Hubungan Asupan Vitamin D, Gaya Hidup dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar 25(OH)D Serum pada Perempuan Usia 20-50 Tahun

(1)

2.1. Vitamin D

Vitamin D sering dikenal dengan vitamin matahari karena vitamin D dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari, maka konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan. Karena dapat disintesis di tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon.

2.1.1. Definisi vitamin D

Vitamin D adalah nama generik dari dua molekul, yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan kolekalsiferol (vitamin D3). Prekursor vitamin D hadir dalam

fraksi sterol dalam jaringan hewan (di bawah kulit) dan tumbuh-tumbuhan berturut-turut dalam bentuk 7-dehidrokolesterol dan ergosterol. Keduanya membutuhkan radiasi sinar ultraviolet untuk mengubahnya ke dalam bentuk provitamin D3 (kolekalsiferol) dan D2 (ergokalsiferol). Kedua provitamin

membutuhkan konversi menjadi bentuk aktifmya melalui penambahan dua gugus hidroksil. Terminologi vitamin D3 dan ekivalen tercantum pada Tabel 2.1.


(2)

Tabel 2.1. Terminologi Vitamin D3 dan Ekivalen

Terminologi

Asal hewan Asal tumbuh-tumbuhan

7-dehidrokolesterol (prekursor D3) Sumber: epidermis hewan

Ergosterol (prekursor D3) Sumber: tumbuh-tumbuhan

Vitamin D3

Kolekalsiferol

Sumber: radiasi prekursor

Vitamin D2

Ergokalsiferol

Sumber: radiasi prekursor

25-hidroksi kolekalsiferol Kolekalsiferol

25(OH)D3

Sumber: perubahan di dalam hati

25-hidroksi ergokalsiferol Ergokalsiferol

25(OH)D2

Sumber: perubahan di dalam hati

Vitamin D3 (bentuk aktif)*

1,25-dihidroksi kolekalsiferol Kalsitriol

1,25(OH)2D3

Sumber: perubahan di dalam ginjal

Vitamin D2 (bentuk aktif)*

1,25-dihidroksi ergokalsiferol Erkalsitriol

1,25(OH)2D2

Sumber: perubahan di dalam ginjal

Ekivalen:

1satuan Internasional (SI) = 0,025 μg kolekalsiferol (vitamin D3)

1 μg kolekalsiferol (vitamin D3) = 40 SI vitamin S

* kedua bentuk aktif biasanya dinamakan vitamin D3*

Sumber: Almatsier: 2010

2.1.2. Fungsi vitamin D

Fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium dan


(3)

flour. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang (Almatsier,2010).

Di dalam saluran cerna, kalsitriol meningkatkan absorpsi vitamin D dengan cara merangsang sintesis protein kalsium dan protein pengikat-fosfor pada mukosa usus halus. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Di dalam ginjal, kalsitriol merangsang reabsorbsi kalsium dan fosfor (Almatsier,2010).

2.1.3. Defisiensi vitamin D

Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Dalam metabolisme kalsium dan tulang, fungsi utama 1,25(OH)2D3 ,metabolit aktif vitamin D, adalah mengontrol absorpsi

kalsium dan fosfat usus agar dapat mempertahankan konsentrasi kalsium darah sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara. Defisiensi vitamin D akan berpengaruh pada homeostasis ini. Defisiensi vitamin D akan meningkatkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) sehingga terjadi resorpsi tulang yang selanjutnya akan meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Defisiensi vitamin D yang berat akan menyebabkan gangguan mineralisasi tulang sehingga terjadi penyakit Rickets pada anak-anak dan osteomalasia pada orang usia lanjut. Selain itu, defisiensi vitamin D juga akan menurunkan massa otot, dan meningkatkan miopati yang mengakibatkan terjadinya instabilitas postural dan membuat usia lanjut mudah jatuh. Belakangan ini diketahui pula bahwa vitamin (hormon) D berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, artritis reumatoid, keganasan kolon, payudara, prostat, dan sebagainya (Setiati, 2008). Faktor penyebab defisiensi vitamn D tercantum pada tabel 2.2 (Kennel et al., 2010).

Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan tulang yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis. Riketsia terjadi bila


(4)

pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lemah. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Sebelum ditemukan fortifikasi makanan dengan vitamin D, riketsia banyak terdapat di negara-negara dengan empat musim. Sekarang masih terdapat pada anak anak miskin di kota-kota industri yang kurang mendapat sinar matahari (Almatsier,2010)

Osteomalasia adalah riketsia pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada wanita yang konsumsi kalsiumnya rendah, tidak banyak mendapat paparan sinar matahari dan mengalami banyak kehamilan dan menyusui. Osteomalasia dapat pula terjadi pada mereka yang menderita penyakit saluran cerna, hati, kantung empedu atau ginjal. Tulang melembek menyebabkan gangguan dalam bentuk tulang, terutama pada kaki, tulang belakang, toraks, dan pelvis. Gejala awalnya adalah merasa rasa sakit seperti rematik dan lemah dan kadang menggamit (twitching), tulang membengkok (bentuk O atau X) dan dapat menyebabkan fraktur (Kennel et al., 2010).

Dari beberapa penelitian yang ada, prevalensi defisiensi vitamin D di Indonesia pada wanita berusia 45-55 tahun adalah sekitar 50%. Sementara temuan Setiati, pada wanita berusia 60-75 tahun menemukan defisiensi vitamin D sebesar 35,1%. Penelitian di Indonesia dan Malaysia, pada 504 wanita usia subur (WUS) berusia 18-40 tahun menemukan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D adalah 48 nmol/L dengan prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 63% (Yosephin et al., 2014). Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada anak usia 1 sampai 12,9 tahun menunjukkan bahwa 45% anak mengalami insufisiensi vitamin D. Pada penelitian yang dilakukan di empat negara, Indonesia menduduki peringkat ke empat, dengan rerata vitamin D hanya 52,7 nmol/l (Enrawati dan Sandjaja, 2011). Berbagai studi epidemiologi mengindikasikan konsentrasi 25-(OH)D <20ng/mL meningkatkan risiko kanker kolon, prostat, dan payudara antara 30 hingga 50%. Sebanyak 33% wanita usia 60-70 tahun dan 66% usia 80 tahun keatas menderita osteoporosis. Diperkirakan 47% wanita dan 22% pria berusia 50 tahun atau lebih


(5)

akan menderita osteporosis dan fraktur sepanjang sisa hidupnya (Soejitno dan Kuswardhani, 2009).

Tabel 2.2. Faktor Penyebab Defisiensi Vitamin D Kurangnya intake

Tidak adekuatnya asupan makanan yang mengandung vitamin D Malnutrisi

Paparan sinar matahari yang terbatas Gastrointestinal

Malabsorbsi (misalnya pada short bowel syndrome, pankreatitis, inflamatory bowel disease, amyloidosis, celiac sprue, dan malabsorptive bariatric surgery procedures)

Hepatic

Beberapa pengobatan antiepilepsi (meningkatkan aktivitas 24-hydroxylase)

Penyakit hati yang berat (menurunkan aktivitas 25-hydroxylase) Renal

Penuaan (menurunkan aktivitas 1-α hydroxylase)

Renal insufficiency, glomerular filtration rate < 60% (menurunkan aktivitas 1-α hydroxylase)

Sinsroma neprotik (menurunkan tingkatan binding protein vitamin D Sumber : Kennel et al., 2010

2.2. Gaya Hidup dan Vitamin D

Gaya hidup mempengaruhi kadar vitamin D dalam tubuh. Gaya hidup terutama pada perempuan yang cenderung menghindari paparan sinar matahari, penggunaan hijab, dan penggunaan sunblock berperan dalam terjadinya defisiensi vitamin D terutama pada perempuan.


