studi biologi yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada Penulis.


(9)

ii

10.Nugroho Syamsul Bachri S.S terima kasih selalu menemani dan memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Tiada gading yang tak retak, demikian pula adanya dengan penyusunan skripsi ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberi sedikit pengetahuan baru bagi pembaca dan masyarakat khususnya Penulis mengenai “Media Peletakkan Telur dan Siklus Hidup

Graphium agamemnon L. (Lepidoptera: Papilionidae) Pada Tanaman Glodokan di Kampus I Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”

نْيملاعلا ِّر ه دْمحلا

Wassalamu’alaikum wr wb.

Jakarta, Agustus 2011


(10)

iii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 4

2.2 Kupu-Kupu ... 6

2.3 Kupu-Kupu Papilionidae ... 9

2.4 Siklus Hidup Kupu-Kupu ... 12

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Kupu-Kupu ... 18

2.6 Nilai Penting yang Dimiliki Kupu-Kupu ... 21


(11)

iv

3.3 Cara Kerja ... 28

3.3.1. Pemilihan media peletakan telur kupu-kupu G. agamemnon L. pada tanaman Glodokan ... 28

3.3.2. Kandang buatan kupu-kupu G. agamemnon Linn ... 28

3.3.3. Morfologi tiap stadia dalam siklus hidup kupu-kupu G. agamemnon L. ... 30

3.3.4. Proses Opset dan Pengukuran morfometri ... 31

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Aktivitas G. agamemnon L. di sekitar kampus I UIN Jakarta ... 33

4.2 Pemilihan media peletakkan telur G. agamemnon L. pada tanaman Glodokan ... 38

4.3 Morfologi Tiap Stadia dalam Siklus Hidup G. agamemnon L ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(12)

v

Gambar 1. Hewan Ordo Lepidoptera ... 7

Gambar 2. Morfologi G. agamemnon L. : a. Telur; b. Larva; c. Pupa; dan d. Kupu-kupu dewasa ... 11

Gambar 3. Telur dan Larva Kupu-Kupu: a. Telur Kupu-Kupu Pada Daun ; b. Larva ... 14

Gambar 4. Morfologi beberapa pupa (Kepompong) Kupu ; a. Pupa Euploea; b, c. Pupa Papilionidae ... 15

Gambar 5. Morfologi Kupu-Kupu ... 16

Gambar 6. Metamorfosis G. agamemnon L. ... 17

Gambar 7. Burung yang Sedang Memangsa Kupu-Kupu ... 21

Gambar 8. Lokasi pengamatan di kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 Gambar 9. Kandang buatan G. agamemnon L. ... 29

Gambar 10. Proses opset: a. G. agamemnon L. yang sedang ditetesi oleh alkohol 70%; b. G. agamemnon proses pengeringan; c G. agamemnon L. di dalam papan perentang. ... 32

Gambar 11. Pengukuran morfometrik; a. Panjang antena; b. Panjang badan; c. Lebar sayap depan; d. Panjang sayap depan (d); e. Panjang sayap belakang; f. Lebar sayap belakang. (Rentang sayap/2d=2 x Panjang sayap depan) ... 32

Gambar 12. Telur G. agamemnon L. di permukaan bawah daun muda ... 41

Gambar 13.Metamorfosis dalam Siklus Hidup G. agamemnon L.; a. telur; b. larva instar 1; c. larva instar 2; d. larva insrtar 3; e. larva instar 4; f. larva instar 5; g. prepupa; h. pupa; i. imago (G. agamemnon L.) 47 Gambar 14. Pupa yang siap menetas jadi G. agamemnon L. ... 49


(13)

(14)

vii

Tabel 1. Jenis-jenis tanaman monokotil yang tumbuh di kampus I dan II

UIN Jakarta ... 5

Tabel 2. Faktor lingkungan saat pengambilan telur. ... 33

Tabel 3. Pemilihan media peletakan telur G. agamemnon L. ... 39

Tabel 4. Morfologi telur G. agamemnon L. ... 42

Tabel 5. Morfologi pradewasa G. agamemnon L. ... 42

Tabel 6. Ukuran tubuh (mm) G. agamemnon L. jantan dan betina dewasa .. 48

Tabel 7. Faktor fisik ruangan ... 53


(15)

viii

Lampiran 1. Data Morfologi telur G. agamemnon L. ... 61 Lampiran 2. Data Panjang tubuh tiap stadia larva, prepupa, dan pupa G.

agamemnon L. (mm). ... 62 Lampiran 3. Data Morfologi dewasa G. agamemnon L. ... 63 Lampiran 4. Faktor fisik saat pengambilan sampel telur G. agamemnon L. ... 65 Lampiran 5. Faktor fisik ruangan saat pengamatan tiap stadia G.

agamemnon L. ... 66 Lampiran 6. Kerangka Berpikir ... 68


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang.

Kawasan kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta banyak ditanami berbagai macam tanaman, baik tanaman berbunga maupun tanaman pelindung. Kupu-kupu merupakan salah satu serangga yang berperan penting dalam penyerbukan (polinasi) tanaman berbunga yang berada di sekitar kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, kupu-kupu juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem (lingkungan) dan memperkaya keanekaragaman jenis tanaman (Bima, 2007; Hamidun, 2003). Kelangsungan hidup kupu-kupu sangat ditunjang oleh tersedianya tanaman sebagai sumber pakan, sebagai media peletakan telur dan sebagai pelindung baik pada stadia larva maupun pada stadia imago (kupu-kupu dewasa). Selain tanaman, diperlukan beberapa faktor abiotik di antaranya cahaya yang cukup, udara yang bersih dan air sebagai materi yang dibutuhkan untuk menjaga kelembaban lingkungan tampat kupu-kupu tersebut hidup (Whitten dkk, 1999).

Jenis tanaman yang sering terlihat dikunjungi oleh kupu-kupu adalah glodokan (Polyalthia longifolia Sonn.), bandotan (Ageratum conyzoides), bunga kertas (Bougenvillea spectabilis), krisan (Chrysantemum indicum), flamboyan (Delonyx regia), beringin (Ficus benyamina), kembang sepatu (Hybiscus rosa-sinensis), kembang soka (Ixora javanica), bunga tahi ayam (Lantana camara),


(17)

nusa indah (Musaenda frondosa), rambutan (Nephelium lappaceum), dan jambu air (Syzigium aqueum) (Fitriana, 2008). Kupu-kupu sering terlihat mengunjungi tanaman-tanaman tersebut tidak hanya untuk mencari makanan berupa nektar atau pun serbuk sari saja, tetapi juga untuk meletakkan telur. Jenis kupu-kupu pengunjung tanaman berbunga tersebut adalah Hypolimnas bolina, Graphium agamemnon, Graphium sarpedon, Graphium evemon, Papilio memnon, Appias libyhtea olferna, Eurema hecabe, Delias hyparete dan Leptosia nina (Bariyah, 2011). Graphium agamemnon L. merupakan salah satu kupu-kupu yang sering terlihat mengunjungi tanaman glodokan (Polyalthia longifolia Sonn.) dan memilih jenis tanaman tersebut sebagai tanaman pakan dan meletakkan telur-telurnya. Selain itu, menurut Salmah dkk (2002) tanaman pakan G. agamemnon yang telah diketahui adalah Sirsak (Annona muricata).

Sampai saat ini penelitian yang telah banyak dilakukan hanya mengenai keanekaregaman kupu-kupu saja, tetapi belum ada penelitian yang melaporkan tentang media peletakan telur dan siklus hidup dari salah satu kupu-kupu tersebut. Salah satunya seperti pemilihan media peletakan telur dan siklus hidup kupu-kupu pada tanaman Glodokan (Polyalthia longifolia Sonn.) di sekitar kampus I UIN Jakarta ini. Sementara informasi tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian keberadaan jenis kupu-kupu sebagai salah satu serangga penyerbuk yang berada di sekitar kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pemilihan media peletakkan telur G. agamemnon pada tanaman Glodokan?

2. Bagaimanakah siklus hidup dan morfologi tiap stadia G. agamemnon?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Media peletakkan telur G. agamemnon.

2. Siklus hidup dan morfologi tiap stadia G. agamemnon.

1.4Manfaat

1. Memberikan informasi tentang pemilihan media peletakan telur, siklus hidup dan morfologi tiap stadia kupu-kupu dalam upaya konservasi.

2. Sebagai informasi awal yang dapat digunakan untuk penelitian tentang siklus hidup kupu-kupu yang terdapat di sekitar kampus I UIN Jakarta.


(19)

4

2.1 Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi yang terdapat di Indonesia. Lokasi kampus I UIN Jakarta terletak di Jalan Ir. H. Juanda 95 Ciputat Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Kampus I UIN Jakarta memiliki luas sekitar 71.620 m2 (Subhan, 2008). Kawasan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari beberapa bangunan gedung, diantaranya adalah gedung perkuliahan, gedung rektorat, gedung auditorium, gedung akademik, gedung aula madya, gedung student center dan wisma usaha parkir.

Kawasan kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga terdapat berbagai macam keanekaragaman jenis tanaman maupun hewan yang telah dilakukan penelitian. Menurut Priyanti (2008) terdapat 33 jenis tanaman monokotil yang berada di sekitar kampus I dan II UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dikelompokan menjadi 8 suku. Sebagian besar monokotil yang tumbuh mempunyai bentuk herba, sedangkan tanaman monokotil yang berbentuk pohon sedikit ditemukan. Jenis-jenis tanaman monokotil yang tumbuh di kampus I dan II UIN Jakarta tersaji pada Tabel 1.