(6)

2.2.1. Pembentukan vitamin D

Vitamin D3, kolekalsiferol, berasal dari efek iradiasi UVB (panjang

gelombang 290-315 nm) pada 7-dehidrokolesterol (kolesterol dengan ikatan rangkap pada atom karbon 7) yang merupakan pendamping tambahan kolesterol di dalam kulit. Ada susunan ulang molekul dengan terbukanya cincin B inti steroid (Gambar 2.1). Kolekalsiferol merupakan bentuk vitamin D yang terdapat secara alami pada manusia dan hewan, seperti dalam minyak hati ikan kod, ikan yang berlemak, mentega, dan hati hewan. Vitamin D2 berasal dari ergosterol

(sterol fungus) melalui iradiasi senyawa tersebut dengan cahaya UV melalui rangkaian perubahan kimia yang sama dan disebut ergokalsiferol (Truswell, 2014).

Gambar 2.1. Pembentukan vitamin D3 dalam kulit

Sumber : Truswell, 2014

Di daerah tropis dan subtropis dunia terdapat cukup vitamin D yang dibuat dalam kulit untuk memenuhi kebutuhan tubuh (jika orangnya tidak terus diam di rumah atau tubuhnya tidak sepenuhnya tertutup pakaian). Karena kolekalsiferol dibentuk dalam satu organ tubuh (kulit) dan diangkut oleh darah untuk bekerja


(7)

pada organ lain (tulang, usus, ginjal), kolekalsiferol dapat disebut sebagai hormon. Bagaimanapun, ketika orang tinggal di garis lintang yang tinggim tertutup pakaian, menghabiskan seluruh waktunya di dalam rumah, dan langit terkena polusi asap, maka pajanan sinar UV tidak cukup untuk membuat cukup vitamin D di dalam kulit. Asupan vitamin D dari makanan diperlukan sehingga kolekalsiferol yang berada dalam beberapa makanan dan ergokalsiferol dalam makanan yang difortifikasi mengambil peranan sebagai sumber vitamin (Truswell, 2014).

2.2.2. Metabolisme vitamin D

Di dalam tubuh, vitamin D tidak langsung dalam keadaan aktif sehingga vitamin D tersebut harus dimodifikasi secara kimia (mengalami hidroksilasi) sebanyak dua kali. Petunjuk pertama dari hal ini berupa hasil obaservasi adanya lag period 8 jam sebelum seseorang dapat melihat efek vitamin D yang diberikan pada hewan percobaan. Vitamin D dibawa dalam plasma dalam keadaan terikat dengan α2- globulin yang spesifik, yaitu protein yang mengikat vitamin D. Dalam

mikrosom hati, ujung rantai-samping mengalami hidroksilasi untuk membentuk 25 –hidroksi-vitamin D (25(OH)D). Senyawa ini mempunyai kadar yang lebih stabil dalam darah dibandingkan kadar vitamin D yang mengalami kenaikan temporer ketika jumlah vitamin tersebut diserap atau disintesis dalam kulit (Truswell, 2014).

Senyawa 25(OH)D masih belum berupa metabolit aktif. Senyawa 25(OH)D harus mempunyai gugus hidroksil ketiga (OH) yang berada pada atom karbon 1. Reaksi penambahan gugus hidroksil ini dilakukan oleh enzim, 1α -hidroksilase, di dalam ginjal (dalam mitokondria tubulus proksimal untuk membuat 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH)2D) yang juga disebut kalsitriol

(Gambar 2.2). Kadar 1,25(OH)2D plasma adalah sekitar seribu kali lebih kecil

daripada kadar 25(OH)D. Aktivitas enzim 1α-hidroksilase renal dikontrol dengan ketat sehingga kecepatan produksi 1,25(OH)2D baru meningkat ketika terjadi


(8)

1,25(OH)2D merupakan salah satu dari tiga hormon yang secara normal bekerja

sama untuk mempertahankan kadar kalsium agar tetap konstan (Truswell, 2014).

Gambar 2.2. Aktivasi vitamin D Sumber: Truswell, 2014

Vitamin D dibentuk lebih sedikit dalam kulit yang berwarna gelap dibandingkan kulit yang berwarna putih karena melanin dalam kulit menyerap sinar UV. Orang tua juga membentuk lebih sedikit vitamin D setelah mereka terpajan dengan sinar UV gelombang pendek; kulit mereka mengandung materi awal 7-dehidrokolesterol yang lebih sedikit. Vitamin D yang dikonsumsi kemudian akan dicerna, diserap, dan diangkut dari usus halus bagian proksimal dalam kilomikron (Gambar 2.3). Seperti lemak lainnya, penyerapan dapat terganggu pada penyakit kronis dalam sistem empedu atau pada penyakit usus dengan malabsorbsi. Ekskresi vitamin D ke dalam getah empedu, terutama sebagai metabolit yang lebih polar (Truswell, 2014).


(9)

Gambar 2.3. Metabolisme dan fungsi vitamin D Sumber: Almatsier, 2010

2.3. Indeks Massa Tubuh dan Vitamin D

Penderita obesitas memiliki kadar 25(OH)D yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas (Wortsman et al., 2000). Kasus obesitas berperan dalam peningkatan prevalensi dari defisiensi 25(OH)D serum pada saat ini. Rendahnya konsentrasi kadar 25(OH)D serum disebabkan karena meningkatnya serum 25(OH)D yang diserap dalam jaringan lemak, peningkatan basal metabolik, dan gaya hidup dari penderita obesitas yang cenderung kurang menyukai aktifitas di luar rumah serta kurangnya paparan sinar matahari (Saliba et al., 2012). Penyebab lain dari rendahnya kadar 25(OH)D serum pada penderita obesitas adalah kadar lemak yang tinggi menyebabkan bioavailabilitas vitamin D menurun dan kadar 25(OH)D serum terdeteksi rendah di dalam darah (Khor et al.,2011). Batas indeks massa tubuh tercantum pada tabel 2.3.


(10)

Tabel 2.3. Batas Indeks Massa Tubuh untuk Orang Eropa, Asia, dan Indonesia

Eropa Asia Indonesia

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2)

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2)

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2) Kurus

sekali < 17,0 Kurus ≤ 18,5 Kurus ≤ 18,5 Kurus 17,0 – 18,4 Normal 18,5 – 24,9 Normal 18,5 – 22,9 Normal 18,5 – 25,0 Kegemukan ≥ 25 Kegemukan ≥ 23 Gemuk 25,1 – 27,0 Pre obes 25,0 – 29,9 Pre obes 23,0 – 24,9 Gemuk

sekali > 27,0 Obes I 30,0 – 34,9 Obes I 25,0 – 29,9

Obes II 35,0 – 39,9 Obes II ≥ 30,0 Obes III ≥ 40,0

Sumber : Harahap et al., 2005

2.4. Asupan Vitamin D

Sumber utama vitamin D adalah paparan sinar matahari, asupan bahan makanan sumber, suplementasi, asupan makanan fortifikasi. Diet dengan tinggi minyak ikan dapat mencegah defisiensi vitamin D. Paparan sinar matahari berupa radiasi UVB dengan panjang gelombang 290-315 (sumber lain menyebutkan 280-320nm) dapat menjadi sumber yang sangat baik terutama di daerah tropis. Sinar matahari tersebut akan menembus kulit dan mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3setelah paparan 30 menit, dan secara cepat akan dikonversi

menjadi vitamin D3. banyaknya previtamin D3 atau vitamin D3 akan dipecah oleh

sinar matahari, kelebihan paparan sinar matahari tidak menyebabkan intoksikasi vitamin D3 (Holick, 2007).

Bahan makanan sumber vitamin D yang berasal dari hewani diperkirakan mempunyai bioavailabilitas 60% dibandingkan suplemen vitamin. Bahan makanan sumber susu mempunyai bioavailabilitas 3-10 kali lebih baik dibandingkan bahan makanan sumber yang larut dengan minyak. Peningkatan


(11)

bioavailabilitas dalam susu tersebut dipengaruhi oleh faktor yang bersifat stimulator yaitu fraksi laktalbumin susu (Holmes dan Kummerow, 1983).