(20)

Tabel 1. Jenis-jenis tanaman monokotil yang tumbuh di kampus I dan II UIN Jakarta (Priyanti, 2008)

Suku Jenis Nama Daerah Perawakan

Agavaceae Agave americana Agave Attenuate

Nanas seberang Siklok

Herba Herba Amaryllidaceae Zebhyranthes rasea

Bawang-bawangan

Herba Araceae Anthurium jimenezii

Dieffenbachia amoena Dieffenbachia exotic-alba Epipremnum aurens Philodendron bipinnatifium P. blackkardinal-compacta Spathiphyllum commutatum - Daun bahagia Daun bahagia Sirih Belanda - - Toendak, gogotola Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Arecaceae Caryota mitis

Chrysalidocarpus lutescens Cyrtostachys renda Mascarena revenghanil Phoenix hancana Ptychosperma hosinoi Ptystonea elata Veitchia merillii Gendura Palem kuning Palem jingga Palem botol - - Palem raja Palem putri Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Pohon Commelinaceae Rhoeo discolor Adam Hawa Herba Liliaceae Chlorophytum comosum

Cordyline terminalis Dracaena marginata Dracaena marginata Dracaena sanderina Pleomele goldieana Pleomele godseffiana Sansiviera trifasciata Yucca australis Yucca draco

Yucca elephantipes

Lili paris Hanjuang merah Drasena Drasena Drasena - - Lidah mertua - - - Herba Perdu Perdu Perdu Perdu Perdu Perdu Herba Perdu Perdu Perdu Marantaceae Calathea makoyana

Maranta leucaneura

- -

Herba Herba Musaceae Heliconia psittacorum Pisang-pisangan Herba

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang dilakukan Penulis selama penelitian, terdapat beberapa jenis tanaman dikotil di kawasan kampus I UIN Jakarta, seperti tanaman jambu air (Syzygium aqueum), sawo kecik (Manilkara


(21)

kauki L), sawo durian (Chrysophyllum cainito L.) rambutan (Nephelium lappaceum L.), alpukat (Persea americana M.), belimbing (Averrhoa carambola L.), bintaro (Cerbera manghas), mangga (Mangifera indica L.), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis), karet kebo (Ficus elastica), flamboyan (Delonix regia), kapuk randu (Ceiba petranda Gaerln.), glodokan (Polyalthia longifolia Sonn.) dan mengkudu (Morinda citrifolia L.). Selain tanaman, di sekitar kampus I UIN Jakarta juga sering terlihat berbagai macam hewan seperti anjing, kucing, burung dan berbagai jenis serangga. Burung gereja merupakan salah satu hewan yang terdapat di kawasan kampus I UIN Jakarta (Wijayanti, 2007).

Selain burung gereja, beberapa serangga penyerbuk seperti Diptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Lepidoptera sering terlihat mengunjungi tanaman berbunga di kawasan kampus I UIN Jakarta untuk mencari makanan (Fitriana, 2008). Menurut Bariyah (2011) terdapat berbagai jenis kupu-kupu pengunjung tanaman berbunga di kawasan kampus I UIN Jakarta, diantaranya adalah

Hypolimnas bolina, Graphium agamemnon, Graphium sarpedon, Graphium evemon, Papilio memnon, Appias libyhtea olferna, Eurema hecabe, Delias hyparete dan Leptosia nina.

2.2 Kupu-Kupu

Kupu-kupu dan ngengat (rama-rama) merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera. Lepidoptera berasal dari kata “lepis” yang berarti

sisik dan “pteron” yang berarti sayap. Berdasarkan dari bentuk tubuh dan aktivitasnya, Lepidoptera dikelompokkan menjadi dua subordo yaitu Rhopalocera


(22)

atau kupu-kupu siang, karena sebagian besar kupu-kupu ini aktif pada siang hari, sedangkan subordo Heterocera dikenal dengan sebutan “moth” atau ngengat atau kupu-kupu malam karena umumnya aktif pada malam hari (Salmah dkk, 2002).

Kupu-kupu memiliki postur tubuh yang langsing, sayap pada umumnya berwarna cerah dan menarik, antena pada ujungnya membesar. Pada waktu istirahat sayapnya menutup dan tegak lurus dengan tubuh sehingga yang terlihat adalah permukaan sayap sebelah bawah. Kupu-kupu malam (ngengat) memiliki postur tubuh yang lebih gemuk, warna sayapnya kusam, antena pada umumnya tipe plumose (berbentuk seperti bulu ayam) dan pada waktu istirahat sayapnya terbuka, menutup abdomen (perut) sehingga yang terlihat adalah permukaan atas dari sayap (Salmah dkk, 2002).

Kupu-kupu dan ngengat memiliki jenis yang sangat banyak. Di Jawa dan Bali tercatat lebih dari 600 spesies kupu-kupu (Whitten dkk, 1999). Semua jenis kupu-kupu dan ngengat melalui tahap-tahap hidup sebagai telur, larva, pupa dan akhirnya bermetamorfosa menjadi kupu-kupu atau ngengat. Kupu-kupu umumnya hidup dengan menghisap madu bunga (nektar/sari kembang). Akan tetapi, beberapa jenis yang lain menyukai cairan yang dihisap dari buah-buahan yang jatuh di tanah dan membusuk, daging bangkai, kotoran burung dan tanah basah (Rosariyanto, 2005). Hewan ordo Lepidoptera tersaji pada Gambar 1.

a b

Gambar 1. Hewan ordo Lepidoptera; a. Kupu-kupu; b. Ngengat (Maulidia, 2011)


(23)

Kupu-kupu Rhopalocera terdiri dari beberapa famili, antara lain

Papilionidae, Pieridae, Nymphalidae, Danaidae, Satyridae dan Lycaenidae. Kupu-kupu Papilionidae merupakan salah satu famili yang mempunyai jenis yang beraneka ragam, dengan tanda-tanda sayap biasanya berwarna hitam yang dihiasi oleh warna-warna yang menarik. Sebagian besar jenis Papilionidae mempunyai ekor yang muncul dari vena keempat sayap belakang dan mempunyai vena procostal, oleh karena itu kupu-kupu ini disebut “Swallow Tail”. Venasi sayap

depannya lengkap dan kaki depan sempurna. Panjang tubuh berukuran 5 sampai 7 mm sampai 28 cm dengan warna menyolok, serta tergolong ke dalam kelompok kupu-kupu yang mempunyai sayap yang kuat. Pupa menggantung dengan posisi tegak lurus dengan bantuan benang sutera pada bagian tengah tubuh. Famili ini memiliki 700 jenis yang tersebar di dunia, terutama di daerah subtropik (Salmah dkk, 2002).

Kupu-kupu berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Kedatangan kupu-kupu pada bunga yang mekar adalah untuk mendapatkan nektar yang terdapat pada dasar bunga. Selama nektaring, secara tidak sengaja serbuk sari yang terdapat pada bunga akan menempel pada tubuh kupu-kupu. Serbuk sari ini akan menempel pada kaki maupun sayap kupu-kupu, kemudian akan jatuh ke kepala putik bunga lain ketika kupu-kupu terbang atau pada saat kupu-kupu hinggap di atas tanaman berbunga lainnya. Penyerbukan (polinasi) tanaman erat hubungannya dengan kelangsungan generasi tumbuhan berikutnya (Smart, 1991).


(24)

2.3 Kupu-Kupu Papilionidae

Menurut Salmah dkk (2002) kupu-kupu Papilionidae terdiri dari tiga subfamili yaitu: Baroninae, Zerynthiinae dan Papilioninae. Kupu-kupu

Papilionidae juga terdiri dari lima tribe yaitu: Parnasiini dan Zerynthiini,

Troidini, Papilionini dan Leptocircini. Selain itu, Papilionodae memiliki 19 genera, yaitu: Parnalius, Sericinus, Luhdorfia, Bhuthanitis, Troides, Trogonoptera, Ornithoptera, Atrophaneura, Byasa, Losaria, Pachiopta, Cressida, Chilasa, Papilio, Meandrusa, Protographium, Graphium, Lamproptera dan

Tainopalupus (Salmah dkk, 2002).

Kupu-kupu Papilionidae sangat banyak diminati dan sering diperdagangkan. Beberapa jenis di antaranya yang terdapat di Indonesia dilindungi, seperti Trogonoptera brookiana, Troides amphrysus, dan Troides helena. Karena kupu-kupu ini banyak diminati, maka untuk pelestariannya sangat diperlukan pengetahuan mengenai beberapa aspek biologi di antaranya kenekaragaman jenis, penyebaran, daur hidup dan tanaman pakannya (Salmah dkk, 2002).

Genus Graphium tersebar di berbagai daerah, 35 jenis di daerah aftropikal, 14 di wilayah Timur, 6 di Holarctic (selatan dan barat Cina) dan 20 di wilayah Australia. Sebagian besar spesies Oriental dan Australia dicirikan oleh adanya pola hijau bening, biru kehijauan atau kekuningan di sayap mereka. Genus

Graphium umumnya lebih kuat dan memiliki kemampuan terbang lebih terarah (Parsons, 2010).


(25)

Graphium agamemnon L. (The Tailed Jay) merupakan salah satu jenis kupu-kupu dari genus Graphium. Kupu-kupu ini memiliki ciri-ciri permukaan atas sayap berwarna hitam dengan bercak berwarna hijau apel. Bercak berwarna hijau apel pada permukaan atas sayap, jumlahnya sama dengan yang terdapat pada bagian permukaan bawah sayap. Pada daerah costal terdapat dua bintik berwarna putih, pada daerah dorsalnya terdapat rambut-rambut halus berwarna hitam. Bagian ventral sayap depan warna coklat keunguan dengan bercak hijau yang sama dengan bagian dorsal.

Pada vena keempat sayap belakang ditemukan pemanjangan menyerupai ekor, pada kupu-kupu betina ekor tersebut lebih panjang. Bagian ventral sayap belakang mempunyai tiga pasang bintik merah. Panjang sayap kupu-kupu jantan 42 sampai 45 mm sedangkan betina 49,6 mm. Kupu-kupu ini selalu terlihat bergerak tidak menentu, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan dapat terbang dengan cepat. Sering mengunjungi feces, urin, serta sisa hewan yang telah membusuk (Salmah dkk, 2002). Morfologi G. agamemnon tersaji pada Gambar 2.

Larva G. agamemnon diketahui memiliki kemampuan adaptasi hanya pada tanaman dari famili Annonaceae sebagai tanaman inang seperti tanaman sirsak (Annona muricata) (Salmah dkk, 2002). Kupu-kupu ini mempunyai kelimpahan relatif yang tinggi di alam. Larva G. agamemnon termasuk polifagus, padahal larva Papilionidae umumnya adalah monofagus. Ketersediaan tumbuhan inang sebagai pakan larva di alam menentukan kelangsungan hidup spesies kupu-kupu


(26)

G. agamemnon tersebar tidak hanya di Indonesia saja, akan tetapi tersebar di berbagai wilayah. Wilayah tersebut seperti selatan India sampai Saurashtra, India Utara (Kumaon ke Assam), Nepal, Sri Lanka, Andaman, Nicobars, Bangladesh, Brunei, Mynmar, Thailand, Laos, Kamboja, Cina bagian selatan (termasuk Hainan), Taiwan, Asia Tenggara ke New Guinea, Kepulauan Solomon, dan Australia (Queensland utara) (Kunte, 2006).