Secara alami sangat sedikit makanan yang mengandung atau difortifikasi vitamin D, termasuk vitamin D2 dan D3. Vitamin D2 diproduksi melalui irradiasi

sinar ultra violet ergosterol dari jamur, dan vitamin D3 melalui irradiasi

7-dehidroksikolesterol dari lanolin. Kedua bahan tersebut digunakan untuk membuat suplemen vitamin D (Holick, 2007). Bahan makanan sumber dan kandungan vitamin D tercantum pada tabel 2.5.

Kecukupan vitamin D tidak hanya penting untuk kesehatan tulang saja tetapi juga untuk fungsi optimal organ dan jaringan seluruh tubuh. Kebutuhan meningkat seiring pertumbuhan usia, masa remaja adalah masa yang paling tinggi kebutuhan akan vitamin D sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk vitamin D. Angka kecukupan gizi vitamin D yang dianjurkan untuk orang Indonesia berdasarkan PERMENKES RI tahun 2013 tercantum pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Angka Kecukupan Gizi Vitamin D yang Dianjurkan

Golongan umur (tahun) Angka Kecukupan Gizi (mcg) 16-18

19-29 30-49 50-64 65-80 Lebih dari 80

15 15 15 15 20 20 Sumber: PERMENKES RI, 2013


(12)

Tabel 2.5. Bahan Makanan Sumber, Suplemen, dan Sumber Bahan Farmasi Vitamin D2 dan D3

Sumber Kandungan vitamin D

Sumber alami: Salmon

Segar, di alam Segar, ternak Kalengan Sarden, kalengan Mackerel, kalengan Tuna, kalengan Minyak ikan kod Ikan berlemak Jamur shiitake Jamur kancing Kuning telur

Paparan sinar matahari, radiasi UV B

600-1000 SI (D3)

100-250 SI (D3 dan D2)

300-600 SI (D3)

300 SI (D3)

250 SI (D3)

230 SI (D3)

400-1000 SI (D3)

1000 SI (D3)

100-1600 SI (D2)

40 SI (D2)

20 SI (D3 dan D2)

3000 SI (D3)

Makanan fortifikasi Susu

Jus jeruk

Formula susu bayi Yoghurt

Mentega Margarin Keju

Sereal sarapan pagi

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

50 SI /100 gr (D3)

430 SI /100 gr (D3)

100 SI /85 gr (D3)

100 SI /porsi (D3)

Suplemen Bentuk resep

Vitamin D2 (Ergocalciferol)

Drisdol (vitamin D2) suplemen cairan

Multivitamin Vitamin D3

50.000 SI /kapsul 8000 SI /mL 400 SI

400, 800, 1000, dan 2000 SI Sumber: Holick, 2007 ; Almatsier 2010


(1)

pada organ lain (tulang, usus, ginjal), kolekalsiferol dapat disebut sebagai hormon. Bagaimanapun, ketika orang tinggal di garis lintang yang tinggim tertutup pakaian, menghabiskan seluruh waktunya di dalam rumah, dan langit terkena polusi asap, maka pajanan sinar UV tidak cukup untuk membuat cukup vitamin D di dalam kulit. Asupan vitamin D dari makanan diperlukan sehingga kolekalsiferol yang berada dalam beberapa makanan dan ergokalsiferol dalam makanan yang difortifikasi mengambil peranan sebagai sumber vitamin (Truswell, 2014).

2.2.2. Metabolisme vitamin D

Di dalam tubuh, vitamin D tidak langsung dalam keadaan aktif sehingga vitamin D tersebut harus dimodifikasi secara kimia (mengalami hidroksilasi) sebanyak dua kali. Petunjuk pertama dari hal ini berupa hasil obaservasi adanya

lag period 8 jam sebelum seseorang dapat melihat efek vitamin D yang diberikan pada hewan percobaan. Vitamin D dibawa dalam plasma dalam keadaan terikat dengan α2- globulin yang spesifik, yaitu protein yang mengikat vitamin D. Dalam

mikrosom hati, ujung rantai-samping mengalami hidroksilasi untuk membentuk 25 –hidroksi-vitamin D (25(OH)D). Senyawa ini mempunyai kadar yang lebih stabil dalam darah dibandingkan kadar vitamin D yang mengalami kenaikan temporer ketika jumlah vitamin tersebut diserap atau disintesis dalam kulit (Truswell, 2014).

Senyawa 25(OH)D masih belum berupa metabolit aktif. Senyawa 25(OH)D harus mempunyai gugus hidroksil ketiga (OH) yang berada pada atom karbon 1. Reaksi penambahan gugus hidroksil ini dilakukan oleh enzim, 1α -hidroksilase, di dalam ginjal (dalam mitokondria tubulus proksimal untuk membuat 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH)2D) yang juga disebut kalsitriol

(Gambar 2.2). Kadar 1,25(OH)2D plasma adalah sekitar seribu kali lebih kecil

daripada kadar 25(OH)D. Aktivitas enzim 1α-hidroksilase renal dikontrol dengan ketat sehingga kecepatan produksi 1,25(OH)2D baru meningkat ketika terjadi


(2)

1,25(OH)2D merupakan salah satu dari tiga hormon yang secara normal bekerja

sama untuk mempertahankan kadar kalsium agar tetap konstan (Truswell, 2014).

Gambar 2.2. Aktivasi vitamin D Sumber: Truswell, 2014

Vitamin D dibentuk lebih sedikit dalam kulit yang berwarna gelap dibandingkan kulit yang berwarna putih karena melanin dalam kulit menyerap sinar UV. Orang tua juga membentuk lebih sedikit vitamin D setelah mereka terpajan dengan sinar UV gelombang pendek; kulit mereka mengandung materi awal 7-dehidrokolesterol yang lebih sedikit. Vitamin D yang dikonsumsi kemudian akan dicerna, diserap, dan diangkut dari usus halus bagian proksimal dalam kilomikron (Gambar 2.3). Seperti lemak lainnya, penyerapan dapat terganggu pada penyakit kronis dalam sistem empedu atau pada penyakit usus dengan malabsorbsi. Ekskresi vitamin D ke dalam getah empedu, terutama sebagai metabolit yang lebih polar (Truswell, 2014).


(3)

Gambar 2.3. Metabolisme dan fungsi vitamin D Sumber: Almatsier, 2010

2.3. Indeks Massa Tubuh dan Vitamin D

Penderita obesitas memiliki kadar 25(OH)D yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas (Wortsman et al., 2000). Kasus obesitas berperan dalam peningkatan prevalensi dari defisiensi 25(OH)D serum pada saat ini. Rendahnya konsentrasi kadar 25(OH)D serum disebabkan karena meningkatnya serum 25(OH)D yang diserap dalam jaringan lemak, peningkatan basal metabolik, dan gaya hidup dari penderita obesitas yang cenderung kurang menyukai aktifitas di luar rumah serta kurangnya paparan sinar matahari (Saliba et al., 2012). Penyebab lain dari rendahnya kadar 25(OH)D serum pada penderita obesitas adalah kadar lemak yang tinggi menyebabkan bioavailabilitas vitamin D menurun dan kadar 25(OH)D serum terdeteksi rendah di dalam darah (Khor et al.,2011). Batas indeks massa tubuh tercantum pada tabel 2.3.


(4)

Tabel 2.3. Batas Indeks Massa Tubuh untuk Orang Eropa, Asia, dan Indonesia

Eropa Asia Indonesia

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2)

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2)

Keadaan Gizi

IMT (Kg/m2) Kurus

sekali < 17,0

Kurus ≤ 18,5 Kurus ≤ 18,5 Kurus 17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 24,9 Normal 18,5 – 22,9 Normal 18,5 – 25,0 Kegemukan ≥ 25 Kegemukan ≥ 23 Gemuk 25,1 – 27,0 Pre obes 25,0 – 29,9 Pre obes 23,0 – 24,9 Gemuk