Klasifikasi G. agamemnon menurut Linnaeus (1758) dalam Parsons (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Subordo : Rhophalocera Famili : Papilionidae Genus : Graphium

Spesies : agamemnon

mm

b

c d

a mm

mm

mm mm

Gambar 2. Morfologi G. agamemnon L.: a. Telur; b. Larva; c. Pupa; dan d. Kupu-kupu dewasa (Maulidia, 2010)


(27)

2.4 Siklus Hidup Kupu–Kupu

Perubahan yang terjadi selama serangga berkembang dari telur sampai menjadi dewasa disebut metamorfosis. Kupu-kupu termasuk serangga holometabola yaitu serangga yang mengalami proses metamorfosis yang sempurna, mengalami perubahan stadia mulai dari telur, larva, pupa dan imago (dewasa). Telur diletakkan oleh kupu-kupu betina pada tanaman inang yang cocok untuk makanan larvanya. Telur diletakkan tersembunyi, misalnya di bagian bawah daun agar terhindar dari terik matahari dan musuh-musuh alaminya (Amir dkk, 2003).

Morfologi telur kupu-kupu bermacam-macam tergantung jenisnya. Sebagai contoh ada telur yang bulat, bentuk silinder, cangkang dikelilingi duri dan lain-lain. Telur kupu-kupu berukuran kecil 1 sampai 2 mm, warna dan bentuknya beragam, bentuknya ada yang seperti kubah, setengah bulatan, bulat, dan ada yang terpuntir. Bagian bawah selalu rata, pada bagian atas telur terdapat lubang kecil yang disebut dengan “mikropile” yaitu tempat spermatozoid masuk ke dalam telur. Cangkang telur ada yang halus ada pula yang seperti terpahat (Amir dkk, 2003). Telur kupu diletakkan oleh induknya di berbagai tempat. Telur kupu-kupu dapat dijumpai pada permukan daun, lipatan daun, ranting atau cabang dan pada tempat-tempat lain (Putra, 1994). Telur diletakkan tersembunyi agar terhindar dari terik matahari dan musuh-musuh alaminya (Amir dkk, 2003).

Jika telur-telur tersebut telah menetas menjadi larva, terkadang sering terjadi kanibalisme di antara mereka. Hal ini disebabkan larva muda yang baru keluar sudah mulai membutuhkan makanan. Biasanya, larva akan mencari


(28)

makanan disekitar larva muncul. Larva muda yang baru muncul dari telur, biasanya akan menggerombol di suatu tempat sambil menikmati makanan yang disediakan oleh induknya. Setelah besar, mereka akan meninggalkan kelompoknya dan mulai mencari makanan sendiri. Larva memiliki kaki yang pendek, luwes dan di bagian bawahnya terdapat kait-kait yang memungkinkan mereka dapat makan walaupun sambil berjungkir balik di antara dedaunan. Kait-kait tersebut digerakkan oleh otot-otot penggerak yang kuat (Putra, 1994).

Larva yang baru menetas dari telur berukuran sangat kecil, panjangnya sekitar 2 sampai 3 mm. Pada stadia ini dikenal dengan stadia makan yang intensif, sebagian besar pertumbuhan badan Lepidoptera terjadi pada stadia ini. Untuk menjadi besar larva mengalami pergantian kulit, kulit lama akan dilepaskan dan diganti dengan kulit baru yang ukurannya sesuai. Selama stadium larva umumnya mengalami lima kali pergantian kulit, tergantung pada jenis dan kesehatan larvanya (Amir dkk, 2003). Metabolisme tubuh larva tergantung pada kondisi lingkungan, peningkatan suhu tubuh mengarah ke peningkatan laju respirasi.

Setelah beberapa hari telur menetas menjadi larva. Larva hanya memiliki kegiatan makan, mendapatkan makanan sebanyak-banyaknya untuk pertumbuhannya. Larva dapat tumbuh menjadi besar dan masak, selanjutnya siap memasuki masa pupasi. Pada stadia ini terjadi perubahan-perubahan besar pada badannya, mempersiapkan diri menjadi kupu-kupu (dewasa) yang bersayap dan dapat terbang (Amir dkk, 2003).

Kualitas makanan juga berpengaruh terhadap metabolisme serangga dan produksi senyawa sekunder oleh jaringan tanaman telah ditunjukkan


(29)

mempengaruhi perkembangan larva (Suhara, 2009). Biasanya larva kupu-kupu mempunyai alat perlindungan dari serangan predator atau pengganggu lain, yakni mengeluarkan Osmeterium semacam zat beracun yang berbau tidak enak melalui suatu alat seperti antena pada bagian kepala dari larva tersebut (Achmad, 2002). Telur dan larva kupu-kupu tersaji pada Gambar 3

Satelah larva mencapai umur 12 sampai 39 hari, larva akan berhenti makan dan mulai memasuki stadia kehidupan pupa. Di dalam pupa, larva akan mengalami perubahan bentuk yang sama sekali berlainan dengan bentuknya semula. Pada saat itu, berkembang pula organ tubuh yang digunakan pada waktu menjadi dewasa. Organ tubuh tersebut dapat berupa antena, kaki, mata majemuk, sayap, dan organ genital (Putra, 1994). Pupa tidak mempunyai kaki yang berfungsi untuk bergantung pada waktu kulit larva dilepaskan. Agar pupa yang terbentuk dapat bergantung, sebelum menjadi pupa, larva tersebut membuat landasan sutera di ujung abdomennya atau semacam kait. Hal ini dilakukan untuk

Gambar 3. Telur dan larva kupu-kupu: a. Telur kupu-kupu pada daun; b. Larva (Amir dkk, 2003)


(30)

menopang atau bergantungnya badan pupa (Amir dkk, 2003). Morfologi beberapa pupa tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi beberapa pupa (kepompong) kupu ; a. Pupa Euploea; b, c. Pupa Papilionidae (Amir dkk, 2003)

Setelah masa pupa selesai, pupa tersebut robek dan keluar tubuh kupu-kupu yang masih basah oleh cairan pupa. Kupu-kupu-kupu yang baru keluar dari pupa tersebut masih lemah dan warna tubuhnya juga belum terlihat keindahannya, kupu-kupu membutuhkan waktu untuk menjadi kuat dan dapat terbang. Tidak beberapa lama kemudian, kupu-kupu dapat menggunakan sayapnya untuk terbang mencari nektar pada bunga (Putra, 1994). Kupu-kupu adalah stadia dewasa (imago) dari Lepidoptera, stadia untuk berkembang biak (Amir dkk, 2003). Morfologi kupu-kupu tersaji pada Gambar 5.


(31)

Gambar 5. Morfologi kupu-kupu (Amir dkk, 2003)

Ketika kupu-kupu muncul dari pupa, kupu-kupu tidak mampu untuk terbang. Kupu-kupu akan menggantung terbalik pada cangkang pupa kosong atau pada cabang terdekat atau daun. Ketika muncul sayapnya yang kusut dan lembab. Kupu-kupu perlu waktu untuk memompa cairan tubuhnya agar sayap dapat mengembang. Hal ini dapat memakan waktu hingga satu jam. Setelah sayap meningkat dan mengeras kupu-kupu akan terbang jauh untuk mencari makanan dan pasangan (Suhara, 2009). Semua tahap siklus hidup terancam oleh parasitoid dan organisme yang memakan organisme lain dan akhirnya membunuh larva maupun kupu-kupu, seperti burung pemakan serangga, capung dan laba-laba (Suhara, 2009).

G. agamemnon mengalami proses metamorfosis yang sempurna, dengan perubahan stadia mulai dari telur, larva, pupa dan imago (dewasa). G. agamemnon


(32)

sampai 1,40 mm, tinggi 1,15 sampai 1,30 mm. Masa stadium telur 4 sampai 5 hari. Menurut Achmad (2002) telur Graphium agamemnon yang terdapat di Taman Nasional Bantimurung membutuhkan waktu 5 sampai 7 hari untuk menetas. Larva instar 1 berwarna kuning kehijauan dan bagian dorsal segmen ke-5 sampai 8 berwarna kuning keputihan. Larva instar 2 dan 3, bagian dorsal segmen ke-5 sampai 7 dan bagian segmen ke-8 berwarna kuning, sedangkan bagian tubuh lainnya berwarna coklat kekuningan hingga coklat. Larva instar 4 dan 5 berwarna hijau. Secara umum larva kupu-kupu ini berwarna kuning tua sampai hijau pekat, setiap segmen dada mempunyai duri hitam dan pada segmen ketiga duri tersebut muncul duri bintik kecil berwarna kuning oranye. Masa stadium larva berkisar 21 sampai 26 hari.

Menurut Achmad (2002) G. agamemnon membutuhkan waktu sekitar 17 hari untuk menjadi pupa. Prepupa dan pupa berwarna hijau muda, pada pupa bagian toraks membentuk dua ujung yang agak meruncing dan bagian dada membentuk struktur menyerupai tanduk. pupa berwarna hijau muda yang lambat laun akan berubah menjadi abu-abu. Sedangkan menurut Salmah dkk (2002) lama masa pradewasa G. agamemnon (telur, larva, prepupa dan pupa) keseluruhannya 38 sampai 44 hari. Metamorfosis G. agamemnon tersaji pada Gambar 6.


(33)

Dalam proses pertumbuhan, terjadi proses pergantian kulit yang dikenal dengan istilah ecdysis atau molting, sisa kulit yang ditinggalkan disebut exuviae. Selama pertumbuhan berlangsung akan mengalami beberapa kali pergantian kulit dan bentuk serangga antara dua masa pergantian kulit disebut instar (Suhara, 2009).

Molting dan metamorfosis kupu-kupu dikontrol oleh beberapa hormon efektor di antaranya yaitu:

1. Juvennile hormon, disekresikan oleh corpora allata. Sel sekretori corpora allata aktif selama larva molting. Selama hormon juvennil terbentuk hidroksi ekdison menstimulasi molting dan menghasilkan larva instar yang baru. Hormon juvennile juga berfungsi untuk mencegah perubahan induksi ekdison pada ekspresi gen yang penting saat terjadi metamorfosis

2. Ecdysone, berfungsi untuk menginisiasi, mengkoordinir atau mengatur tiap tahapan molting serta regulasi perubahan ekspresi gen yang terjadi selama metamorfosis melalui proses ekdisis.

3. Prothoracicotropic (PTIH), proses molting diinisiasi di otak, sel neurosekretori menghasilkan hormon Prothoracicotropic (PTIH) yang merespon neural, hormonal, atau sinyal lingkungan. PTIH adalah hormon peptida yang menstimulasi ekdison dari kelenjar prothoracic (Anonimous, 2010).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Kupu-Kupu

Eksistensi suatu organisme tergantung pada keadaan lingkungan yang sangat rumit. Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.


(34)

Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia, menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan, karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan juga dapat terjadi karena campur tangan manusia, namun dapat pula terjadi karena faktor alami (Odum, 1994). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan kupu-kupu, yaitu:

1. Distribusi dan Kelimpahan Sumber Makanan Larva serta Ketersediaan Cairan Nektar yang Dihisap oleh Imago

Distribusi sumberdaya dan kelimpahan makanan larva merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup larva kupu-kupu. Distribusi pakan akan berpengaruh pada ketersediaan ruang dalam mencari pakan sekaligus berpengaruh terhadap sebaran jenis kupu-kupu. Semakin banyak tanaman berbunga, maka akan semakin banyak pula imago yang datang mengunjungi tempat tersebut untuk menghisap cairan nektar dari tanaman berbunga tersebut. Selain cairan nektar bunga, kupu-kupu juga menghisap cairan dari bangkai atau cairan pembuangan air senih (urin) dari hewan dan manusia (Achmad, 2002).

2. Iklim

Kelembaban adalah salah satu faktor iklim yang sangat penting bagi kupu-kupu. Pada umumnya kupu-kupu menyukai habitat yang mempunyai kelembaban tinggi, seperti lokasi-lakasi yang berada di pinggir sungai yang jernih atau di bawah tegakan pohon sekitar gua yang lembab karena berair (Achmad, 2002). Kehidupan dan aktivitas kupu-kupu sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban


(35)

relatif udara dan kecepatan angin. Pada kecepatan angin yang rendah, kupu-kupu mampu menggerakkan sayapnya dan terbang mencari pasangan atau makanan pada tanaman berbunga yang mekar. Kupu-kupu akan mencari makanan pada suhu yang hangat berkisar 30o C. Suhu tubuh kupu-kupu pada saat terbang 5 sampai 10o C di atas suhu lingkungan. Pencarian makanan pada suhu yang rendah akan membutuhkan energi yang banyak (Mamahit, 2003).

Kupu-kupu beraktivitas pada kelembaban relatif udara yang sedang sekitar 60% karena dapat mengurangi resiko kekurangan air (dehidrasi) akibat terik matahari (Amir dkk, 2003). Kelembaban udara dan intensitas cahaya merupakan dua faktor lingkungan yang juga mempengaruhi aktivitas kupu-kupu dalam mencari pakan. Kupu-kupu dan ulat menghindari kondisi yang kering dan mencari tempat dengan kelembaban yang tinggi untuk beristirahat (Smart, 1991).

3. Organisme Lain

Predator merupakan salah satu faktor yang dapat mengancam kupu-kupu. Tumbuhan perdu maupun pohon yang digunakan oleh kupu-kupu sebagai tempat perlindungan, baik pada waktu hujan ataupun sebagai pendinginan tubuh dari sengatan panas matahari, maupun dari serangan predator itu sendiri (Achmad, 2002). Semua tahap siklus hidup terancam oleh parasitoid atau organisme yang memakan organisme lain dan akhirnya membunuh larva dan kupu-kupu, seperti burung pemakan serangga, capung, lebah dan laba-laba (Suhara, 2009). Burung yang sedang memangsa kupu-kupu tersaji pada Gambar 7.


(36)

4. Kerusakan Alami dan Kerusakan oleh Manusia

Banyak kerusakan alami yang menghancurkan habitat kupu-kupu, sehingga kupu-kupu bermigrasi untuk mencari habitat yang lebih baik. Kerusakan alami yang dimaksud seperti tanah longsor, kemarau panjang, banjir dan lain-lain. Kerusakan habitat oleh manusia, merupakan faktor penting dan mungkin penyebab yang paling besar pengaruhnya terhadap penurunan populasi atau bahkan menyebabkan punahnya satu jenis kupu-kupu. Kerusakan habitat oleh manusia dapat berupa pembangunan dan penebangan tanaman sehingga mengganggu kelembaban, pengambilan daun dan buah serta ranting kayu yang tidak terseleksi menyebabkan persaingan pakan terhadap larva kupu-kupu, atau mungin menginjak tanaman bawah dimana telur dan larva kupu-kupu berada (Achmad, 2002).

2.6 Nilai Penting yang Dimiliki Kupu-Kupu

Kupu-kupu yang terdapat di alam ini juga memiliki nilai penting. Dengan adanya nilai penting tersebut, dapat membantu dalam pelestarian kupu-kupu dari kepunahan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kupu-kupu juga memiliki nilai


(37)

penting yang lebih menguntungkan dan sering disalahgunakan dengan mengeksploitasinya secara besar-besaran. Nilai penting tersebut adalah:

1. Nilai Ekonomi

Ada beberapa jenis kupu-kupu yang mempunyai nilai ekonomi penting, karena mempunyai harga jual di pasaran cukup tinggi. Bukan hanya imagonya yang dapat dijual dalam bentuk cendera mata seperti sutera, pola/design batik, serta koleksi lainnya. Tetapi justru pupa mempunyai nilai ekspor yang cukup tinggi. Nilai ekonomi ini merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya ancaman terhadap kehidupan kupu-kupu di alam, karena masyarakat melakukan pemanenan tanpa melakukan pertimbangan terhadap pertumbuhan populasi dari jenis kupu-kupu yang laku dijual di pasaran (Achmad, 2002).

2. Nilai Ekologi

Kupu-kupu juga berperan sebagai indikator ekologi bagi suatu lingkungan. Menurut Odum (1976) dalam Amir dkk (2003) kupu-kupu menyukai tempat-tempat yang bersih, sejuk dan tidak di polusi oleh insektisida, asap, bau yang tidak sedap dan lain-lain. Karena itu, maka kupu-kupu menjadi salah satu kelompok serangga yang dipergunakan sebagai indikator terhadap perubahan ekologi. Semakin beragam jenis kupu-kupu di suatu tempat menandakan lingkungan di wilayah tersebut masih baik. Selain itu, nilai ekologi kupu-kupu juga sangat penting karena kupu-kupu dalam hal ini imago banyak melakukan polinasi terhadap tumbuhan tertentu (Achmad, 2002).


(38)

3. Nilai Estetika dan Nilai Pendidikan

Kupu-kupu mempunyai nilai estetika yang sangat tinggi karena warna dari sayapnya yang menawan dan sangat artistik. Warna-warna ini kadang-kadang merupakan kamuflase sebagai strategi untuk menghindari atau menakuti predator. Di samping itu ada pula kupu-kupu yang mempunyai bentuk sayap yang khas, sehingga terlihat sangat berbeda dengan jenis kupu-kupu lainnya. Kupu-kupu juga mempunyai nilai pendidikan yang tinggi, hingga dapat dipelajari lebih dalam tentang berbagai aspek kupu-kupu tersebut. Selain itu, masih banyak masalah yang mempengaruhi kehidupan kupu-kupu belum diketahui, seperti perilaku bertelur, siklus hidup, faktor fisiologis, morfologi pradewasa, jenis pakan larva dari setiap jenis kupu-kupu dan lain-lain (Achmad, 2002).

5. Nilai Endemisitas dan Nilai Konservasi

Berbagai jenis kupu-kupu ada yang bersifat endemik, artinya kupu-kupu tersebut membatasi sebarannya hanya di tempat tertentu saja yang cocok dengan lingkungannya misalnya Trogonoptera dan Ornitoptera. Akan tetapi, banyak juga yang bersifat kosmopolit yang sebarannya sangat luas dan mudah teradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan misalnya Papilio memnon (Amir dkk, 2003). Ada baiknya penelitian ekologi kupu-kupu dan penangkaran diprioritaskan terhadap jenis endemisitas lokal ini, apalagi kalau jenis ini kebetulan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Achmad, 2002).

Beberapa jenis kupu-kupu mempunyai nilai konservasi yang tinggi karena statusnya yang terancam punah. Hal ini juga berlaku bagi jenis kupu-kupu endemik, terutama yang statusnya endemik lokal. Jenis-jenis yang masuk dalam


(39)

kedua kategori tersebut, mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi, sehingga memiliki nilai perioritas utama untuk di konservasi (Achmad, 2002).

2.7 Tanaman Inang Glodokan (Polyalthia longifolia Sonn.)

Tanaman Glodogan merupakan jenis tanaman yang banyak digunakan sebagai tanaman peneduh jalan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman penghijauan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman inang yang digunakan sebagai tempat siklus hidup G. agamemnon. Menurut Patton (1963) dalam Amir dkk (2003) jenis tanaman inang yang menjadi makanan larva kupu-kupu berbeda antara jenis kupu-kupu yang satu dengan yang lainnya, karena mempunyai kandungan kimia yang cocok untuk perkembangan larvanya. Tanaman ini banyak ditemukan di sekitar kampus I UIN Jakarta. Tanaman ini terdapat di sekitar pinggir jalan kampus, di sekitar parkiran motor, di depan perpustakan utama, sekitar taman rektorat dan akademik pusat.

Glodokan juga termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman Annonaceae menjadi makanan larva kupu-kupu Graphium. Tanaman ini termasuk ke dalam golongan pohon. Mamiliki daun yang berseling, termasuk kedalam daun tunggal dan tanpa daun penumpu. Bunga beraturan dan berkelamin 2. Kelopak daun terdiri dari 3 atau 4, lepas atau mengikat. Jumlah mahkota tersusun dari 6 dalam 2 lingkaran masing-masing 3, lepas atau melekat. Benang sari terdiri dari 3 atau banyak dan berukuran pendek. Terdiri atas 2 theca (ruang/kotak serbuk sari) yang berbentuk garis. Penghubung ruang sari kerapkali di atas ruangnya diperpanjang dan melebar. Bakal buah terdiri dari 1 sampai banyak menumpang lepas atau melekat beruang 1. Memiliki bakal biji 1 sampai banyak. Tangkai putik


(40)

lepas, kerapkali pendek kadang-kadang tidak ada. Buah duduk atau bertangkai, kadang-kadang satu dengan yang lain bersatu, serupa buah buni atau kering dan berkatup 2 (Van Stessssenis dkk, 2005).