sekali > 27,0 Obes I 30,0 – 34,9 Obes I 25,0 – 29,9

Obes II 35,0 – 39,9 Obes II ≥ 30,0 Obes III ≥ 40,0

Sumber : Harahap et al., 2005

2.4. Asupan Vitamin D

Sumber utama vitamin D adalah paparan sinar matahari, asupan bahan makanan sumber, suplementasi, asupan makanan fortifikasi. Diet dengan tinggi minyak ikan dapat mencegah defisiensi vitamin D. Paparan sinar matahari berupa radiasi UVB dengan panjang gelombang 290-315 (sumber lain menyebutkan 280-320nm) dapat menjadi sumber yang sangat baik terutama di daerah tropis. Sinar matahari tersebut akan menembus kulit dan mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3setelah paparan 30 menit, dan secara cepat akan dikonversi

menjadi vitamin D3. banyaknya previtamin D3 atau vitamin D3 akan dipecah oleh

sinar matahari, kelebihan paparan sinar matahari tidak menyebabkan intoksikasi vitamin D3 (Holick, 2007).

Bahan makanan sumber vitamin D yang berasal dari hewani diperkirakan mempunyai bioavailabilitas 60% dibandingkan suplemen vitamin. Bahan makanan sumber susu mempunyai bioavailabilitas 3-10 kali lebih baik dibandingkan bahan makanan sumber yang larut dengan minyak. Peningkatan


(5)

bioavailabilitas dalam susu tersebut dipengaruhi oleh faktor yang bersifat stimulator yaitu fraksi laktalbumin susu (Holmes dan Kummerow, 1983).

Secara alami sangat sedikit makanan yang mengandung atau difortifikasi vitamin D, termasuk vitamin D2 dan D3. Vitamin D2 diproduksi melalui irradiasi

sinar ultra violet ergosterol dari jamur, dan vitamin D3 melalui irradiasi

7-dehidroksikolesterol dari lanolin. Kedua bahan tersebut digunakan untuk membuat suplemen vitamin D (Holick, 2007). Bahan makanan sumber dan kandungan vitamin D tercantum pada tabel 2.5.

Kecukupan vitamin D tidak hanya penting untuk kesehatan tulang saja tetapi juga untuk fungsi optimal organ dan jaringan seluruh tubuh. Kebutuhan meningkat seiring pertumbuhan usia, masa remaja adalah masa yang paling tinggi kebutuhan akan vitamin D sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk vitamin D. Angka kecukupan gizi vitamin D yang dianjurkan untuk orang Indonesia berdasarkan PERMENKES RI tahun 2013 tercantum pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Angka Kecukupan Gizi Vitamin D yang Dianjurkan

Golongan umur (tahun) Angka Kecukupan Gizi (mcg) 16-18

19-29 30-49 50-64 65-80 Lebih dari 80

15 15 15 15 20 20 Sumber: PERMENKES RI, 2013


(6)

Tabel 2.5. Bahan Makanan Sumber, Suplemen, dan Sumber Bahan Farmasi Vitamin D2 dan D3

Sumber Kandungan vitamin D

Sumber alami: Salmon

Segar, di alam Segar, ternak Kalengan Sarden, kalengan Mackerel, kalengan Tuna, kalengan Minyak ikan kod Ikan berlemak Jamur shiitake Jamur kancing Kuning telur

Paparan sinar matahari, radiasi UV B

600-1000 SI (D3)

100-250 SI (D3 dan D2)

300-600 SI (D3)

300 SI (D3)

250 SI (D3)

230 SI (D3)

400-1000 SI (D3)

1000 SI (D3)

100-1600 SI (D2)

40 SI (D2)

20 SI (D3 dan D2)

3000 SI (D3)

Makanan fortifikasi Susu

Jus jeruk

Formula susu bayi Yoghurt

Mentega Margarin Keju

Sereal sarapan pagi

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

100 SI /240 mL (D3)

50 SI /100 gr (D3)

430 SI /100 gr (D3)

100 SI /85 gr (D3)

100 SI /porsi (D3)

Suplemen Bentuk resep

Vitamin D2 (Ergocalciferol)

Drisdol (vitamin D2) suplemen cairan

Multivitamin Vitamin D3

50.000 SI /kapsul 8000 SI /mL 400 SI

400, 800, 1000, dan 2000 SI Sumber: Holick, 2007 ; Almatsier 2010