(41)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari 2011 di kawasan kampus I dan di Pusat Laborotorium Terpadu kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lokasi pengamatan dibagi menjadi tiga, yaitu: a. di sekitar Gedung Administrasi (Gedung Akademik); b. sepanjang jalan mulai dari Gedung Fakultas Syari’ah dan Hukum sampai dengan belakang Gedung Fakultas Ekonomi dan; c. Sepanjang parkiran motor atas (belakang koprasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi) sampai dengan turunan belakang cafe cangkir. Denah lokasi penelitian tersaji pada Gambar 8.

Gambar 8. Lokasi pengamatan di kampus I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Maulidia, 2010)

Keterangan:

1. Gedung Fakultas Dirasat

Islamiyah

2. Gedung Rektorat

3. Gedung Auditorium

4. Gedung FKIK Farmasi

5. Gedung Fakultas Tarbiyah

dan Keguruan

6. Gedung Administrasi

(Gedung Akademik)

7. Gedung Aula madya

8. Gedung Student Center

9. Gedung Fakultas Adab dan

Humaniora

10. Grdung Fakultas Syari’ah dan Hukum

11. Gedung Fakultas Dakwah

dan Komunikasi

12. Gedung Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat

13. Gedung Perpustakaan

14. Gedung Laboratorium

15. Gedung Fakultas Sains dan

Teknologi

16. Gedung Fakultas Ekonomi

17. Pump Room

18. Gudang

19. Wisma Usaha Parkir

a

c

b


(42)

Kondisi lingkungan di sekitar Gedung Administrasi (Gedung Akademik) memiliki cuaca yang teduh, hal ini karena lokasi di sekitar pengamatan dikelilingi oleh beberapa gedung yaitu: Gedung Administrasi (Gedung Akademik), Gedung Auditorium, Gedung Rektorat dan Gedung Aula Madya. Akan tetapi, kondisi lingkungan di sepanjang jalan mulai dari Gedung Fakultas Syari’ah dan Hukum sampai dengan belakang Gedung Fakultas Ekonomi memiliki cuaca yang cerah. Hal ini karena lokasi di sekitar pengamatan tidak dikelilingi oleh gedung-gedung perkuliahan. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar parkiran motor atas (belakang koperasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi) sampai dengan turunan belakang cafe cangkir memiliki cuaca yang sangat cerah. Hal ini karena tidak terdapat bangunan gedung perkuliahan maupun bangunan gedung lainnya, hanya lapangan terbuka dan terdiri dari beberapa tanaman peneduh. Selain itu, lokasi tersebut digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain thermometer,

higrometer, jangka sorong, gelas beserta tutupnya, pinset, stopwatch,

anemometer, Lux meter, papan perentang, oven, pipet tetes, cawan petri, kotak spesimen, penggaris dan camera digital merk Samsung (10 Mega Pixel).

Bahan yang digunakan yaitu telur kupu-kupu G. agamemnon yang fertil sebanyak 10 butir, daun Glodokan, tissue nonalkohol atau kapas, kertas minyak, alkohol 70%, Styrofoam dan doubeltip.


(43)

3.3 Cara Kerja

3.3.1. Pemilihan Media Peletakan Telur G. agamemnon L. pada tanaman Glodokan

Penelitian ini menggunakan metode survey pada kondisi alami. Pengamatan dilakukan pada pukul 08.00 s.d 16.00 WIB selama 2 minggu (14 hari), dilakukan pengamatan meliputi pemilihan media peletakan telur kupu-kupu

G. agamemnon di sekitar atau pada tanaman Glodogan yang terdapat di sekitar kampus I UIN Jakarta. Lalu dilakukan pengukuran ketinggian tempat peletakan telur ke atas permukaan tanah (cm) dan dilakukan pengamatan tempat peletakan telur seperti di permukaan atas atau bawah daun muda, di permukaan atas atau bawah daun tua, atau di permukaan atas atau bawah ranting.

Selama pengamatan peletakkan telur, dilakukan pula pencatatan waktu G. agamemnon meletakan telur (WIB) dan faktor fisik lingkungan saat peletakan telur meliputi kelembaban udara menggunakan hygrometer yang diletakaan di atas permukaan tanah, intensitas cahaya menggunakan Lux meter yang diarahkan kesumber cahaya, suhu menggunakan thermometer yang telah di beri tali dan di gantungkan pada cabang atau ranting tanaman yang kokoh dan kecepatan angin menggunakan anemometer yang di arahkan kesumber angin. Pencatatan faktor fisik ini dilakukan selama 14 hari sebanyak 3x dalam 1 hari yaitu pada pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB.

3.3.2. Kandang G. agamemnon L.

Telur yang terlihat di permukaan atas atau bawah daun, segera digunting dan diberi keterangan pada label lalu di masukan ke dalam wadah sementara


(44)

(wadah pelastik). Masing-masing dari sampel yang telah diperoleh, lalu dimasukan ke dalam wadah plastik (gelas plastik beserta tutupnya) satu per satu. Satu wadah plastik berisi satu sampel telur. Setelah itu, diambil gelas plastik bekas beserta tutupnya yang sebelumnya telah dicuci dan dibersihkan. Lalu diambil daun Glodokan yang telah berisi telur G. agamemnon pada bagian permukaan atas atau bawah daun. Kemudian daun tersebut diselipkan di tengah tutup gelas plastik, bagian tangkai daun yang terdapat di atas tutup diberi kapas yang sudah dilembabkan dengan air untuk mengurangi penguapan. Apabila telur

G. agamemnon telah menetas menjadi larva, diambil daun pakan beserta tangkai daunnya. Kemudian tangkai daun tersebut disisipkan di atas tutup gelas plastik dan dililit dengan tissue non alkohol atau kapas yang dilembabkan dengan air secukupnya agar daun tetap segar dan mengurangi penguapan. Gelas plastik kupu-kupu dibersihkan dari feces dan sisa-sisa daun pakan setiap hari agar tetap bersih dan terjaga kelembabannya. Kandang buatan G. agamemnon tersaji pada Gambar 9.


(45)

3.3.3. Morfologi Tiap Stadia dalam Siklus Hidup G. agamemnon L

Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB selama 4 bulan (123 hari). Metode yang digunakan adalah survey semi alami, dilakukan pengamatan mulai dari telur, larva, pupa sampai imago. Pada saat stadia telur, mulai dari warna telur, bentuk telur, ukuran diameter telur dan diameter sisa cangkang telur. Setelah telur menetas menjadi larva, diamati warna larva, bentuk larva, perilaku dan pola pakan larva. Selain itu, dilakukan pula pengukuran panjang tubuh tiap larva menggunakan jangka sorong, jumlah tahapan instar, pengukuran sisa kulit lama ketika larva moulting, serta lama setiap stadia hidupnya. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi dan dihentikan saat larva memasuki tahap pupasi.

Pada stadia pupa dilakukan pengamatan letak (posisi) pupa, pengukuran panjang pupa, perubahan warna pupa dan lamanya waktu pupasi. Selama pengamatan morfologi tiap stadia G. agamemnon, dilakukan juga pencatatan faktor fisik ruangan meliputi kelembaban udara menggunakan hygrometer yang diletakaan di atas permukaan lantai, intensitas cahaya menggunakan Lux meter

yang diarahkan kesumber cahaya, suhu menggunakan thermometer yang dipegang dengan jari pada ujung tali. Pencatatan faktor fisik ini dilakukan selama 123 hari hari sebanyak 3x dalam 1 hari yaitu pada pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB.

Ketika G. agamemnon telah keluar, dilakukan pencatatan tanggal serta jam kupu-kupu keluar. Setelah kupu-kupu keluar dari cangkang pembungkus (pupa), ditunggu hingga satu jam sampai sampai kupu-kupu dapat melebarkan sayapnya


(46)

dengan sempurna. Setelah itu, diambil kupu-kupu jantan dan betina masing-masing 1 ekor dan ditekan bagian toraksnya secara perlahan sampai G. agamemnon lemas. Spesimen disimpan sementara di dalam kantong papilot yang dibuat dari kertas minyak berbentuk segitiga. Selanjutnya dilakukan pengamatan morfologi spesimen G. agamemnon.

3.3.4 Proses Opset dan Pengukuran Morfometri

Sayap spesimen G. agamemnon yang disimpan sementara dilemaskan dengan meneteskan alkohol 70% supaya tidak kaku. Proses ini berlangsung selama 1 jam. Setelah sayap lentur, kemudian bagian toraks ditusuk menggunakan jarum pentul sejajar dengan sumbu tubuh. Apabila sudah sejajar, spesimen diposisikan pada papan perentang dengan mengatur letak sayap, kepala dan antena menggunakan pinset. Agar tidak bergeser, spesimen ditahan menggunakan jarum pentul dan diberi label. Spesimen G. agamemnon dikeringkan menggunakan oven dengan suhu sebesar 500 C selama tujuh hari.

Pada hari ketujuh, spesimen dikeluarkan dari oven. Spesimen yang sudah kering diangkat dari papan perentang. Setelah itu, spesimen disimpan di dalam kotak spesimen yang sudah diberi kapur barus yang dibungkus dengan tissue agar terhindar dari jamur dan tidak mudah rusak. Kemudian dilakukan pengukuran morfometri dengan mengukur panjang badan, panjang antena, panjang sayap depan, lebar sayap depan, rentang sayap, panjang sayap belakang dan lebar sayap belakang, Lalu diamati juga segmen terakhir abdomen. Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dianalisis secara desktiptif dalam bentuk narasi dan


(47)

ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Proses opset kupu-kupu tersaji pada Gambar 10 dan pengukuran morfometrik kupu-kupu tersaji pada Gambar 11.

Gambar 11. Pengukuran morfometrik: a. Panjang antena; b. Panjang badan; c. Lebar sayap depan; d. Panjang sayap depan (d); e. Panjang sayap belakang; f. Lebar sayap belakang. (Rentang sayap/2d=2 x Panjang sayap depan) (Salmah dkk, 2002)

a c

b

a

b

c

e

f

Gambar 10. Proses opset: a. G. agamemnon L. yang sedang ditetesi oleh alkohol 70%; b. G. agamemnon proses pengeringan; c. G. agamemnon di dalam papan perentang (Maulidia, 2010)

a


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aktivitas G. agamemnon L. di sekitar Kampus I UIN Jakarta

Dari hasil pengamatan lapangan selama 14 hari, ditemukan G. agamemnon

beraktivitas di sekitar tanaman glodokan di kawasan kampus I UIN Jakarta untuk meletakkan telur. Data faktor lingkungan saat penggambilan telur tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor lingkungan saat pengambilan telur

Faktor fisik Pagi (08.00 WIB)

Siang (12.00 WIB)

Sore (16.00 WIB) Suhu (oC) 28 – 31 31 – 38 25 – 32 Cahaya (Klx) 10,67 - 24,10 11,12 - 70,30 3,45 - 11,60 Kecepatan Angin (m/s) 0,5 – 0,67 0 – 0,92 0,5 – 3,33

Kelembapan Relatif Udara (%) 48 – 68 33 – 50 50 – 85 Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, sebagian besar kupu-kupu termasuk G. agamemnon melakukan aktivitas di sekitar kampus I UIN Jakarta pada pagi hari sekitar pukul 09.00-11.00 WIB dengan mengunjungi berbagai macam tanaman, dan akan kembali pada pukul 14.00-16.00 WIB. Dapat diketahui perbedaan faktor fisik yang terlihat pada tabel di atas. Selama pengamatan, suhu tertinggi adalah pada siang hari yaitu berkisar antara 31-380 C. Pada siang hari, cuaca di sekitar pengamatan sangat panas. Cuaca yang sangat panas tersebut menyebabkan aktivitas kupu-kupu semakin sedikit. Selain itu, jika suhu mencapai 380 C kupu-kupu akan kehilangan keseimbangan tubuhnya ketika mencari makan


(49)

akibat mengalami dehiderasi sehingga kupu-kupu tidak dapat menggerakkan sayapnya dengan optimal pada siang hari.

Pada sore hari, suhu lingkungan sekitar pengamatan berkisar antara 25-320 C. Selama pengamatan berlangsung, menjelang sore hari keadaan cuaca berubah menjadi mendung dan sering turun hujan. Hal ini menyebabkan tidak ditemukan kupu-kupu yang melakukan aktivitas, karena kupu-kupu tidak dapat menaikkan suhu tubuh, sehingga kupu-kupu membutuhkan energi dari cahaya matahari untuk menggerakkan sayap yang berfungsi sebagai kontrol otot-otot dada ketika kupu-kupu tersebut terbang. Jika tidak ada cahaya atahari, maka kupu-kupu-kupu-kupu juga tidak dapat energi yang digunakan untuk menggerakkan sayapnya.

Menurut Bariyah (2011) pada pagi hari, kupu-kupu terbang mencari pakan sebab tanaman memproduksi nektar dimulai pada pagi hari. Kupu-kupu lebih banyak beraktivitas pada pagi hingga siang hari dalam mencari pakan. Kupu-kupu mulai beraktivitas sekitar pukul pada pagi hari sekitar pukul 09.00-11.00 WIB dan akan kembali pada pukul 14.00-16.00 WIB dengan suhu berkisar 28-31° C pada pagi hari. Pada siang hari, intensitas mencari pakan menurun dan kupu-kupu lebih banyak bersembunyi di semak-semak, rumput dan pohon. Pencarian pakan pada suhu yang tinggi akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan banyak energi.

Menurut Suhara (2009) kupu-kupu akan berlindung ketika mendung, karena kupu-kupu tidak bisa menaikkan suhu tubuh cukup tinggi tanpa bantuan matahari untuk terbang. Salah satu cara yang dilakukan oleh kupu-kupu untuk meningkatkan suhu tubuh adalah dengan berjemur. Kupu-kupu akan menemukan tempat yang cerah dan aman untuk membuka sayap dan menangkap panas sinar


(50)

matahari. Untuk terbang, kupu-kupu membutuhkan suhu 1000 F (37,70 C). Menurut Mamahit (2003) kupu-kupu akan mencari makanan pada suhu yang hangat berkisar 30o C. Suhu tubuh kupu-kupu pada saat terbang berkisar 5-10o C di atas suhu lingkungan.

Hasil pengamatan ini sejalan dengan Suhara (2009) dan Bariyah (2011) bahwa suhu tubuh G.agamemnon berkaitan erat dengan suhu lingkungan, yaitu pada suhu rendah (250 C) G.agamemnon akan membutuhkan energi yang banyak untuk menggerakan tubuhnya agar dapat beraktivitas mencari makan dan meletakkan telur-telurnya. Jika lingkungan sekitarnya sejuk, maka metabolisme kupu-kupu bekerja pada tingkat yang lebih lambat. Karena enzim yang bekarja sebagai katalis dalam proses metabolisme untuk menghasilkan energi akan terhambat, sehingga G.agamemnon yang beraktivitas pun jumlahnya sedikit. Akan tetapi, bila lingkungan sekitarnya hangat maka G.agamemnon tingkat metabolisme lebih tinggi karena enzim pengkatalis yang menghasilkan energi tersebut bekarja dengan optimal. Sehingga kupu-kupu dapat menciptakan energi yang cukup agar otot sayapnya tetap terkontrol ketika terbang dan beraktivitas.

Kecepatan angin terbesar selama pengamatan terjadi pada sore hari yaitu berkisar antara 0,5-3,33 m/s. Selama pengamatan berlangsung, menjelang sore hari

keadaan cuaca berubah menjadi mendung dan sering turun hujan. Saat hujan, angin yang bertiup sangat kencang sehingga tidak terdapat kupu-kupu yang beraktivitas. Hal ini karena kupu-kupu tidak dapat menggendalikan tubuhnya saat terbang, sebab kupu-kupu tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya jika angin bertiup terlalu kencang, sehingga kupu-kupu terjatuh. Sebaliknya, ketika pada


(51)

siang hari kecepatan angin berkisar 0-0,92 m/s. Saat menjelang siang, angin bertiup

tidak menentu. Angin dapat tidak bertiup atau 0 m/s, akan tetapi, terkadang angin

dapat bertiup cukup kencang yaitu 0,92. m/s. Kupu-kupu memerlukan angin untuk

terbang. Jika tidak ada angin yang bertiup, kupu-kupu tidak dapat terbang dengan seimbang karena kupu-kupu membutuhkan angin untuk terbang.

Menurut Bariyah (2011) apabila angin terlalu kencang, maka kupu-kupu tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya ketika terbang. Angin dapat membantu dan juga menghambat aktivitas kupu-kupu dalam mencari pakan. Angin bertiup dengan kecepatan 0,25-3,35 m/s, dengan angin yang kencang kupu-kupu lebih

senang beristirahat pada semak, rumput maupun pohon sehingga kupu-kupu yang terbang pun menurun.

Hasil pengamatan ini sejalan dengan Bariyah (2011) bahwa dengan bantuan angin G.agamemnon akan lebih mudah untuk terbang, tetapi jika angin bertiup terlalu kencang (3,33 m/s) maka akan menghambat aktivitas terbang

G.agamemnon. Hal ini dikarenakan jika angin bertiup sangat kencang, maka

G.agamemnon tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya saat terbang sehingga akan terjatuh. Selain itu, aktivitas terbang G.agamemnon dapat terhambat jika tidak ada angin yang bertiup (0 m/s), karena G.agamemnon membutuhkan angin untuk

terbang. Kecepatan angin yang tidak terlalu kencang sangat baik untuk keseimbangan G.agamemnon saat terbang.

Intensitas cahaya yang tertinggi selama pengamatan terjadi pada siang hari yaitu berkisar antara 11,12-70,30 Klx. Hal ini karena semakin siang intensitas cahaya menjadi semakin tinggi sehingga kupu-kupu yang beraktivitas semakin


(52)

sedikit. Kupu-kupu memerlukan intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi. Pada sore hari intensitas cahaya mengalami penurunan yaitu berkisar antara 3,45-11,60 Klx. Hal ini karena keadaan cuaca berubah menjadi mendung dan sering turun hujan. Sehingga menyebabkan tidak ditemukannya kupu-kupu yang melakukan aktivitas.

Menurunnya intensitas cahaya, menyebabkan kelembaban yang meningkat. Oleh karena itu, kupu-kupu memerlukan banyak energi untuk bergerak. Jika intensitas cahaya lingkungan semakin rendah atau akan turun hujan, maka G. agamemnon tidak dapat melakukan aktifitas. Hal ini dikarenakan

G. agamemnon tidak mempunyai pelindung atau mantel pada tubuhnya yang dapat melindungi G. agamemnon saat turun hujan.

Kelembaban relatif udara yang lebih besar selama pengamatan terjadi pada sore hari berkisar 50-85%. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan kupu-kupu sulit untuk menciptakan energi pada tubuhnya untuk melakukan aktivitas. Meskipun kupu-kupu memerlukan kelembaban agar tidak terkena dehiderasi. Menurut Amir dkk (2003) kupu-kupu beraktivitas pada kelembaban relatif udara yang sedang sekitar 60% karena dapat mengurangi resiko kekurangan air (dehidrasi) akibat terik matahari. Maka jika kelembaban udara terlalu tinggi (lebih dari 60%) pada sore hari, mengakibatkan kupu-kupu tidak dapat mengkontrol otot sayapnya yang memerlukan energi agar dapat terbang dan beraktivitas.

Menurut Bariyah (2011) aktivitas kupu-kupu dalam mencari pakan masih dapat berjalan dengan baik dengan kelembapan udara berkisar antara 52,3-83,7% - 59,9-88,7%. Aktivitas kupu-kupu menjadi agak terganggu karena kupu-kupu


(53)

akan menghindari kondisi yang panas dan kering. Kelembaban udara merupakan faktor lingkungan yang juga mempengaruhi aktivitas kupu-kupu dalam mencari pakan. Selin itu, menurut Smart (1991) kupu-kupu dan larva menghindari kondisi yang kering dengan mencari tempat dengan kelembaban yang tinggi untuk beristirahat.

Hasil pengamatan ini sejalan dengan Bariyah (2011), Smart (1991) dan Amir dkk (2003) bahwa ketika kelembaban di lingkungan sekitar 33-50% terlihat beberapa G. agamemnon yang melakukan aktivitas. Akan tetapi saat kelembaban di lingkungan lebih dari 85% tidak terlihat G. agamemnon melakukan aktivitas. Hal ini dikarenakan G. agamemnon menghindari terik matahari yang dapat mengakibatkan resiko kekurangan air di dalam tubuhnya (dehidrasi). Selain itu, kelembaban yang terlalu tinggi (lebih dari 60%) juga akan mempengaruhi G. agamemnon dalam mencari pakan, karena tubuhnya tidak memiliki mantel untuk melindungi dirinya dari hujan, maka G. agamemnon akan mencari tempat untuk berlindung.

4.2 Media Peletakan Telur G. agamemnon L. pada Tanaman Glodokan

Hasil pengamatan peletakan telur G. agamemnon pada tanaman glodokan di sekitar kampus I UIN Jakarta tersaji pada Tabel 3


(54)

Tabel 3. Pemilihan media peletakan telur G. agamemnon L.

Individu Ke

Tanggal peletakan Waktu

peletakan (WIB)

Tempat peletakan Ketinggian tempat

peletakan telur (cm) 1 02 September 2010 09.42 Permukaan bawah

daun muda.

65,00 2 02 September 2010 10.58 Permukaan atas

daun muda.

124,00 3 28 September 2010 09.14 Permukaan bawah

daun muda.

34,00 4 30 September 2010 09.33 Permukaan bawah

daun muda.

85,00 5 30 September 2010 09.34 Permukaan atas

daun muda.

59,00 6 30 September 2010 09.35 Permukaan bawah

daun tua.

132,00 7 30 September 2010 09.36 Permukaan bawah

daun muda.

141,00 8 30 September 2010 09.38 Permukaan bawah

daun muda.

89,00 9 11 November 2010 10.13 Permukaan bawah

daun muda.

65,00 10 18 November 2010 09.58 Permukaan bawah

daun muda.

89,00

X ± SD 88,30±34,74

Ket: sd= Standar deviasi; x = Rata-rata.

Berdasarkan hasil pengamatan, kupu-kupu dewasa memiliki masa untuk regenerasi dengan cara kawin. Kupu-kupu jantan akan mencari dan memikat kupu-kupu betina untuk melakukan perkawinan dengan cara berputar di sekitar puncak tanaman berbunga. Setelah betina terpikat, kupu-kupu jantan dan etina kemudian melakukan perkawinan dengan cara menempelkan bagian segmen terakhir abdomen jantan ke bagian segmen terakhir betina.

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa 70% G. agamemnon

meletakkan telurnya tersembunyi di permukaan bawah daun muda, 20% di permukaan atas daun muda dan 10% di permukaan bawah daun tua. G.


(55)

agamemnon meletakan telurnya pada permukaan bawah daun muda dan daun tua di tanaman inang dengan cara melekukan segmen terakhir dari abdomen sampai telur keluar. G. agamemnon meletakkan telurnya berpindah-pindah di satu tanaman inang yang sama dan memiliki ketinggian yang bervariasi dengan letak terendah 34,00 cm dan tertinggi 141,00 cm. Hal ini dikarenakan agar telur dapat terhindar dari sengatan matahari langsung atau agar terhindar dari parasitoid. Selain itu, karena permukaan bawah daun lebih sedikit kasar dibandingkan dengan permukaan atas daun, sehingga G. agamemnon lebih aman meletakkan telur di permukaan bawah daun.

Kupu-kupu meletakkan telurnya di permukaan daun muda karena untuk mempermudah larva mendapatkan makanan pertamanya ketika larva tersebut menetas dari telur. Akan tetapi jika telur berada di daun tua, maka larva harus berpindah ke daun muda untuk mendapatkan makanannya. Sehingga jika G. agamemnon meletakkan telur di daun tua jaraknya tidak terlalu jauh dengan daun yang muda. Menurut Putra (1994) telur kupu-kupu diletakkan oleh induknya di berbagai tempat. Dapat dijumpai pada permukan daun, lipatan daun, ranting atau cabang, dan pada tempat-tempat lain. Menurut Amir dkk (2003) bahwa telur diletakkan tersembunyi, misalnya di bagian bawah daun, agar terhindar dari terik matahari dan musuh-musuh alaminya. Genus Graphium umumnya lebih kuat dan memiliki kemampuan terbang lebih terarah (Parsons, 2010).

Hasil pengamatan ini sejalan dengan Putra (1994), Parsons (2010) dan Amir dkk (2003) bahwa G. agamemnon lebih banyak meletakkan telurnya tersembunyi di permukaan bawah daun muda. Hal ini dikarenakan agar telur dapat


(56)

terhindar dari sengatan matahari langsung atau agar terhindar dari parasitoid. Selain itu, untuk mempermudah larva mendapatkan makanan pertamanya ketika larva tersebut menetas dari telur. Selain itu, untuk G. agamemnon yang memilih meletakkan telurnya di permukaan atas daun muda atau daun tua tetap dapat terhindar dari sinar matahari langsung, hal ini karena daun terhalang oleh daun yang berada di atas daun tersebut. Perbedaan ketinggian tempat peletakan telur ini dikarenakan agar antara satu larva dengan larva yang lain menetas tidak memiliki jarak yang terlalu dekat, sehingga tidak terjadi kanibalisme antara sesama larva. Selain itu, karena G. agamemnon merupakan salah satu dari Genus Graphium

yang umumnya lebih kuat dan memiliki kemampuan terbang lebih terarah, sehingga memiliki kemampuan terbang yang tinggi sehingga dapat meletakkan telur dengan ketinggian yang bervariasi. Media peletakkan telur G. agamemnon

tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12. Telur G. agamemnon di permukaan bawah daun muda (Maulidia, 2010)

4. 3 Morfologi Tiap Stadia dalam Siklus Hidup G. agamemnon L.

Hasil pengamatan morfologi telur G. agamemnon pada tanaman glodokan di kawasan kampus I UIN Jakarta tersaji pada Tabel 4.


(57)

Tabel 4. Morfologi telur G. agamemnon L.

Karakter morfologi Ciri-ciri X ± SD

Bentuk Bulat

Warna Kuning keputihan

Lama stadia telur (Hari) 2-3

Diameter cangkang telur (mm) 1,110-1,400 1,233±0,101 Diameter sisa cangkang telur (mm) 0,410-0,80 0,666±0,109 Ket: sd= Standar deviasi; x = Rata-rata.

Telur G. agamemnon yang diamati berbentuk bulat memiliki bagian bawah yang rata. Pada bagian atas telur terdapat lubang kecil yang disebut dengan “mikropile”. Menurut Amir dkk (2003) “mikropile” yaitu tempat spermatozoid

masuk ke dalam telur. Telur menetas menjadi larva dalam durasi waktu 2-3 hari, sedangkan telur yang lebih dari 3 hari tidak menetas. Hal ini mungkin dikarenakan kualitas telur yang buruk seperti telur tidak mengalami proses pembuahan, atau karena sperma tidak tersalurkan ke dalam sel telur yang berada di dalam

mikrophile, atau telur telah terkena parasitoid, atau usia G. agamemnon yang sudah tidak terdapat spermateka (spermateka sudah kosong) tetapi telur tetap dihasilkan oleh betina. Telur yang menetas menjadi larva, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi imago (dewasa). Fase larva dari tiap jenis satu dengan yang lain tidak sama. Morfologi predewasa G. agamemnon tersaji pada Tebel 5.

Tabel 5. Morfologi pradewasa G. agamemnon L. Stadia

larva

x ± SD (mm) Waktu (hari)

Morfologi

L1 4,625 ± 0,673 2-4 -Bagian toraks berwarna putih kehijauan

-Bagian abdomen berwarna hitam

-Bagian segmen terakhir abdomen berwarna putih kehijauan


(58)

-Spina lateral berwarna hitam, sedangkan spina akhir abdomen berwarna putih kehijauan

L2 9,387 ± 2,028 2-4 -Bagian toraks berwarna sedikit kehijauan

-Bagian abdomen berwarna sedikit kehijauan -Bagian segmen terakhir abdomen bergaris dengan

warna putih

-Spina lateral berwarna hitam, sedangkan spina akhir abdomen berwarna putih kehijauan

L3 14,883±2,112 1-4 -Bagian toraks berwarna hitam kecoklatan

-Bagian abdomen berwarna hitam kecoklatan

-Bagian segmen terakhir abdomen berwarna hijau terang

-Spina lateral berwarna hitam

-Spina pada akhir abdomen berwarna putih di bagian pangkal sampai tengah, kemudian hitam di bagian tengah pangkal sampai ujung.

L4 26,036±3,985 2-4 -Bagian toraks berwarna coklat sedikit kuning bintik-bintik hijau tua

-Bagian abdomen berwarna hijau kecoklatan sedikit kuning bintik-bintik hijau tua

-Bagian segmen terakhir abdomen berwarna hijau terang

-Spina lateral berwarna hitam

-Spina pada akhir abdomen berwarna putih di bagian pangkal sampai tengah, kemudian hitam di bagian tengah pangkal sampai ujung.

L5 37,948±4,280 3-8 -Bagian toraks berwarna hijau tua kecoklatan pudar -Bagian abdomen berwarna hijau tua pudar

-Bagian segmen terakhir abdomen berwarna hijau muda kekuningan

-Memiliki bintik-bintik di seluruh badan berwarna hijau tua

-Bagian spina lateral ke-3 terdapat lingkaran seperti cincin kecil berwarna oranye

-Terdapat dua kotak di abdomen berwarna hijau kekuningan

-Terdapat garis lurus berwarna putih mulai dari toraks sampai ujung abdomen

-Spina pada akhir abdomen berwarna putih di bagian pangkal sampai tengah, kemudian hitam di bagian tengah pangkal sampai ujung.


(59)

Ket: sd= Standar deviasi; x = Rata-rata.

Pada stadia larva, setiap individu membutukan durasi waktu yang berbeda untuk menjadi G. agamemnon (imago). Pada larva instar satu, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar 2-4 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 4,625±0,673 mm (Lampiran 2). Larva instar dua, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar 2-4 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 9,387±2,028 mm (Lampiran 2). Larva instar tiga, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar 1-4 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 14,883±2,112 mm (Lampiran 2). Larva instar empat, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar 2-4 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 26,036±3,985 mm (Lampiran 2).

Larva instar lima, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar antara 3-8 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 37,948±4,280 mm (Lampiran 2). Pada instar prepupa, durasi waktu yang dibutuhkan untuk tahap ini berkisar 1-2 Prepupa 32,991±1,527 1-2 -Bagian toraks berwarna kuning terang (kuning

muda) dan terdapat sedikit garis-garis merah -Bagian abdomen berwarna kuning terang (kuning

muda) dengan ujung abdomen terdapat duri halus dan kulit mengerut.

-Bagian spina lateral ke-3 terdapat lingkaran seperti cincin kecil berwarna oranye

-Spina pada akhir abdomen berwarna putih di bagian pangkal sampai tengah, kemudian hitam di bagian tengah pangkal sampai ujung

-Tidak terdapat dua kotak di punggung berwarna hijau kekuningan

Pupa 32,532±1,150 12-15 -Bagian toraks dan abdomen berwarna kuning terang (kuning muda)

-Tidak memiliki kaki-kaki prolage untuk menempel di daun.

-Ketika kupu-kupu telah siap untuk menetas maka: -Bagian toraks berwarna hitam bercak hijau

apel agak transparan.

-Bagian abdomen hijau bergaris hitam. -Bagian ujung abdomen transparan.


(60)

hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 32,991±1,527 mm (Lampiran 2). Pupa merupakan tahap akhir stadia dalam siklus hidup sebelum menjadi G. agamemnon

dewasa (imago), pada tahap ini terjadi transformasi diri selama 12-15 hari (Tabel 8) dengan panjang tubuh 32,532±1,150 mm (Lampiran 2).

Setiap tahapan instar, larva mengalami pergantian kulit (molting) sampai menjadi G. agamemnon (imago). Ketika berganti kulit (molting), larva diam dan tidak makan, ukuran tubuhnya mengecil sampai kulit lama terganti dengan kulit baru. Pergantian kulit dapat memakan waktu sampai 1 jam. Setelah keluar dari kulit lamanya, larva diam beberapa saat, kemudian memutarkan tubuhnya untuk memakan kulit lamanya sampai yang tersisa hanya bagian kepala saja dengan diameter yang bervariasi antara 0,420-0,670 - 1,800-2,720 mm. Hal ini dikarenakan kulit lama larva mengandung protein yang diperlukan oleh tubuhnya. Pergantian kulit pada fase prepupa, berbeda dengan tahap instar 1-4. Prepupa memilih tempat yang nyaman sebelum berubah menjadi pupa. Kemudian perlahan-lahan larva terlihat sedang melilitkan bagian toraks dengan benang halus dan kuat yang dibuatnya sendiri di tempat yang telah dipilihnya seperti di permukaan bawah atau atas daun pakan, di dinding wadah pelastik atau tutup wadah pelastik. Setelah 1-2 hari fase prepupa selesai, semua kulit lama akan terlepas dan berganti dengan cangkang pembungkus (pupa).

Pola pakan larva di setiap stadia hanya memakan daun yang dimulai dari bagian tengah daun lalu kebagian pinggir daun. Daun yang dikonsumsi adalah daun muda, dan untuk larva intar satu mengkonsumsi daun yang benar-benar


(61)

muda (pucuk daun). Hal ini karena tekstur dari pucuk daun masih lunak, sehingga larva yang baru menetas lebih mudah mengkonsumsinya.

Larva instar satu merupakan fase yang rentan dengan kematian seperti terkena parasitoid, terkena air ataupun terinjak. Hal ini karena dengan ukuran tubuhnya yang kecil maka parasitoid mudah masuk ke dalam tubuh larva. Selain itu, karena ukuran tubuhnya yang kecil, jika larva terjatuh dari daun yang tertiup oleh angin tidak terlihat oleh mata maka dapat terinjak. Dengan ukurannya yang kecil pula, saat pemberian daun pakan atau pembersihan kandang sebaiknya dibersihkan kemudian di keringkan terlebih dahulu dari air baik pada daun pakan maupun kandangnya. Hal ini dikarenakan jika terdapat air yang terlalu banyak maka larva tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya untuk bergerak karena terlalu banyak air disekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam penanganan larva instar satu ini. Metamorfosis dalam Siklus Hidup G. agamemnon Linn. tersaji pada Gambar 13.

Tingkah laku larva di setiap stadia adalah diam, bergerak di daun kemudian memakan daun, buang feces yang ditandai dengan mengangkat bagian ujung abdomen lalu feces pun keluar dan diam. Selama pengamatan tingkah laku larva di tiap stadia berlangsung, kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh larva adalah makan. Hal ini dikarenakan larva membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi agar tumbuh kembang larva berjalan dengan baik, hingga larva siap memasuki fase pupa. Menurut Amir dkk (2003) larva memiliki kegiatan hanya makan, mendapatkan makanan sebanyak-banyaknya untuk pertumbuhannya. Larva dapat tumbuh menjadi besar dan masak, selanjutnya siap memasuki masa


(62)

pupasi. Hasil pengamatan ini sejalan dengan Amir dkk (2003) bahwa Semakin besar ukuran larva G. agamemnon di tiap stadia, maka semakin banyak pula daun yang dikonsumsi. Hal ini dapat terlihat dari bentuk dan ukuran tubuh yang semakin bertambah di setiap stadia.

Gambar 13. Metamorfosis dalam Siklus Hidup G. agamemnon L.; a. telur; b. larva instar 1; c. larva instar 2; d. larva insrtar 3; e. larva instar 4; f. larva instar 5; g. prepupa; h. pupa; i. imago (G. agamemnon L.) (Maulidia, 2010)

Selain itu, ketika membersikan kandang dan pemberian daun pakan, atau saat pengukuran tubuh larva. Terkadang sesekali larva mengeluarkan semacam antena yang berwarna putih gading dari bagian kepalanya dengan bau yang menyengat yang disebut dengan osmeterium. Hal ini dikarenakan larva merasa terganggu. Menurut Achmad (2002) biasanya larva kupu-kupu mempunyai alat perlindungan dari serangan predator atau pengganggu lain, yakni mengeluarkan

a

b

c

d

e

f

g

h


(1)

1.

PB

:

Panjang Badan.

2.

PA

:

Panjang Antene.

3.

PSD (d)

:

Panjang Sayap Depan (d).

4.

LSD

:

Lebar Sayap Depan.

5.

PSB

:

Panjang Sayap Belakang.

6.

LSB

:

Lebar Sayap Belakang.

7.

RS (2d)

:

Rentang Sayap (2d= 2 x Panjang sayap depan).


(2)

Lampiran 4 Faktor fisik saat pengambilan sampel telur G. agamemnon L.

Keterangan :

1.

S (

0

C)

: Suhu

2.

IC (Klx)

:Intensitas Cahaya

3.

KA (

m

/

s

)

: Kecepatan Angin

4.

RH (%)

: Kelembaban Relatif Udara

Hari ke Pagi

(08.00 WIB) Siang (12.00 WIB) Sore (16.00 WIB) S

(0C) IC (Klx)

KA (m/s)

RH (%)

S (0C)

IC (Klx)

KA (m/s)

RH (%)

S (0C)

IC (Klx)

KA (m/s)

RH (%) 1 30 12,66 0,5 66 33 17,72 0 50 26 4,94 3,33 80 2 30 12,66 0,5 68 33 17,72 0 50 26 4,94 3,33 80 3 31 11,22 0,33 62 34 11,60 0,57 36 32 11,05 0,67 50 4 31 24,10 0,67 48 38 70,30 0,87 50 25 3,45 1,83 85 5 31 24,10 0,67 48 38 70,30 0,87 50 25 3,45 1,83 85 6 31 24,10 0,67 48 38 70,30 0,87 50 25 3,45 1,83 85 7 31 24,10 0,67 48 38 70,30 0,87 50 25 3,45 1,83 85 8 31 24,10 0,67 48 38 70,30 0,87 50 25 3,45 1,83 85 9 29 10,67 0,17 65 31 15,89 0,92 53 32 11,60 0,5 60 10 28 11,12 0,25 54 33 18,89 0,33 33 31 10,80 0,33 64


(3)

Lampiran 5 Faktor fisik ruangan saat pengamatan tiap stadia G. agamemnon L.

Hari ke Pagi (08.00 WIB)

Siang (12.00 WIB)

Sore (16.00 WIB)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

S (0C)

IC (lx)

KA (m/s)

RH (%)

S (0C)

IC (lx)

KA (m/s)

RH (%)

S (0C)

IC (lx)

KA (m/s)

RH (%)

1 27 90 0 65 28 95 0 67 25 69 0 76

2 27 90 0 63 28 98 0 65 25 70 0 76

3 27 92 0 60 29 86 0 54 26 63 0 70

4 27 80 0 67 28 90 0 69 27 85 0 68

5 26 70 0 75 27 91 0 50 27 82 0 68

6 27 84 0 71 27 87 0 70 27 79 0 68

7 25 92 0 70 27 94 0 65 27 70 0 77

8 27 77 0 61 27 89 0 63 24 60 0 78

9 27 86 0 62 27 90 0 59 26 78 0 65

10 27 78 0 72 28 83 0 58 26 68 0 60

11 27 89 0 60 27 91 0 60 27 85 0 65

12 27 69 0 63 27 79 0 61 27 64 0 64

13 27 70 0 68 28 88 0 57 25 65 0 60


(4)

Keterangan :

1.

S (

0

C)

: Suhu

2.

IC (lx)

:Intensitas Cahaya

3.

KA (

m

/s)

: Kecepatan Angin

4.

RH (%)

: Kelembaban Relatif Udara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

22 27 80 0 66 29 87 0 52 27 68 0 70

23 27 65 0 72 30 85 0 70 26 60 0 78

24 27 92 0 60 28 94 0 50 27 63 0 70

25 27 90 0 62 30 92 0 51 27 87 0 71

26 27 91 0 65 27 89 0 65 27 80 0 68

27 25 60 0 78 27 80 0 73 27 76 0 75

28 27 77 0 71 27 90 0 71 27 70 0 74

29 27 80 0 65 27 87 0 70 27 81 0 71

30 27 93 0 65 28 91 0 60 25 76 0 75

31 27 81 0 62 29 87 0 60 25 80 0 75

32 27 86 0 60 28 93 0 61 27 80 0 67

33 26 60 0 61 27 71 0 60 27 70 0 69

34 27 73 0 69 27 74 0 60 27 70 0 74

35 27 75 0 70 27 77 0 64 24 69 0 78

36 27 80 0 71 27 79 0 66 27 69 0 71

37 26 70 0 63 26 82 0 70 25 81 0 68


(5)

Lampiran 6 Kerangka Berpikir

Kampus I UIN Jakarta banyak ditanami berbagai

macam tanaman berbunga dan pellindung

Kupu-kupu

G. agamemnon L.

Siklus Hidup


(6)